86
tenaga kerja perempuan dalam pengerjaan lahan pembibitan dilakukan untuk mendapatkan efektifitas dalam hal produksi.
5.2. Saran
Adapun yang menjadi saran penulis dalam hal ini berdasarkan permasalahan yang diangkat mengenai “Manifestasi ketidakadilan gender pada
masyarakat perkebunan” yaitu : 1.
Bagi Masyarakat khususnya masyarakat perkebunan agar perlu mengetahui kondisi factual dalam masyarakat antara relasi socsal laki-
laki dan perempuan yang masih terpola dalam sistem patriakis yang masih memiliki banyak kekurangan karena cenderung menempatkan
pihak perempuan dalam kondisi yang diskriminatif. Sehingga sosialisasi tentang kesetaran gender pada masyarakat secara menyeluruh penting
dilakukan guna membangun perspektif yang baru dalam masyarakat yang peka gender.
2. Bagi PTPN IV sebagai Badan Usaha Milik Negara harus bisa
mengimplementasikan suatu sistem relasi yang adil dan setara antara laki-laki dan perempuan, baik terhadap karyawan maupun buruh harian
lepas.
Universitas Sumatera Utara
13
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Konsep gender
Gender bukanlah sesuatu yang kita dapatkan semenjak lahir, bukan juga sesuatu yang kita miliki, melainkan sesuatu yang kita lakukan dan kita
tampilkan Sugihastuti Septiawan 2007:4. Secara mendasar gender berbeda dari jenis kelamin seks. Seks merupakan pemberian; kita dilahirkan sebagai
seorang laki-laki atau seorang perempuan. Oleh karena itu, konsep jenis kelamin digunakan untuk membedakan laki-laki dan perempuan berdasarkan
unsur biologis dan anatomi tubuh. Misalnya laki-laki memiliki penis, jakun dan memproduksi sperma. Sementara perempuan mempunyai alat-alat reproduksi
seperti rahim, saluran-saluran untuk melahirkan, memproduksi telur indung telur, vagina, mempunyai payudara dan air susu dan alat biologis yang lainnya
sehingga bisa haid, hamil, menyusui dan menstruasi yang disebut dengan fungsi reproduksi Narwoko dan Suyanto 2010:334.
Alat-alat bioloogis yang dimiliki oleh laki-laki dan perempuan seperti dikemukakan diatas merupakan atribut yang melekat pada setiap manusia yang
berlaku kapanpun, dimanapun serta tidak dapat dipertukarkan dan merupakat ketentuan tuhan atau kodrat. Sedangkan gender adalah seperangkat peran yang
seperti halnya kostum dan topeng di teater, menyampaikan kepada orang lain bahwa kita adalah feminim atau maskulin. Perangkat perilaku khusus ini –
yang mencakup penampilan, pakaian, sikap, kepribadian, bekerja didalam dan diluar rumah tangga, seksualitas, tanggung jawab keluarga dan sebagainya –
secara bersama-sama memoles “peran gender’ kita Mosse 2007:2-3.
Universitas Sumatera Utara
14
Menurut Harmona Daulay 2007:4 Gender adalah pembedaan peran, perilaku, peringai laki-laki dan perempuan oleh budayamasyarakat melalui
interpretasi terhadap perbedaan-perbedaan biologis laki-laki dan perempuan. Jadi Gender, tidak diperoleh sejak lahir tapi dikenal melalui proses belajar
sosialisasi dari masa anak-anak hingga dewasa. Oleh karena itu, gender dapat disesuaikan dan diubah.
Konsep gender adalah suatu konsep yang melihat suatu sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun
kultural, misalnya perempuan terkenal dengan sifat lemah lembutnya, emosional, keibuan, sedangkan laki-laki diidentikkan dengan sifat kuat,
rasional, gagah, perkasa dan jantan. Ciri dan sifat itu sendiri sebenarnya dapat dipertukarkan satu sama lain contohnya, ada laki-laki yang emosional, lemah
lembut dan sebaliknya juga ada perempuan yang bersifat rasional dan jantan. Perubahan ciri dan sifat-sifat ini dapat berbeda diantara masyarakat dengan
masyarakat lainnya sesuai dengan lingkungan, selain itu juga dapat berubah dari masa ke masa, karena pengaruh kemajuan pendidikan, teknologi, ekonmoi
dan lain-lain. Sejarah terbentuknya perbedaan gender terjadi melalui proses yang amat panjang, dikarenakan banyak hal, diantaranya dibentuk,
disosialisasikan, diprkuat, bahkan dikonstruksikan secara sosial dan kultural melalui ajaran agama maupun negara Fakih, 2008
Perbedaan gender adalah perbedaan simbolis atau sosial yang berpangkal pada perbedaan seks tetapi tidak selalu identik dengannya. Jadi
kelihatan disini gender lebih mengarah kepada simbol-simbol sosial yang diberikan pada suatu masyarakat tertentu tertentu. Sebagai contoh kalau untuk
Universitas Sumatera Utara
15
bayi perempuan yang baru lahir diberikan perlengkapan dengan nuansa merah jambu sedangkan bayi laki-laki yang lahir diberikan perlengkapan dengan
nuansa warna biru muda. Perbedaan itu juga pada pola pengasuhan dan pola permainan. Anak perempuan diberikan mainan boneka dan permainan yang
beresiko rendah sedangkan anak laki-laki diberikan permainan mobil-mobilan, tembak-tembakan dengan resiko yang tinggi Harmona, 2007:4
Setiap masyarakat mengembangkan identitas gender mereka yang berbeda, tetapi kebanyakan masyarakat membedakan laki-laki dan perempuan
dengan maskulin dan feminim. Maskulin identik dengan keperkasaan, bergelut di sektor publik, jantan dan agresif. Sedangkan feminim identik dengan lemah
lembut, berkutat di sektor domestik rumah, pesolek, pasif dan lain-lain Harmona, 2007:4.
Pembatasan budaya yang diciptakan oleh masyarakat membuat perempuan tidak sebebas laki-laki dalam hal mencari dan memilih
pekerjaan. Dengan adanya hal tersebut membuat perempuan harus selektif dalam memilih pekerjaan. Sehingga aneh apabila masyarakat menemukan
seorang perempuan bekerja sebagai, kuli bangunan, penarik becak motor, tukang becak, karena dianggap melanggar kodrat perempuan. Hal ini
didukung dengan anggapan bahwa perempuan dianggap memiliki kemampuan fisik dan intelektual yang lebih rendah daripada laki-laki.
Selama ini yang terjadi adalah bias gender yang berpihak kepada laki-laki. Dengan keadaan seperti diatas terjadi ketimpangan bahwa perempuan
selalu diposisikan berada dibawah laki-lakiposisi nomor dua dan harus menurut pada perintah kaum laki-laki. Perempuan menjadi kaum marjinal yang
Universitas Sumatera Utara
16
selalu terpinggirkan. Masih relatif jarang perempuan menjadi mitra, perempuan selalu terpinggir karena status keperempuanannya. Hal ini juga sangat
didukung oleh meratanya konsep keperempuananya dan konsep patriakhi yang dianut hampir seluruh masyarakat.
Dengan demikian gender sebagai sebuah konsep merupakan hasil dari pemikiran atau rekayasa manusia, dibentuk oleh masyarakat sehingga gender
bersifat dinamis dapat berbeda karena perbedaan adat istiadat, budaya, agama dan sistem nilai dari bangsa, masyarakat dan suku bangsa tertentu. selain itu,
gender dapat berubah karena perjalanan sejarah, perubahan politik, ekonomi dan sosial budaya, atau karena kemajuan pembangunan. Dengan demikian
gender tidak bersifat universal atau tidak berlaku secara umum, akan tetapi bersifat situasional masyarakatnya. Narwoko Suyanto 2010:335.
2.2 Konsep Wilayah Domestik dan Wilayah Publik