Hak Masyarakat Hukum Adat atas Sumberdaya Hutan UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

91 hak masyarakat hukum adat dan anggota – anggotanya serta hak – hak untuk perseorangan untuk mendapatkan manfaat dari hutan, baik langsung maupun tidak langsung yang didasarkan atas sesuatu peraturan hukum,sepanjang menurut kenyataannya masih ada, tidak boleh mengganggu tercapainya tujuan – tujuan yang dimaksud dalam undang – undang ini. 108

2. Hak Masyarakat Hukum Adat atas Sumberdaya Hutan UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

Hutan negara ialah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak – hak atas tanah menurut Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960, termasuk di dalamnya hutan – hutan yang sebelumnya dikuasai masyarakat hukum adat yang disebut hutan ulayat, hutan marga, atau sebutan lainnya. Dimasukkannya hutan – hutan yang dikuasai oleh masyarakat hukum adat dalam pengertian hutan negara adalah sebagai konsekuensi adanya hak menguasai dan mengurus oleh negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat dalam prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian, masyarakat hukum adat sepanjang menurut kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya, dapat melakukan kegiatan pengelolaan hutan dan pemungutan hasil hutan. Sedangkan hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang telah dibebani hak atas tanah menurut ketentuan Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria. Hak – hak atas tanah, menurut Pasal 16 Undang – Undang Pokok Agraria adalah : hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan, dan hak – hak lain. 109 108 Taqwaddin, Op. Cit., hlm. 162 109 Pasal 16 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria . Universitas Sumatera utara 92 Antara Pasal 1 angka 4 UU Kehutanan dengan Pasal 3 sebelum keluarnya Putusan MK Nomor 35PUU-X2012 dan Pasal 16 UU Pokok Agraria terdapat terdapat ketentuan yang berbenturan. Hutan negara dalam pengertian UU Kehutanan UU No.411999 adalah hutan yang tidak dibebani hak atas tanah, sedangkan dalam UU Pokok Agraria UU No.51960 ditegaskan adanya pengakuan terhadap pelaksanaan hak ulayat dan hak – hak yang serupa dari masyarakat – masyarakat hukum adat, termasuk; hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan, dan hak – hak lain. Ini berarti, hak ulayat juga termasuk hak atas tanah, yang karenanya hutan adat harus dikeluarkan dari pengertian dan pengaturan hutan negara. Selanjutnya dalam Pasal 4 ayat 3 Undang – Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebelum keluarnya Putusan MK Nomor 35PUU- X2012, ditegaskan bahwa, pengurusan hutan oleh negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat sepanjang kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya, serta tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. Ketentuan di atas, baik yang termuat dalam pasal 4 ayat 3 Undang – Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang mengharuskan negara memperhatikan hak masyarakat hukum adat maupun yang dinyatakan dalam Penjelasan Umumnya mengenai hutan – hutan yang dikuasai oleh masyarakat hukum adat sebagai hutan negara. Dapat dikatakan merupakan dua kalimat yang valid mewakili sikap Pemerintahan Reformasi, berupa pengakuan terhadap masyarakat hukum adat beserta haknya atas sumberdaya hutan. 110 110 Undang – Undang ini dibentuk dan disahkan pada masa awal Pemerintahan Reformasi dibawah pimpinan Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie, dan diundangkan oleh Menteri Sekretaris Negara Muladi pada tanggal 30 September 1999. Universitas Sumatera utara 93 Beberapa kemajuan ketentuan tentang hak ulayat dan masyarakat hukum adat yang dapat diketemukan dalam Undang – Undang 41 Tahun 1999 adalah sebagai berikut 111 Pertama, dicantumkannya secara tersurat istilah “hutan adat” dalam Pasal 1, yang berbunyi, hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat setelah keluarnya Putusan MK Nomor 35PUU-X2012. Ini merupakan pengakuan yuridis akan masih adanya eksistensi hutan adat dan masyarakat hukum adat di Indonesia. Sedangkan di dalam Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1967 sama sekali tidak pernah disebutkan secara tersurat tentang hutan adat. Sehingga dengan demikian, dapat dipahami bahwa pada masa Pemerintahan Orde Baru ada upaya – upaya untuk mengeliminasi keberadaan hutan – hutan adat dan masyarakat hukum adat demi unifikasi hukum peraturan perundangan, serta terlebih lagi demi pembangunan melalui percepatan pertumbuhan ekonomi pendapatan devisa negara dari sektor kehutanan. ; 112 Kedua, dalam Undang – Undang Nomor 41 Tahun 1999 tidak lagi disebutkan adanya maksud unifikasi hukum peraturan perundangan, sebagaimana yang dinyatakan dalam Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1967. Ini berarti, Undang – Undang Kehutanan produk Pemerintahan Reformasi mengakui keberadaan hukum adat. Dan pula, dengan tidak lagi disebutkan pernyataan bahwa lambat – laun hak ulayat akan lemah dan menghilang sebagaimana kita 111 Taqwaddin, Op. Cit., hlm. 165 112 Mas Achmad Santosa, mengemukakan dalam papernya, bahwa pengelolaan sumber daya alam yang dijalankan selama Orde Baru berlangsung lebih didasarkan kepada kepentingan kebutuhan investasi dalam rangka pemulihan kondisi ekonomi pada awal – awal pemerintahan Orde Baru pasca 1966. Sumber daya alam hutan, tambang, sumber daya air dan mineral dipandang serta dipahami dalam konteks “economic sense” dan belum dipahami sebagai :ecological and sustainable sense”. Reformasi Hukum dan kebijaksanaan di Bidang Pengelolaan Sumber Daya Alam, dalam Demokratisasi Pengelolaan Sumber Daya Alam, ICEL, Jakarta, 1999, hlm. 21. Universitas Sumatera utara 94 dapati dalam Penjelasan Umum Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1967, secara implisit, dapat dimaknai adanya pengakuan oleh negara terhadap keberadaan hak ulayat dan masyarakat hukum adat. Ketiga, ditegaskannya kewajiban untuk tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat dalam hal penguasaan hutan oleh negara, sebagaimana terdapat dalam Pasal 4 ayat 3 Undang – Undang Nomor 41 Tahun 1999, yaitu ; Penguasaan hutan oleh Negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat, sepanjang kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya, serta tidak bertentangan dengan kepentingan nasional sebelum keluarnya Putusan MK Nomor 35PUU-X2012. Ketentuan ini mengandung makna bahwa dalam melakukan penguasaan terhadap hutan, negara harus tetap mempertimbangkan keberadaan hak – hak masyarakat hukum adat. Ketentuan seperti ini tidak diketemukan didalam Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1967. Sehingga mengisyaratkan Undang – Undang Pokok Kehutanan produk Orde Baru tidak memperdulikan keberadaan hhak - hak masyarakat hukum adat. Penguasaan hutan oleh negara bukan merupakan pemilikan. Hal ini ditegaskan dalam Penjelasan Umum Undang – Undang Nomor 41 Tahun 1999. Penguasaan tersebyt bermakna ada adanya kewenangan yang diberikan oleh negara kepada pemerintah untuk mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan; menetapkan kawasan hutan dan atau mengubah status kawasan hutan; mengatur dan menetapkan hubungan hukum antara orang dengan hutan atau kawasan hutan dan hasil hutan; serta mengatur perbuatan hukum mengenai kehutanan. Selanjutnya pemerintah mempunyai wewenang untuk memberikan izin dan hak kepada pihak lain untuk Universitas Sumatera utara 95 melakukan kegiatan dibidang kehutanan. Namun demikian, untuk hal – hal tertentu yang sangat penting, berskala dan berdampak luas, serta bernilai strategis, Pemerintah harus memperhatikan aspirasi rakyat melalui persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. 113

C. Terjadinya Hak Milik Menurut Hukum Adat dan UUPA 1. Hak Milik Berdasarkan Hukum Adat

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Hak – Hak Masyarakat Hukum Adat Atas Tanah Berdasarkan Ketentuan Pmna/Kepala Bpn Nomor 5 Tahun 1999 Dikaitkan Dengan Putusan Mk Nomor 35/Puu-X/2012

7 185 136

Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan Parate Eksekusi Hak Tanggungan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996

2 73 96

Perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual Dikaitkan Dengan Kepabeanan Berdasarkan Undang-Undang No. 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan

2 35 114

Perlindungan Hukum Terhadap Hak Atas Tanah Masyarakat Adat Di Atas Tanah Register 40 Pasca Putusan Pidana No.2642 K/PID/2006 AN.Terpidana D.L Sitorus

2 52 119

Tinjauan Yuridis Atas Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Yang Telah Bersertifikat Hak Milik (Study Terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2725 K/Pdt/2008)

1 55 132

Perlindungan Hak Kreditor Dengan Jaminan Fidusia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia

0 10 149

Tinjauan Hukum Atas Perkawinan Beda Agama (Islam dan Kristen)Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Juncto Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia

0 3 1

Tinjauan Yuridis Hak – Hak Masyarakat Hukum Adat Atas Tanah Berdasarkan Ketentuan Pmna/Kepala Bpn Nomor 5 Tahun 1999 Dikaitkan Dengan Putusan Mk Nomor 35/Puu-X/2012

0 1 8

BAB II TINJAUAN UMUM MASYARAKAT HUKUM ADAT A. Pengertian dan Sejarah Masyarakat Hukum Adat - Tinjauan Yuridis Hak – Hak Masyarakat Hukum Adat Atas Tanah Berdasarkan Ketentuan Pmna/Kepala Bpn Nomor 5 Tahun 1999 Dikaitkan Dengan Putusan Mk Nomor 35/Puu-X/20

2 2 46

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Hak – Hak Masyarakat Hukum Adat Atas Tanah Berdasarkan Ketentuan Pmna/Kepala Bpn Nomor 5 Tahun 1999 Dikaitkan Dengan Putusan Mk Nomor 35/Puu-X/2012

0 1 20