Personifikasi Pemakaian Gaya Bahasa Figuratif Khususnya Idiom, Arti Kiasan, Konotasi,

135 Penggunaan majas simile dari data-data di atas yaitu sebagai sarana retorika yang mampu menghidupkan lukisan cerita dan menyegarkan pengungkapan, sehingga makna yang dicerna pembaca akan lebih mengena dan lebih terasa. Jelasnya dengan penggunaan simile pengungkapan maksud menjadi lebih mengesankan, lebih hidup, dan lebih menarik serta lebih estetis.

7. Personifikasi

Personifikasi adalah gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda- benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan. Adapun penggunaan personifikasi pada novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata adalah dapat dilihat pada kutipan berikut ini. 325 Ayahnya telah melepaskan belut yang licin itu, dan anaknya baru saja meloncati nasib, merebut pendidikan. LP: 10 326 Aku mulai sesak napas. Tubuhku rasanya akan meledak. Isapan bola tenis itu laksana sengatan lebah tanah kuning yang paling berbisa dan tubuhku mulai terasa menciut. LP: 81 327 Semua elemen itu adalah perpustakaan berjalan yang memberiku pengetahuan baru setiap hari. LP: 84 328 Pria ini buruk rupa dan buruk pula setiap apa yang disandangnya, tapi pemikirannya jernih dan kata-katanya bercahaya. LP: 25 329 Ketika Bu Mus menunjuk Mahar secara acak untuk menyanyi, saat itulah nasib menyapanya. LP: 138 330 Tatapan matanya itu mencengkeram hatiku. LP: 210 331 Aku telah menjadi sekuntum daffodil yang gelisah. LP: 249 332 Ternyata nasib telah menghantamku dengan technical knockout. LP: 440 136 Data-data di atas dikategorikan sebagai bentuk personifikasi karena menggambarkan benda mati seolah-olah memiliki sifat seperti manusia. Pada data 325 Lintang disamakan dengan belut yang licin. Pada data 326 isapan bola tenis itu diibaratkan memiliki sifat makhluk hidup yaitu seperti isapan lebah yang dalam hal ini begitu menyengat yang menggambarkan kondisi tokoh benar-benar mengalami peristiwa yang luar biasa sakitnya. Penggambaran tersebut dimaksudkan agar pembaca berempati terhadap peristiwa yang dialami tokoh. Kemudian pada data 327 semua elemen- dalam hal ini suatu keadaan-diibaratkan memiliki sifat sama seperti perputakaan yang dijadikan sebagai sumber ilmu. Pada data 328 pemikirannya jernih dan kata-katanya bercahaya merupakan personifikasi, sebuah pemikiran diibaratkan sejernih air dan kata-kata diibaratkan bercahaya. Sejernih air dan bercahaya merupakan sebuah ungkapan untuk benda mati, tetapi digunakan Andrea Hirata untuk mendeskripsikan tentang pemikiran dan kata-kata tokoh. Pemilihan dan pemakaian kosakata tersebut sangat vertikal. Pada data 329 sebuah nasib diibaratkan seolah-olah hidup yakni dengan kata menyapanya, menyapa hanya dilakukan oleh makhluk hidup. Pada data 330 tatapan mata diibaratkan sebagai makhluk hidup yang bisa mencengkeram hati. Kemudian pada data 331 penggunaan kata daffodil pada deskripsi cerita menggandaikan bahwa daffodil sebagai sekuntum bunga bisa mempunyai perasaan yang sama seperti manusia yaitu gelisah. Pemilihan 137 dan pemakaian kosakata sains ini sesuai ciri khas Andrea Hirata yang memang berbeda dengan pengarang lainnya. Kemudian dilanjutkan pada data 332 yang juga menggunakan kata nasib untuk mendeskripsikan cerita. Nasib diibaratkan seolah-olah makhluk hidup yang bisa menghantam dengan begitu kuat sehingga menyebabkan sesuatu yang fatal. Penggunaan gaya bahasa personifikasi itu tak terlepas dari fungsi personifikasi itu sendiri yaitu sebagai sarana retorika yang mampu menghidupkan deskripsi cerita dan menyegarkan pengungkapan menjadi lebih bermakna.

8. Hiperbola