Respon inflamasi Efek anti inflamasi ampas wortel [Daucus Carota L.] pada kelinci putih betina.

Dolor atau rasa sakit dari reaksi peradangan dapat ditimbulkan melalui berbagai cara. Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion–ion tertentu dapat merangsang ujung–ujung syaraf. Selain itu, pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal yang tanpa diragukan lagi dapat menimbulkan rasa sakit Price dan Wilson, 1995. Beberapa mediator kimiawi termasuk baradikinin, prostaglandin, dan serotonin diketahui juga dapat mengakibatkan rasa sakit Underwood, 1999. Fungtio laesa atau hilangnya fungsi merupakan konsekuensi dari suatu proses radang. Gerakan yang terjadi pada daerah radang, baik yang dilakukan secara sadar ataupun secara reflek akan mengalami hambatan oleh rasa sakit, pembengkakan yang hebat secara fisik mengakibatkan berkurangnya gerak jaringan Underwood, 1999.

4. Respon inflamasi

Inflamasi biasanya dibagi dalam 3 fase: inflamasi akut, respon imun, dan inflamasi kronis. Inflamasi akut merupakan respon awal terhadap cedera jaringan, hal tersebut terjadi melalui media rilisnya autacoid serta pada umumnya didahului oleh pembentukan respon imun Katzung, 2001. Fase ini ditandai dengan adanya vasodilatasi lokal dan peningkatan permeabilitas kapiler. Respon imun terjadi bila sejumlah sel yang mampu menimbulkan kekebalan diaktifkan untuk merespon organisme asing atau substansi antigenik yang terlepas selama respon terhadap inflamasi akut serta kronis. Akibat dari respon imun bagi tuan rumah mungkin menguntungkan, seperti menyebabkan organisme penyerang menjadi difagositosis atau dinetralisir. Sebaliknya, akibat tersebut juga dapat bersifat merusak bila menjurus kepada inflamasi kronis. Inflamasi kronis melibatkan keluarnya sejumlah mediator yang tidak menonjol dalam respon akut Katzung, 2001. Inflamasi kronis ialah inflamasi yang disebabkan jejas atau injuri yang berlangsung beberapa minggu, bulan, atau bersifat menetap dan merupakan kelanjutan dari radang akut. Disebut juga radang proliferatif karena selalu diikuti dengan terjadinya proliferasi fibroblast jaringan ikat. Radang kronis secara umum dibagi menjadi 2 macam, yaitu : radang non spesifik dengan ciri–ciri memberikan gambaran mikroskopik yang sama pada bermacam–mcam sebab keradangan. Radang spesifik yang khas adalah radang granulomatik, yaitu radang kronik yang ditandai dengan terbentuknya sel–sel epiteloid yang dikelilingi sel radang MN dengan beberapa didapatkan giant cell. Perlu dibedakan antara granulasi dan granuloma. Granulasi adalah jaringan yang terdiri dari sel–sel radang MN, jaringan ikat fibrobalast, dan neovaskularisasi. Sedangkan granuloma adalah masa jaringan granulasi yang membentuk tumor Sander, 2003. Ciri–ciri mikroskopik radang akut ialah infiltrasi sel–sel radang akut, vasodilatasi dan oedema. Sedangkan ciri–ciri mikroskopik untuk radang kronis ialah infiltrasi sel–sel radang kronis MN, proloferasi jaringan fibroblast dan neovaskularisasi Sander, 2003.

5. Mekanisme