Universitas Sumatera Utara
posyandu, puskesmas, rumah sakit, praktek bidan maupun dokter serta persediaan air bersih.
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia IDAI dalam Ayu 2008, ada 3 faktor penyebab gizi buruk pada anak dan balita, yaitu:
1. Keluarga miskin;
2. Ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak;
3. Faktor penyakit bawaan pada anak, seperti: jantung, TBC, HIVAIDS, saluran
pernapasan dan diare IDAI, 2007.
2.5.2 Gejala Klinis KEP Berat atau Gizi Buruk
Gejala klinis pada KEP ringan dan sedang adalah tubuh anak terlihat kurus. Sedangkan gejala klinis untuk KEP berat atau gizi buruk adalah dibagi menjadi
marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-kwashiorkor. 1.
Marasmus Kata “marasmus” berasal dari bahasa Yunani yang berarti kurus kering.
Tubuh penderita marasmus hanya terlihat “tulang dan kulit”. The Wellcome Trust Working Patty pada tahun 1970 mendefinisikan marasmus dengan kriteria berat
badan menurut usia yang berada di bawah 70 dari standar internasional. Marasmus merupakan adaptasi fisiologis terhadap keterbatasan energi dari
makanan. Pada keadaan ini terjadi pengurangan secara nyata jumlah jaringan lemak dan subkutan disamping terdapat pula atrofi jaringan viseral. Penderita
marasmus akan membatasi aktivitas fisiknya dan memiliki laju metabolisme serta pergantian protein yang menurun dalam upaya untuk menghemat nutrien. Jika
dibandingkan dengan orang sehat, para penderita marasmus lebih rentan terhadap
Universitas Sumatera Utara
infeksi dan memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk meninggal atau mengalami disabilitas karena infeksi. Adapun tanda-tanda klinis yang ditimbulkan
adalah: a.
keterlambatan pertumbuhan yang parah b.
kurus kering hampir tidak ada lemak di bawah kulit c.
perut cekung d.
rambut jarang dan tipis e.
kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada terlihat seperti memakai celana longgarbaggy
f. wajah seperti orang tua
g. cengeng dan rewel
h. sering disertai penyakit infeksi kronis berulang, diare
2. Kwashiorkor
Kata “kwashiorkor” berasal dari bahasa Ghana yang berarti penyakit yang terjadi ketika bayi berikutnya lahir. Kwashiorkor pertama kali dikenal di Afrika
Barat pada tahun 1930-an di antara anak-anak yang disapih penghentian pemberian ASI dan pada mulanya dianggap sebagai keadaan defisiensi air susu.
Kemudian, para pakar mengemukakan bahwa kwashiorkor merupakan keadaan defisiensi protein dari makanan, akan tetapi bukti yang ada menunjukkan bahwa
hipotesis ini masih kurang kuat. Sejumlah data yang terbaru menunjukkan bahwa kwashiorkor dapat terjadi karena kehilangan antioksidan yang menyertai
defisiensi energi dari makanan. The Wellcome Trust Working Patty pada tahun 1970 mendefinisikan kwashiorkor sebagai keadaan terdapatnya edema dengan
Universitas Sumatera Utara
kriteria berat badan menurut usia yang berada di bawah 80 dari standar internasional. Adapun tanda-tanda klinis yang ditimbulkan adalah:
a. edema seluruh tubuh, terutama pada kedua punggung kaki
b. wajah membulat dan sembab
c. pandangan mata sayu
d. rambut tipis kemerahan seperti rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit,
rontok e.
perubahan status mental, apatis dan rewel f.
otot mengecil terlihat nyata jika diperiksa pada posisi berdiri atau duduk g.
kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas dermatosis
h. sering disertai penyakit infeksi, anemia dan diare
3. Marasmus-Kwashiorkor
Gejala klinis yang terjadi dari penggabungan marasmus dan kwashiorkor, yaitu terjadinya penurunan berat badan tubuh sekaligus timbulnya edema.
Universitas Sumatera Utara
2.6 Kerangka Konsep Penelitian