Pencegahan Primordial Pencegahan Primer Primary Prevention Pencegahan Sekunder Secondary Prevention

artinya orang yang terpapar dengan debu untuk terkena bronkhitis kronis 44,86 kali lebih besar dibandingkan dengan orang yang tidak terpapar dengan debu. 7

2.7. Komplikasi

Komplikasi yang sering dijumpai dan dapat memperberat PPOK adalah kor- pulmonal yaitu terjadi gangguan pada jantung kanan. Penderita selalu sesak napas walaupun hanya melakukan pekerjaan rutin sehari-hari misalnya memakai baju, mandi. 7 Komplikasi lainnya adalah hipertensi pulmoner, berhubungan dengan angka tahan hidup yang rendah dan prediktor keluaran klinis buruk. Hipertensi pulmoner pada PPOK terjadi akibat efek langsung asap rokok terhadap pembuluh darah intrapulmoner. 26 Pengelolaan penderita PPOK ditujukan pada tiga hal yang penting yaitu mencegah komplikasi, meringankan gangguan pada fungsi paru dan meningkatkan kualitas hidup. 7

2.8. Pencegahan PPOK

2.8.1. Pencegahan Primordial

Pencegahan primordial yaitu upaya pencegahan pada orang-orang yang belum ada faktor resiko PPOK, meliputi: menciptakan lingkungan yang bersih dan berperilaku hidup sehat seperti tidak merokok.

2.8.2. Pencegahan Primer Primary Prevention

Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. 27 Tujuan dari Universitas Sumatera Utara pencegahan primer adalah untuk mengurangi insidensi penyakit dengan cara mengendalikan penyebab-penyebab penyakit dan faktor-faktor resikonya. 28 Pecengahan primer meliputi: a. Kebiasaan merokok harus dihentikan b. Memakai alat pelindung seperti masker di tempat kerja pabrik yang terdapat asap mesin, debu c. Membuat corong asap di rumah maupun di tempat kerja pabrik d. Pendidikan tentang bahaya-bahaya yang ditimbulkan PPOK

2.8.3. Pencegahan Sekunder Secondary Prevention

Pencegahan sekunder merupakan upaya untuk mencegah orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit dan menghindari komplikasi. 27 Tujuan pencegahan sekunder adalah untuk mengobati penderita dan mengurangi akibat-akibat yang lebih serius dari penyakit yaitu melalui diagnosis dini dan pemberian pengobatan. 28 a. Diagnosis Dini Untuk menetapkan diagnosis dini PPOK pada pasien adalah dengan pemeriksaan faal paru, radiologis, analisis gas darah, dan defisiensi AAT. a.1. Pemeriksaan Faal Paru Pemeriksaan faal paru adalah pemeriksaan untuk mengetahui apakah seseorang mempunyai faal paru yang normal atau mengalami gangguan. Gangguan faal paru pada PPOK adalah obstruksi hambatan aliran udara ekspirasi. Faal paru seseorang meningkat mulai sejak dilahirkan sampai mencapai nilai maksimal pada umur antara 19-21 tahun, kemudian menurun Universitas Sumatera Utara secara berlahan. Penurunan faal paru juga terjadi pada orang normal sebesar 30 ml pertahun untuk nilai Volume Ekspirasi Paksa detik pertama VEP 1 . Pemeriksaan faal paru sangat berguna untuk menunjang diagnosa penyakit, melihat laju perjalanan penyakit, evaluasi pengobatan, dan menentukan prognosis penyakit. Pemeriksaan dengan menggunakan alat spirometri sangat dianjurkan karena sederhana dan akurat. 9 a.2. Pemeriksaan Radiologis Pemeriksaan foto dada sangat membantu dalam menegakkan atau menyokong diagnosis dan menyingkirkan penyakit-penyakit lain. Pada emfisema gambaran yang paling dominana adalah radiolusen paru yang bertambah, dan pembuluh darah paru mengalami penipisan atau menghilang. Selain itu dapat juga ditemukan pendataran diafragma dan pembesaran rongga retrosternal. Pada bronkhitis kronik tampak adanya penambahan bronkovaskular dan pelebaran dari arteri pulmonalis, disamping itu ukuran jantung juga mengalami pembesaran. 18 a.3. Pemeriksaan Analisis Gas Darah Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien-pasien dengan nilai VEP 1 40 prediksi, pasien dengan gagal jantung kanan serta pasien yang secara klinis dicurigai adanya gagal napas. Dikatakan adanya gagal napas apabila dari analisis gas darah didapat nilai tekanan parsial O 2 PaO 2 kurang dari 60 mmHg, dengan atau tanpa adanya peningkatan tekanan parsial CO 2 PaCO 2 lebih dari 45 mmHg. 4 Universitas Sumatera Utara a.4. Pemeriksaan Defisiensi Alfa – 1 Antitripsin AAT Pemeriksaan dilakukan dengan skrining adanya defisiensi alfa – 1 antitripsin pada pasien yang mengalami PPOK sebelum berusia 45 tahun atau pasien dengan riwayat keluarga PPOK. Pemeriksaan kadar AAT di dalam darah dengan metode Imuno-turbidimetri. Nilai normal AAT adalah 200-400 mg100cc. 7 Kadar dibawah 20 dari normal menunjukkan bahwa pasien homozigot defisiensi AAT. Kadar diatas 20 tidak ada pengaruhnya terhadap perkembangan PPOK. 4 b. Pengobatan Adapun pemberian pengobatan terhadap penderita PPOK meliputi: bronkodilator, kortikostreroid, antibiotik, pemberian oksigen dan pembedahan. b.1. Bronkodilator Bronkodilator adalah obat utama dalam penatalaksanaan PPOK. Bronkodilator utama pada PPOK adalah agonis beta-2, antikolinergik, teofilin atau kombinasi obat tersebut. 9 b.2. Kortikosteroid Penggunaan kortikosteroid inhalasi secara regular hanya boleh diberikan pada pasien yang telah tercatat dari hasil spirometri berespon terhadap steroid, atau pada pasien yang VEP 1 50. 9 Dapat juga diberikan dalam bentuk oral dengan dosis tunggal prednison 40mghari paling sedikit selama 2 minggu, maka pengobatan kortikosteroid sebaiknya dihentikan. Pada pasien yang Universitas Sumatera Utara menunjukkan perbaikan, maka harus dimonitor efek samping dari kortikosteroid pada penggunaan jangka lama. 18 b.3. Antibiotik Antibiotik merupakan salah satu obat yang sering digunakan dalam penatalaksanaan PPOK. Pemberian antibiotik dengan spektrum yang luas pada infeksi umum yang disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenza dan Mycoplasma. 18 b.4. Pemberian Oksigen Pemberian oksigen jangka panjang terhadap penderita PPOK pada analisis gas darah didapatkan. Pemberian oksigen jangka panjang lebih dari 15 jamhari pada pasien dengan gagal nafas kronis dapat meningkatkan survival, memperbaiki kelainan hemodinamik, hemotologis, meningkatkan kapasitas exercise dan memperbaiki status mental. 4 b.5. Pembedahan Pembedahan biasanya dilakukan pada PPOK berat dan tindakan operasi diambil apabila diyakini dapat memperbaiki fungsi paru atau gerakan mekanik paru. Jenis operasi pada PPOK adalah bullectomy, Lung Volume Reduction Surgery LVRS dan transplantasi paru. 4 Universitas Sumatera Utara

2.8.4. Pencegahan Tertier Tertiary Prevention