Analisis Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) Terhadap Kinerja Manajerial Pejabat Pemerintah Kota Tebing Tinggi

(1)

PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI

TESIS

Oleh

HENDRA HERIANTO S. 117017014/Akt

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013

SE

K O L A H

P A

S C

A S A R JA N


(2)

ANALISIS PENGARUH SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) TERHADAP KINERJA MANAJERIAL PEJABAT

PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Akuntansi pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

HENDRA HERIANTO S. 117017014/Akt

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(3)

Judul Tesis : ANALISIS PENGARUH SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) TERHADAP KINERJA MANAJERIAL PEJABAT PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI

Nama Mahasiswa : Hendra Herianto S.

N I M : 117017014

Program Studi : Akuntansi

Menyetujui Komisi Pembimbing,

(Prof. Erlina, SE, MSi, Ph.D,Ak)

Ketua Anggota

(Drs. Idhar Yahya, MBA,Ak)

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS,MBA, CPA) (Prof. Dr. Erman Munir, MSc)


(4)

Telah Diuji pada Tanggal : 17 Juli 2013

PANITIA PENGUJI TESIS :

Ketua : Prof. Erlina, SE, M.Si, Ph.D, Ak Anggota : 1. Drs. Idhar Yahya, MBA, Ak

2. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA 3. Dra. Sri Mulyani, MBA, Ak


(5)

PERNYATAAN

“ANALISIS PENGARUH SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) TERHADAP KINERJA MANAJERIAL PEJABAT

PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI”

Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Sains pada Program Studi Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumtera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.


(6)

ANALISIS PENGARUH SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) TERHADAP KINERJA MANAJERIAL PEJABAT

PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) terhadap Kinerja Manajerial Pejabat Pemerintah kota Tebing Tinggi. Populasi penelitian ini adalah Satuan Perangkat Kerja Daerah (SKPD) yang ada di lingkungan Pemerintah Kota Tebing Tinggi. Respondennya adalah Pejabat Eselon II dan III. Jenis penelitian ini merupakan causal research. Data dalam penelitian ini merupakan data primer dan metode pengumpulan data menggunakan data kuesioner. Sebelum dilakukan pengujian hipotesis dengan analisis regresi berganda, terlebih dahulu dilakukan pengujian kualitas data dan uji asumsi klasik. Sampel terdiri dari 57 responden dari 132 populasi berdasarkan rumus Slovin dan penarikan sampel dilakukan dengan teknik starified random sampling. Hasil penelitian menunjukkan secara simultan, lingkungan pengendalian, penilaian resiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi serta pemantauan mempunyai berpengaruh terhadap kinerja manajerial. Sedangkan secara parsial, lingkungan pengendalian, penilaian resiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi serta pemantauan mempunyai tidak berpengaruh terhadap kinerja manajerial

Kata kunci : SPIP, Lingkungan Pengendalian, Penilaian Resiko, Kegiatan Pengendalian, Informasi dan Komunikasi, Pemantauan dan Kinerja Manajerial


(7)

THE ANALYSIS OF THE INFLUENCE OF THE GOVERNMENT INTERNAL CONTROL SYSTEM ON THE MANAGERIAL

PERFORMANCE OF THE OFFICIALS OF THE CITY GOVERNMENT OF TEBING TINGGI

ABSTRACT

The purpose of this causal study was to test the influence of the Government Internal Control System on the Managerial Performance of the Officials of the City Government of Tebing Tinggi. The population of this study was the 132 officials of Local Work Apparatus Unit in the City Government of Tebing Tinggi and, based on Slovin formula, 57 of those officials of Echelon III and IV were selected to be the respondents for this study through stratified random sampling technique. The data for this study were the primary data obtained through questionnaire distribution. Before the hypothesis was tested using multiple regression analysis, the quality of the data obtained were tested through classic assumption test. The result of this study showed that simultaneously control environment, risk assessment, control activities, information and communication, and monitoring had influence on managerial performance, while partially, control environment, risk assessment, control activities, information and communication, and monitoring did not have any influence on managerial performance.

Keywords: Government Internal Control System, Control Environment, Risk Assessment, Control Activities, Information and Communication, Monitoring, and Managerial Performance


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang menolong dan memberikan kekuatan dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini dengan judul “Analisis Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) Terhadap Kinerja Manajerial Pejabat Pemerintah Kota Tebing Tinggi.”

Tesis ini merupakan tugas akhir untuk menyelesaikan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (USU) Medan. Oleh karena itu, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada berbagai pihak yang telah mendukung dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc, (CTM), SpA(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Erman Munir, MSc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA selaku Ketua Program Studi Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan Dosen pembanding yang telah memberikan saran dan masukan untuk perbaikan tesis ini.

4. Ibu Prof. Erlina, SE, M.Si, Ph.D,Ak selaku Pembimbing I yang telah memberikan arahan, bimbingan dan saran bagi peneliti dati awal hingga selesainya tesis ini.

5. Bapak Drs. Idhar Yahya, MBA,Ak selaku Pembimbing II yang telah memberikan arahan, bimbingan dan saran bagi peneliti dati awal hingga selesainya tesis ini.

6. Ibu Dra. Tapi Anda Sari Lubis, MSi,Ak dan Ibu Dra. Sri Mulyani, MBA,Ak selaku Dosen pembanding yang telah memberikan saran dan masukan untuk perbaikan tesis ini.

7. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf Administrasi Program Magister Akuntansi atas segala ilmu dan bantuan yang diberikan.


(9)

8. Bapak Walikota beserta pejabat Eselon II dan III pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Lingkungan Pemerintah Kota Tebing Tinggi yang telah banyak memberikan bantuan selama proses penelitian.

9. Kedua orang tuaku beserta abang dan adik-adikku yang memberikan doa serta dorongan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan ini

10.Teman-teman seperjuangan Angkatan XXIII Program Magister Akuntansi Pemerintahan Elfrida C. Dora, Dhian Purnamasari, Tri Diani Fitri, Eny Priyanti, Dudi Iskandar dan Monetaris Butar-butar atas persahabatan dan sumbangan pikiran selama perkuliahan.

11.Semua pihak yang telah memberikan masukan dan dorongan guna

penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna, namun harapan penulis tesis ini bermanfaat bagi kita semua. Akhir kata Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberi rahmat dan berkah kepada kita semua. Amin.

Medan, Juli 2013

Penulis

Hendra Herianto S.


(10)

RIWAYAT HIDUP

1. NAMA : HENDRA HERIANTO S.

2. TEMPAT/TGL.LAHIR : MEDAN/07 NOPEMBER 1984

3. AGAMA : KRISTEN PROTESTAN

4. ORANG TUA

a. AYAH : ST. M. SIMAMORA

b. IBU : ALM. R. Br.SITORUS/T. br.SIMBOLON

5. ALAMAT : JL. KESEHATAN GG. ERA BARU NO.12

MEDAN

6. PENDIDIKAN

a. SD : ST. ANTONIUS VI MEDAN

b. SMP : TRI SAKTI I MEDAN

c. SMU : NEGERI 14 MEDAN

d. S1 : UNIVERSITAS PALANGKA RAYA


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 7

1.3Tujuan Penelitian ... 7

1.4Manfaat Penelitian ... 7

1.5Originalitas ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Landasan Teori ... 9

2.1.1 Pengertian dan Tujuan Sistem Pengendalian Intern ... 9

2.1.2 Komponen Pengendalian Intern dan Fungsi Pengendalian Intern ... 11

2.1.2.1 Lingkungan Pengendalian ... 11

2.1.2.2 Penilaian Risiko ... 12

2.1.2.3 Kegiatan Pengendalian ... 12

2.1.2.4 Informasi dan Komunikasi ... 12

2.1.2.5 Pemantauan ... 13

2.1.3 Prinsip Umum Penyelenggaraan SPIP di Indonesia dan di Beberapa Negara ... 14


(12)

2.1.5. Kinerja Manajerial ... 20

2.2 Review Peneliti Terdahulu ... 25

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS ... 27

3.1. Kerangka Konsep ... 27

3.2. Hipotesis ... 31

BAB IV METODE PENELITIAN ... 32

4.1. Jenis Penelitian ... 32

4.2 .Lokasi Penelitian ... 32

4.3. Populasi dan Sampel ... 32

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 34

4.5. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 35

4.5.1. Kinerja Manajerial ... 35

4.5.2. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah ... 36

4.6. Metode Analisis Data ... 39

4.6.1.Uji Kualitas Data ... 39

4.6.2.Uji Asumsi Klasik ... 40

4.6.3.Model Pengujian Hipotesis ... 42

BAB V HASIL ANALISIS DN PEMBAHASAN ... 46

5.1. Deskriptif Data ... 46

5.1.1. Deskripsi Lokasi ... 46

5.1.2. Deskriptif Statistik Data Penelitian ... 47

5.1.3. Karakteristik Responden ... 49

5.2. Analisis Data ... 52

5.2.1. Uji Kualitas Data ... 52

5.2.1.1 Uji Validitas ... 52

5.2.1.2 Uji Reliabilitas ... 54

5.3. Uji Asumsi Klasik ... 54

5.3.1. Uji Normalitas ... 55


(13)

5.3.3. Uji Heteroskedastisitas ... 57

5.4. Pengujian Hipotesis ... 58

5.4.1. Uji Statistik F ... 59

5.4.2. Uji Statistik t ... 60

5.4.3. Koefisien Determinasi ... 62

5.5. Pembahasan ... 63

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 67

6.1. Kesimpulan ... 67

6.2. Keterbatasan Penelitian ... 68

6.3. Saran ... 68


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1. Theoritical Mapping... 26

4.1. Daftar Populasi dan Sampel Penelitian ... 33

4.2. Definisi Operasional & Pengukuran Variabel. ... 38

5.1. Data Hasil Kuesioner ... 46

5.2. Deskriptif Statistik ... 47

5.3. Demografi Responden ... 50

5.4 Hasil Pengujian Validitas ... 53

5.5 Uji Reliabilitas Variabel ... 54

5.6 Uji Asumsi Klasik ... 55

5.7 Uji Multikolinearitas ... 57

5.8 Nilai F Hitung ... 59

5.9 Nilai t Hitung ... 60


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

3.1. Kerangka Konsep. ... 27 5.1. Pengujian Normalitas ... 56 5.2 Uji Heteroskedastisitas... 58


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 72

2. Data hasil Kuesioner... 77

3. Uji Validitas dan Realibilitas ... 80

4. Hasil Uji Statistik Diskriptif ... 86

5. Pengujian Normalitas ... 88

6. Pengujian Multikolinearitas ... 89

7. Pengujian Heteroskedastisitas... 89

8. Pengujian Hipotesis ... 90

9. Koefisien Determinasi ... 90


(17)

ANALISIS PENGARUH SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) TERHADAP KINERJA MANAJERIAL PEJABAT

PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) terhadap Kinerja Manajerial Pejabat Pemerintah kota Tebing Tinggi. Populasi penelitian ini adalah Satuan Perangkat Kerja Daerah (SKPD) yang ada di lingkungan Pemerintah Kota Tebing Tinggi. Respondennya adalah Pejabat Eselon II dan III. Jenis penelitian ini merupakan causal research. Data dalam penelitian ini merupakan data primer dan metode pengumpulan data menggunakan data kuesioner. Sebelum dilakukan pengujian hipotesis dengan analisis regresi berganda, terlebih dahulu dilakukan pengujian kualitas data dan uji asumsi klasik. Sampel terdiri dari 57 responden dari 132 populasi berdasarkan rumus Slovin dan penarikan sampel dilakukan dengan teknik starified random sampling. Hasil penelitian menunjukkan secara simultan, lingkungan pengendalian, penilaian resiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi serta pemantauan mempunyai berpengaruh terhadap kinerja manajerial. Sedangkan secara parsial, lingkungan pengendalian, penilaian resiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi serta pemantauan mempunyai tidak berpengaruh terhadap kinerja manajerial

Kata kunci : SPIP, Lingkungan Pengendalian, Penilaian Resiko, Kegiatan Pengendalian, Informasi dan Komunikasi, Pemantauan dan Kinerja Manajerial


(18)

THE ANALYSIS OF THE INFLUENCE OF THE GOVERNMENT INTERNAL CONTROL SYSTEM ON THE MANAGERIAL

PERFORMANCE OF THE OFFICIALS OF THE CITY GOVERNMENT OF TEBING TINGGI

ABSTRACT

The purpose of this causal study was to test the influence of the Government Internal Control System on the Managerial Performance of the Officials of the City Government of Tebing Tinggi. The population of this study was the 132 officials of Local Work Apparatus Unit in the City Government of Tebing Tinggi and, based on Slovin formula, 57 of those officials of Echelon III and IV were selected to be the respondents for this study through stratified random sampling technique. The data for this study were the primary data obtained through questionnaire distribution. Before the hypothesis was tested using multiple regression analysis, the quality of the data obtained were tested through classic assumption test. The result of this study showed that simultaneously control environment, risk assessment, control activities, information and communication, and monitoring had influence on managerial performance, while partially, control environment, risk assessment, control activities, information and communication, and monitoring did not have any influence on managerial performance.

Keywords: Government Internal Control System, Control Environment, Risk Assessment, Control Activities, Information and Communication, Monitoring, and Managerial Performance


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Awal dari reformasi sistem penyelenggaraan pemerintahan negara dilakukan sejak adanya amandemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Reformasi sistem penyelenggaraan pemerintahan negara tersebut merupakan dasar dan referensi bagi bangsa Indonesia, mencakup proses demokratisasi, penegakan hukum, otonomi dan desentralisasi, serta penciptaan penyelenggaraan kepemerintahan yang baik. Upaya dalam penciptaan kepemerintahan yang baik tersebut, antara lain adalah dengan penyempurnaan kebijakan pengelolaan keuangan negara yang meliputi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara dan PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Negara. Sejumlah peraturan perundang-undangan di bidang keuangan negara tersebut mengindikasikan perlunya sistem pengelolaan keuangan negara yang lebih akuntabel dan transparan dalam menjalankan pemerintahan.

Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara mengamanatkan keuangan negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan dan kepatutan. Serta upaya penyempurnaan sistem pengelolaan keuangan negara, dan sebagai tindak lanjut


(20)

Pasal 58 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara mengamanatkan, Presiden mengatur dan menyelenggarakan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah secara menyeluruh dalam rangka pengelolaan keuangan Negara secara akuntabel dan transparan.

Namun kenyataannya, amanat ini belum dapat terealisasi karena belum adanya persepsi yang sama terhadap konfigurasi Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) secara keseluruhan yang masih bersifat parsial ditingkat kementrian dan ditingkat pemerintah daerah. Belum terdapat Sistem Pengendalian Intern secara nasional yang mengurusi masalah pengawasan strategik dalam skala nasional (Widayati, 2007).

Lebih lanjut isu tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) mendapat perhatian yang cukup besar belakangan ini. Sebagai auditor eksternal, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) senantiasa menguji “kekuatan” SPI ini di setiap pemeriksaan yang dilakukannya dalam penentuan luas lingkup (scope) pengujian yang akan dilaksanakannya. Beberapa lembaga pemantau (watch) juga mengkritisi lemahnya SPI yang diterapkan di pemerintahan baik pusat maupun daerah, sehingga membuka peluang yang sangat besar bagi terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan anggaran (APBN/APBD). Sebagai tindak lanjut dari hal tersebut, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP).

Sistem Pengendalian Intern ini didasari pada konsep pemikiran bahwa Sistem Pengendalian Intern melekat sepanjang kegiatan, dan dipengaruhi oleh sumber daya manusia, serta harus dapat memberikan keyakinan yang memadai. Hal ini dapat tercapai jika seluruh tingkat pimpinan menyelenggarakan kegiatan


(21)

pengendalian atas keseluruhan kegiatan di instansi masing-masing. Dengan demikian, maka penyelenggaraan kegiatan pada suatu Instansi Pemerintah, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, sampai dengan pertanggungjawaban, harus dilaksanakan secara tertib, terkendali, serta efisien dan efektif.

Selain itu, Sistem Pengendalian Intern memiliki arti yang sangat penting dalam penentuan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan. Pengendalian internal yang melekat pada fungsi manajerial ditujukan untuk memastikan dan menjamin bahwa visi, misi, tujuan, sasaran, program serta kegiatan dapat terlaksana dan mencapai hasil dengan baik. Penerapan sistem pengendalian internal pada hakekatnya adalah segala upaya yang dilakukan dalam suatu organisasi untuk mengarahkan seluruh kegiatan agar tujuan organisasi dapat dicapai secara efektif, efisien dan ekonomis, segala sumber daya dimanfaatkan dan dilindungi, data dan informasi serta laporan dapat dipercaya dan disajikan secara wajar, serta ditaatinya segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Marsono, 2009).

Undang-undang di bidang keuangan negara membawa implikasi perlu adanya sistem pengelolaan keuangan negara yang lebih akuntabel dan transparan sehingga dibutuhkan suatu sistem yang dapat memberi keyakinan memadai bahwa penyelenggaraan kegiatan pada suatu Instansi Pemerintah dapat mencapai tujuannya secara efisien dan efektif, melaporkan pengelolaan keuangan negara secara andal, pengamanan aset negara, dan mendorong ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sistem ini dikenal sebagai Sistem Pengendalian Intern yang dalam penerapannya memperhatikan rasa keadilan dan


(22)

kepatutan serta mempertimbangkan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan fungsi Instansi Pemerintah tersebut.

PP 60 Tahun 2008 ini merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Pasal 58 ayat (1) dan ayat (2) tentang Perbendaharaan Negara memerintahkan pengaturan lebih lanjut ketentuan mengenai Sistem Pengendalian Intern Pemerintah secara menyeluruh dengan Peraturan Pemerintah. Sistem Pengendalian Intern dalam Peraturan Pemerintah ini dilandasi pada pemikiran bahwa Sistem Pengendalian Intern melekat sepanjang kegiatan, dipengaruhi oleh sumber daya manusia, serta hanya memberikan keyakinan yang memadai, bukan keyakinan mutlak. PP 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) juga mempertegas komitmen dari pemerintah dalam melakukan pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme pada berbagai aspek dalam pelaksanaan tugas umum pemerintah.

Sistem Pengendalian Intern dalam PP 60 tahun 2008 merupakan suatu proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien (operating), keandalan pelaporan keuangan (financial reporting), pengamanan aset negara (safeguarding) dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan (compliance). Tujuan dari penetapan PP 60 tahun 2008 ini adalah untuk mencapai pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien, transparan dan akuntabel.

Peningkatan kualitas akuntabilitas keuangan daerah terhadap pemerintah daerah akan tercermin dari opini yang dikeluarkan oleh BPK atas laporan


(23)

keuangan pemerintah daerah setiap tahunnya. Dengan dilaksanakannya kegiatan SPIP, diharapkan pemerintah daerah dapat meningkatkan opini yang diperolehnya, yang sebelumnya disclaimer menjadi Wajar Dengan Pengecualian (WDP) ataupun mendapatkan opini yang tertinggi yaitu Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Secara umum pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern di Pemerintah Kota Tebing Tinggi masih belum optimal. Gambaran ini dapat dilihat dari opini yang diberikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap hasil pemeriksaan atas laporan keuangan Pemerintah Kota Tebing Tinggi, selama tiga tahun belakangan ini mendapat Opini Wajar Dengan Pengecualian. Salah satu hal yang menjadi pokok pertimbangan adalah kelemahan Sistem Pengendalian Intern dalam penyusunan laporan keuangan, antara lain dalam penatausahaan dan pengelolaan kas pada beberapa SKPD yang tidak sesuai ketentuan, dan penatausahaan aset tetap pada Pemerintah Kota Tebing Tinggi belum tertib dan nilai aset yang disajikan pada neraca masih belum diyakini kewajarannya.

Kelemahan dari Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) daerah merupakan salah satu faktor yang menyebabkan menurunnya kualitas laporan keuangan pemerintah daerah. Hal ini tercermin dari salah satu unsur-unsur utama kualifikasi dalam pemberian opini oleh Badan Pemeriksa Keuangan atas Laporan Keuangan yang disusun oleh pemerintah kabupaten/kota yaitu:

1. Kelemahan di dalam pengelolaan aset dan persediaan 2. Kelemahan sistem pengendalian intern pemerintah daerah

3. Kebijakan akuntansi pemerintah daerah yang belum dijalankan secara konsisten


(24)

4. Pengelolaan penerimaan dan penggunaan dana yang belum akuntabel 5. Akuntabilitas penyertaan dan penempatan modal pemerintah daerah yang

belum tertib

6. Ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan

Penerapan seluruh unsur-unsur yang ada dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah sampai saat ini belum terlaksana sepenuhnya oleh pemerintah daerah. Hal ini dapat dilihat hasil laporan yang dikeluarkan Badan Pemeriksa Keuangan yang salah satu point nya menyoroti tentang lemahnya penerapan Sistem Pengendalian Intern oleh pemerintah daerah setempat. Indikator bahwa pengelolaan keuangan negara sudah transparan dan akuntabel adalah opini BPK atas laporan keuangan pemerintah pusat dan daerah.

SPIP itu sendiri berfungsi dalam memberikan arah yang jelas dalam mencapai tujuan organisasi, yaitu dengan membangun lima unsur yang ada dalam SPIP tersebut, antara lain Lingkungan Pengendalian, Penilaian Risiko, Kegiatan Pengendalian, Informasi dan Komunikasi serta Pemantauan.

Penelitian sebelumnya pernah dilakukan oleh Ramandei (2009) yang menyimpulkan bahwa karakteristik sasaran anggaran (partisipasi anggaran, kejelasan sasaran anggaran, umpan balik anggaran dan evaluasi anggaran) tidak berpengaruh terhadap kinerja manajerial. Sedangkan Sistem Pengendalian Intern berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja manajerial.

Berdasarkan hal diatas, penulis ingin melakukan penelitian yang lebih fokus terhadap unsur-unsur dari Sistem Pengendalian Intern Pemerintah sebagai variabel bebas. Permasalahan dalam penelitian ini adalah : Apakah Sistem


(25)

Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) berpengaruh terhadap kinerja manajerial pejabat Pemerintah Kota Tebing Tinggi?

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang tersebut, maka penulis ingin menguji pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah terhadap kinerja manajerial pejabat dengan rumusan masalah yaitu : “Apakah Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap kinerja manajerial pejabat di lingkungan Pemerintah Kota Tebing Tinggi?”

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka, tujuan penelitian ini dilakukan untuk: Menganalisis pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) terhadap kinerja manajerial pejabat di lingkungan Pemerintah Kota Tebing Tinggi.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, antara lain adalah: 1. Bagi peneliti, penelitian ini dapat dijadikan peneliti untuk memperdalam

wawasan dan pengetahuan dalam hal Sistem Pengendalian Intern pada umumnya.

2. Bagi pemerintah daerah, diharapkan dapat memberikan manfaat dalam implementasi Sistem Pengendalian Intern di lingkungan Pemerintah Kota Tebing Tinggi dalam rangka peningkatan kinerja.


(26)

3. Bagi akademis, penelitian ini dapat digunakan dalam pengembangan dalam pemahaman akan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah yang dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan referensi untuk penelitian sejenis oleh calon peneliti berikutmya di masa yang akan datang.

1.5 Originalitas

Penelitian ini merupakan replika dari penelitian Ramandei (2009) yang melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Karakteristik Sasaran Anggaran Dan Sistem Pengendalian Intern Terhadap Kinerja Manajerial Aparat Pemerintah Daerah (Studi Empiris pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Kota Jayapura)”.

Adapun perbedaan penelitian ini adalah terletak pada lokasi daerah yang sebelumnya di lingkungan Satuan Kerja Perangkat Daerah Kota Jayapura sedangkan penelitian ini dilakukan di lingkungan Pemerintah Kota Tebing Tinggi. Variabel independen pada penelitian ini adalah Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) itu sendiri dengan unsur-unsur dari SPIP.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

Bab ini akan membahas lebih jauh mengenai pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) terhadap kinerja manajerial. Menjabarkan teori-teori yang melandasi penelitian ini dengan referensi atau keterangan tambahan yang dikumpulkan selama penelitian.

2.1.1 Pengertian Sistem Pengendalian Intern

Sistem Pengendalian Intern terdiri atas kebijakan dan prosedur yang dirancang untuk memberikan manajemen kepastian yang layak bahwa perusahaan telah mencapai tujuan dan sasarannya. Kebijakan dan prosedur ini sering disebut pengendalian, dan secara kolektif membentuk pengendalian internal entitas (Arens, dkk 2008).

Pengendalian internal yang dikeluarkan COSO terdiri dari 5 (lima) komponen, yaitu lingkungan pengendalian, penilaian risiko, aktivitas pengendalian dan informasi dan komunikasi serta pemantauan. Pelaksanaan sistem pengendalian intern seharusnya bertumpu pada penguatan sistem pengendalian yang sudah terbangun dan dilaksanakan oleh seluruh aktor dalam organisasi mulai dari adanya kebijakan, pembentukan organisasi, penyiapan anggaran, sarana dan prasarana, penetapan personil yang melaksanakan, penetapan prosedur dan review pada seluruh tahapan pembangunan.

Pengertian Sistem Pengendalian Intern menurut PP Nomor 60 Tahun 2008 tentang SPIP adalah suatu proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang


(28)

dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

Pengertian SPIP tersebut mengarah pada empat tujuan yang ingin dicapai dengan dibangunnya SPIP, yaitu:

1. Kegiatan yang efektif dan efisien

Kegiatan instansi pemerintah dikatakan efektif bila telah ditangani sesuai dengan rencana dan hasilnya telah sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Sedangkan, efisien biasanya dikaitkan dengan pemanfaatan aset untuk mendapatkan hasil. Kegiatan Instansi Pemerintah dikatakan efisien bila mampu menghasilkan produksi yang berkualitas tinggi (pelayanan prima), dengan bahan baku (sumber daya) yang sesuai dengan standar.

2. Laporan keuangan yang dapat diandalkan

Tujuan ini didasarkan pada pemikiran utama bahwa informasi sangat penting untuk pengambilan keputusan. Agar keputusan yang diambil tepat sesuai dengan kebutuhan, maka informasi yang disajikan harus handal/layak dipercaya, dan menggambarkan keadaaan yang sebenarnya. Karena jika laporan yang tersaji tidak memadai dan tidak benar, maka akan menyesatkan dan dapat mengakibatkan keputusan yang salah serta merugikan organisasi.


(29)

Aset diperoleh dengan membelanjakan uang yang berasal dari masyarakat, terutama dari penerimaan pajak dan bukan pajak, yang harus dimanfaatkan untuk kepentingan negara/daerah. Pengamanan aset merupakan isu penting yang mendapat perhatian serius dari pemerintah dan masyarakat. Hal ini disebabkan karena kelalaian dalam pengamanan aset akan berakibat mudahnya terjadi pencurian, penggelapan, dan bentuk manipulasi lainnya. 4. Ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan

Setiap kegiatan dan transaksi merupakan suatu perbuatan hukum. Oleh karena itu, pelaksanaan transaksi atau kegiatan harus taat terhadap kebijakan, prosedur dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelanggaran terhadap aspek hukum dapat mengakibatkan tindakan pidana maupun perdata berupa kerugian.

2.1.2 Komponen Pengendalian Intern dan Fungsi Pengendalian Intern

Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2008 tentang SPIP disebutkan Pengendalian Intern terdiri dari 5 (lima) komponen yang berhubungan, yaitu:

2.1.2.1Lingkungan Pengendalian

Lingkungan pengendalian menetapkan corak suatu organisasi dan mempengaruhi kesadaran pengendalian pihak yang terdapat dalam organisasi tersebut. Lingkungan pengendalian merupakan dasar untuk semua komponen pengendalian intern yang lain, menyediakan disiplin dan struktur. Lingkungan pengendalian meliputi penegakan integritas dan nilai etika, komitmen terhadap kompetensi, kepemimpinan yang kondusif, pembentukan struktur organisasi yang sesuai kebutuhan, pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat,


(30)

penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya manusia, perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif, dan hubungan kerja yang baik dengan Instansi Pemerintah terkait.

2.1.2.2Penilaian Risiko

Penilaian risiko diawali dengan penetapan maksud dan tujuan Instansi Pemerintah yang jelas dan konsisten baik pada tingkat instansi maupun pada tingkat kegiatan. Selanjutnya Instansi Pemerintah mengidentifikasi secara efisien dan efektif risiko yang dapat menghambat pencapaian tujuan tersebut, baik yang bersumber dari dalam maupun dari luar instansi. Terhadap risiko yang telah diidentifikasi, dianalisis untuk mengetahui pengaruhnya terhadap pencapaian tujuan. Pimpinan Instansi Pemerintah merumuskan pendekatan manajemen risiko dan kegiatan pengendalian risiko yang diperlukan untuk memperkecil risiko. 2.1.2.3Kegiatan Pengendalian

Kegiatan pengendalian merupakan kebijakan dan prosedur yang membantu memastikan dilaksanakannya arahan pimpinan Instansi Pemerintah untuk mengurangi risiko yang telah diidentifikasi selama proses penilaian risiko.

Kegiatan pengendalian yang diterapkan dalam suatu Instansi Pemerintah dapat berbeda dengan yang diterapkan pada Instansi Pemerintah lain. Perbedaan penerapan ini antara lain disebabkan oleh perbedaan visi, misi dan tujuan, lingkungan dan cara beroperasi, tingkat kerumitan organisasi, sejarah dan latar belakang serta budaya, serta risiko yang dihadapi.

2.1.2.4Informasi dan Komunikasi

Informasi yang berhubungan perlu diidentifikasi, ditangkap dan dikomunikasikan dalam bentuk dan kerangka waktu yang memungkinkan para


(31)

pihak memahami tanggung jawab. Sistem informasi menghasilkan laporan, kegiatan usaha, keuangan dan informasi yang cukup untuk memungkinkan pelaksanaan dan pengawasan kegiatan Instansi Pemerintah. Informasi yang dibutuhkan tidak hanya internal namun juga eksternal. Komunikasi yang efektif harus meluas di seluruh jajaran organisasi dimana seluruh pihak harus menerima pesan yang jelas dari manajemen puncak yang bertanggung jawab pada pengawasan. Semua pegawai harus paham peran mereka dalam Sistem Pengendalian Intern seperti juga hubungan kerja antar individu. Mereka harus memiliki alat yang menyebarluaskan informasi penting.

2.1.2.5 Monitoring/Pemantauan

Pemantauan Sistem Pengendalian Intern dilaksanakan melalui pemantauan berkelanjutan, evaluasi terpisah, dan tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan

review lainnya. Pemantauan berkelanjutan diselenggarakan melalui kegiatan pengelolaan rutin, supervisi, pembandingan, rekonsiliasi dan tindakan lain yang terkait dalam pelaksanaan tugas. Evaluasi terpisah diselenggarakan melalui penilaian sendiri, review, dan pengujian efektivitas Sistem Pengendalian Intern yang dapat dilakukan oleh aparat pengawasan intern pemerintah atau pihak eksternal pemerintah dengan menggunakan daftar uji pengendalian intern.

Tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan review lainnya harus segera diselesaikan dan dilaksanakan sesuai dengan mekanisme penyelesaian rekomendasi hasil audit dan review lainnya yang ditetapkan.


(32)

2.1.3 Prinsip Umum Penyelengaraan SPIP di Indonesia dan di Beberapa

Negara

Istilah pengendalian internal baru dipergunakan pada Undang-Undang No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Namun, belum dibahas secara mendetail tentang tata cara pelaksanaan pengendalian internal. Perkembangan pengendalian intern di Indonesia mulai ditandai dengan terbitnya PP No 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). Terbitnya PP No 60 Tahun 2008 ini merupakan amanat Pasal 58 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Inti dari PP No 60 tahun 2008 adalah menciptakan suatu Sistem Pengendalian Intern yang dapat mewujudkan praktik

good governance dalam pemerintahan.

Sejalan dengan perkembangan, PP 60 mengadopsi pendekatan COSO dengan beberapa modifikasi. Pertimbangan pemilihan pendekatan COSO ini disebabkan Sistem Pengendalian Intern yang baik dalam rangka memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi, tidak cukup hanya menekankan pada prosedur dan kegiatan saja, tetapi juga menempatkan manusia sebagai faktor yang dapat membuat pengendalian tersebut berfungsi.

Konsep dasar pengendalian memandang bahwa Sistem Pengendalian Intern bukan suatu kejadian atau keadaan yang terjadi sesaat dan mandiri, akan tetapi merupakan suatu rangkaian tindakan yang mencakup seluruh kegiatan instansi yang dilakukan untuk mendapatkan keyakinan yang wajar bahwa tujuan akan dicapai. Konsep ini memberikan prinsip umum yang harus diperhatikan dalam menerapkan SPIP yaitu:


(33)

1. Sistem Pengendalian Intern sebagai proses yang integral dan menyatu dengan instansi atau kegiatan secara terus menerus

Sistem Pengendalian Intern akan efektif apabila dibangun ke dalam infrastruktur suatu instansi dengan menjadi bagian dari organisasi yang dikenal dengan istilah ”built-in”. Pengertian built-in adalah suatu proses yang terintegrasi dengan kegiatan, dan akan menyatu dengan pelaksanaan fungsi manajemen, mulai dari perencanaan sampai evaluasi.

2. Sistem Pengendalian Intern dipengaruhi oleh manusia

Efektivitas Sistem Pengendalian Inten sangat bergantung pada manusia yang melaksanakannya. Manajemen menetapkan tujuan, merancang dan melaksanakan mekanisme pengendalian, memantau serta mengevaluasi pengendalian. Selanjutnya, seluruh pegawai dalam instansi memegang peranan penting untuk melaksanakan Sistem Pengendalian Intern secara efektif.

3. Sistem Pengendalian Intern memberikan keyakinan yang memadai, bukan keyakinan yang mutlak

Betapapun baiknya perancangan dan pengoperasian Sistem Pengendalian Intern dalam suatu instansi, tidak dapat memberikan jaminan keyakinan yang mutlak bahwa tujuan instansi dapat tercapai. Hal ini disebabkan kemungkinan pencapaian tujuan tetap dipengaruhi oleh keterbatasan yang melekat dalam seluruh Sistem Pengendalian Intern, seperti kesalahan manusia, pertimbangan yang keliru, dan adanya kolusi.

4. Sistem Pengendalian Intern diterapkan sesuai dengan kebutuhan ukuran, kompleksitas, sifat, tugas dan fungsi Instansi Pemerintah


(34)

Bentuk, luasan dan kedalaman pengendalian akan tergantung pada tujuan dan ukuran instansi, serta sesuai dengan kebutuhan dan ciri kegiatan serta lingkungan yang melingkupinya, karakter operasi dan lingkungan dimana kegiatan instansi dilaksanakan. Dengan konsep ini, tidak ada pengendalian yang dimiliki suatu instansi yang langsung dapat ditiru dan diterapkan pada instansi lain.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), antara lain (Wibisono, 2010):

1. Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia adalah merupakan modal utama dan penggerak dalam suatu organisasi, dan merupakan soft control dalam penerapan SPIP ini. Sumber daya manusia yang dimaksudkan adalah SDM yang memiliki integritas dan mentaati nilai etika. Sumber daya manusia yang mempunyai integritas dan mentaati etika adalah merupakan komponen penting dalam mendorong agar organisasi dapat berjalan pada relnya.

2. Komitmen

Komitmen merupakan keterikatan untuk melaksanakan suatu kegiatan (Usman, 2010). Keberhasilan dan kunci sukses tercapainya tujuan organisasi sangat dipengaruhi oleh komitmen dari seluruh pimpinan dan pegawai dalam menjalankan organisasi. Dalam penerapan SPIP, komitmen pimpinan sangat diharapkan sehingga apapun keputusan maupun kebijakan yang akan diambil terkait dengan perbaikan terhadap pengendalian intern, prosedur dan aturan yang akan dilaksanakan mendapatkan dukungan sepenuhnya dari pimpinan.


(35)

3. Keteladanan dari Pimpinan

Lingkungan pekerjaan sangat mempengaruhi pembentukan karakter dan budaya kerja dalam suatu organisasi. Dalam suatu kondisi lingkungan yang kondusif, dengan pimpinan yang selalu memberikan contoh perilaku yang positif, selalu mendorong bawahan untuk terbiasa bersikap terbuka, jujur dan disiplin akan memudahkan organisasi dalam pencapaian tujuannya. Keteladan pimpinan dalam bersikap dan bertingkah laku akan dapat mendorong terciptanya budaya kerja yang selalu mengedepankan nilai-nilai kejujuran, etika dan disiplin.

4. Ketersediaan Infrastruktur

Keberadaan infrastruktur mencakup antara lain: pedoman, kebijakan, dan prosedur yang terintegrasi dengan unsur-unsur SPIP lainnya, sesuai dengan proses bisnis dan karakteristik suatu Instansi Pemerintah terkait dengan penyelenggaraan SPIP. Keberadaan infrastruktur harus didukung oleh implementasi dari infrastruktur SPIP tersebut.

Sedangkan perkembangan Sistem Pengendalian Intern di beberapa negara telah berkembang dengan pesat dan mapan yang terbukti menjadi suatu perangkat yang efektif untuk pengendalian internal pemerintah.

Di negara China, perkembangan audit internal perusahaan didorong oleh meningkatnya pertumbuhan makroekonomi bersama dengan penerapan kebijakan administratif pemerintah (Jou, 1997). Audit internal diakui sebagai salah satu fungsi penting dari pengendalian internal dalam kegiatan operasional perusahaan. Dalam pelaksanaannya, unit audit internal pada perusahaan milik pemerintah memiliki hubungan yang dekat dengan badan peraturan pemerintah. Standar no.


(36)

29 pada National Auditing Law mengatur tentang tata cara pembentukan unit audit internal pada perusahaan milik pemerintah yang harus dipandu dan diawasi oleh pemerintah lokal yang pengawasannya dari pemimpin departemen mereka sendiri maupun dari pemerintah dalam hal ini diwakili departemen audit negara (Jou 1997; Cai dan 1997).

Salah satu negara bagian Amerika Serikat yaitu New York juga memilki perkembangan yang pesat dalam Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Komponen Sistem Pengendalian Intern yang terdiri dari lingkungan pengendalian, penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi serta pemantauan juga telah berkembang yang dilengkapi dengan aktivitas pendukung lainnya seperti evaluasi, rencana strategis dan audit internal.

Revisi Standards For Internal Control In New York state Government di tahun 2005 menyatakan bahwa pengendalian internal bukan hanya satu set prosedur yang ditujukan untuk pengamanan aset, tapi lebih jauh memiliki fungsi dalam mengidentifikasi, memonitor dan manajemen risiko (sumber:

2.1.4 Sistem Pengendalian Intern dan Laporan Keuangan Pemerintah

Daerah

Laporan Keuangan Pemerintah Daerah pada dasarnya merupakan asersi atau pernyataan dari pihak manajemen pemerintah daerah yang menginformasikan kepada pihak lain yaitu pemegang kepentingan yang ada tentang kondisi keuangan pemerintah daerah. Menurut Mahmudi (2007), untuk melindungi para


(37)

pengguna laporan keuangan, maka diperlukan pihak ketiga yaitu auditor independen dalam menilai kualitas laporan keuangan pemerintah daerah.

Agar suatu laporan keuangan dapat memberikan keyakinan kepada penggunannya dan dipergunakan dalam proses pengambilan keputusan, diperlukan adanya pernyataan kualitas atas laporan keuangan (opini) yang diberikan oleh auditor ekstern. Sesuai dengan pasal 23 UUD 1945, yang berwenang untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara Indonesia adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan yang bertujuan untuk memberikan keyakinan memadai (reasonable assurance) bahwa laporan keuangan telah disajikan secara wajar dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

Peningkatan akuntabilitas keuangan negara yang tercermin dari opini yang diberikan oleh BPK, sangat terkait dengan efektifivitas pengendalian intern yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Keluarnya PP 60 tahun 2008 menunjukkan adanya komitmen dari pemerintah untuk untuk membangun Sistem Pengendalian Intern yang memadai untuk menjamin tercapainya tujuan pemerintah secara efektif dan efisien.

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, pasal 55 ayat (4) menyatakan Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang memberikan pernyataan bahwa pengelolaan APBN telah diselenggarakan berdasarkan Sistem Pengendalian Intern yang memadai dan akuntansi keuangan yang diselenggarakan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP).


(38)

Selanjutnya, pasal 58 ayat (1) dan (2) undang-undang tersebut juga menyatakan dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, Presiden selaku Kepala Pemerintahan mengatur dan menyelenggaran Sistem Pengendalian Intern di lingkungan pemerintah secara menyeluruh.

Dalam suatu Sistem Pengendalian Intern yang efektif diperlukan adanya fungsi internal audit yang berperan sebagai “mata dan telinga” dari pimpinan tertinggi organisasi. Secara berkala, internal auditor akan menyampaikan laporan hasil audit yang berisi rekomendasi perbaikan terhadap kelemahan atau penyimpangan yang ditemui dalam pemeriksaan. Laporan yang diterbitkan oleh

Association of Certified Fraud Examiners pada tahun 2002 menunjukkan bahwa pengendalian intern yang kuat merupakan faktor yang paling efektif dalam upaya mengatasi korupsi dibandingkan dengan kamera pengintai (surveillance camera) sebagai faktor yang paling kurang efektif (Indreswari, 2010).

Keberhasilan penerapan SPIP pada suatu daerah tidak terlepas dari kesamaan persepsi dan dukungan dari seluruh jajaran yang dilingkungannya untuk berkomitmen menerapkan unsur-unsur dan sub unsur-sub unsur yang termuat di dalam PP 60 tahun 2008 tentang SPIP. Untuk itu, setiap Instansi Pemerintah diharapkan sudah memahami tahapan dan langkah-langkah yang harus ditempuh untuk mensukseskan penerapan SPIP di daerahnya.

2.1.5 Kinerja Manajerial

Kinerja manajerial merupakan kemampuan atau prestasi kerja yang telah dicapai oleh personil atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, dalam


(39)

melaksanakan fungsi, tugas dan tanggung jawab mereka dalam menjalankan operasional perusahaan.

Kinerja manajerial yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kinerja individu dalam kegiatan manajerial yang mencakup perencanaan, investigasi, koordinasi, evaluasi, pengawasan, pemilihan staff, negosiasi dan perwakilan. Perencanaan merupakan penentuan kebijakan sekumpulan kegiatan untuk selanjutnya dilaksanakan dengan mempertimbangkan kondisi waktu sekarang dan yang akan datang. Perencanaan bertujuan untuk memberikan pedoman dan tata cara pelaksanaan tujuan, kebijakan, prosedur, penganggaran dan program kerja sehingga terlaksana sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan. Investigasi merupakan kegiatan untuk melakukan pemeriksaan melalui pengumpulan dan penyampaian informasi sebagai bahan pencatatan, pembuatan laporan, sehingga mempermudah dilaksanakannya pengukuran hasil dan analisis terhadap pekerjaan yang telah dilakukan. Pengkoordinasian merupakan proses jalinan kerjasama dengan bagian-bagian lain dalam organisasi melalui tukar-menukar informasi yang dikaitkan dengan penyesuaian program-program kerja. Evaluasi adalah penilaian yang dilakukan oleh manajer terhadap rencana yang telah dibuat, dan ditujukan untuk menilai pegawai dan catatan hasil kerja sehingga dari hsil penilaian tersebut dapat diambil keputusan yang diperlukan. Pengawasan merupakan penilaian untuk mendapatkan keyakinan bahwa perencanaan, pengkoordinasian, penyusunan personalia dan pengarahan telah berjalan secara efektkif.

Pemilihan staf (staffing) yang disebut sebagai penyusunan personalia merupakan fungsi manajemen yang berkenaan dengan prekrutan, penarikan,


(40)

penempatan, pemberian latihan kepada pegawai, mempromosikan pegawai dan melakukan mutasi terhadap pegawai yang sudah tentu memperhatikan ketrampilan pegawai dan kebutuhan perusahaan. Proses penyusunan personalia dapat dipandang sebagai suatu rangkaian kegiatan yang dilaksanakan terus-menerus untuk menjaga pemenuhan kebutuhan personalia perusahaan agar setiap bagian ditempatkan oleh personil yang tepat dan pada saat yang tepat. Negoisasi dalam hal ini berkaitan dengan pengambilan keputusan baik dalam satu bagian maupun secara keseluruhan dalam perusahaan dengan menyelaraskan kebutuhan perusahaan dengan kebutuhan karyawan terlebih khusus dalam proses penyusunan dan pencapaian target anggaran. Sedangkan perwakilan dalam hal ini dimaksudkan dengan kegiatan manajer dalam hal menghadiri pertemuan-pertemuan dengan perusahaan lain, perkumpulan bisnis, acara kemasyarakatan dan pendekatan-pendekatan ke masyarakat untuk mempromosikan tujuan umum perusahaan.

Sebagai bahan masukan kinerja manajerial aparat pemerintah daerah didapati beberapa pengalaman beberapa negara maju dalam melakukan pembenahan kinerja SDM aparat. Di Pemerintah Inggris, peningkatan kapasitas dan kinerja kepemimpinan dilakukan melalui beberapa strategi diantaranya dalam menentukan tipikal kepemimpinan apa yang paling dibutuhkan, penetapan program pembangunan (pelayanan publik) yang lebih efektif dan tertarget dengan baik dan penciptaan pelayanan publik yang lebih terbuka dan luas. Upaya pembenahan SDM aparat di Inggris tersebut dilakukan oleh British Cabinet Office

yang bertanggung jawab langsung kepada Perdana Menteri. Melalui Cabinet Office ini bertugas melakukan peran sentral dalam manajemen SDM aparat


(41)

dengan menyusun kerangka kerja untuk penempatan staf serta memberikan pertimbangan dalam hal rekrutmen, pemberian kesempatan yang sama, gaji,

pensiun serta pelatihan dan pengembangan (sumber:

Pemerintah Australia sendiri melakukan penerapan sistem kerja dan kondisi lainnya pada sektor swasta ke dalam sektor publik dalam peningkatan kinerja aparat melalui perbaikan gaji dan kondisi kerja. Melalui penerapan tersebut terdapat perubahan yang mendasar antara lain terjadinya perubahan budaya kerja secara signifikan yang menghasilkan peningkatan produktivitas serta pelayanan yag semakin optimal. Gaji maupun insentif yang didaasarkan pada kinerja atau produktivitas telah semakin meningkatkan kesadaran aparat akan pentingnya pencapaian yang optimal. Diaamping hal itu, terjadi pula perubahan lain yang signifikan berupa hadirnya proses manajemen berbasis nilai yang dilihat sebagai bagian esensial bagi pencapaian visi pemerintah, yang berkaitan dengan peningkatan kinerja aparatnya (Ellison, 1999).

Sedangkan di Selandia Baru melalui State Sector Act (SSC) bertanggung jawab dalam pembenahan kinerja SDM aparat dalam peningkatan kinerja manajerial aparat dengan melaksanakan beberapa hal seperti meninjau kinerja semua badan pemerintah, memberikan input kepada setiap departemen tentang sistem manajemen, struktur dan organisasi. SSC juga mempromosikan dan mengembangkan kebijakan dan program personil, menegoisasikan kondisi pekerjaan sektor publik serta memberikan nasihat untuk pelatihan dan pengembangan staf. Hasil yang dicapai dari pelaksanaan ini adalah terjadinya pengurangan jumlah pegawai dan perampingan struktur. Namun, terdapat juga


(42)

kesulitan dalam implementasi kebijakan yang dilakukan berupa kurangnya aparat yang benar-benar berkualitas dalam menjalankan peran sebagai manajer yang dibebani tanggung jawab untuk mengadopsi mekanisme kerja pasar.

Selain ketiga negara maju tersebut, terdapat juga negara lain khususnya di Asia Tenggara kinerja manajerial yang aparat pemerintah nya sudah baik. Misalnya Pemerintah Malaysia, yang sudah mengadopsi beberapa nilai etis ke dalam manajemen SDM aparat di pemerintahannya. Melalui Management Integrity Committees (MIC), negara tersebut berusaha menciptakan sistem administrasi dan aparat pemerintah yang efisien dan disiplin dengan tingkat integritas yang tinggi melalui praktek-praktek yang beretika serta mengatasi berbagai masalah dan kelemahan yang berhubungan dengan korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, dan sebagainya.

Tujuan utama penilaian kinerja adalah memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran perusahaan yang telah ditetapkan sebelumnya agar mencapai hasil yang diinginkan. Penilaian kinerja juga memberikan pendalaman yang penting pada manajemen mengenai segala segi efiensi operasional dan mengungkapkan masalah perilaku yang penting karena inefisiensi maupun efisiensi perorangan (Welsch, dkk, 2000:475). Penilaian kinerja dilakukan untuk menekan perilaku yang tidak semestinya dan sekaligus mendorong untuk menegakkan perilaku yang semestinya melalui umpan balik hasil kinerja pada waktunya.


(43)

2.2 Review Peneliti Terdahulu (Theoretical Mapping)

Beberapa penelitian yang pernah dilakukan antara lain oleh Harefa (2008) mengenai Analisis Pengaruh Partisipasi dalam Penyusunan Anggaran terhadap Kinerja Manajerial dengan Komunikasi sebagai Variabel Moderating pada PT BNI Tbk Medan hasil yang didapat partisipasi manajer dalam penganggaran berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial dan komunikasi.

Primastuti (2008) meneliti mengenai Penilaian terhadap Sistem Pengendalian Intern Dalam Pengelolaan Aset Tetap Pada Pemerintah Kota Depok, hasil yang diperoleh pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern dalam pengelolaan aset tetap pada Pemerintah Kota Depok belum efektif.

Ramandei (2009) meneliti mengenai Pengaruh Karakteristik Sasaran Anggaran dan Sistem Pengendalian Intern terhadap Kinerja Manajerial Aparat Pemerintah Daerah (Studi Empiris pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Kota Jayapura) hasil yang diperoleh Karakteristik Sasaran Anggaran tidak berpengaruh terhadap Kinerja Manajerial sedangkan Sistem Pengendalian Intern berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Manajerial.

Lalia (2009) meneliti Analisis Penyelenggaraan PP 60 Tahun 2008 Tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Pada Dua Pemda di Sumatera Barat hasil yang diperoleh penyelenggaraan SPIP tidak mempengaruhi opini yang diperoleh atas Laporan Keuangan.

Damanik (2011) meneliti Pengaruh Budgetary Goal Characteristics

dan Keadilan Prosedural terhadap Kinerja Manajerial (Pada Pejabat Eselon III dan IV pada Pemerintah Kota Tebing Tinggi) mendapatkan hasil Budgetary Goal


(44)

Characteristics (BGC) dan Keadilan Prosedural baik secara simultan maupun secara parsial berpengaruh terhadap Kinerja Manajerial.

Tabel 2.1 Review Peneliti Terdahulu

Tahun Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian

Kornelius Harefa (2008) Anindita Primastuti (2008) Pilipus Ramandei (2009) Zumriyatun Lalia (2009) Ayu Zurlaini Damanik (2011)

Analisis Pengaruh Partisipasi dalam Penyusunan Anggaran terhadap Kinerja Manajerial dengan Komunikasi sebagai Variabel Moderating pada PT BNI Tbk Medan

Penilaian Terhadap Pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern Dalam Pengelolaan Aset Tetap Pada Pemerintah Kota Depok

Pengaruh Karakteristik Sasaran Anggaran dan Sistem Pengendalian Intern terhadap Kinerja Manajerial Aparat Pemerintah Daerah (Studi Empiris pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Kota Jayapura)

Analisis Penyelenggaraan PP 60 Tahun 2008 Tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Pada Dua Pemda di Sumatera Barat

Pengaruh Budgetary Goal

Characteristics dan Keadilan

Prosedural terhadap Kinerja Manajerial (Pada Pejabat Eselon III dan IV pada Pemerintah Kota Tebing Tinggi)

Variabel Independen: partisipasi dalam penyusunan anggaran (X).

Variabel moderating: komunikasi.

Variabel dependen: kinerja manajerial (Y).

Variabel Independen: Lingkungan Pengendalian (X1), Penaksiran Risiko

(X2), Aktivitas Pengendalian (X3), Informasi dan Komunikasi (X4), Pemantauan (X5).

Variabel dependen: Pengelolaan Aset Tetap (Y).

Variabel Independen: karakteristik sasaran anggaran (partisipasi anggaran, kejelasan sasaran anggaran, umpan balik anggaran dan evaluasi anggaran) (X1, X2, X3, X4), sistem pengendalian intern (X5). Variabel dependen: kinerja manajaerial (Y).

Variabel Independen : Penerapan SPIP (X) Variabel dependen :

Opini atas Laporan Keuangan (Y)

Variabel Independen :

budgetary goal

charastiristics (X1),

keadilan prosedural (X2). Variabel dependen : kinerja manajerial (Y).

Partisipasi manajer dalam penganggaran

berpengaruh positif

terhadap kinerja manajerial dan komunikasi.

Pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern dalam pengelolaan aset tetap pada Pemerintah Kota Depok belum efektif.

Karakteristik Sasaran Anggaran tidak berpengaruh terhadap Kinerja Manajerial sedangkan Sistem Pengendalian Intern berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Manajerial

Penerpan SPIP pada kedua daerah tidak langsung mempengaruhi opini atas laporan keuangan.

Budgetary Goal Characteristics (BGC) dan

Keadilan Prosedural baik secara simultan maupun

secara parsial berpengaruh terhadap Kinerja Manajerial.


(45)

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan perhatian pada hubungan variabel Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dengan kinerja manajerial. Berikut ini merupakan kerangka konsep yang disajikan sebagai berikut:

SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP)

Lingkungan Pengendalian

X1

Penilaian Resiko

X2

Kegiatan Pengendalian

X3

Kinerja Manajerial

Y

Informasi dan Komunikasi

X4

Pemantauan

X5

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Salah satu tujuan Sistem Pengendalian Intern adalah tercapainya tujuan operasi dalam organisasi. Hal ini berhubungan dengan efektifitas dan efisiensi dari


(46)

kegiatan operasional seperti kinerja. Dalam rangka meningkatkan kinerja, pemerintah mengatur dan menyelenggarakan Sistem Pengendalian Intern di lingkungan pemerintah secara menyeluruh. Lima komponen (unsur-unsur) Sistem Pengendalian Intern yang saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya diharapkan dapat meningkatkan kinerja.

Kerangka konseptual tersebut menggambarkan analisis pengaruh lima komponen Sistem Pengendalian Intern yaitu: lingkungan pengendalian, penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi serta pemantauan terhadap kinerja manajerial.

Pengendalian internal yang dikeluarkan COSO terdiri dari 5 (lima) komponen, yaitu lingkungan pengendalian, penilaian risiko, aktivitas pengendalian dan informasi dan komunikasi serta pemantauan. Pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern seharusnya bertumpu pada penguatan sistem pengendalian yang sudah terbangun dan dilaksanakan oleh seluruh aktor dalam organisasi mulai dari adanya kebijakan, pembentukan organisasi, penyiapan anggaran, sarana dan prasarana, penetapan personil yang melaksanakan, penetapan prosedur dan reviuw pada seluruh tahapan pembangunan.

Selanjutnya dalam penjelasan PP 60 tahun 2008 disebutkan bahwa unsur Sistem Pengendalian Intern dalam Peraturan Pemerintah ini mengacu pada unsur Sistem Pengendalian Intern yang telah dipraktikkan di lingkungan pemerintahan di berbagai negara, yang meliputi: Lingkungan pengendalian yang menjelaskan pimpinan instansi pemerintah dan seluruh pegawai harus menciptakan dan memelihara lingkungan dalam keseluruhan organisasi yang menimbulkan perilaku positif dan mendukung terhadap pengendalian intern dan manajemen yang sehat,


(47)

penilaian risiko mencerminkan sejauhmana pengendalian intern harus memberikan penilaian atas risiko yang dihadapi unit organisasi baik dari luar maupun dari dalam, kegiatan pengendalian membantu memastikan bahwa arahan pimpinan Instansi Pemerintah dilaksanakan dan harus efisien dan efektif dalam pencapaian tujuan organisasi, informasi harus dicatat dan dilaporkan kepada pimpinan Instansi Pemerintah dan pihak lain yang ditentukan untuk disajikan dalam suatu bentuk dan sarana tertentu serta tepat waktu sehingga memungkinkan pimpinan Instansi Pemerintah melaksanakan pengendalian dan tanggung jawabnya dan pemantauan harus dapat menilai kualitas kinerja dari waktu ke waktu dan memastikan bahwa rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya dapat segera ditindaklanjuti. Untuk memperkuat dan menunjang efektivitas penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern dilakukan pengawasan intern dan pembinaan penyelenggaraan SPIP.

Lingkungan pengendalian dibentuk oleh perilaku dari orang-orang di dalam organisasi yang mendukung pengendalian internal dan mempengaruhi kesadaran mereka akan pentingnya pengendalian dalam mencapai tujuan organisasi. Proses pengendalian lingkungan dilakukan melalui para pimpinan (manajer) dengan penentuan tujuan dan strategi, pelaksanaan dan pengukuran serta analisis kinerja dan penghargaan, Muslimin (2007).

Penilaian risiko terdiri atas identifikasi risiko dan analisis risiko. Dalam rangka penilaian risikonya, pimpinan Instansi Pemerintah (manajer) menetapkan tujuan pada tingkat kegiatan dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Identifikasi risiko yang menghambat pencapaian tujuan


(48)

selanjutnya dianalisis untuk mengatahui pengaruhnya terhadap pencapaian tujuan yaitu kinerja dari pimpinan (manajer) itu sendiri.

Kegiatan pengendalian merupakan tindakan yang diperlukan untuk mengatasi risiko, penetapan dan pelaksanaan kebijakan serta prosedur, untuk memastikan bahwa tindakan mengatasi risiko telah dilaksanakan secara efektif. Diharapkan dengan dilakukannya kegiatan pengendalian dapat menilai perbandingan antara kinerja Instansi Pemerintah dengan tolak ukur kinerja yang ditetapkan. Melalui kegiatan pengendalian ini dapat dinilai kinerja pimpinan (manajer) dalam menjalankan tugas.

Informasi dan komunikasi merupakan suatu proses pengumpulan dan pertukaran informasi yang dibutuhkan untuk melaksanakan, mengelola dan mengendalikan kegiatan instansi. Informasi yang diperoleh dari sumber internal dan eksternal disampaikan kepada pimpinan Instansi Pemerintah sebagai bagian dari laporan kinerja operasional pimpinan (manajer) terhadap tujuan Instansi Pemerintah yang telah ditetapkan.

Pemantauan adalah proses penilaian atas mutu kinerja yang dilakukan dalam satu periode tertentu. Pemantauan pengendalian intern berkaitan erat dengan upaya pencapaian misi organisasi yang telah ditetapkan dalam perencanaan strategis dan dijabarkan dalam perencanaan kinerja. Pemantauan dilakukan untuk memastikan apakah pengendalian intern telah berfungsi seperti yang diharapkan dalam pelaksanaan kegiatan terhadap pencapaian tujuan organisasi dan penilaian kinerja dari aparat pemerintah.

Soeseno (2009), dalam penelitiannya menyatakan dengan adanya pengendalian intern maka seluruh proses kegiatan audit, review, evaluasi,


(49)

pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolak ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisiensi untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata kepemerintahan yang baik. Oleh karena itu diharapkan dengan Sistem Pengendalian Intern yang efektif akan berpengaruh terhadap kinerja aparat pemerintah daerah.

3.2 Hipotesis

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, tinjauan pustaka dan kerangka konsep pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah terhadap kinerja pejabat dapat diajukan hipotesis sebagai berikut: Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap kinerja manajerial pejabat di lingkungan Pemerintah Kota Tebing Tinggi.


(50)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kausal (Causal Research) yang bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan sebab akibat antara berbagai variabel. Penelitian kausal bertujuan untuk menguji hipotesis dan merupakan penelitian yang menjelaskan fenomena dalam bentuk hubungan antar variabel (Erlina, 2008). Tujuan penelitian adalah menguji hipotesis yang berkaitan dengan responden yang diteliti. Hasil pengujian digunakan sebagai dasar untuk menarik kesimpulan penelitian, mendukung atau menolak hipotesis yang dikembangkan dari telaah teoritis. Penelitian ini akan mengidentifikasi bagaimana variabel independen mempengaruhi variabel dependen. Dalam hal ini variabel yang diteliti adalah Sistem Pengendalian Intern Pemerintah terhadap kinerja manajerial.

4.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di lingkungan Pemerintah Kota Tebing Tinggi. Objek penelitian adalah para pejabat eselon II dan III pada tiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

4.3 Populasi dan Sampel

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pejabat eselon II dan III di Kota Tebing Tinggi yang berjumlah 132 orang dari 27 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang terdiri dari pejabat eselon II berjumlah 21 orang dan pejabat eselon III sebanyak 111 orang .


(51)

Tabel 4.1 Daftar Populasi dan Sampel Penelitian

No SKPD Populasi Sampel

1 Dinas Pendidikan 7 orang 3 orang

2 Dinas Kesehatan 7 orang 3 orang

3 Rumah Sakit Umum 6 orang 2 orang

4 Dinas Pekerjaan Umum 6 orang 2 orang

5 Bappeda 6 orang 2 orang

6 Dinas Perhubungan 6 orang 3 orang

7 Kantor Lingkungan Hidup 1 orang 1 orang

8 Dinas Kebersihan dan Pertamanan 6 orang 3 orang

9 Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil 6 orang 2 orang

10 Kantor Pemberdayaan Perempuan dan KB 1 orang 1 orang

11 Dinas Sosial dan Tenaga Kerja 6 orang 2 orang

12 Diskouperindag 6 orang 3 orang

13 Disporabudpar 6 orang 2 orang

14 Kesbang Linmas 6 orang 3 orang

15 Kantor Satuan Polisi Pamong Praja 1 orang 1 orang

16 BPBD 1 orang 1 orang

17 Sekretariat Daerah 10 orang 3 orang

18 Sekretariat DPRD 6 orang 3 orang

19 Inspektorat 6 orang 3 orang

20 Kecamatan 5 orang 2 orang

21 Dinas Pendapatan 6 orang 3 orang

22 Badan Kepegawaian 6 orang 2 orang

23 Kantor Pelayanan dan Perizinan Terpadu 1 orang 1 orang

24 Kantor Ketahanan Pangan 1 orang 1 orang

25 BPMK 6 orang 2 orang

26 Kantor Perpustakaan Umum 1 orang 1 orang

27 Dinas Pertanian 6 orang 2 orang

Jumlah 132 orang 57 orang

Pengambilan pejabat eselon II dan III dikarenakan rata-rata pejabat terkait adalah pejabat level atas dan tengah yang bertanggung jawab pada setiap unit kerjanya pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Penelitian ini menggunakan teknik stratified random sampling dalam pengambilan sampel yaitu


(52)

sebanyak 57 orang dari 132 orang berdasarkan kriteria kecukupan sampel menurut rumus Slovin yaitu:

n = N 1 + N(e)2 n = 132

1 + 132(0.1)2 = 57

Estimasi sampel = Populasi eselon di tiap SKPD Jumlah seluruh populasi

x 57

4.4 Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data kualitatif yang terdiri dari data primer. Data primer menurut Indrianto dan Supomo (1999) “data merupakan sumber data yang diperoleh secara langsung sesuai asli (tidak melalui media perantara)”. Data primer pada penelitian ini, berasal dari hasil kuesioner yang diisi oleh pejabat eselon II dan III di setiap bagian, dinas, badan, dan kantor di lingkungan Pemerintah Kota Tebing Tinggi.

Tehnik pengumpulan data ini adalah mengunakan kuesioner seperti yang di ungkapkan oleh Sugiono (1999) bahwa “ kuesioner adalah tehnik pengumpulan data yang dilakukan dengan memberi seperangkat pertanyaan atau pertanyaan tertulis kepada responden untuk di jawabnya”. Pertanyaan pada kuesioner bersumber dari Daftar Uji Pelaksanaan SPI Pemerintah (PP 60/2008) yang diadaptasi dari The Commitee of Sponsoring of The Treadway Commision

(COSO). Penilaian efektivitas dari pelaksanaan sistem pengendalian internal dilakukan responden dengan memberikan jawaban positif atau negatif mengenai pernyataan dengan skor 1 sampai 5.


(53)

Sedangkan untuk kuesioner kinerja manajerial diambil dari penelitian Mahoney, Jerdee dan Caroll (1963) dan diadaptasi sesuai dengan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006. Kuesioner terdiri dari pertanyaan-pertanyaan dengan konotasi positif dan negatif dengan skor 1 sampai 5 untuk variabel kinerja manajerial yang diberi skor 1 sampai 5, untuk pertanyaan dalam proses pengolahan data skor tersebut akan dibalik.

4.5 Definisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel

Definisi operasional dari masing-masing varibel merupakan definisi yang dijadikan sebagai dasar untuk menentukan besarnya nilai dari masing-masing variabel tersebut.

4.5.1 Kinerja Manajerial (Variabel Dependen) (Y)

Kinerja manajerial adalah tingkat keberhasilan para pejabat terkait yang mencakup tingkat kecakapan dalam melaksanakan aktivitas manajemen meliputi perencanaan, investigasi, koordinasi, evaluasi, pengawasan, pengaturan staf, negosiasi dan perwakilan. Variabel ini diukur dengan menggunakan instrumen sembilan item kuesioner yang dikembangkan oleh Mahoney et al (1963). Skala pengukurannya adalah interval dengan skor 1 sampai 5. dimana skor 5 (SS=sangat setuju), skor 4 (S=setuju), skor 3 (N=netral), skor 2 (TS=tidak setuju) dan skor 1 (STS=sangat tidak setuju). Menurut Bastian (2006), secara umum kinerja merupakan gambaran pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan dalam mencapai tujuan, visi dan misi suatu organisasi.


(54)

4.5.2 Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (Variabel Independen)

Sistem Pengendalian Intern adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) adalah Sistem Pengendalian Intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Unsur Sistem Pengendalian Intern meliputi:

1. Lingkungan pengendalian (X1). Pengukuran variabel ini menggunakan instrumen kuesioner dengan 9 butir pertanyaan untuk mengukur variabel lingkungan penelitian yaitu mengenai:

(1) Struktur organisasi

(2) Pembagian wewenang dan pembebanan tanggung jawab (3) Komitmen terhadap kompetensi

(4) Kebijakan dan praktek sumber daya manusia (5) Nilai integritas dan etika

(6) Filosofi dan gaya operasi manajemen (7) Komite audit

2. Penilaian risiko (X2). Pengukuran variabel ini menggunakan instrumen kuesioner dengan 5 butir pertanyaan untuk mengukur variabel penilaian risiko yaitu mengenai:

(1) Proses perencanaan (2) Identifikasi risiko


(55)

(3) Analisis risiko

3. Kegiatan pengendalian (X3). Pengukuran variabel ini menggunakan instrumen kuesioner dengan 6 butir pertanyaan untuk mengukur variabel kegiatan pengendalian yaitu mengenai:

(1) Kegiatan pengendalian diutamakan pada kegiatan pokok Instansi Pemerintah

(2) Prosedur yang telah ditetapkan harus dilaksanakan sesuai yang ditetapkan secara tertulis

(3) Proses pengelolaan, pengamanan dan pengendalian fisik atas aset (4) Pencatatan atas setiap transaksi yang terjadi

4. Informasi dan komunikasi (X4). Pengukuran variabel ini menggunakan instrumen kuesioner dengan 5 butir pertanyaan untuk mengukur variabel informasi dan komunikasi yaitu mengenai:

(1) Proses identifikasi, pencatatan dan pengkomunikasian informasi dalam bentuk dan waktu yang tepat

(2) Penyediaan dan pemanfaatan berbagai bentuk dan sarana komunikasi (3) Pengelolaan adn pengembangan sistem informasi

5. Pemantauan (X5). Pengukuran variabel ini menggunakan instrumen kuesioner dengan 5 butir pertanyaan untuk mengukur variabel pemantauan yaitu mengenai:

(1) Kegiatan pemantauan (2) Proses evaluasi

Skala pengukuran kelima variabel independen diatas adalah interval dengan skor 1 sampai 5. dimana skor 5 (BS=baik sekali), skor 4 (B=baik), skor 3


(56)

(N=netral), skor 2 (K=kurang) dan skor 1 (KS=kurang sekali). Definisi operasional dan skala pengukuran secara singkat dijelaskan pada tabel 4.2 berikut:

Tabel 4.2 Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Parameter Skala

Kinerja Manajerial

Merupakan tingkat keberhasilan para pejabat terkait yang mencakup tingkat kecakapan dalam

melaksanakan aktivitas manajemen meliputi perencanaan, investigasi, koordinasi, evaluasi,

pengawasan, pengaturan staf, negosiasi dan perwakilan

Variabel ini diukur dengan sembilan indikator yaitu perencanaan,

investigasi, pengkoordinasian, evaluasi, pengawasan, pengaturan staf, negosiasi dan perwakilan kinerja secara

menyeluruh Interval

(Dependen)

Lingkungan Merupakan kondisi yang dibangun dan diciptakan dalam suatu Instansi Pemerintah yang memengaruhi efektivitas pengendalian intern

Variabel ini meliputi struktur

organisasi, pembagian wewenang dan pembebanan tanggung jawab, komitmen terhadap kompetensi, kebijakan dan praktek sumber daya manusia, nilai integritas dan etika, Filosofi dan gaya operasi manajemen, komite audit. Interval Pengendalian (X1) Penilaian Risiko (X2)

Merupakan penetapan maksud dan tujuan instansi pemerintah yang jelas dan konsisten

Variabel ini meliputi proses perencanaan, identifikasi resiko, analisis resiko.

Interval Kegiatan

Pengendalian (X3)

Merupakan kebijakan dan prosedur yang membantu memastikan dilaksanakan arahan pimpinan instansi pemerintah untuk mengurangi risiko yang telah diidentifikasi

Variabel ini meliputi kegiatan pengendalian diutamakan pada kegiatan pokok Instansi Pemerintah, prosedur yang telah ditetapkan harus dilaksanakan sesuai yang ditetapkan secara tertulis, proses pengelolaan, pengamanan dan pengendalian fisik atas aset, pencatatan atas setiap transaksi yang terjadi.

Interval

Informasi dan komunikasi (X4)

Merupakan identitifikasi dan pengkomunikasian informasi dalam bentuk dan waktu yang tepat

Variabel ini meliputi proses identifikasi, pencatatan dan

pengkomunikasian informasi dalam bentuk dan waktu yang tepat,

penyediaan dan pemanfaatan berbagai bentuk dan sarana komunikasi, pengelolaan adn pengembangan sistem informasi

Interval

Pemantauan (X5)

Merupakan proses penilaian atas mutu kinerja SPI dan proses yang memberikan keyakinan bahwa temuan audit dan evaluasi lainnya segera ditindaklanjuti

Variabel ini meliputi: kegiatan pemantauan dan proses evaluasi


(57)

4.6 Metode Analisis Data

Pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini akan menggunakan teknik statistik deskriptif dan inferensial dalam menganalisis data multivariate. Tujuan penelitian di samping mendeskripsikan distribusi data, juga menguji dependensi dan interdependensi antar variabel yang diteliti (Indriantoro dan Supomo, 1998). Analisis dependensi merupakan metode statistik dalam analisis

multivariate yang digunakan untuk menjelaskan dan memprediksi satu atau lebih variabel dependen berdasarkan beberapa variabel independen. Analisis interdependensi merupakan metode statistik dalam analisis multivariate yang digunakan untuk mengetahui struktur dari sekelompok variabel atau objek.

4.6.1 Uji Kualitas Data

Kualitas data yang dihasilkan dari penggunaan instrumen penelitian dapat dievaluasi melalui uji validitas dan reliabilitas. Pengujian tersebut masing-masing untuk mengetahui konsistensi dan akurasi data yang dikumpulkan dari penggunaan instrumen. Ada 2 prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini untuk mengukur kualitas data, yaitu:

1. Uji validitas, digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Uji tersebut dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan apakah instrumen penelitian yang telah disususun benar-benar akurat sehingga mampu mengukur apa yang seharusnya diukur oleh kuesioner tersebut. Jika r hitung untuk r tiap butir dapat dilihat pada kolom Corrected Item-Total Correlation lebih besar dari r tabel dan nilai positif, maka butir atau pertanyaan tersebut dikatakan valid (Ghozali, 2006).


(58)

2. Uji reliabilitas, yaitu untuk menunjukkan sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten jika diulangi beberapa kali (Supramono dan Utami, 2004). Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach Alpha > 0,60 (Ghozali, 2006). Pengujian reliabilitas dilakukan dengan menggunakan alat bantu program statistik.

4.6.2 Uji Asumsi Klasik

Sebelum melakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis regresi berganda perlu dilakukan pengujian asumsi klasik sebagai persyaratan dalam analisis agar datanya dapat bermakna dan bermanfaat. Uji asumsi klasik meliputi:

1. Uji normalitas, bertujuan untuk mengetahui distribusi data dalam variabel yang akan digunakan dalam penelitian. Data yang baik dan layak digunakan dalam penelitian adalah data yang memiliki distribusi normal (Nugroho, 2005). Untuk menguji apakah distribusi data normal atau tidak dapat dilihat melalui normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dan distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal, dan ploting data akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data adalah normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya (Ghozali, 2006). Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini


(59)

adalah Uji Kolmogorov-Smirnov yaitu dengan membandingkan probabilitas dengan tingkat signifikansi tertentu:

1. Nilai Signifikan atau probabilitas < 0,05 maka distribusi data adalah tidak normal.

2. Nilai Signifikan atau probabilitas > 0,05, maka distribusi data adalah normal.

2. Uji multikolinieritas, bertujuan untuk menguji apakah ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen) pada model regresi. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan terdapat problem Multikolinieritas (multiko). Multikolinieritas adalah situasi adanya korelasi variabel-variabel bebas diantara satu dengan lainnya. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar variabel independen (Ghozali, 2002). Selain itu deteksi terhadap multikolinieritas juga bertujuan untuk menghindari kebiasan dalam proses pengambilan kesimpulan mengenai pengaruh pada uji parsial masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Deteksi multikolinieritas pada suatu model dapat dilihat jika nilai Variance Inflation Factor (VIF) tidak lebih dari 10 dan nilai

Tolerance tidak kurang dari 0,1. Maka model tersebut dapat dikatakan terbebas dari multikolineritas. VIF = 1/Tolerance, jika VIF = 10 maka

Tolerance = 1/10 = 0,1.

3. Uji heteroskesdastisitas, bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi perbedaan variance residual suatu periode pengamatan ke periode pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homokesdastisitas dan jika


(60)

berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas. Cara memprediksi ada tidaknya heteroskesdastisitas pada suatu model dapat dilihat dari pola gambar scatterplot model tersebut (Nugroho, 2005). Penelitian ini menggunakan metode grafik plot, untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas. Metode grafik plot dilakukan dengan cara mendiagnosa diagram residual plot. Residual plot (Studenzized) dibandingkan dengan hasil prediksi. Jika titik-titik sebar membentuk pola tertentu dan teratur bergelombang, melebar kemudian menyempit, maka mengidentifikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.

4.6.3 Model Pengujian Hipotesis

Penelitian ini menggunakan 1 variabel dependen dan 5 variabel independen maka untuk menguji hipotesis yang diajukan digunakan alat analisis regresi berganda (multiple regresion anlysis). Regresi bertujuan untuk menguji pengaruh antara satu variabel dengan variabel lain. Persamaan regresi yang digunakan:

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3+ b4X4+ b5X5+ ε

Di mana:

Y = kinerja manajerial a = konstanta

X1 = lingkungan pengendalian

X2 = penilaian risiko

X3 = kegiatan pengendalian

X4 = informasi dan komunikasi

X5 = pemantauan

b1,. b5 = koefisien regresi


(61)

Dalam penelitian ini digunakan tingkat signifikansi (α) 0,05 atau 5%. Untuk menguji apakah hipotesis yang diajukan diterima atau ditolak maka dilakukan pengujian terhadap variabel-variabel penelitian dengan cara menguji secara simultan melalui uji signifikansi simultan (uji statistik F) yang bermaksud untuk dapat menjelaskan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara simultan. Hipotesis untuk uji statistik F pada penelitian ini dinyatakan sebagai berikut:

Ho : b1 = b2 = b3 = b4 = b5 = 0, Lingkungan Pengendalian, Penilaian Risiko, Kegiatan Pengendalian, Informasi dan Komunikasi, serta Pemantauan tidak berpengaruh secara simultan terhadap Kinerja Manajerial.

Ha : b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ b4 ≠ b5 ≠ 0, Lingkungan Pengendalian, Penilaian Risiko, Kegiatan Pengendalian, Informasi dan Komunikasi, serta Pemantauan berpengaruh secara simultan terhadap Kinerja Manajerial.

Kriteria pengambilan keputusan:

Jika F hitung > F tabel dengan tingkat signifikan 5%, maka Ho ditolak atau hipotesis yang diajukan diterima (berpengaruh).

Jika F hitung < F tabel dengan tingkat signifikan 5%, maka Ho diterima atau hipotesis yang diajukan ditolak (tidak berpengaruh).


(1)

Lampiran 4 Deskriptif Statistik

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Lingkungan Pengendalian 57 2.44 4.89 3.7603 .50760

Penilaian Risiko 57 2.00 5.00 3.8491 .61095

Kegiatan Pengendalian 57 2.33 5.00 3.8129 .60345

Informasi dan Komunikasi 57 2.00 5.00 3.7368 .56335

Pemantauan 57 2.00 5.00 3.9649 .51007

Kinerja Manajerial 57 3.00 5.00 4.1374 .51575

Valid N (listwise) 57

JENIS KELAMIN

JUMLAH

%

PRIA

42

73.68

WANITA

15

26.32

Jumlah

57

100.00

PENDIDIKAN

JUMLAH

%

STRATA 1

38

66.67

STRATA 2

19

33.33

STRATA 3

0

0.00

Jumlah

57

100.00

JABATAN

JUMLAH

%

KEPALA BADAN/DINAS

16

28.07

SEKRETARIS/KABAG

15

26.32

KEPALA BIDANG

26

45.61

Jumlah

57

100.00

PANGKAT/GOLONGAN

JUMLAH

%

GOLONGAN IV

38

66.67

GOLONGAN III

19

33.33


(2)

LAMA BEKERJA

JUMLAH

%

1 - 5 TAHUN

0

0.00

6 - 10 TAHUN

0

0.00

11 - 15 TAHUN

4

7.02

16 - 20 TAHUN

24

42.11

≥ 21 TAHUN

29

50.88

Jumlah

57

100.00

DIKLAT SPIP

JUMLAH

%

TIDAK PERNAH

14

24.56

PERNAH

36

63.16

SERING

7

12.28


(3)

Lampiran 5 Pengujian Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 57

Normal Parametersa,,b Mean .0000000

Std. Deviation .44717053

Most Extreme Differences Absolute .073

Positive .066

Negative -.073

Kolmogorov-Smirnov Z .551

Asymp. Sig. (2-tailed) .922

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.


(4)

Lampiran 6 Pengujian Multikolinearitas

Co e ffic ie n tsa

Model Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1 (Constant)

Lingkungan Pengendalian

.269 3.722

Penilaian Risiko

.285 3.508

Kegiatan Pengendalian

.324 3.086

Informasi dan Komunikasi

.280 3.571

Pemantauan

.310 3.226


(5)

Lampiran 8 Pengujian Hipotesis

8.1 Uji Statistik F (Simultan)

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 3.698 5 .740 3.368 .011a

Residual 11.198 51 .220

Total 14.896 56

a. Predictors: (Constant), X5, X3, X2, X4, X1 b. Dependent Variable: Y

8.2

Uji Statistik t (Parsial)

Co e ffic ie n tsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 2.396 .512

4.677 .000

Lingkungan Pengendalian

.246 .238 .242 1.032 .307

Penilaian Risiko

-.125 .192 -.149 -.653 .516

Kegiatan Pengendalian

-.281 .182 -.329 -1.541 .129

Informasi dan Komunikasi

.282 .210 .308 1.343 .185

Pemantauan

.332 .220 .329 1.507 .138

a. Dependent Variable: Kinerja Manajerial (Y)

Lampiran 9 Koefisien Determinasi

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .498a .248 .175 .46858

a. Predictors: (Constant), X5, X3, X2, X4, X1 b. Dependent Variable: Y


(6)

Lampiran 10 Koefisien Korelasi

Correlations

X1 X2 X3 X4 X5 Y

X1 Pearson Correlation 1 .767** .779** .753** .756** .352**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .007

N 57 57 57 57 57 57

X2 Pearson Correlation .767** 1 .760** .773** .725** .263*

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .048

N 57 57 57 57 57 57

X3 Pearson Correlation .779** .760** 1 .696** .684** .186

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .166

N 57 57 57 57 57 57

X4 Pearson Correlation .753** .773** .696** 1 .788** .405**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .002

N 57 57 57 57 57 57

X5 Pearson Correlation .756** .725** .684** .788** 1 .421**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .001

N 57 57 57 57 57 57

Y Pearson Correlation .352** .263* .186 .405** .421** 1

Sig. (2-tailed) .007 .048 .166 .002 .001

N 57 57 57 57 57 57

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).