4. Pembuatan variasi konsentrasi ekstrak daun
M. tanarius
Variasi konsentrasi ekstrak daun
M. tanarius
dibuat dengan melarutkan ekstrak dengan aquadest steril hingga konsentrasi yang ingin
diperoleh. Ekstrak dibuat dalam konsentrasi 5, 10, 20, 40, dan 80 50 mgmL, 100 mgmL, 200 mgmL, 400 mgmL, dan 800 mgmL.
5. Uji skrining fitokimia daun
M. tanarius
Skrinning fitokimia daun
M. tanarius
dilakukan terhadap senyawa fenolik, flavonoid, tanin, alkaloid, dan saponin.
a. Uji pendahuluan. Uji pendahuluan dilakukan dengan uji tabung. Sebanyak 2
gram serbuk daun
M. tanarius
ditambahkan 10 mL aquadest, kemudian dipanaskan selama 30 menit diatas penangas air
dan disaring. Filtrat diamati, bila muncul larutan kuning kemerahan menunjukkan adanya
senyawa yang mengandung kromofor flavonoida dan antrakinon. Kemudian dengan penambahan larutan kalium hidroksida LP 3 tetes maka
warna larutan akan menjadi lebih intensif Herlianawati, 2007. b.
Uji senyawa fenolik. Uji kandungan senyawa fenolik dilakukan dengan uji tabung dan ditegaskan dengan uji KLT. Pada uji tabung, sebanyak 2 gram
serbuk daun
M. tanarius
ditambahkan 10 mL aquadest, kemudian dipanaskan selama 10 menit diatas penangas air. Disaring panas-panas lalu
didinginkan, kemudian filtrat ditambahkan 3 tetes pereaksi besi III klorida. Terjadinya warna hijau-biru menunjukkan adanya senyawa fenolik
Harborne, 1987. Pada uji KLT, chamber tempat pemisahan dijenuhkan dengan menggunakan fase gerak yang akan digunakan. Uji kandungan
senyawa fenolik dilakukan dengan menggunakan plat KLT silika gel 60F
254
dan fase gerak etil asetat : asam formiat : toluene : air 6 : 1,5 : 2 : 1. Pembanding yang digunakan adalah asam gallat yang dibuat dengan
melarutkan 10 mg asam galat dalam 1 mL etanol. Plat KLT ditotol dengan ekstrak etanol daun
M. tanarius
dalam konsentrasi 10, dibuat dengan menimbang ekstrak etanol daun
M. tanarius
sebanyak 1 gram dan dilarutkan dalam etanol 70 hingga 10 mL. Senyawa dielusi hingga mencapai batas
8 cm dalam fase gerak. Setelah proses elusi selesai, plat diangin-anginkan agar fase gerak menguap dan diamati dibawah UV 254 nm dan 365 nm
Wagner, Bladt,
and
Zgainski, 1984. Untuk senyawa fenolik dilakukan deteksi dengan besi III klorida dan hasil positif berupa bercak berwarna
hitam Marliana, 2007. c.
Uji flavonoid. Uji kandungan flavonoid dilakukan dengan uji tabung dan ditegaskan dengan uji KLT. Pada uji tabung, sebanyak 0,2 g serbuk
dilarutkan ke dalam natrium hidroksida akan terjadi pembentukan intensitas warna kuning. Pada penambahan asam klorida terjadi perubahan intensitas
warna kuning menunjukkan adanya flavonoid Wibowo, 2013. Uji KLT flavonoid digunakan fase diam silika gel 60F
254
dan fase gerak etil asetat - asam formiat - asam asetat - air 100 : 11 : 11 : 27. Pembanding yang
digunakan adalah rutin yang dibuat dengan melarutkan 10 mg rutin dalam 1 mL etanol. Plat KLT ditotol dengan ekstrak etanol daun
M. tanarius
dalam konsentrasi 10, dibuat dengan menimbang ekstrak etanol daun
M. tanarius
sebanyak 1 gram dan dilarutkan dalam etanol 70 hingga 10 mL.
Senyawa dielusi hingga mencapai batas 8 cm dalam fase gerak. Setelah proses elusi selesai, plat diangin-anginkan agar fase gerak menguap dan
diamati dibawah UV 254 nm dan 365 nm Wagner, Bladt,
and
Zgainski, 1984. Hasil positif flavonoid ditunjukkan dengan bercak warna kuning atau
kuning coklat setelah disemprot sitroborat Schneider
cit.,
Meiyanto, dkk., 2011.
d. Uji tanin. Uji kandungan tanin dilakukan dengan uji tabung. Sebanyak 2
gram serbuk daun
M. tanarius
ditambahkan 10 ml aquadest, kemudian dipanaskan selama 30 menit diatas penangas air dan disaring. Sebanyak
5 mL filtrat ditambahkan natrium klorida 2 sebanyak 1 mL. Bila terjadi endapan atau suspense, disaring menggunakan kertas saring. larutan gelatin
1 ditambahkan sebanyak 5 mL, bila terbentuk endapan menunjukkan adanya tanin Marliana, 2005.
e. Uji alkaloid. Uji kandungan alkaloid dilakukan dengan uji tabung. Sebanyak
500 mg serbuk daun
M. tanarius
ditambahkan 1 mL asam klorida 2N dan 9 mL. Dipanaskan diatas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan
disaring. Sebanyak 3 tetes filtrat dipindahkan ke kaca arloji dan ditambahkan 2 tetes Bourchadat LP. Bila terdapat endapan maka
menunjukkan alkaloid golongan II. Sebanyak 3 tetes filtrat dipindahkan ke kaca arloji dan ditambahkan 2 tetes Mayer LP. Bila filtrat membentuk
endapan, maka menunjukkan adanya kandungan alkaloid golongan III Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995.
f. Uji saponin. Uji kandungan saponin dilakukan dengan uji tabung dan uji
hemolisis. Pada uji tabung, serbuk daun
M. tanarius
dimasukkan sebanyak 0,5 g dalam tabung reaksi. Ditambahkan 10 mL air panas, didinginkan dan
kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Terbentuknya buih selama ± 10 menit setinggi 1 cm sampai 10 cm dan dengan penambahan 1 tetes
asam klorida 2N buih tidak hilang menunjukkan positif adanya saponin Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995. Untuk memastikan
kandungan saponin dalam daun
M. tanarius
dilakukan uji hemolisis. Sebanyak 40 µL ekstrak etanol daun
M. tanarius
yang dilarutkan dalam aquadest diteteskan dalam lubang sumuran pada media BAP. Didiamkan
selama satu hari kemudian diamati hasilnya. Bila area sekitar lubang sumuran berubah warna menjadi kuning artinya terjadi proses hemolisis dan
menunjukkan adanya kandungan saponin dalam ekstrak daun
M. tanarius
.
6. Uji antibakteri
a. Pembuatan suspensi bakteri
S. pyogenes.
Kultur murni bakteri
S. pyogenes
yang didapatkan dari Balai Kesehatan Yogyakarta diambil sebanyak satu ose, di kultur pada media NB dan diinkubasi selama 24 jam. Setelah
inkubasi, dibuat suspensi bakteri uji yang kekeruhannya disetarakan dengan larutan Mac Farland 0,5 untuk mendapatkan kepadatan populasi bakteri 1,5
x 10
8
CFU. b.
Pembuatan suspensi antibiotik sebagai kontrol positif. Antibiotik Amoxicilin
dry syrup
dilarutkan dalam aquadest steril hingga mendapatkan
konsentrasi 25 mgmL. Di-vortex hingga homogen terutama saat sebelum digunakan.
c. Pembuatan sumuran pada media NA. Media NA dituangkan dalam petri
kemudian didiamkan hingga memadat sebagai
base layer
. Media NA yang masih dalam bentuk cair diinokulasi dengan suspensi bakteri uji secara
pour plate
, dituang dalam cawan petri yang telah terdapat base layer dan didiamkan hingga memadat sebagai
seed layer
. Dengan menggunakan pelubang sumuran, media yang telah memadat tersebut dibuat lubang-
lubang sumuran pada
seed layer
namun tidak menembus
base layer
. Jumlah lubang yang dibuat sesuai dengan seri konsentrasi ekstrak etanol daun
M. tanarius
, kontrol negatif dan kontrol positif. d.
Uji daya antibakteri secara difusi sumuran. Pada lubang-lubang sumuran, diberikan ekstrak yang telah dilarutkan dalam aquadest steril dengan variasi
konsentrasi 5, 10, 20, 40, dan 80 50 mgmL, 100 mgmL, 200 mgmL, 400 mgmL, dan 800 mgmL sebanyak 40 µL. Kontrol positif yaitu
suspensi antibiotik Amoxicilin dan kontrol negatif yaitu aquadest steril sebagai pelarut ekstrak diberikan dalam lubang sumuran. Dilakukan
inkubasi pada suhu 37˚C selama 24 jam, setelah waktu inkubasi diamati hasilnya.
e. Penentuan KHM dan KBM dengan matode dilusi padat. Pada pengamatan
hasil, dilihat zona hambat yang terbentuk disekitar sumuran. Setelah mendapatkan zona hambat, range konsentrasi zona hambat digunakan untuk
menentukan KHM dan KBM dengan metode dilusi padat. Variasi
konsentrasi dilusi padat dibuat berdasarkan konsentrasi terkecil yang masih memberikan zona hambat dari uji potensi antibakeri. Suspensi bakteri uji
dan ekstrak yang telah dilarutkan sesuai variasi konsentrasi diinokulasikan secara pour plate dalam media NA dengan perbandingan suspensi bakteri :
ekstrak 1 : 1. Diinkubasi dalam suhu 37˚C selama 24 jam. Hasil inkubasi
dilakukan penegasan hasil dengan melakukan
streak
pada media NA dan diinkubasi pada
suhu 37˚C selama 24 jam. Pada hasil streak diamati berdasarkan kekeruhan pertumbuhan bakteri pada media. Media yang jernih
tidak adanya pertumbuhan bakteri diberi notasi -, media yang keruh diberi notasi ++, dan sangat keruh +++. Konsentrasi terkecil yang menunjukkan
tidak adanya pertumbuhan bakteri selanjutnya dilakukan uji penegasan. f.
Uji penegasan. Media yang jernih dipilih dua konsentrasi terkecil untuk selanjutnya dilakukan uji penegasan. Permukaan media digores dengan ose,
kemudian digoreskan pada media yang masih steril. Adanya pertumbuhan bakteri pada bekas goresan menunjukkan pada konsentrasi tersebut terjadi
kemampuan penghambatan pertumbuhan bakteri sedangkan tidak adanya pertumbuhan bakteri menunjukkan pada konsentrasi tersebut terjadi
kemampuan membunuh pertumbuhan bekteri. Konsentrasi terkecil yang menunjukkan tidak adanya pertumbuhan bakteri ditentukan sebagai KBM,
sedangkan konsentrasi terkecil yang menunjukkan masih adanya pertumbuhan bakteri ditentukan sebagai KBM.
F. Analisis Hasil