27
I.7 Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, defenisi konsep, defenisi operasional, dan
sistematika penulisan. BAB II METODE PENELITIAN
Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.
BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini memuat tentang gambaran atau karakteristik lokasi penelitian berupa sejarah singkat, visi dan misi, dan struktur organisasi.
BAB IV PENYAJIAN DATA
Bab ini menguraikan hasil penelitian lapangan dan dokumentasi yang diperoleh yang akan dianalisis.
BAB V ANALISIS DATA
Bab ini berisikan analisa data dari setiap data yang disajikan yang diperoleh
setelah melakukan penelitian di lapangan. BAB VI PENUTUP
Bab ini berisikan kesimpulan dan saran atas hasil penelitian yang dilakukan.
Universitas Sumatera Utara
28
BAB II METODE PENELITIAN
II.1 Bentuk Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Menurut Nawawi 2005:64 bahwa bentuk deskriptif
adalah bentuk penelitian yang memusatkan perhatian pada masalah-masalah atau fenomena yang bersifat aktual pada saat penelitian dilakukan dan menggambarkan
fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki sebagaimana diikuti dengan interpretasi yang akurat. Dengan metode deskriptif ini diharapkan dapat memberikan gambaran
yang jelas fakta-fakta yang ada dan menjelaskan keadaan dari objek penelitian dan mencoba menganalisa untuk memberikan kebenaran berdasarkan data yang ada.
II.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kantor Pertanahan Kabupaten Karo yang terletak di Jln. Letjend.Djamin Ginting No.17 Komplek Kantor Bupati Kabanjahe Kabupaten
Karo Provinsi Sumatera utara.
Universitas Sumatera Utara
29
II.3 Informan Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, tidak menggunakan istilah populasi ataupun sampel seperti dalam penelitian kuantitatif. Dalam penelitian kualitatif, populasi diartikan
sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya. Sedangkan sampel adalah sebagian dari populasi itu Sugiyono, 2008:297.
Informan penelitian ini meliputi dua macam, yaitu: 1.
Informan kunci merupakan mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian.
2. Informan utama merupakan mereka yang terlibat langsung dalam interaksi
sosial yang diteliti. Berdasarkan uraian tersebut, maka informan penelitian yang digunakan penulis
dalam penelitian ini terdiri atas: 1.
Informan kunci adalah Pegawai Kantor Pertanahan Kabupaten Karo. 2.
Informan utama adalah masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
30
II.4 Tekhnik Pengumpulan Data II.4.1 Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dan berkaitan langsung dengan permasalahan yang dihadapi dalam penelitian ini. Pengumpulan data yang
digunakan adalah:
1. Wawancara Interview
Teknik pengumpulan data dengan sebuah percakapan antara dua orang atau lebih, yang pertanyaannya diajukan oleh peneliti kepada subjek penelitian
untuk dijawab. Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara secara terbuka dan mendalam sehingga akan tergali informasi yang berkaitan
dengan efektivitas pelayanan kegiatan pendaftaran tanah secara sporadik. 2.
Observasi Pengamatan Observasi adalah kegiatan mengamati secara langsung dengan mencatat
gejala-gejala yang ditemukan di lapangan serta menjaring data yang tidak terjangkau.
II.4.2 Data Skunder
Data sekunder adalah data yang tidak diperoleh langsung dari objek penelitian. Pengumpulan data yang dilakukan adalah:
Universitas Sumatera Utara
31 1.
Penelitian Kepustakaan Yaitu pengumpulan data-data dengan cara mempelajari, mendalami dan
mengutip teori-teori dan konsep-konsep dari sejumlah literature baik buku, jurnal, majalah, koran, ataupun karya tulis lainnya yang relevan dengan
topik penelitian. 2.
Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan catatan-catatan atau
foto-foto yang ada di lokasi penelitian serta sumber-sumber lain yang relevan dengan objek penelitian.
II.5 Tekhnik Analisis Data
Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitan ini adalah analisa data kualitatif yaitu menguraikan serta menginterpretasikan data yang diperoleh dari
lapangan dari para informan. Penganalisaan ini didasarkan pada kemampuan nalar dalam menghubungkan fakta, data, dan informasi kemudian data yang diperoleh akan
dianalisis sehingga diharapkan muncul gambaran yang dapat mengungkapkan permasalahan penelitian.
Jadi, teknik analisis data kualitatif yaitu dengan menyajikan data dengan melakukan analisa terhadap masalah yang ditemukan di lapangan, sehingga diperoleh
gambaran yang jelas tentang objek yang diteliti dan kemudian menarik kesimpulan.
Universitas Sumatera Utara
32
BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
III.1 Gambaran Umum Tanah Karo III.1.1 Sejarah
Tanah Karo terbentuk sebagai Kabupaten Daerah Tingkat II setelah melalui proses yang sangat panjang dan dalam perjalanan sejarahnya Kabupaten ini telah
mengalami perubahan mulai dari zaman penjajahan Belanda, zaman penjajahan
Jepang hingga zaman kemerdekaan.
Sebelum kedatangan penjajahan Belanda diawal abad XX di daerah dataran
tinggi Karo, di kawasan itu hanya terdapat kampung Kuta, yang terdiri dari satu atau lebih “kesain” bagian dari kampung. Tiap-tiap kesain diperintah oleh
seorang “Pengulu”. Menurut P. Tambun dalam bukunya “Adat Istiadat Karo”,
Balai Pustaka 1952, arti dari pengulu adalah seseorang dari marga tertentu
dibantu oleh 2 orang anggotanya dari kelompok “Anak Beru” dan “Senina”. Mereka ini disebut dengan istilah “Telu si Dalanen” atau tiga sejalanan menjadi
satu badan administrasipemerintahan dalam lingkungannya. Anggota ini secara
turun menurun dianggap sebagai “pembentuk kesain”, sedang kekuasaan mereka adalah pemerintahan kaum keluarga.
Universitas Sumatera Utara
33 Di atas kekuasaan penghulu kesain, diakui pula kekuasaan kepala kampung
asli Perbapaan yang menjadi kepala dari sekumpulan kampung yang asalnya dari kampung asli itu. Kumpulan kampung itu dinamai Urung. Pimpinannya
disebut denganBapa Urung atau biasa juga disebut Raja Urung. Urung artinya
satu kelompok kampung dimana semua pendirinya masih dalam satu marga atau
dalam satu garis keturunan.
1. Menurut P. Tambun seperti di atas ada beberapa sistem atau cara
penggantian perbapaan atau Raja Urung atau juga Pengulu di zaman itu,
yaitu dengan memperhatikan hasil keputusan “runggunpermusyawaratan”
kaum kerabat berdasarkan kepada 2 dua dasarpokok yakni: Dasar Adat
“Sintua-Singuda” yang dicalonkan. Yang pertama-tama berhak menjadi
Perbapaan adalah anak tertua. Namun kalau ia berhalanagan atau karena sebab yang lain, yang paling berhak di antara saudara-saudaranya adalah
jatuh kepada anak yang termuda. Dari semua calon Perbapaan maka siapa yang terkemuka atau siapa yang kuat mendapatkan dukungan, misalnya
siapa yang mempunyai banyak Anak Beru dan Senina, besar kemungkinan jabatan PerbapaanRaja Urung atau Pengulu, akan jatuh kepadanya. Jadi
dengan demikian, kedudukan Perbapaan, yang disebutkan di atas harus jatuh kepada yang tertua atau yang termuda, tidaklah sepenuhnya
dijalankan secara baik waktu itu. Banyak contoh terjadi dalam hal pergantian Perbapaan seperti itu, antara lain ke daerah Perbapaan Lima
Senina. Lebih-lebih kejadian seperti itu terjadi setelah di daerah itu
Universitas Sumatera Utara
34 berkuasa kaum penjajah Belanda di permulaan abad XX 1907. Belanda
melakukan “intervensi” dalam hal penentuan siapa yang diangap pantas sebagai Perbapaan dari kalangan keluarga yang memerintah, walaupun ada
juga selalu berdasarkan adat. 2.
Dasar “Bere-bere”, yakni menurut keturunan dari pihak Ibu. Hanya dari
keturunan ibukemberahen tertentu saja yang pertama-tama berhak menjadi Perbapaan. Namun setelah kedatangan perjajahan Belanda sistem atau
dasar “Bere-bere” ini dihapuskan.
Yang pertama-tama berhak untuk mewarisi jabatan Perbapaan Urung atau Pengulu ialah anak tertua, kalau dia berhalangan, maka yang paling berhak
adalah anak yang termudabungsu. Sesudah kedua golongan yang berhak tadi itu, yang berhak adalah anak nomor dua yang tertua, kemudian anak nomor dua yang
termuda. Orang yang berhak dan dianggap sanggup menjadi Perbapaan Urung tetapi karena sesuatu sebab menolaknya, maka dengan sendirinya hilang haknya
dan berhak keturunannya yang menjadi PerbapaanRaja Urung. Hal ini juga menurut P. Tambun dalam bukunya merupakan adat baru. Maksudnya adalah
untuk menjaga supaya pemangkuan Perbapaan yang dilaksanakan oleh orang lain hanya dilakukan dalam keadaan terpaksa.
Sementara itu orang yang berhak menurut adat menjadi PerbapaanRaja, tetapi masih dalam keadaan di bawah umur ataupun belum kawin, maka jabatan itu
Universitas Sumatera Utara
35 boleh dipangkudiwakili kepada orang lain menunggu orang yang berhak itu
sudah mencukupi. Peraturan tetap tentang memilih siapa sebagai pemangku itu tidak ada. Yang
sering dilakukan ialah orang yang paling cakap diantara kaum sanak keluarga terdekat, termasuk juga Anak Beru dan marga yang seharusnya memerintah
sebagai Perbapaan Raja. Adapun jabatan pemangku itu dipilih dari kalangan Anak Beru dari lain marga
dari PerbapaanRaja. Jadi mustahillah sipemangku itu tadi berhak atas kerajaan yang dipangkunya untuk selama-lamanya, pasti disatu waktu akan dikembalikan
kepada yang berhak. Sedangkan kalau jabatan sebagai PerbapaanRaja dipegang oleh kaum keluarga dari sipemangku yang berhak, misalnya saudara satu ayah
lain ibu, ada kemungkinan akan mendakwa dan mempertahankan jabatan itu di kemudian hari, terlebih kalau dia sudah bertahun-tahun sudah memangku jabatan
itu, sehingga merasa segan malah menolak menyerahkannya kembali kepada yang berhak. Keadaan seperti ini juga pernah terjadi, malah menimbulkan
perselisihan berkepanjangan antar kerabat yang seketurunan. Dalam pemangkuan sementara itu, diadatkan sehingga merupakan kewajiban
bagi si pemangku yaitu menyerahkan 13 dari semua pendapatan kerajaan kepada orang yang seharusnya memangku jabatan tersebut.
Seperti diuraikan di depan, baik Perbapaan UrungRaja Urung ataupun Pengulu yang dibantu oleh “Anak Beru-Senina”, yang merupakan “Telu
Universitas Sumatera Utara
36
Sidalanen”, maka jabatan dari “Anak Beru-Senina” itupun juga bersifat turun
temurun. Dengan sistem ini Pemerintah Tradisional Karo telah berjalan hampir ratusan
tahun. Sistem itu mengalami sedikit perubahan pada abad ke 18 ketika Karo berada dibawah pengaruh Aceh yang membentuk raja berempat di Tanah Karo.
Seiring dengan masuknya pengaruh kekuasaan Belanda ke daerah Sumatera Timur melalui Kerajaan Siak Riau maka terjadi pula perubahan penting di dareah
ini karena Belanda juga ingin menguasai seluruh Tanah Karo. Di Deli waktu itu sudah mulai berkembang Perkebunan tembakau yang diusahai oleh pengusaha-
pengusaha Belanda. Namun tidak selamanya kekuasaan Belanda tertanam dengan mudah di daerah Sumatera Utara terlebih-lebih di daerah dataran tinggi
Karo. Dan bagi orang Karo di masa lampau, kedatangan Belanda identik dengan pengambilan tanah rakyat untuk perkebunan. Banyak penduduk di Deli dan
Langkat yang kehilangan tanahnya karena Sultan memberikan tanah secara tak semena-mena untuk jangka waktu 99 tahun kemudian konsensi 75 tahun
kepada perkebunan tanpa menghiraukan kepentingan rakyat. Kegetiran dan penderitaan penduduk melahirkan perang sunggal yang berkepanjangan 1872-
1895 yang juga dikenal sebagai perang Tanduk Benua atau Batakoorlog. Dalam perang tersebut orang Melayu dan orang Karo bahu-membahu menentang
Belanda, antara lain dengan membakari bangsal-bangsal tembakau.
Universitas Sumatera Utara
37 Di satu pihak ada persoalan antara Sultan Deli dan Datuk Sunggal karena
Sultan Deli memberikan konsensi kepada Maskapai Belanda untuk membuka perkebunan dan daerah Sunggal termasuk di dalamnya. Perlawanan rakyat
Sunggal dipimpin oleh Datuk Kecil Datuk Muhammad Dini, Datuk Abdul Jalil dan Datuk Sulung Barat.Bantuan dari tanah karo dipusatkan di kampung Gajah.
Tokoh Karo yang sangat terkenal dalam peperangan ini adalah Langgah Surbakti, berasal dari kampung Susuk Tanah Karo dan Nabung Surbakti, dikenal sebagai
Penghulu Juma Raja. Karena hebatnya serangan-serangan yang dilancarkan, pihak Belanda mengirim ekspedisi ke Sunggal sampai tiga kali. Akibat
peperangan itu, di pihak tentara Belanda banyak jatuh korban. Serdadu berkebangsaan Eropah tewas 28 orang dan serdadu Bumi Putra tewas 3 orang.
Yang luka-luka, serdadu Eropah 320 orang dan serdadu Bumi Putra 270 orang. Pekabaran injil ke Tanah Karo 1894 tidak terlepas dari kerusuhan-kerusuhan
perkebunan tersebut. Pihak perkebunan mengharapkan bahwa gangguan- gangguan orang Karo akan dapat dipadamkan melalui pekabaran injil, jadi yang
membiayai misionari Nederlands Zendilingsgenotschap, ke karo adalah pihak perkebunan, diprakarsai oleh J.TH Gremers, Direktur Perkebunan tembakau Deli
Maatschappij pada saat itu. Garamata yang mengadakan perlawanan pada awal abad ini 1901-1905 juga
berpendapat bahwa jika Belanda dibiarkan ke Tanah karo maka tanah rakyat mungkin sekali diambil untuk perkebunan. Pikiran ini didasarkan pada
pengalaman orang Karo di dataran rendah, di Deli dan Langkat. Selanjutnya dia
Universitas Sumatera Utara
38 juga berpendapat bahwa orang Karo mempunyai cara hidupnya sendiri dan
istiadatnya sendiri dan tidak perlu dicampuri oleh orang Belanda lihat Masri Singarimbun, Garamata: Perjuangan melawan Penjajah Belanda, 1901-1905,
Balai Pustaka, Jakarta, 1992. Namun kekuatan Belanda yang begitu besar tidak dapat dibendung.
Sebelumnya pembangkangan yang sangat terkenal dilakukan oleh Sibayak Pa Tolong atau Sibayak Kuta Buluh, yang melakukan pembangkangan terhadap
pembayaran pajak kepada Belanda lihat Bab VI buku Darwan Prinst dan Darwin Prinst: Sejarah dan Kebudayaan Karo, Penerbit Grama Jakarta, 1985.
III.1.1.1 Masa Penjajahan Belanda
Setelah Belanda dapat menguasai daerah Sumatera Timur melalui perjanjian dengan raja-raja yang berbentuk kontrak yang disebut dengan Lange Verklaring
Perjanjian Panjang dan Korte Verklaring Perjanjian Pendek maka pada tanggal 1 Maret 1887 Belanda membentuk daerah Sumatera Timur menjadi
daerah Kresidenan yang sebelumnya termasuk daerah Kresidenan Sumatera Timur yang berkedudukan di Bengkalis Riau. Kresidenan Sumatera Timur
dipimpin oleh Seorang Residen bangsa Belanda, berpusat di Medan yang terdiri atas 4 daerah afdeling yaitu: Afdeling Deli dan Serdang, Afdeling Simalungun
dan Karo Landen, Afdeling Langkat, dan Afdeling Asahan. Selanjutnya wilayah administrasi afdeling Simalungun dan Karo Landen
dibagi lagi menjadi Onderafdeling, yaitu Onderafdeling Simalungun dan
Universitas Sumatera Utara
39 Onderafdeling Karo Landen. Masing-masing dari onderafdeling itu dipimpin
oleh Controleur Pengawas orang Belanda berkedudukan di Pematang Siantar dan Kabanjahe.
Di daerah administrasi Onderafdeling Karo Landen, pemerintahannya disebut dengan nama Selfbestuur, di bawah kekuasaan seorang Controleur Belanda,
terdapat 5 pemerintahan swapraja pribumi tingkat kerajaanLandschaap yang dipimpin oleh Sibayak dan 18 Kerajaan Urung yang dipimpin oleh Raja Urung
yang merupakan
pemerintahan pribumi
bawahan atau
bagian dari
KerajaanLandschaap Ke-Sibayaken. Adapun kelima pemerintahan Swaja Pribumi atau Landschaap yang dipimpin
oleh Sibayak itu adalah: 1.
Landschaap Lingga yang berkedudukan di Kabanjahe yang membawahi enam urung yaitu Urung XII Kuta di Kabanjahe, Urung Telu Kuru di
Lingga, Urung Lima Senina di Batu Karang, Urung Tiga Pancur di Tiga Pancur, Urung IV Teran di Naman dan Urung Tiganderket di Tiganderket.
2. Landschaap Kuta Buluh yang berkedudukan di Kuta Buluh membawahi
dua urung yaitu Urung Namohaji di Kuta Buluh dan Urung Liang Melas di Sampe Raya.
3. Landschaap Sarinembah yang berkedudukan di Sarinembah membawahi
empat urung yaitu urung XVII Kuta di Sarinembah, Urung Perbesi di Perbesi, Urung Juhar di Juhar dan Urung Kuta Bangun di Kuta Bangun.
Universitas Sumatera Utara
40 4.
Landschaap Suka membawahi empat urung yaitu urung Suka di Suka, Urung Suka Piring di Seberaya, Urung Ajinembah di Ajinembah dan
Urung Tongging di Tongging. 5.
Landschaap Barusjahe membawahi dua urung yaitu Urung Sipitu Kuta di Barusjahe dan Urung Sienam Kuta di Sukanalu.
Walaupun namanya Selfbestuur tapi dalam prakteknya para Raja-Raja Sibayak hanya sebagai alat-alat pemerintah Belanda dalam mencapai tujuan
politiknya, hal ini terbukti dari kenyataan bahwa raja-raja tersebut tidak bebas menentukan kebijaksanaan pemerintahan misalnya soal pajak dan rodi,
pembangunan sekolah dan lain-lain. Maka tidak heran selama Belanda berkuasa di Indonesia di Tanah Karo tidak ada satu buah pun Sekolah Menengah Pertama
maupun Sekolah Menengah Atas. Menyadari akan hal inilah maka beberapa tokoh muda mulai bergerak dalam bidang politik dengan membentuk organisasi
partai politik yang sudah ada di Medan, Batavia dan Yogyakarta. Beberapa tokoh muda yang terkenal dalam pergerakan di Tanah Karo adalah
Nerus Ginting Suka, Tama Ginting, Keras Surbakti, Rakutta Sembiring, Matang Sitepu, Selamat Ginting terkenal dengan gelar halilintar, Payung Bangun,
Djamin Ginting, Kendal Keliat, disamping beberapa nama lain Mbera Barus, Tama Sebayang, Turah Perangin-angin, Tampe Malem Sinulingga, RO
Sembiring, yang pada sekitar tahun 60-an menjadi pelopor angkutan darat di Jakarta.
Universitas Sumatera Utara
41 Perjuangan melalui organisasi-organisasi politik berlangsung di kota dan di
desa-desa dan hampir tiap desa mengenal adanya organisasi seperti Gerindo, PNI, Partindo, di samping organisasi-organisasi sosial dan budaya seperti aron
yang sangat efektif pada saat itu. Sebagaimana umumnya gerakan kebangsaan, terdapat adanya sikap yang
keras dan lunak. Kekerasan menuju arah bentuk perlawanan dari bentuk yang sekeras-kerasnya seperti pengerusakan, pembunuhan, dan pemberontakan sampai
ke sikap yang agak lunak seperti non kooperatif, sikap oposisi dan sebagainya. Gerakan ekstrim yang keras di Tanah Karo adalah gerakan komunis namun
sesudah tahun 30-an, gerakan-gerakan yang keras tidak ada secara formal. Adapun Gerindo dan Perindra adalah organisasi yang bersifat kooperatif dan
diberi hak oleh kaum kolonial. Begitu pula organisasi-organisasi agama yang tidak memakai garis politik. Tetapi, itu bukan berarti bahwa para pemimpinnya
bekerja sama dengan kaum kolonial. Mereka tetap melakukan kegiatan-kegiatan melawan kaum kolonial, dalam pertemuan-pertemuan, selebaran dan melalui
tulisan di surat-surat kabar. Setelah Belanda menyerah kepada Jepang 1942, pemerintah militer Jepang
tetap mempertahankan sistem Swaja Pribumi. Namun, jika pada zaman penjajahan Belanda administrasi Pemerintahan dipegang oleh seorang Controleur
Belanda, maka di zaman penjajahan Jepang jabatan itu dipegang oleh seorang pejabat militer Jepang dengan nama Gunseibu yang berkedudukan di Berastagi,
bukan di Kabanjahe.
Universitas Sumatera Utara
42
III.1.1.2 Masa Penjajahan Jepang
Seperti yang telah diuraikan di depan pada masa pendudukan Jepang, kedudukan kerajaan-kerajaan di Sumatera Utara tidak mengalami perubahan. Di
kresidenan Sumatera Timur masih terdapat pemerintahan raja-raja seperti pemerintahan Zelfbestuur-Landschap di Zaman Belanda. Raja-raja ditugaskan
untuk membantu pelaksanaan politik pemerintahan Jepang. Demikian pula di Tanah Karo, pada mulanya kepala pemerintahan Jepang hanya campur tangan
jika perlu saja, tetapi akhirnya segenap lapisan dan golongan masyarakat baik raja-raja, pegawai dan rakyat berangsur-angsur menuju kearah kepemimpinan
Jepang. Hal itu mengakibatkan kewibawaan masyarakat makin berkurang. Badan-badan yang dibentuk Jepang untuk membantu perang Asia Timur Raya
dan badan-badan perwakilan yang dipersiapkan untuk menyambut kemerdekaan Indonesia yang terdiri dari beberapa lapisan dan golongan makin lama kian besar
pengaruhnya di tengah-tengah masyarakat menggantikan pengaruh raja-raja.
Beberapa diantara kebutuhan pemerintahan militer Jepang di Tanah Karo
selama ia menduduki daerah itu, 1942-1945, antara lain dapat disebut berikut:
1.
Pengumpulan keperluan panganpadi dari penduduk
2. Pengumpulan sayur-sayuran melalui unit-unit distribusi disetiap desa
dengan harga amat murah, malah kalau perlu dibon saja
3. Mengambil paksa dengan harga sangat murah hewan peliharaan penduduk
seperti ternak babi, ayam, kuda dan lain-lain
4. Pengrekrutan anggota masyarakat terutama pemuda untuk diseleksi
menjadi anggota Sukarela Gyugun, Heiho, guru sekolah. Juga latihan
Universitas Sumatera Utara
43 massal kepada penduduk untuk bersiap menghadapi sekutu Inggris-
Amerika Belanda tidak masuk dalam lingkungan mereka seperti juga
menjadi anggota Keibodan Kepolisian. Talapeta dan Kyodo Buedan.
5. Pengambilan seseorang menjadi tenaga kerja paksaromusa, berdasar
instruksi pemerintah militer Jepang, dilakukan oleh para Penghulu Kesain di suatu kampung. Ketika itu anggota Romusha dari Tanah Karo dikirim ke
Tanjung Tiram membuat garam. Siapa saja yang menjadi anggota Romusha, sekembalinya dari Tanjung Tiram, badannya persis seperti
tengkorak hidup dengan pipi gemuk kena penyakit biri-biri.
Disebabkan pemerintahan militer Jepang sangat keras apalagi disertai Institusi Kempetai Polisi Militer yang luar biasa kejamnya terhadap siapa saja, baik
kepada penduduk demikian juga kepada aparatur pemerintahan swapraja entah Sibayak, Raja Urung ataupun Pengulu, dapat dikatakan roda pemerintahan
militer Jepang lancar. Sebab siapa yang mencoba mengelak dari kebijakan Jepang, pasti Kempetai
bertindak habis-habisan. Contohnya dapat dikemukakan antara lainadalah terhadap Raja Urung Lima Senina Boncar Bangun dan terhadap para tukang
sihir, tukang racun peraji-aji. Raja Urung Lima Senina Boncar Bangun, yang menurut laporan bersalah
ditahan, lalu disiksa habis-habisan di Kabanjahe, oleh Kempetai Jepang. Diayun, dipukul karet, dipompa dengan air perutnya melalui mulut, lalu diinjak-injak dan
Universitas Sumatera Utara
44 lain sebagainya. Menyebabkan Raja Urung yang sudah tuauzur, meninggal
dalam siksaan Kempetai Jepang tahun 1944. Para tukang sihir, tukang racun dan pencuri kakap, ditangkapi oleh Kempetai
Jepang. Juga disiksa habis-habisan antara lain juga dalam bentuk hukum jari dan kaki dicabuti dengan kakaktua, rokok menyala dimasukkan ke dalam lubang
hidung, badan disayat sedikit-sedikit lalu dituang dengan air jeruk dan garam. Para penderita pasti menggelepar, lemas tak sadarkan diri, malah ada yang mati
begitu saja. Di samping itu, untuk memperkuat pemerintahan Jepang di bidang
pertahanan, Jepang membentuk Talapeta Taman Latihan Pemuda Tani, BOMPA Badan Untuk Memenangkan Perang Asia Timur Raya, HAIHO
Pasukan Pembantu Tentara Jepang dan GYUGUN sama dengan PETA di Jawa. Tokoh-tokoh penting disini yang dilatih sebagai Kadet adalah Djamin Ginting,
Nelang Sembiring, Bom Ginting Suka, Selamat Ginting, Tampak Sebayang, Nas Sebayang, Bangsi Sermbiring, Pala Bangun, Semin Sinuraya, Basingen Bangun.
Kesemua tokoh ini pada tahun 1945 telah menjadi pemimpin-pemimpin pasukan yang menonjol.
Namun badan-badan ini tidak berumur panjang sebab pada tanggal 15 Agustus 1945, Jepang menyerah tanpa syarat kepada pasukan sekutu setelah
sekutu menjatuhkan bom di Hirosima dan Nagasaki. Dan dua hari setelah penyerahan Jepang, bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya.
Universitas Sumatera Utara
45 Peristiwa yang cukup penting di zaman penjajahan Jepang di Tanah Karo
adalah pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat kresidenan Sumatera Timur yang terdiri dari berbagai golongan yang disebut Syu Sangikai di awal 1945.Dari
Tanah Karo yang ditunjuk sebagai anggota dewan adalah Djaga Bukit dan Ngerajai Meliala. Dewan ini sempat bersidang beberapa kali di Medan sebelum
Jepang menyerah kepada Sekutu. Sebelum itu, pada tanggal 15 Juni 1945 Pemerintah militer Jepang telah
mengangkat Ngerajai Meliala sebagai kepala Pemerintahan kerajaan-kerajaan Pribumi di Tanah Karo. Dengan posisi itu, Ngerajai Meliala merupakan kepala
Pemerintahan Tanah Karo pertama yang membawahi langsung Pemerintahan Swapraja Pribumi Landschaap Sibayak dalam berurusan dengan pemerintahan
militer Jepang yang saat itu dipimpin oleh K. Fukuchi di Tanah Karo. Setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, jabatan kepala
pemerintahan di Tanah Karo masih dipegang oleh Sibayak Ngerajai Meliala. Jabatan itu baru berakhir setelah terjadi Revolusi sosial di Sumatera Timur pada
tahun 1946. Revolusi sosial itu terjadi akibat desakan rakyat terhadap penghapusan sistem pemerintahan Kerajaan Sibayak Sultan yang dipimpin secara
terus menerus.
Universitas Sumatera Utara
46
III.1.1.3 Perundingan Renville
Sesudah pertempuran
di Medan
Area, Kabanjahe,
Samura, Seberaya,Sukanalu, Suka, Barus Jahe, Sarinembah, Tiga Binanga dan beberapa
tempat di Tanah Karo, maka Belanda dapat menguasai sebahagian Tanah Karo. Tetapi keinginan Belanda untuk menguasai seluruh Tanah Karo, tetap tidak
berhasil karena pertahanan yang dibuat Resimen I di Sungai Lau Lisang, tidak dapat ditembus oleh serdadu-serdadu Belanda. Pertahanan ini sangat
menguntungkan Resimen I, terletak di belakang jembatan Lau Lisang yang telah dirusakkan. Meskipun dengan persenjataan yagn serba kurang, namun akibat
faktor alam yang mendukung, memberikan kemungkinan untuk bertahan dengan baik. Di sungai Lau Lisang inilah garis pertahanan pertama dan terdepan pada
waktu itu hingga berakhirnya Agressi I, tetap dapat dikuasai. Lalu terdengar kabar tentang diadakannya perundingan antara pihak Indonesia dengan pihak
Belanda di atas kapal USA Renville di Tanjung Priok-Jakarta yang diprakarsai oleh Dewan Keamanan PBB. Perundingan yagn terkenal dengan Perundingan
Renville itu ditanda tangani pada tanggal 17 Januari 1948, jam 15.00 sore, dimana pihak Indones
ia menerima garis “Van Mook”. Garis yang ditentukan oleh Gubernur Jenderal Belanda Van Mook.
Konsekuensi dari perundingan Renville ini adalah; bahwa semua pasukan Indonesia yang
berada dalam “Kantong-kantong” yang ditentukan oleh garis Van Mook harus keluar hijrah ke daerah yang masih dikuasai Republik
Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
47 Di Sumatera Utara, garis damarkasi dimulai dari Gebang di Langkat sampai
ke Lau Pakam Perbatasan Tanah Karo-Aceh menyusur Sungai Renun ke Lau Patundal Perbatasan Tanah Karo-Dairi, ke Ajibata di tepi Danau Toba
menyusur Pantai Danau Toba ke Parapat masuk kekuasaan Belanda, ke Simpang Bolon terus ke Gunung Melayu, menyusur Sungai Asahan sampai ke
Laut. Dengan demikian semua Pasukan di daerah Tanah Karo, Deli Serdang,
Simalungun, dan Asahan harus dikosongkan oleh TRI dan lasykar-lasykar, mereka harus hijrah ke daerah Aceh atau Tapanuli Utara, Labuhan Batu atau
Tapanuli Selatan. Hanya TRI dan lasykar yang berada di daerah Tanah Karo saja yang terpaksa mengundurkan diri. Resimen I Divisi X di bawah Letkol Djamin
Ginting telah terlebih dahulu hijrah ke Lembah Alas di Aceh, sedangkan Resimen Napindo Halilintar di bawah Mayor Selamat Ginting ke Sidikalang-
Dairi bersama dengan Pasukan Barisan Harimau Liar BHL di bawah Pimpinan Saragih Ras dan Payung Bangun.
Daerah Simalungun dan Asahan, sebelumnya sudah dikosongkan oleh TRI dan Pasukan-pasukan lain, mereka telah berada di daerah Tapanuli dan Labuhan
Batu.
III.1.1.4 Agresi I Militer Belanda
Kabar-kabar angin bahwa Belanda akan melancarkan agresi I militernya terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia kian semakin santer, puncaknya,
pagi tanggal 21 Juli 1947, Belanda melancarkan serangan ke seluruh sektor
Universitas Sumatera Utara
48 pertempuran Medan Area. Serangan ini mereka namakan “Polisionel Actie” yang
sebenarnya suatu agresi militer terhadap Republik Indonesia yang usianya baru
mendekati 2 tahun.
Pada waktu kejadian itu Wakil Presiden Muhammad Hatta berada di Pematang Siantar dalam rencana perjalanannya ke Banda Aceh. Di Pematang
Siantar beliau mengadakan rapat dengan Gubernur Sumatera Mr. T. Muhammad Hasan. Dilanjutkan pada tanggal 23 Juli 1947 di Tebing Tinggi. Pada arahannya
dengan para pemimpin-pemimpin perjuangan, wakil presiden memberikan semangat untuk terus bergelora melawan musuh dan memberi petunjuk dan
arahan menghadapi agresi Belanda yang sudah dilancarkan 2 hari sebelumnya. Namun Wakil Presiden membatalkan perjalanan ke Aceh dan memutuskan
kembali ke Bukit Tinggi, setalah mendengar jatuhnya Tebing Tinggi, pada tanggal 28 Juli 1947. Perjalanan Wakil Presiden berlangsung di tengah
berkecamuknya pertempuran akibat adanya serangan-serangan dari pasukan
Belanda.
Rute yang dilalui Wakil Presiden adalah Berastagi - Merek – Sidikalang -
Siborong-borong – Sibolga - Padang Sidempuan dan Bukit Tinggi. Di Berastagi,
Wakil Presiden masih sempat mengadakan resepsi kecil ditemani Gubernur Sumatera Mr. T. Muhammad Hasan, Bupati Karo Rakutta Sembiring dan dihadiri
Komandan Resimen I Letkol Djamin Ginting‟s, Komandan Laskar Rakyat Napindo Halilintar Mayor Selamat Ginting, Komandan Laskar Rakyat Barisan
Harimau Liar BHL Payung Bangun dan para pejuang lainnya, di penginapan beliau Grand Hotel Berastagi. Dalam pertemuan itu wakil presiden memberi
Universitas Sumatera Utara
49 penjelasan tentang situasi negara secara umum dan situasi khusus serta hal-hal
yang akan dihadapi Bangsa Indonesia pada masa-masa yang akan datang.
Selesai memberi petunjuk, kepada beliau ditanyakan kiranya ingin kemana, sehubungan dengan serangan Belanda yang sudah menduduki Pematang Siantar
dan akan menduduki Kabanjahe dan Berastagi. Wakil Presiden selanjutnya melakukan: “Jika keadaan masih memungkinkan, saya harap supaya saudara-
saudara usahakan, supaya saya dapat ke Bukit Tinggi untuk memimpin
perjuangan kita dari Pusat Sumatera”.
Setelah wakil presiden mengambil keputusan untuk berangkat ke Bukit Tinggi via Merek, segera Komandan Resimen I, Komandan Napindo Halilintar dan
Komandan BHL, menyiapkan Pasukan pengaman. Mengingat daerah yang dilalui adalah persimpangan Merek, sudah dianggap dalam keadaan sangat
berbahaya.
Apabila Belanda dapat merebut pertahanan kita di Seribu Dolok, maka Belanda akan dengan mudah dapat mencapai Merek, oleh sebab itu kompi
markas dan sisa-sisa pecahan pasukan yang datang dari Binjai, siang harinya lebih dahulu dikirim ke Merek. Komandan Resimen I Letkol Djamin,
memutuskan, memerlukan Pengawalan dan pengamanan wakil presiden, maka ditetapkan satu pleton dari Batalyon II TRI Resimen I untuk memperkuat
pertahanan di sekitar gunung Sipiso-piso yang menghadap ke Seribu Dolok, oleh Napindo Halilintar ditetapkan pasukan Kapten Pala Bangun dan Kapten Bangsi
Sembiring.
Universitas Sumatera Utara
50 Sesudah persiapan rampung seluruhnya selesai makan sahur, waktu itu
kebetulan bulan puasa, berangkatlah wakil presiden dan rombongan antara lain: Wangsa Wijaya Sekretaris Priadi, Ruslan Batangharis dan Williem Hutabarat
Ajudan, Gubernur Sumatera Timur Mr. TM. Hasan menuju Merek. Upacara perpisahan singkat berlangsung menjelang subuh di tengah-tengah jalan raya
dalam pelukan hawa dingin yang menyusup ke tulang sum-sum.
Sedang sayup-sayup terdengar tembakan dari arah Seribu Dolok, rupanya telah terjadi tembak-menembak antara pasukan musuh Belanda dengan
pasukan-pasukan kita yang bertahan di sekitar Gunung Sipiso-piso.
Seraya memeluk Bupati Tanah Karo Rakutta Sembiring, wakil presiden mengucapkan selamat tinggal dan selamat berjuang kepada rakyat Tanah Karo.
Kemudian berangkatlah wakil presiden dan rombongan, meninggalkan Merek langsung ke Sidikalang untuk selanjutnya menuju Bukit Tinggi via Tarutung,
Sibolga dan Padang Sidempuan.
Sementara itu, keadaan keresidenan Sumatera Timur semakin genting, serangan pasukan Belanda semakin gencar. Akibatnya, ibu negeri yang
sebelumnya berkedudukan di Medan pindah ke Tebing Tinggi.
Bupati Rakutta Sembiring, juga menjadikan kota Tiga Binanga menjadi Ibu negeri Kabupaten Karo, setelah Tentara Belanda menguasai Kabanjahe dan
Berastagi, pada tanggal 1 Agustus 1947.
Namun sehari sebelum tentara Belanda menduduki Kabanjahe dan Berastagi, oleh pasukan bersenjata kita bersama-sama dengan rakyat telah melaksanakan
Universitas Sumatera Utara
51 taktik bumi hangus, sehingga kota Kabanjahe dan Berastagi beserta 51 Desa di
Tanah Karo menjadi lautan Api.
Taktik bumi hangus ini, sungguh merupakan pengorbanan yang luar biasa dari rakyat Karo demi mempertahankan cita-cita luhur kemerdekaan Republik
Indonesia. Rakyat dengan sukarela membakar apa saja yang dimiliki termasuk
desa dengan segala isinya.
Kenyataan itu telah menyebabkan wakil presiden mengeluarkan keputusan penting mengenai pembagian daerah dan status daerah di Sumatera Utara yang
berbunyi sebagai berikut:
Dengan surat ketetapan Wakil Presiden tanggal 26 Agustus 1947 yang dikeluarkan di Bukit Tinggi, maka daerah-daerah keresidenan Aceh, Kabupaten
Langkat, kabupaten Tanah Karo, dijadikan satu daerah pemerintahan militer dengan Teungku Mohammad Daud Beureuh sebagai Gubernur Militer.
Sedangkan daerah-daerah keresidenan Tapanuli, Kabupaten Deli Serdang, Asahan dan Labuhan Batu menjadi sebuah daerah pemerintahan Militer dengan
Dr. Gindo Siregar sebagai Gubernur Militer. Masing-masing Gubernur Militer itu
diangkat dengan Pangkat Mayor Jenderal.
Selanjutnya melihat begitu besarnya pengorbanan rakyat karo ini, wakil presiden Drs. Mohammad Hatta menulis surat pujian kepada rakyat Karo dari
Bukit Tinggi pada tanggal 1 Januari 1948. Adapun surat wakil presiden tersebut selengkapnya sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
52 Bukittinggi, 1 Januari 1948
“Kepada Rakyat Tanah Karo Yang Kuncintai”. Merdeka
Dari jauh kami memperhatikan perjuangan Saudara-saudara yang begitu hebat untuk mempertahankan tanah tumpah darah kita yang suci dari
serangan musuh. Kami sedih merasakan penderitaan Saudara-saudara yang rumah dan kampung halaman habis terbakar dan musuh melebarkan daerah
perampasan secara ganas, sekalipun cease fire sudah diperintahkan oleh Dewan Keamanan UNO.
Tetapi sebaliknya kami merasa bangga dengan rakyat yang begitu sudi berkorban untuk mempertahankan cita-cita kemerdekaan kita.
Saya bangga dengan pemuda Karo yang berjuang membela tanah air sebagai putra Indonesia sejati. Rumah yang terbakar, boleh didirikan kembali,
kampung yang hancur dapat dibang un lagi, tetapi kehormatan bangsa kalau
hilang susah menimbulkannya. Dan sangat benar pendirian Saudara-saudara, biar habis segala-galanya asal kehormatan bangsa terpelihara dan cita-cita
kemerdekaan tetap dibela sampai saat yang penghabisan. Demikian pulalah tekad Rakyat Indonesia seluruhnya. Rakyat yang begitu tekadnya tidak akan
tenggelam, malahan pasti akan mencapai kemenangan cita-citanya.
Di atas kampung halaman saudara-saudara yang hangus akan bersinar kemudian cahaya kemerdekaan Indonesia dan akan tumbuh kelak bibit
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Karo, sebagai bagian dari pada Rakyat Indonesia yang satu yang tak dapat dibagi-bagi.
Kami sudahi pujian dan berterima kasih kami kepada Saudara- saudara dengan semboyan kita yang jitu itu: “Sekali Merdeka Tetap Merdeka”.
Saudaramu, MOHAMMAD
HATTA Wakil Presiden Republik Indonesia
Selanjutnya, untuk melancarkan roda perekonomian rakyat di daerah yang belum diduduki Belanda, Bupati Rakutta Sembiring mengeluarkan uang
Universitas Sumatera Utara
53 pemerintah Kabupaten Karo yang dicetak secara sederhana dan digunakan
sebagai pembayaran yang sah di daerah Kabupaten Karo. Akibat serangan pasukan Belanda yang semakin gencar, akhirnya pada
tanggal 25 Nopember 1947, Tiga Binanga jatuh ke tangan Belanda dan Bupati Rakutta Sembiring memindahkan pusat pemerintahan Kabupaten Karo ke Lau
Baleng. Di Lau Baleng, kesibukan utama yang dihadapi Bupati Karo beserta perangkatnya adalah menangani pengungsi yang berdatangan dari segala pelosok
desa dengan mengadakan dapur umum dan pelayanan kesehatan juga pencetakan uang pemerintahan Kabupaten Karo untuk membiayai perjuangan.
Setelah perjanjian Renville ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948, Pemerintah RI memerintahkan seluruh Angkatan Bersenjata Republik harus
keluar dari kantung-kantung persembunyian dan hijrah ke seberang dari Van Mook yaitu daerah yang dikuasai secara de jure oleh Republik.
Barisan bersenjata di Sumatera Timur yang berada di kantung-kantung Deli Serdang dan Asahan Hijrah menyeberang ke Labuhan Batu. Demikian pula
pasukan yang berada di Tanah Karo dihijrahkan ke Aceh Tenggara, Dairi dan Sipirok Tapanuli Selatan. Pasukan Resimen I pimpinan Letkol Djamin Ginting
hijrah ke Lembah Alas Aceh Tenggara. Pasukan Napindo Halilintar pimpinan Mayor Selamat Ginting hijrah ke Dairi dan pasukan BHL pimpinan Mayor
Payung Bangun hijrah ke Sipirok Tapanuli Selatan.
Universitas Sumatera Utara
54 Berdasarkan ketentuan ini, dengan sendirinya Pemerintah Republik pun harus
pindah ke seberang garis Van mook, tidak terkecuali Pemerintah Kabupaten Karo yang pindah mengungsi dari Lau Baleng ke Kotacane pada tanggal 7 Pebruari
1948. Di Kotacane, Bupati Rakutta Sembiring dibantu oleh Patih Netap Bukit, Sekretaris Kantor Tarigan, Keuangan Tambaten S. Brahmana, dilengkapi dengan
14 orang tenaga inti. Selanjutnya untuk memperkuat posisi mereka, Belanda mendirikan Negara
Sumatera Timur. Untuk daerah Tanah Karo Belanda menghidupkan kembali stelsel atau sistem pemerintahan di zaman penjajahan Belanda sebelum perang
dunia kedua. Administrasi pemerintahan tetap disebut Onder Afdeling De Karo Landen,
dikepalai oleh seorang yang berpangkat Asisten Residen bangsa Belanda berkedudukan di Kabanjahe. Di tiap kerajaan Zeifbesturen wilayahnya diganti
dengan Districk sedangkan wilayah kerajaan urung dirubah namanya menjadi Onderdistrick.
Adapun susunan Pemerintahan Tanah Karo dalam lingkungan Negara Sumatera Timur adalah: Plaatslijkbestuur Ambteenaar, A. Hoof. Districthoofd
Van Lingga, Sibayak R. Kelelong Sinulingga, Districhoofd Van Suka, Sibayak Raja Sungkunen Ginting Suka, Districhoofd Van Sarinembah, Sibayak Gindar S.
Meliala, Districthoofd Van Kuta Buluh, Sibayak Litmalem Perangin-angin.
Universitas Sumatera Utara
55
III.1.1.5 Agresi II Militer Belanda
Namun perjanjian Renville ini tidak bertahan lama karena pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda melancarkan aksi militer II, akibat serangan ini
pasukan republik segera bergerylla ke pedalaman Tanah Karo, dan menyerang pos-pos kedudukan musuh serta melucuti senjata mereka. Umumnya para
Onderdistricthoofd meninggalkan tempatnya mengungsi mencari tempat aman ke Kabanjahe, Berastagi dan Tiga Binanga.
Setelah itu, untuk menentukan daerah pertempuran bagi masing-masing kesatuan di daerah Gerillya Tanah Karo dan Pemerintahan Militer Kabupaten
Karo, maka tanggal 1 April 1949 diadakan perundingan antara Komandan Resimen IV Distrik X Mayor Djamin Ginting dengan komandan Sektor III Sub-
Terr VII, Mayor Selamat Ginting di Kotacane. Dalam perundingan itu kedua belah pihak sepakat membagi daerah operasi
pertempuran sebagai berikut: Daerah Operasi Pasukan Resimen IV, mulai dari sebelah kiri jalan raya Tiga Binanga sampai ke Berastagi dan dari Berastagi
sampai ke Medan sebelah menyebelah ke jalan raya; daerah operasi pasukan TNI sektor III, mulai dari Kabupaten Dairi terus sebelah kanan jalan raya Lau Baleng
Tiga Binanga Tongkoh termasuk daerah Silima Kuta Cingkes, Simalungun. Adapun mengenai hal kedua, yaitu perihal pembentukan pemerintahan
Pentadbiran militer Kabupaten Karo, baru diputuskan setelah komandan Sub Terr VII Komando Sumatera Letnan Kolonel A.E. Kawilarang tiba di Kotacane pada
tanggal 2 April 1949. Di Kotacane beliau berunding dengan Mayor Djamin Ginting dan dalam kedudukannya selaku Wakil Gubernur Militer Aceh, Langkat
Universitas Sumatera Utara
56 dan Tanah Karo, Letkol A.E. Kawilarang mengeluarkan surat ketetapan Nomor
62istdl, tanggal 4 April 1949, tentang susunan pemerintahan Pentadbiran Militer Karo sebagai berikut:
Kepala PPMK
: Rakutta Sembiring Wakil
Kepala I : Wedana Keras Surbakti
Wakil Kepala II
: Wedana Netap Bukit Kepala
Sekretariat : Kantor Tarigan
Kepala Keuangan
: Tambaten Berahmana WedanaKaro Utara
: Kendal Keliat Wedana Karo Selatan
: Matang Sitepu Dalam surat ketetapan ini ternyata kewedanan Karo Hilir, kewedanan Karo
Jahe dan kewedanan Tiga Panah sama sekali tidak disebut atau dicantumkan lagi.
Kewedanan Karo Jahe dibaginya menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Pancur Batu Timur dan kecamatan Pancur Batu Barat. Demikian pula kalau
tadinya setelah revolusi social Kabupaten Karo terdiri dari tiga kewedanan, malah ditambah lagi dengan kewedanan Tiga Panah dengan 15 kecamatan, maka
dengan keputusan 4 April 1949 itu, Kabupaten Karo hanya terdiri dari dua kewedanan membawahi 9 kecamatan.
Selanjutnya dengan tercapainya persetujuan Roem Royen, tanggal 7 Mei 1949, yang isinya Belanda setuju memulihkan kedudukan Republik Indonesia ke
Jakarta sekaligus mengembalikan Presiden Soekarno dan Wakil Presiden
Universitas Sumatera Utara
57 Mohammad Hatta pada kedudukannya semula, maka disepakati penghentian
tembak antara RI dengan Belanda. Dengan keluarnya penghentian tembak menembak itu, Kepala Pemerintah
Pentadbiran Militer Karo Rakutta Sembiring dan perangkat kantornya segera meninggalkan Kotacane menempati kantor yang baru di Tiganderket, maka
daerah Tanah Karo diklaim oleh dua negara yaitu Republik Indonesia dan Negara Sumatera Timur.
Pembentukan Negara Sumatera Timur NST tidak disetujui oleh rakyat dan setelah Konferensi Meja Bundar, dimana-mana muncul gerakan-gerakan yagn
bertujuan untuk menghapuskan Negara boneka tersebut. Menjelang akhir Desember 1949, para pemuda mengadakan konferensi dan
mengeluarkan mosi agar pemerintah RI dikembalikan ke Sumatera Timur. Kemudian tanggal 21-22 Januari 1950, front Nasional Sumatera Timur
mengadakan konferensi dan menghasilkan resolusi yagn menuntut agar NST segera dilebur kedalam Republik Indonesia. Sejak it
u, situasi memanas “Aksi Tuntutan Rakyat” muncul dimana-mana termasuk di Tanah Karo.
Aspirasi mereka akhirnya terpenuhi setelah persoalan Negara-Negara RIS diselesaikan secara nasional yaitu kembali ke pangkuan Negara kesatuan
Republik Indonesia dengan UUDS 1950.
Universitas Sumatera Utara
58 Dengan terbentuknya NKRI tanggal 15 Agustus 1950, dualisme pemerintahan
di Tanah Karo tidak ada lagi dan Bupati Rakutta Sembiring dan segenap perangkatnya kembali ke kantornya di Kabanjahe.
Salah satu keputusan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia itu adalah Kabupaten Karo terdiri dari dua kewedanan yang masing-masing membawahi
lima kecamatan dengan susunan sebagai berikut: Bupati Kepala Daerah
: Rakutta Sembiring Berahmana Wakil I
: Keras Surbakti Wakil II
: Netap Bukit Kepala Sekretaris
: Kantor Tarigan Bendahara
: Tambaten Berahmana
Wedana Karo Utara Kendal Keliat membawahi lima camat yaitu: 1.
Camat Kabanjahe Nahar Purba 2.
Camat Barusjahe Babo Sitepu 3.
Camat Tiga Panah Djamin Karo Sekali 4.
Camat Simpang Empat Nahar Purba 5.
Camat Payung Nitipi Payung
Wedana Karo Selatan Matang Sitepu membawahi lima camat: 1.
Camat Tiga Binanga Pulung Tarigan 2.
Camat Juhar Tandil Tarigan
Universitas Sumatera Utara
59 3.
Camat Munthe Pangkat Sembiring Meliala 4.
Camat Kuta Buluh Masa Sinulingga 5.
Camat Mardinding Tuahta Barus
Dengan demikian setelah terbentuknya NKRI, daerah Karo Jahe Deli Hulu dan Silima Kuta Cingkes yang sejak revolusi social Maret 1946 masuk dari
bagian Kabupaten Karo „dipaksa‟ berpisah. Deli Hulu yang tadinya menjadi satu kewedanan dimasukkan ke dalam bagian Deli Serdang, sedangkan Kecamatan
Silima Kuta dimasukkan kedalam wilayah Kabupaten Simalungun. Adapun Ibu Negeri atau tempat berkantor kepala Pemerintahan Karo
Kabupaten Karo sejak Indonesia merdeka 1945 hingga sekarang adalah: 1.
Kabanjahe, 1945 – 31 Juli 1947 2.
Tigabinanga, 31 Juli 1947 – 25 Nopember 1947 3.
Lau Baleng, 25 Nopember 1947 – 7 Pebruari 1948 4.
Kutacane, 7 Pebruari 1947 – 14 Agustus 1949 5.
Tiganderket, 14 Agustus 1949 – 17 Agustus 1950 6.
Kabanjahe, 17 Agustus 1950 hingga sekarang
Universitas Sumatera Utara
60
III.1.2 Visi dan Misi Visi
Terwujudnya Masyarakat Karo yang Makmur dan Sejahtera Berbasis Pembangunan Pertanian dan Pariwisata yang berwawasan lingkungan.
Misi
1. Meningkatkan kapasitas dan profesionalisme aparatur.
2. Meningkatkan produksi pertanian dan pemasaran hasil pertanian sektor
unggulan yang berdaya saing melalui dukungan agro industri. 3.
Membangun dan atau meningkatkan kuantitas dan kualitas daerah tujuan wisata yang mampu meningkatkan kunjungan wisatawan domestik maupun
mancanegara. 4.
Membangun dan meningkatkan kualitas infrastruktur yang menjangkau sentra produksi, kawasan strategis dan wilayah terisolir yang memiliki
dampak terhadap percepatan pembangunan ekonomi daerah. 5.
Menjamin dan meningkatkan kuantitas serta kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat secara merata.
6. Mengembangkan dan memperkuat ekonomi kerakyatan yang saling
bersinergi dan berkelanjutan. 7.
Meningkatkan kualitas dan aksesibilitas pendidikan.
Universitas Sumatera Utara
61 8.
Melakukan harmonisasi dan sinergitas hubungan antar tingkat pemerintahan dalam pembangunan kewilayahan melalui pemantapan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten RTRWK secara berkelanjutan. 9.
Memperkuat kapasitas kelembagaan dan SDM masyarakat.
III.1.3 Kondisi Geografis dan Demografis III.1.3.1 Lokasi dan Keadaan Geografis
Secara Geografis letak Kabupaten Karo berada diantara 2º50‟–3º19‟ Lintang Utara dan 97º55‟–98º38‟ Bujur Timur dengan luas 2.127,25 Km2 atau
2,97 persen dari luas Propinsi Sumatera Utara. Di daerah daratan tinggi Karo dan sepanjang pegunungan Bukit
Barisan terdapat sejumlah puncak atau gunung. Dua diantaranya gunung berapi aktif yaitu: Gunung Sinabung 2412 meter dan Gunung Sibayak 2172
meter. Selain kedua gunung berapi tersebut, masih terdapat sejumlah gunung lainnya yang tinggi belum diukur sperti gunung Ketaren, gunung Barus,
gunung Sibuaten, gunung Macik, gunung Sipiso-piso, gunung Sembah Bala, gunung Kutu, gunung Pabo, gunung Singkut, gunung Gajah, gunung
Pertekteken dan lainnya.Wilayah Kabupaten Karo berada pada ketinggian 280
–1.420 M di atas permukaan laut.
Di Kabupaten Karo juga terdapat dua buah Danau yang cukup luas dan terkenal yaitu sebagian Danau Toba Tongging danDanau Lau Kawar yang
Universitas Sumatera Utara
62 memiliki luas lebih kurang 200 Ha.Danau Lau Kawar ini diapit oleh alam
pegunungan yang dikelilingi hutan tropis.Di tepi Danau Lau Kawar terbentang lahan seluas 3 hektare yang digunakan turis lokal maupun asing untuk
berkemah.
Tabel 3.1 Batas Wilayah Kabupaten Karo Utara
Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deli Serdang
Selatan Kabupaten Dairi dan Kabupaten Samosir
Timur Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten
Simalungun Barat
Propinsi Nangroe Aceh Darusalam
Sesuai dengan yang tertuang dalam surat keputusan Menteri Dalam Negeri No.118 tahun 1991 dan Surat Keputusan Gubernur KDH Tkt I Provinsi
Sumatera Utara No. 138211994 tanggal 21 Mei 1994 tentang data wilayah administrasi pemerintahan di Indonesia dan Sumatera Utara serta Peraturan
Daerah Kabupaten Karo No.04 tentang Pembentukan Kecamatan Dolat Rayat, Kecamatan Merdeka, Kecamatan Naman Teran dan Kecamatan Tiganderket
Universitas Sumatera Utara
63 serta pemindahan Ibukota Kecamatan Payung, maka di Kabupaten Karo
terdapat 17 kecamatan, 248 desa serta 10 kelurahan. Wilayah Kabupaten Karo dibagi menjadi 17 kecamatan, yaitu:
Tabel 3.2 Pembagian Wilayah Kabupaten Karo No
Kecamatan Desa
Kelurahan 1.
Kabanjahe 8
5 2.
Berastagi 5
4 3.
Tigapanah 22
- 4.
Dolat Rayat 7
-
5. Merek
19 -
6. Barusjahe
19 -
7. Simpang Empat
17 -
8. Naman Teran
14 -
9. Merdeka
9 -
10. Payung
8 -
Universitas Sumatera Utara
64 11.
Tiganderket 17
- 12.
Kutabuluh 16
- 13.
Munte 22
- 14.
Juhar 24
-
15. Tigabinanga
18 1
16. Laubaleng
15 -
17. Mardingding
12 -
III.1.3.2 Iklim
Kabupaten Karo beriklim tropis dan mempunyai dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau.Musim hujan pertama mulai bulan Agustus sampai
dengan bulan Januari dan musim kedua pada bulan Maret sampai dengan bulan Mei, sedangkan musin kemarau biasanya pada bulan Februari, Juni dan
Juli. Curah hujan di Kabupaten Karo tahun 2010 tertinggi pada bulan Nopember
sebesar 268 MM dan terendah pada bulan Januari sebesar 64 MM sedangkan jumlah hari hujan tertinggi pada bulan Nopember sebanyak 21 hari dan
terendah pada bulan Pebruari sebanyak 7 hari.
Universitas Sumatera Utara
65 Suhu udara berkisar antara 18,8ºC sampai dengan 19,8ºC dengan
kelembaban udara rata-rata setinggi 84,66 persen.
III.1.3.3 Penduduk
No Kecamatan
DesaKelurahan Luas Wilayah
Km² Jumlah
Penduduk 01
Mardingding 12
267,11 17445
02 Laubaleng
15 252,60
18110 03
Tigabinanga 20
160,38 20346
04 Juhar
25 218,56
13540
05 Munte
22 125,64
20127 06
Kutabuluh 16
195,70 10823
07 Payung
8 47,24
11079 09
Tiganderket 17
86,76 13474
09 Simpang Empat
17 93,48
19440 10
Naman Teran 14
87,82 13083
Universitas Sumatera Utara
66 11
Merdeka 9
44,17 13607
12 Kabanjahe
13 44,65
64746 13
Berastagi 10
30,50 43494
14 Tigapanah
26 186,84
29976
15 Dolat Rayat
7 32,25
8482 16
Merek 19
125,5 18458
17 Barusjahe
19 128,04
22593 Jumlah 2012
269 2127,25
358823 2011
269 2127,25
354242 2010
269 2127,25
350960
Sumber : Karo Dalam Angka 2013, www.karokab.go.id
Hasil Sensus tahun 2000 Penduduk Kabupaten Karo berjumlah 283.713 jiwa. Pada tahun 2012 sebesar 358.823 yang mendiami wilayah seluas
2.127,25 Km². Kepadatan penduduk diperkirakan sebesar 168,68 jiwa Km². Laju Pertumbuhan Penduduk Karo Tahun 2010
– 2012 adalah sebesar 1,07 persen per tahun
Universitas Sumatera Utara
67 Tahun 2012 di Kabupaten Karo Penduduk laki-laki lebih sedikit dari
Perempuan. Laki-laki berjumlah 178.073 jiwa dan Perempuan berjumlah 180.750 jiwa. Sex rasionya sebesar 98,52.
Selanjutnya dengan melihat jumlah penduduk yang berusia dibawah 15 tahun dan 65 tahun keatas maka diperoleh rasio ketergantungan sebesar 58,58
yang berarti setiap seratus orang usia produktif menanggung 58,58 orang dari usia dibawah 15 tahun dan 65 tahun keatas. Beban tanggungan anak bagi usia
produktif sebesar 51 dan beban tanggungan lanjut usia bagi penduduk usia produktif sebesar 8.
III.1.4 Bentuk dan Susunan Pemerintahan
Susunan Pemerintah Daerah seperti yang diatur menurut UU No. 22 Tahun 1999 bahwa di daerah dibentuk DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah dan
Pemerintah Daerah sebagai Badan Eksekutif Daerah. Kepala Daerah Kabupaten disebut Bupati, dan dalam melaksanakan tugas dan kewenangan
selaku Kepala Daerah, Bupati dibantu oleh seorang Wakil Bupati. Wilayah pemerintahan Kabupaten Karo terbagi dalam 17 Kecamatan dan
262 DesaKelurahan.
Universitas Sumatera Utara
68
III.2 Gambaran Umum Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
Badan Pertanahan Nasional BPN adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden dan
dipimpin oleh Kepala. Sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2006 Badan Pertanahan Nasional mempunyai tugas melaksanakan tugas
pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral. Badan pertanahan nasional terbentuk sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia
dengan Nomor 26 Tahun 1988, pada tahun 2006 diadakan perubahan struktur baik di BPN pusat, kanwil, maupun kantor pertanahan kotakabupaten.
III.2.1 Visi dan Misi Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
Adapun visi dari Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, yaitu : “Menjadi lembaga yang mampu mewujudkan tanah dan pertanahan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat, serta keadilan dan keberlanjutan sistem
Universitas Sumatera Utara
69 kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan Republik Indonesia.” Untuk
mencapai visi tesebut, maka BPN membuat misi, yaitu mengembangkan dan
menyelenggarakan politik dan kebijakan pertanahan untuk:
1. Peningkatan kesejahteraan rakyat, penciptaan sumber-sumber baru
kemakmuran rakyat, pengurangan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan, serta pemantapan ketahanan pangan.
2. Peningkatan tatanan kehidupan bersama yang lebih berkeadilan dan
bermartabat dalam
kaitannya dengan
penguasaan, pemilikan,
penggunaan dan pemanfaatan tanah P4T. 3.
Perwujudan tatanan kehidupan bersama yang harmonis dengan mengatasi berbagai sengketa, konflik dan perkara pertanahan di seluruh
tanah air dan penataan perangkat hukum dan sistem pengelolaan pertanahan sehingga tidak melahirkan sengketa, konflik dan perkara di
kemudian hari. 4.
Keberlanjutan sistem kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan Indonesia dengan memberikan akses seluas-luasnya pada generasi yang
akan datang terhadap tanah sebagai sumber kesejahteraan masyarakat. 5.
Menguatkan lembaga pertanahan sesuai dengan jiwa, semangat, prinsip dan aturan yang tertuang dalam UUPA dan aspirasi rakyat secara luas.
Universitas Sumatera Utara
70
III.2.2 Agenda BPN RI Sebelas agenda kebijakan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia:
1. Membangun kepercayaan masyarakat pada Badan Pertanahan Nasional
RI. 2.
Meningkatkan pelayanan dan pelaksanaan pendaftaran tanah serta sertipikasi tanah secara menyeluruh di seluruh Indonesia.
3. Memastikan penguatan atas hak-hak tanah.
4. Menyelesaikan persoalan-persoalan pertanahan di daerah-daerah korban
bencana alam dan di daerah-daerah konflik diseluruh tanah air. 5.
Menangani dan menyelesaikan perkara, masalah, sengketa dan konflik pertanahan di seluruh Indonesia secara sistematis.
6. Membangun sistem informasi dan manajemen pertanahan
SIMTANAS dan sistem pengamanan dokumen pertanahan di seluruh Indonesia.
7. Menangani masalah KKN serta meningkatkan partisipasi dan
pemberdayaan masyarakat. 8.
Membangun database penguasaan dan pemilikan tanah. 9.
Melakasanakan secara konsisten semua peraturan perundang-undangan pertanahan yang telah ditetapkan.
10. Menata kelembagaan pertanahan nasional.
11. Mengembangkan dan memperbaharui politik, hukum dan kebijakan
pertanahan.
Universitas Sumatera Utara
71
III.3 Gambaran Umum Kantor Pertanahan Kabupaten Tanah Karo
Berdasarkan peraturan kepala badan pertanahan nasional Republik Indonesia untuk melaksanakan fungsi Badan Pertanahan Nasional didaerah maka berdasarkan
Keputusan Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 1989 dibentuklah kantor pertanahan ditingkat kota dan kabupaten. Kantor Pertanahan KabupatenKaro adalah
instansi vertikal Badan Pertanahan Nasional kotakabupaten yang berada dibawah tanggung jawab kepada kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi
Sumatera Utara. Dimana mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas dan fungsi BPN yang bersangkutan yang dipimpin oleh seorang kepala kantor.
Universitas Sumatera Utara
72
III.3.1 Visi, Misi, dan Motto Kantor Pertanahan Kabupaten Karo
Visi Kantor Pertanahan Kabupaten Karo adalah Terselenggaranya Pengelolaan dan Pelayanan Pertanahan Berkualitas yang Mampu Mendorong
Peran Serta Masyarakat. Untuk mewujudkan visi itu, maka Kantor Pertanahan
Kabupaten Karo membuat misi yaitu:
1. Meningkatkan fungsi kelembagaan dan profesionalisme aparatur
Pertanahan. 2.
Meningkatkan pelayanan di bidang Pertanahan. 3.
Meningkatkan Pengaturan, Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan, Pemanfaatan serta Pemeliharaan tanah serta lingkungan hidup.
4. Meningkatkan
pengelolaan Administrasi
Pertanahan dengan
mengikutsertakan peran aktif masyarakat. 5.
Meningkatkan upaya penyelesaian permasalahan Pertanahan. Sedangkan Motto Pelayanan Kantor Pertanaha Kabupaten Karo yaitu:
1. Melayani setulus hati seakan untuk dirinya sendiri.
2. Melayani pelanggan dengan senyum dan ramah.
3. Mengutamakan kepuasan dan kenyamanan pelanggan.
4. Memberikan informasi persyaratan, waktu, dan biaya dengan transparan.
5. Mengoptimalkan pelayanan yang berkualitas dan tepat waktu.
6. Mengutamakan penyelesaian masalah dengan solusi.
Universitas Sumatera Utara
73
III.3.2 Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia SDM sangatlah penting dalam menunjang kinerja organisasi.Dalam pelaksanaan suatu program tentu saja perlukan pelaksana guna
mendukung terlaksananya program dengan baik.Oleh karena itu, ketersediaan pelaksana yang cukup serta berkompetensi dalam mendorong keberhasilan suatu
program sangat diperlukan. Di Kantor Pertanahan KabupatenKaro, Sumber Daya Manusianya berjumlah 34 orang. Jumlah pegawai dapat dilihat pada tabel
dibawah ini :
Tabel 3.7 Data Pegawai Berdasarkan Golongan
No. Golongan
Jumlah Orang 1.
Honorer 5
2. I
- 3.
II 6
4. III
21 5.
IV 2
Jumlah 34
III.3.3 Struktur Organisasi
Sesuai dengan Perkaban No. 4 Tahun 2006 maka dirancang struktur organisasi Kantor Pertanahan Kabupaten Karo yang dipimpin oleh seorang
kepala kantor yang bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah
Universitas Sumatera Utara
74 BadanPertanahan Nasional Provinsi Sumatera Utara. Kepala Kantor Pertanahan,
membawahi:
1. Kepala sub bagian tata usaha, membawahi:
a. Kepala urusan umum dan kepegawaian.
b. Kepala urusan perencanaan dan keuangan.
2. Kepala seksi survei, pengukuran, pemetaan membawahi:
a. Kepala sub seksi pengukuran dan pemetaan.
b. Kepala sub seksi tematik dan potensi tanah.
3. Kepala seksi hak tanah dan pendaftaran tanah, membawahi:
a. Kepala sub seksi penetapan hak tanah.
b. Kepala sub seksi pengaturan tanah pemerintah.
c. Kepala sub seksi pendaftaran tanah.
d. Kepala sub seksi peralihan, pembebanan hak dan PPAT.
4. Kepala seksi pengaturan dan penataan pertanahan, membawahi:
a. Kepala sub seksi penatagunaan tanah dan kawasan tertentu.
b. Kepala sub seksi landreform dan konsolidasi tanah.
5. Kepala seksi pengendalian dan pemberdayaan, membawahi :
a. Kepala sub seksi pengendalian pertanahan.
b. Kepala sub seksi pemberdayaan masyarakat.
6. Kepala seksi sengketa, konflik dan perkara, membawahi :
a. Kepala sub seksi sengketa dan konflik pertanahan.
b. Kepala sub seksi perkara pertanahan.
Universitas Sumatera Utara
75
Universitas Sumatera Utara
76
BAB IV PENYAJIAN DATA