Dalam setiap perencanaan pembangunan, gender hendaknya dijadikan sebagai “Kunci utama” dalam memahami kegiatan apa yang dilakukan lelaki dan
perempuan, berapa banyak waktu yang diperlukan untuk kegiatan tersebut, siapa yang memutuskan dan sebagainya. Perencana peran pembangunan hendaknya
mampu menganalisis perbedaan peran kodrati dan peran gender sehingga mengetahui hal-hal yang dapat diubah dan yang tidak dapat diubah serta
mempertimbangkan dalam proses perencanaan pembangunan.
2.1.4. Pembagian kerja Berdasarkan Gender dan Karakteristik Psikologi Laki laki dan Perempuan.
Banyak data menunjukkan bahwa potensi perempuan yang bekerja di sektor publik berada dibawah laki laki. Misalnya penempatan dokter perempuan,
pejabat pengambil keputusan, maupun pada bidang bidang jasa yang lain. Dilain pihak perempuan yang bekerja untuk menopang penghasilan keluarga memiliki
beban kerja yang sangat berat, karena disamping bekerja di sektor formal maupun non formal masih harus menyelesaikan pekerjaan domestik tanpa bantuan dan
campur tangan tangan lelaki. Hal ini menunjukkan konsepsi gender dalam pembagian kerja belum sepenuhnya tercapai.
Secara pandangan ilmu sosial , perempuan yang bekerja merupakan salah satu bentuk mobilitas sosial perempuan. Mobilitas sosial yang dilakukan
berdasarkan kemampuan dan potensi baik secara pendidikan maupun kemandirian belum mencapai prosentase yang sama dengan lelaki. Umumnya mobilitas sosial
perempuan masih mengikuti pola tradisional. Secara tradisional perempuan mengalami mobilitas melalui perkawinan.
Peran perempuan setelah perkawinan adalah melahirkan, dimana peran ini dinamakan peran reproduktif. Peran ini memang tidak bisa diganti oleh laki-laki
karena memang sifatnya kodrati, dan tidak bisa dihindari. Disamping melahirkan perempuan secara tradisional harus melakukan pekerjaan rumah tangga seperti
memasak, mencuci, menjaga rumah, membersihkan rumah, mengasuh anak mempersiapkan keperluan sehari hari.
Secara turun menurun pekerjaan ini identik dengan kaum perempuan. Hal ini tidak berperspektif gender. Bagaimanapun juga urusan anak adalah urusan
lelaki dan perempuan, urusan suami isteri. Demikian halnya seperti ini maka dimungkinkan perempuan dapat kegiatan yang menghasilkan produksi atau
barang jasa, untuk dikonsumsi sendiri atau dijual. Perempuan dan lelaki melakukan kegiatan produktif, akan tetapi pada umumnya fungsi dan tanggung
jawab yang berlaku. Kegiatan produktif yang dilakukan perempuan seringkali kurang diakui dibanding yang dilakukan lak- laki.
Sebagai anggota komunitas sosial perempuan, juga melakukan peran sosial yang mencakup kegiatan sosial dan gotong royong dalam kehidupan
masyarakat seperti: perayaan, selamatan, kesertaan dalam organisasi tingkat komunitas, kesertaan dalam organisasi tingkat komunitas dan lainnya. Kegiatan
ini tidak menghasilkan uang tetapi seringkali menyerap banyak waktu dan penting bagi pemeliharaan dan pengembangan aspek spiritual, kultural komunitas serta
sebagai alat komunikasi untuk dapat menentukan nasibnya sendiri. Perempuan 13
dan laki-laki sebaiknya sama-sama terlibat dalam kegiatan komunitas sesuai dengan sistem gender yang berlaku. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
peran perempuan dalam kehidupan berkeluarga sekaligus baik peran reproduktif, dan peran sosial.
2.1.5. Karakteristik Psikologis Laki-laki DanPerempuan