2.3 Konsep Deep Breathing
2.3.1 Pengertian Deep Breathing
Deep breathing merupakan latihan pernapasan dengan teknik bernapas secara
perlahan dan dalam, menggunakan otot diafragma, sehingga memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada mengembang penuh Smeltzer, et al, 2008.
2.3.2 Teknik Deep Breathing
Menurut Priyanto 2010 deep breathing merupakan salah satu latihan pernafasan dengan menggunakan pernafasan diafragma dan kontraksi otot abdomen. Deep
breathing banyak dikembangkan dalam kajian keperawatan sebagai terapi penunjang. Latihan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan otot-otot
pernafasan yang berguna untuk meningkatkan compliance paru, meningkatkan fungsi ventilasi, dan memperbaiki oksigenasi. Teknik deep breathing diantaranya:
a. Mengatur posisi klien dengan posisi duduk, semi fowlerfowler di tempat
tidurkursi b.
Meletakkan satu tangan klien di atas abdomen tepat di bawah iga dan tangan lainnya pada tengah dada untuk merasakan gerakan dada dan abdomen saat
bernafas c.
Menarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik sampai dada dan abdomen terasa terangkat maksimal, jaga mulut tetap tertutup selama inspirasi, tahan
nafas selama 2 detik d.
Menghembuskan nafas melalui bibir yang dirapatkan dan sedikit terbuka sambil mengencangkan kontraksi otot-otot abdomen dalam 4 detik
e. Melakukan pengulangan selama 1 menit dengan jeda 2 detik setiap
pengulangan, mengikuti dengan periode istirahat 2 menit f.
Melakukan latihan dalam lima siklus selama 15 menit.
2.3.3 Frekuensi Pemberian Deep Breathing
Pemberian teknik deep breathing dituliskan dalam penelitian Suwardianto pada tahun 2011 yang memberikan deep breathing kepada responden lansia selama 15
menit dalam satu kali intervensi. Setelah intervensi tersebut didapatkan penurunan tekanan sistolik sebanyak 9.00 mmHg dan diastolik 10.00 mmHg.
Pada penelitian yang ditulis oleh Santoso tahun 2012, pemberian latihan deep breathing adalah sebanyak 1 kalihari. Hasil dari penelitian ini yaitu latihan deep
breathing dapat menurukan tekanan darah secara signifikan sebanyak 10 mmHg. Penelitian yang dilakukan oleh Pinto pada tahun 2013 menyatakan pemberian deep
breathing kepada wanita dewasa lanjut yang mengalami hipertensi dengan frekuensi 2-3 kalihari dalam 14 hari intervensi. Pengukuran tekanan darah
dilakukan pada hari ke-4, ke-8 dan hari ke-14. Hasil yang didapat adalah terjadi penurunan tekanan darah yang signifikan pada hari ke empat intervensi dan
mencapai hasil maksimal pada hari ke 14. Begitu pula penelitian yang dilakukan oleh Silva pada tahun 2014 yang meneliti tentang efektivitas deep breathing
terhadap pasien penderta CAD Crhonic Artery Disease. Frekuensi pemberian deep breathing pada penelitian ini yaitu 2-3 kalihari dalam 2 minggu intervensi
yang diberikan setiap satu kali intervensi dan memerlukan waktu 10 menit. Hasil dari penelitian ini adalah terjadi penurunan yang signifikan pada tekanan darah
responden selama 14 hari intervensi.
Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa frekuensi pemberian deep breathing pada pasien yang mengalami hipertensi bisa dilakukan sebanyak 1-3 kalihari selama 2
minggu dengan memerlukan waktu satu kali intervensi yaitu 10-15 menit.
2.3.4 Pengaruh Deep Breathing Terhadap Tekanan Darah
Mekanisme relaksasi nafas dalam deep breathing pada sistem pernafasan berupa suatu keadaan inspirasi dan ekspirasi pernafasan dengan frekuensi pernafasan
menjadi 6-10 kali permenit sehingga terjadi peningkatan regangan kardiopulmonari Izzo, 2008. Stimulasi peregangan di arkus aorta dan sinus karotis diterima dan
diteruskan oleh saraf vagus ke medula oblongata pusat regulasi kardiovaskuler, selanjutnya merespon terjadinya peningkatan refleks baroreseptor Gohde, 2010.
Impuls aferen dari baroreseptor mencapai pusat jantung yang akan merangsang aktivitas saraf parasimpatis dan menghambat pusat simpatis kardioakselerator
sehingga menyebabkan vasodilatasi sistemik, penurunan denyut dan daya kontraksi jantung. Sistem saraf parasimpatis yang berjalan ke SA node melalui saraf vagus
melepaskan neurotransmiter asetilkolin yang menghambat kecepatan depolarisasi SA node sehingga terjadi penurunan kecepatan denyut jantung kronotropik
negatif. Perangsangan sistem saraf parasimpatis ke bagian-bagian miokardium lainnya mengakibatkan penurunan kontraktilitas, volume sekuncup, curah jantung
yang menghasilkan suatu efek inotropik negatif. Keadaan tersebut mengakibatkan penurunan volume sekuncup dan curah jantung. Pada otot rangka beberapa serabut
vasomotor mengeluarkan asetilkolin yang menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Penurunan tekanan darah terjadi akibat dari penurunan curah jantung, kontraksi
serat-serat otot jantung, dan volume darah Muttaqin, 2009.