Aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun macaranga tanarius (l.) mull. arg. terhadap streptococcus pyogenes ATCC 19615.

(1)

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN Macaranga tanarius (L.) Mull. Arg. TERHADAP Streptococcus pyogenes ATCC 19615

Muhadela Tiara Murtiwi 108114148

ABSTRACT

Strep throat is the most commonly encountered upper respiratory tract infection. Strep throat that caused by Streptococcus pyogenes bacteria must be overcome because it can cause dangerous systemic infection. Macaranga tanarius leaves able to be herbal medicine because have antibacterial activity and have anti-inflammation activity. Particular compound which has antibacterial activity in M. tanarius leaf are flavonoids, tannins and saponin.

This study is aimed to examine the potential antibacterial of M. tanarius leaf ethanol extract at various concentration against S. pyogenes bacteria. This study including purely experimental study used complete randomized design study unidirectional pattern. Antibacterial activity measured by a method of well diffusion, the determination of the minimum inhibitory concentration (MIC) and minimum bactericidal concentration (MBC) done with the solid dilution method. A qualitative test of chemical content of leaves M. tanarius done by thin layer chromatography (TLC).

The inhibition zone diameter data are analyzed statistically by using Shapiro-Wilk test and Levene test and then continued by One Way Anava test. In order to examine the potential antibacterial of M. tanarius leaf extract, the researcher used unpaired T-test. The data of MIC and MBC are analyzed descriptively. The result of this study shows that the M. tanarius leaf etanol extract has antibacterial activity against S. pyogenes with MIC 3,5% and MBC 5%.

Keywords : Macaranga tanarius leaf, Streptococcus pyogenes, antibacterial activity, MIC, MBC, TLC.


(2)

INTISARI

Radang tenggorokan merupakan infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) yang paling umum ditemui. Radang tenggorokan yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus pyogenes harus ditanggulangi karena dapat menyebabkan infeksi sistemik berbahaya. Daun Macaranga tanarius dapat digunakan sebagai tanaman obat karena memiliki aktivitas antibakteri sekaligus memiliki daya antiinflamasi. Senyawa yang memiliki aktivitas antibakteri yang terkandung adalah flavonoid, tanin dan saponin.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi antibakteri ekstrak etanol daun M. tanarius dalam berbagai konsentrasi terhadap S. pyogenes. Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental murni rancangan acak lengkap pola searah. Aktivitas antibakteri diukur dengan metode difusi sumuran, penentuan kadar hambat minimum (KHM) dan kadar bunuh minimum (KBM) dilakukan dengan metode dilusi padat. Uji kualitatif kandungan kimia daun M. tanarius dilakukan dengan uji tabung dan kromatografi lapis tipis (KLT).

Data diameter zona hambat dianalisis secara statistik menggunakan uji Shapiro-Wilk dan uji Levene kemudian dilanjutkan Uji Anava Satu Arah. Untuk mengetahui potensi antibakteri ekstrak daun M. tanarius dilakukan analisis dengan uji T tidak berpasangan. Data KHM dan KBM dianalisis dengan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan ekstrak etanol daun M. tanarius memiliki aktivitas antibakteri terhadap S. pyogenes dengan nilai KHM 3,5% dan KBM 5%.

Kata kunci : radang tenggorokan, daun Macaranga tanarius, Streptococcus pyogenes, aktivitas antibakteri, KHM, KBM, KLT.


(3)

i

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN Macaranga tanarius (L.) Mull. Arg. TERHADAP Streptococcus pyogenes ATCC 19615

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

Program Studi Farmasi

Diajukan oleh: Muhadela Tiara Murtiwi

NIM : 108114148

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

ii

Persetujuan Pembimbing

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN Macaranga tanarius (L.) Mull. Arg. TERHADAP Streptococcus pyogenes ATCC 19615

Skripsi yang diajukan oleh : Muhadela Tiara Murtiwi

NIM : 108114148

Telah disetujui oleh

Pembimbing


(5)

iii

PENGESAHAN SKRIPSI

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN Macaranga tanarius (L.) Mull. Arg. TERHADAP Streptococcus pyogenes ATCC 19615

Oleh :

Muhadela Tiara Murtiwi NIM : 108114148

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma pada tanggal : ...

Mengetahui Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Dekan

(Ipang Djunarko, M.Sc., Apt.)

Panitia Penguji : Tanda tangan

1. Yohanes Dwiatmaka, M.Si. ...

2. Prof. Dr. C.J. Soegihardjo, Apt. ...


(6)

iv

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Muhadela Tiara Murtiwi

Nomor mahasiswa : 108114148

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN Macaranga tanarius (L.) Mull. Arg. TERHADAP Streptococcus pyogenes ATCC 19615 beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pengkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama saya tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Dengan demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : Yang menyatakan


(7)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarisme dalam naskah ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Yogyakarta, 20 Juli 2014 Penulis


(8)

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini untuk :

Tuhan Yesus Kristus, kekasih jiwaku, motivator terbaikku dan pengharapanku, Kedua orangtua ku tercinta yang kasihnya terus tercurah,

Malaikat-malaikat utusan Tuhan diduniaku,

Masa lalu yang membuatku banyak belajar dan masa depan cerah yang penuh harapan, Almamaterku,


(9)

vii PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, bimbingan dan kasih karuniaNya yang terus mengalir dalam pembuatan skripsi yang berjudul AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN Macaranga tanarius (L.) Mull. Arg. TERHADAP Streptococcus pyogenes ATCC 19615 sehingga dapat terselesaikan dengan baik sebagai salah syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Farmasi (S. Farm). Penulis menyadari dalam pembuatan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Ipang Djunarko M. Sc., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma.

2. Bapak Yohanes Dwiatmaka M. Si. selaku Dosen Pembimbing yang dengan sabar membimbing, memberikan arahan, evaluasi dan saran dalam pembuatan dan penyelesaian skripsi.

3. Bapak Prof. Dr. C. J. Soegihardjo, Apt. selaku Dosen Penguji yang telah memberikan arahan, bimbingan dan saran dalam penyelesaian skripsi.

4. Ibu Dr. Erna Tri Wulandari M. Sc., Apt.selaku Dosen Penguji yang telah memberikan arahan, bimbingan dan saran dalam penyelesaian skripsi

5. Ibu Maria Budi Jumpowati S. Si. yang dengan sabar memberi arahan, bimbingan, saran dan dukungan dalam pembuatan skripsi.

6. Segenap Dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah banyak memberi ilmu, bimbingan dan arahan bagi penulis selama masa kuliah.


(10)

viii

7. Pak Narto, Mas Dwi, Pak Mukminin, Pak Wagiran, Pak Parlan, Mas Andri dan segenap karyawan serta laboran yang telah memberi bimbingan dan arahan semenjak masa kuliah hingga membantu dalam penyusunan skripsi. 8. Kedua orang tua penulis yang terus memberikan motivasi, bimbingan, arahan,

doa, dan dukungan yang tiada hentinya.

9. Kakak-kakakku Amelia Prasetyowati, Mudaningrum Riskiyani, Rendi Rismawan yang telah memberikan doa, semangat, serta dukungan.

10. Rio Yulianto, Rinda Meita P., Gabriela Indria P. S. K. W., Lydia Eryana P. H. E., Yosef Supriadi, Hayuningtyas P. dan Aang yang selalu memberi motivasi, semangat, dukungan, serta doa bagi penulis.

11. Maria Ajeng Listyorini yang telah memberi dukungan, semangat, bantuan, dan setia menjadi teman berbagi suka dan duka dalam penyusunan skripsi ini hingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

12. Gilda Todingbua, Trifonia Rosa, Novianti Ekasari, Agnes Astri S., Christiana Desti dan teman-teman seperjuangan skripsi di laboratorium yang telah banyak berbagi dukungan, arahan serta semangat.

13. Teman-teman Farmasi angkatan 2010 khususnya kelas D dan FKK-B yang telah menghiasi hari-hari penulis selama masa perkuliahan.

14. PMK Apostolos yang telah menjadi keluarga dan memberi dukungan, semangat, doa serta melengkapi hari-hari penulis dengan sukacita dalam Tuhan.


(11)

ix

15. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan kontribusi bagi penulis dalam masa kuliah dan penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari masih banyak keterbatasan dalam diri penulis dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan dari berbagai pihak. Penulis berharap, skripsi ini dapat bermanfaat bagi sesama dan kemajuan ilmu pengetahuan khususnya di bidang Farmasi.


(12)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ...xvii

INTISARI ... xviii

ABSTRACT ...xix

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Perumusan masalah ... 4

2. Keaslian penelitian ... 4

3. Manfaat penelitian ... 4

B. Tujuan Penelitian ... 5


(13)

xi

A. Tanaman Macarangatanarius (L.) Mull. Arg. ... 6

1. Taksonomi ... 6

2. Deskripsi... 7

3. Kandungan ... 7

B. Antimikroba ... 9

C. Bakteri Streptococcus pyogenes ... 11

D. Radang Tenggorokan ... 13

E. Pengukuran Aktivitas Antibakteri ... 14

1. Metode difusi... 14

2. Metode dilusi ... 15

F. Penyarian ... 15

1. Infundasi ... 17

2. Maserasi ... 17

3. Perkolasi ... 18

4. Soxhletasi ... 18

G. Senyawa Kimia Bahan Alam ... 19

1. Flavonoid ... 19

2. Tanin ... 20

3. Alkaloid ... 21

4. Saponin ... 21

H. Kromatografi Lapis Tipis ... 22

I. Landasan Teori ... 24


(14)

xii

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 26

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 26

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 26

1. Variabel penelitian ... 26

2. Definisi operasional ... 27

C. Bahan Penelitian... 27

D. Alat Penelitian ... 28

E. Tata Cara Penelitian ... 28

1. Determinasi tanaman M. tanarius ... 28

2. Pembuatan serbuk daun M. tanarius ... 29

3. Pembuatan ekstrak etanol daun M. tanarius ... 29

4. Pembuatan variasi konsentrasi ekstrak daun M. tanarius ... 30

5. Uji skrining fitokimia daun M. tanarius ... 30

6. Uji antibakteri ... 33

F. Analisis Hasil ... 36

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

A. Identifikasi Bahan Tanaman M. tanarius (L.) M. A. ... 38

B. Pengumpulan Bahan... 39

C. Pengeringan Bahan dan Pembuatan Serbuk Daun M. tanarius ... 39

D. Pembuatan Ekstrak Etanol Daun M. tanarius ... 41

E. Uji Fitokimia Daun M. tanarius ... 43


(15)

xiii

2. Uji senyawa fenolik... 44

3. Uji flavonoid ... 47

4. Uji tanin ... 51

5. Uji alkaloid ... 52

6. Uji saponin ... 55

F. Identifikasi Bakteri Streptococcus pyogenes ... 58

G. Uji Potensi Antibakteri Ekstrak Etanol Daun M. tanarius terhadap Bakteri S. pyogenes ... 59

H. Penentuan KHM dan KBM Ekstrak Etanol Daun M. tanarius terhadap Bakteri S. pyogenes ... 67

I. Uji Penegasan KHM dan KBM Ekstrak Etanol Daun M. tanarius dengan Streak Plate... 69

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 71

A. Kesimpulan ... 71

B. Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 72

LAMPIRAN ... 77


(16)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Perbedaan gejala radang tenggorokan yang disebabkan

oleh infeksi bakteri dan virus ... 13 Tabel II. Hasil uji KLT senyawa fenolik ekstrak etanol daun M. tanarius .... 45 Tabel III. Hasil uji KLT flavanoid ekstrak etanol daun M. tanarius ... 49 Tabel IV. Hasil pengukuran zona hambat dalam milimeter (mm) ... 62 Tabel V. Hasil uji KHM dan KBM ekstrak etanol daun M. tanarius


(17)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur senyawa yang terkandung dalam M. tanarius ... 8

Gambar 2. Bakteri S. pyogenes pada transmission elektron microscopy (TEM) perbesaran 6.500X ... 11

Gambar 3. Struktur senyawa flavonoid ... 20

Gambar 4. Tanaman (A) dan daun segar (B) M. tanarius ... 38

Gambar 5. Hasil uji pendahuluan serbuk daun M. tanarius ... 43

Gambar 6. Hasil uji tabung senyawa fenolik serbuk daun M. tanarius ... 44

Gambar 7. Hasil uji KLT senyawa fenolik ekstrak etanol daun M. tanarius sebelum disemprot besi (III) klorida dilihat pada sinar tampak, UV 254 dan 365 nm ... 45

Gambar 8. Hasil uji KLT senyawa fenolik ekstrak etanol daun M. tanarius setelah disemprot besi (III) klorida dilihat pada sinar tampak, UV 254 dan 365 nm ... 46

Gambar 9. Reaksi pembentukan warna senyawa fenolik dengan besi (III) klorida ... 47

Gambar 10. Hasil uji tabung flavonoid serbuk daun M. tanarius ... 48

Gambar 11. Reaksi flavonoid dengan natrium hidroksida ... 48

Gambar 12. Hasil uji KLT senyawa flavonoid ekstrak etanol daun M. tanarius sebelum disemprot sitroborat ... 49

Gambar 13. Hasil uji KLT senyawa flavonoid ekstrak etanol daun M. tanarius setelah disemprot sitroborat ... 50


(18)

xvi

Gambar 14. Perkiraan reaksi flavonoid dengan sitroborat ... 51

Gambar 15. Hasil uji tabung tanin serbuk daun M. tanarius ... 52

Gambar 16. Hasil uji tabung alkaloid golongan II dan III serbuk daun M. tanarius ... 53

Gambar 17. Perkiraan reaksi uji Mayer ... 54

Gambar 18. Perkiraan reaksi uji Bouchardat ... 55

Gambar 19. Hasil uji tabung saponin serbuk daun M. tanarius ... 56

Gambar 20. Reaksi hidrolisis saponin dalam air ... 56

Gambar 21. Media BAP sebelum perlakuan (A), hasil uji hemolisis saponin ekstrak etanol daun M. tanarius (B) ... 57

Gambar 22. Media Blood Agar Plate (BAP) sebelum distreak dengan bakteri (A), media BAP yang sudah distreak bakteri S. pyogenes diinkubasi selama 24 jam ... 58

Gambar 23. Bentuk koloni bakteri S. pyogenes yang ditanam dalam media BAP ... 59

Gambar 24. Hasil uji difusi ekstrak daun M. tanarius terhadap S. pyogenes dengan metode difusi sumuran ... 61

Gambar 25. Diagram rata-rata diameter zona hambat ekstrak etanol daun M. tanarius terhadap bakteri S. pyogenes ... 65

Gambar 26. Hasil penegasan uji KHM dan KBM konsentrasi 3,5 % (A) dan 5 % (B) ... 69


(19)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Keterangan Determinasi M. tanarius ... 78

Lampiran 2. Tanaman M. tanarius... 79

Lampiran 3. Ekstraksi Daun M. tanarius ... 80

Lampiran 4. Uji Kelarutan Ekstrak Etanol Daun M. tanarius ... 81

Lampiran 5. Seri Konsentrasi Ekstrak Ekstrak Etanol Daun M. tanarius ... 82

Lampiran 6. Surat Keterangan Kultur Bakteri S. pyogenes ... 83

Lampiran 7. Kultur Bakteri S. pyogenes ... 84

Lampiran 8. Hasil Uji Potensi Antibakteri dengan Metode Difusi Sumuran .. 85

Lampiran 9. Tabel Hasil Pengukuran Zona Hambat Uji Difusi Ekstrak Etanol Daun M. tanarius terhadap S. pyogenes ... 89

Lampiran 10. Hasil Uji Normalitas Shapiro Wilk ... 90

Lampiran 11. Hasil Uji Levene ... 91

Lampiran 12. Hasil Uji Anava Satu Arah ... 91

Lampiran 13. Hasil Uji Varian ... 91

Lampiran 14. Hasil Uji T Tidak Berpasangan ... 94

Lampiran 15. Hasil Uji Dilusi Padat ... 97

Lampiran 16. Hasil Uji Penegasan KHM dan KBM Ekstrak Etanol Daun M. tanarius ... 99


(20)

xviii INTISARI

Radang tenggorokan merupakan infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) yang paling umum ditemui. Radang tenggorokan yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus pyogenes harus ditanggulangi karena dapat menyebabkan infeksi sistemik berbahaya. Daun Macaranga tanarius dapat digunakan sebagai tanaman obat karena memiliki aktivitas antibakteri sekaligus memiliki daya antiinflamasi. Senyawa yang memiliki aktivitas antibakteri yang terkandung adalah flavonoid, tanin dan saponin.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi antibakteri ekstrak etanol daun M. tanarius dalam berbagai konsentrasi terhadap S. pyogenes. Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental murni rancangan acak lengkap pola searah. Aktivitas antibakteri diukur dengan metode difusi sumuran, penentuan kadar hambat minimum (KHM) dan kadar bunuh minimum (KBM) dilakukan dengan metode dilusi padat. Uji kualitatif kandungan kimia daun M. tanarius dilakukan dengan uji tabung dan kromatografi lapis tipis (KLT).

Data diameter zona hambat dianalisis secara statistik menggunakan uji Shapiro-Wilk dan uji Levene kemudian dilanjutkan Uji Anava Satu Arah. Untuk mengetahui potensi antibakteri ekstrak daun M. tanarius dilakukan analisis dengan uji T tidak berpasangan. Data KHM dan KBM dianalisis dengan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan ekstrak etanol daun M. tanarius memiliki aktivitas antibakteri terhadap S. pyogenes dengan nilai KHM 3,5% dan KBM 5%.

Kata kunci : Radang tenggorokan, daun Macaranga tanarius, Streptococcus pyogenes, aktivitas antibakteri, KHM, KBM, KLT.


(21)

xix ABSTRACT

Strep throat is the most commonly encountered upper respiratory tract infection. Strep throat that caused by Streptococcus pyogenes bacteria must be overcome because it can cause dangerous systemic infection. Macaranga tanarius leaves able to be herbal medicine because have antibacterial activity and have anti-inflammation activity. Particular compound which has antibacterial activity in M. tanarius leaf are flavonoids, tannins and saponin.

This study is aimed to examine the potential antibacterial of M. tanarius leaf ethanol extract at various concentration against S. pyogenes bacteria. This study including purely experimental study used complete randomized design study unidirectional pattern. Antibacterial activity measured by a method of well diffusion, the determination of the minimum inhibitory concentration (MIC) and minimum bactericidal concentration (MBC) done with the solid dilution method. A qualitative test of chemical content of leaves M. tanarius done by thin layer chromatography (TLC).

The inhibition zone diameter data are analyzed statistically by using Shapiro-Wilk test and Levene test and then continued by One Way Anava test. In order to examine the potential antibacterial of M. tanarius leaf extract, the researcher used unpaired T-test. The data of MIC and MBC are analyzed descriptively. The result of this study shows that the M. tanarius leaf etanol extract has antibacterial activity against S. pyogenes with MIC 3,5% and MBC 5%.

Keywords : Strep throat, Macaranga tanarius leaf, Streptococcus pyogenes, antibacterial activity, MIC, MBC, TLC.


(22)

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang Masalah

Penyakit infeksi menjadi salah satu masalah kesehatan manusia. Penyakit infeksi didefinisikan sebagai proses saat organisme (misalnya bakteri, virus dan jamur yang dapat menyebabkan penyakit) masuk ke dalam tubuh atau jaringan dan menyebabkan trauma atau kerusakan (Grace and Borley, 2007). Radang tenggorokan termasuk dalam infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) yang paling umum ditemui dalam masalah kesehatan dengan insidensi 100 kasus per 1000 jiwa di dunia ini (Finch, Davey, Vilcox, and Irving, 2012). Pada tahun 2013, di Indonesia kasus ISPA memiliki prevalensi 25% (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2013). Radang tenggorokan biasanya disebabkan oleh virus dan bakteri. Menurut Cook and Zumla (2009) dari 100 kasus radang tenggorokan, 20 diantaranya disebabkan oleh bakteri Streptococcus pyogenes.

Bakteri S. pyogenes termasuk dalam grup A hemolitik streptococcus, banyak terdapat pada saluran nafas bagian atas. Radang tenggorokan yang disebabkan oleh infeksi S. pyogenes ditandai dengan sakit tenggorokan, pembesaran tonsil yang disertai eksudat, rasa perih, panas, dan rasa tidak enak badan. Penyebab radang tenggorokan yang disebabkan oleh bakteri perlu ditanggulangi. Bila sakit tenggorokan disebabkan oleh S. pyogenes, maka terapi lengkap menjadi hal yang penting karena kasus infeksi streptococcal yang tidak ditangani dapat menyebabkan infeksi sistemik berbahaya seperti demam scarlet


(23)

2

(penyakit jengkering), demam rheumatik, glomerulonefritis akut, dan sindrom streptococcal toxic (Madigan, et al., 2009). Untuk mengobati radang tenggorokan yang disebabkan oleh bakteri digunakan antibiotik yaitu substansi organik yang dihasilkan oleh mikroorganisme dan dalam konsentrasi rendah dapat menghambat atau membunuh mikroorganisme lainnya (Chinedum, 2005). Penggunaan antibiotik yang semakin meluas menyebabkan terjadinya resistensi bakteri. Oleh sebab itu, eksplorasi tanaman obat yang memiliki aktivitas antibakteri terus berkembang. Hal ini juga seiring dengan kecenderungan pengobatan masa kini yang kembali menggunakan bahan herbal karena lebih cenderung memiliki efek samping minimal dan mudah dijangkau oleh masyarakat. Tanaman obat secara alami memiliki daya perlindungan dari bakteri melalui metabolit sekunder yang dihasilkan. Diharapkan dengan melakukan eksplorasi tanaman yang ada disekitar, dapat ditemukan tanaman yang bermanfaat khususnya dalam melawan infeksi.

Daun Macaranga tanarius belum banyak dieksplorasi sebagai tanaman obat. Selama ini daun M. tanarius biasa digunakan secara tradisional sebagai penyamak jala ikan, bahan membuat minuman, dan pewarna pada kerajinan tikar (World Agroforestry Centre, 2014). Dalam pemanfaatannya sebagai tanaman obat di masyarakat, akar M. tanarius digunakan sebagai antitusif dan melawan demam, sedangkan daunnya digunakan sebagai antiinflamasi (Lim, et al., 2009). Lim et al. (2009), dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa ekstrak metanol 100% daun segar M. tanarius memiliki kemampuan menghambat bakteri Gram positif seperti Bacillus cereus, Micrococcus luteus, dan Staphylococcus aureus. Pada penelitian tersebut digunakan dosis sebesar 5 µg hingga 10 µg, sehingga memiliki potensi


(24)

yang cukup tinggi untuk menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif, sedangkan pada bakteri Gram negatif tidak menunjukkan adanya penghambatan. Daun M. tanarius diketahui mengandung flavonoid yang memiliki aktivitas antibakteri (Kawakami et al., 2008; Matsunami et al., 2006; Matsunami, et al., 2009; Phomart, et al., 2005). Selain itu dalam penelitian Kurniawaty (2010), daun M. tanarius ditemukan memiliki daya antiinflamasi. Daun M. tanarius memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi obat radang tenggorokan karena memiliki aktivitas antibakteri dan daya antiinflamasi.

Pada penelitian ini digunakan ekstrak etanol daun M. tanarius. Etanol dipilih sebagai penyari karena etanol telah dikenal sebagai pelarut yang mampu mengekstraksi komponen yang memiliki aktivitas antimikroba (Bala, Aitken, Fechner, Cusack, and Steadman, 2011). Etanol dapat melarutkan senyawa yang dituju seperti senyawa flavonoid (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1986). Penelitian ini ingin melihat potensi daun M. tanarius dalam melawan infeksi yang disebabkan S. pyogenes yang termasuk dalam bakteri Gram positif. Selain itu, juga dilakukan penentuan kadar hambat minimum (KHM) dan kadar bunuh minimum (KBM) guna mengetahui konsentrasi terkecil yang dapat menghambat dan membunuh pertumbuhan bakteri S pyogenes. Nilai KHM dan KBM, dapat menentukan konsentrasi untuk pengobatan infeksi bakteri S. pyogenes.


(25)

4

1. Perumusan masalah

Berdasakan latar belakang permasalahan diatas, muncul permasalahan sebagai berikut.

a. Apakah ekstrak etanol daun M. tanarius memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri S. pyogenes?

b. Berapakah KHM dan KBM ekstrak etanol M. tanarius terhadap bakteri S. pyogenes?

2. Keaslian penelitian

Penelitian mengenai M. tanarius menunjukkan adanya aktivitas antioxidan, antiinflamasi dan antibakteri (Lim, et al., 2009). Penelitian mengenai daya antibakteri dilakukan dengan menggunakan ekstrak metanol 100% daun M. tanarius terhadap bakteri Gram positif (B. cereus, M. luteus, dan S. aureus) menunjukkan aktivitas penghambatan pada dosis 5 µg hingga 10 µg, sedangkan pada Gram negatif tidak menunjukkan aktivitas penghambatan. Penelitian mengenai aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun M. tanarius terhadap bakteri S. pyogenes sejauh pengetahuan peneliti belum pernah dilakukan.

3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis. Penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan mengenai potensi daun M. tanarius sebagai sumber antibakteri terhadap bakteri S. pyogenes.


(26)

b. Manfaat metodologis, Penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan mengenai metode yang tepat dalam pengujian aktivitas antibakteri daun M. tanarius terhadap S. pyogenes.

c. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada masyarakat mengenai manfaat daun M. tanarius dalam pengobatan radang tenggorokan.

B. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mengetahui potensi ekstrak etanol M. tanarius sebagai antibakteri. 2. Mengetahui KHM dan KBM ekstrak etanol M. tanarius terhadap


(27)

6 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A.Tanaman Macaranga tanarius 1. Taksonomi

Klasifikasi Macaranga tanarius berdasarkan International Taxonomy Integrated System (ITIS) (2011):

Kerajaan : Plantae

Subkerajaan : Viridaeplantae Divisi : Tracheophyta Subdivisi : Spermatophytina Kelas : Magnoliopsida Superordo : Rosanae

Ordo : Malpighiales

Famili : Euphorbiaceae Genus : Macaranga Thouars

Spesies : Macaranga tanarius (L.) Mull. Arg.

Menurut World Agroforestry Centre (2014), M. tanarius memiliki sinonim dan nama umum.

Sinonim : Macaranga molliuscula Kurz., Macaranga tomentosa Druce, Mappa tanarius Blume

Nama Umum : parasol leaf tree, hairy mahang (Inggris), binunga, himindang, kuyonon (Filipina), mapu (Batak), mara


(28)

(Sunda), tutup ancur (Jawa), ka-lo (Malay), kundoh, mahang puteh, tampu hu chang lek, ka-lo, lo khao, mek pang (Thailand), hach dâu nam (Vietnam).

2. Deskripsi

M. tanarius memiliki ukuran pohon kecil hingga medium dengan tinggi 20 meter. Ukuran batang tebal, berwarna hijau tua ketika muda. Daun berselang-seling, permukaan berbulu halus, suborbicular, berukuran 8-32 x 5-28 cm, berbentuk lingkaran pada dasar dan tajam pada ujungnya, sedikit berlekuk, tangkai daun memiliki panjang 6-27 cm. Bunga berwarna hijau, bunga jantan benang sari berbentuk jarum, bunga betina berkelompok, dengan jaringan glandular, dua sel telur dan dua stigma besar. Buahnya berbentuk kapsul bikokus diameter 1 cm, dengan duri lembut yang panjang, berwarna kuning, biji berdiameter 5 mm (World Agroforest Centre, 2014).

3. Kandungan

Kandungan kimia yang terdapat dalam daun M. tanarius sudah banyak diteliti. Berdasarkan isolasi dan penelitian, kandungan kimia yang ditemukan dalam daun M. tanarius antara lain flavonoid, glikosida dan terpenoid. Penelitian yang dilakukan oleh Kawakami et al., (2008) menememukan flavonoid yang berupa sembilan prenylflavanon dan sebuah diterpen. Sembilan prenylflavanon tersebut antara lain macaflavanone A, macaflavanone B, macaflavanone C, macaflavanone D, macaflavanone E, macaflavanone F, macaflavanone G, tanariflavanone B, dan nymphaeol C, sedangkan diterpen yang dimaksud adalah kolavenol. Terdapat tiga komponen baru ditemukan


(29)

8

dalam daun M. tanarius yang juga merupakan golongan flavonoid antara lain tanariflavanone B, tanariflavanone C, dan tanariflavanone D. Selain itu juga terdapat kandungan flavonoid seperti nymphaeol A, nymphaeol B, dan nymphaeol C. Kandungan terpenoid antara lain blumenol A (vomifoliol), blumenol B (7,8- dihydrovomifoliol), dan annuionone E dalam daun M. tanarius (Phomart, et al., 2005). Glikosida yang ditemukan adalah macarangioside A, macarangioside B, macarangioside C, dan macarangioside D (Matsunami, et al., 2006; Matsunami, et al., 2009). Komponen lainnya yang ditemukan tanarifuranonol, mallophenol G, lauroside E, metil brevifolin karboksilat, hiperin dan isoquercitrin. Beberapa struktur senyawa yang terkandung dalam M. tanarius (Gambar 1).

macaflavanone A lauroside E

nymphaeol C tanarifuranonol Gambar 1. Struktur senyawa yang terkandung dalam M. tanarius (Matsunami, et al., 2006; Kawakami et al., 2008; Phomart, et al., 2005)


(30)

B. Antimikroba

Agen antimikroba adalah bahan kimia sintetis atau alami yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Aktivitas antimikroba adalah kadar terkecil yang dibutuhkan oleh agen antimikroba untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Nilai dari aktivitas tersebut disebut Kadar Hambat Minimum (KHM) (Madigan, et al., 2009). Antibiotik adalah substansi organik yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang dalam konsentrasi rendah dapat menghambat atau membunuh mikroorganisme lainnya (Ibezim, 2005). Agen antimikroba diklasifikasikan sebagai bakteriostatik, bakterisid, dan bakteriolisis bergantung dari efek yang ditimbulkan terhadap kultur bakteri. Bakteriostatik biasanya menghambat sintesis protein dan berikatan dengan ribosom bakteri. Banyak antibiotik bekerja dengan mekanisme tersebut. Sedangkan agen bakteriosid akan berikatan kuat dengan target dan tidak hilang bila diencerkan, membunuh bakteri tanpa merusak sel. Agen bakteriosid biasanya juga merupakan bakteriolisis, membunuh dengan melisiskan sel dan melepaskan komponen sitoplasma. Agen bakteroilisis termasuk pula antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel seperti penisilin dan bahan kimia seperti detergen yang dapat memecahkan membran sitoplasma bakteri. Bakteri Gram positif dan Gram negatif memiliki perbedaan dalam hal kerentanan terhadap antibiotik. Pada umumnya bakteri Gram positif dapat dipengaruhi, sedangkan bakteri Gram negatif mudah resisten (Madigan, et al., 2009). Hanya kurang dari satu persen dari ribuan antibiotik digunakan secara klinis. Hal ini disebabkan karena toksisitas atau kurangnya kemampuan uptake host. Namun antibiotik alami


(31)

10

dapat digunakan dan dimodifikasi untuk meningkatkan efikasi (Madigan, et al., 2009).

Golongan fenol diketahui memiliki aktivitas antimikroba yang bersifat bakterisid. Senyawa turunan fenol yang dikenal sebagai senyawa fenolik mengandung molekul fenol yang secara kimiawi telah diubah untuk mengurangi kemampuan mengiritasi kulit dan meningkatkan aktivitas antibakterinya. Aktivitas antimikroba senyawa fenolik adalah dengan merusak lipid pada membran plasma mikroorganisme, sehingga menyebabkan isi sel keluar (Pratiwi, 2008). Flavonoid bersifat antibakteri karena mampu berinteraksi dengan DNA bakteri yang menyebabkan terjadinya kerusakan permeabilitas dinding sel bakteri, mikrosom dan lisosom. Aktivitas antibakteri dari flavonoid juga dilakukan dengan pengurangan fluiditas membran pada sel bakteri dan penghambatan metabolisme energi pada bakteri (Cushnie and Lamb, 2005). Mekanisme antimikroba dari tanin yaitu, (i) zat astringent pada tanin dapat menginduksi kompleksasi dengan enzim dan substrat, berbagai enzim mikrobial mengalami penghambatan ketika dicampur dengan tanin, (ii) toksisitas tanin erat kaitannya dengan aksi pada membran mikroorganisme, dan (iii) kompleksasi logam ion pada tanin dapat merusak membran sitoplasma dari bakteri (Akiyama, et al., 2001).

Terpenoid memiliki mekanisme antibakteri dengan bereaksi dengan porin (protein transmembran) pada membran luar dinding sel bakteri, membentuk ikatan polimer yang kuat sehingga mengakibatkan rusaknya porin. Rusaknya porin yang merupakan pintu keluar masuknya senyawa akan mengurangi permeabilitas dinding sel bakteri yang akan mengakibatkan sel bakteri akan kekurangan nutrisi,


(32)

sehingga pertumbuhan bakteri terhambat atau mati (Cowan, 1999). Saponin memiliki sifat seperti deterjen dan mungkin meningkatkan permeabilitas membran sel bakteri tanpa menghancurkan bakteri tersebut. Hal ini memfasilitasi masuknya zat antibakteri melalui membran dinding sel bakteri. Saponin dapat mengganggu permeabilitas pada lapisan terluar membran (Arabski et al., 2012). Minyak atsiri dapat menghambat pertumbuhan atau mematikan bakteri dengan mengganggu proses terbentuknya membran atau dinding sel, membran atau dinding sel tidak terbentuk atau terbentuk tidak sempurna, sehingga tekanan osmosis sel terganggu dan mikroba mati (Sitepu, Suada dan Susrama, 2012).

C. Bakteri Streptococcus pyogenes

Taksonomi bakteri S. pyogenes menurut Bergey’sManual of Determinatve Biology :

Kerajaan : Bacteria Filum : Firmicutes Kelas : Bacilli

Ordo : Lactobacillales Famili : Streptococcaceae Genus : Streptococcus

Spesies : Streptococcus pyogenes

S. pyogenes memiliki sel bulat atau lonjong, garis tengah kurang dari 2 μm, berpasangan atau berantai, anggota rantai sering memberikan gambaran diplokokus (Jawetz, Melnick and Adelbergha, 1984). Panjang rantai

Gambar 2. Bakteri S. pyogenes pada transmission electron microscopy (TEM)


(33)

12

Streptococcus berbeda-beda, pada perbenihan cair rantai dapat panjang dan umumnya tidak bergerak. Koloni streptococcus kecil, bening, buat, dengan garis tengah kurang dari 1 mm dan cembung. Pada koloni dapat ditemukan bentuk koloni mukoid, licin atau mengkilap dan bentuk kasar atau tidak mengkilap. Streptococcus hemolitik β golongan A berwarna putih kelabu pada media agar darah. Membentuk koloni permukaan keruh, keras kering (Bonang dan Koeswardono, 1982). S. pyogenes merupakan bakteri Gram positif dan metabolisme anaerob. Suhu optimum pertumbuhan 37˚C dan merupakan bakteri fakultatif anaerob (Bonang dan Koeswardono, 1982).

S. pyogenes memproduksi protein resisten panas dan resisten asam yang disebut protein M. Protein ini terdapat pada permukaan sel dan pada fimbria. Protein M memperantarai perlekatan bakteri pada sel epitel inang dan membantu bakteri bertahan pada proses fagositosis sel darah putih. Imunitas terhadap S. pyogenes bergantung pada produksi antibodi tubuh yang spesifik terhadap protein M (Pratiwi, 2009). Streptococus pyogenes adalah bakteri patogen utama manusia yang berkaitan dengan invasi lokal atau sistemik dan gangguan imunologik (Jawetza, dkk., 1984). Faktor virulensi utama dari Streptococus pyogenes menyebabkan infeksi serius antara lain, faringitis, infeksi saluran pernafasan, infeksi kulit (impetigo dan erysipelas) dan jarigan, endokarditis, meningitis, sepsis dan arthritis (Murray, et al., 1999).


(34)

D.Radang Tenggorokan

Pada saluran nafas bagian atas, bakteri banyak tumbuh dalam lingkungan yang mengandung sekresi dari membran mukosa. Bakteri secara terus menerus memasuki saluran nafas bagian atas melalui udara yang terhirup namun seringkali terjebak dalam saluran dan sekret hidung. Mikroorganisme yang sering ditemukan antara lain staphylococci, streptococci, diptherioid bacilus, dan kokus Gram negatif (Madigan, et al., 2009). Sakit tenggorokan merupakan infeksi saluran nafas bagian atas yang umumnya disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri. Gold standar untuk mengetahui penyebab radang tenggorokan adalah dengan melakukan tes kultur tenggorokan pasien. Bakteri yang biasa ditemukan dalam kultur usap tenggorokan pasien adalah bakteri S. pyogenes (Finch, et al., 2012). Terdapat beberapa perbedaan gejala radang tenggorokan yang disebabkan oleh infeksi bakteri dan oleh virus dalam Tabel I.

Tabel I. Perbedaan gejala radag tenggorokan yang disebabkan oleh infeksi bakteri dan virus (Cook dan Zumla 2009)

S. pyogenes termasuk dalam streptokokus β-hemolitik grup A. Streptokokus golongan A yang virulen, melekat pada epitel faring dengan pertolongan asam lipoteikoat yang menutupi fili permukaan. Pada bayi dan anak kecil penyakit ini muncul sebagai nasofaringitis subakut dengan sekret serosa

Ciri Infeksi Bakteri Infeksi Virus

Onset Tiba-tiba Bertahap

Tenggorokan Sangat sakit Kurang nyaman

Mata dan Hidung Tidak terganggu Mata merah dan mengeluarkan ingus Tonsil Membesar dan perih, merah,

dan mengeluarkan eksudat

Tidak membesar, merah, terdapat vesikel dan ulser


(35)

14

encer dan demam ringan, infeksi ini cenderung meluas ke telinga tengah, mastoid, dan selaput otak (Jawetz, Melnick and Adelberghb, 1995). Kebanyakan isolat biasanya memproduksi toksin yang dapat melisiskan sel darah merah pada kultur media, kondisi ini disebut β-hemolitik. Penyakit ini biasa ditandai dengan sakit tenggorokan, pembesaran tonsil yang disertai eksudat, rasa perih, panas, dan rasa tidak enak badan (Madigan, et al., 2009).

E.Pengukuran Aktivitas Antibakteri

Aktivitas antimikroba diukur secara invitro untuk menentukan potensi zat antimikroba dalam larutan, konsentrasinya dalam cairan tubuh dan jaringan, dan kepekaan terhadap obat pada konsentrasi tertentu. Penentuan nilai-nilai ini dapat dilakukan dengan dua metode utama yaitu metode difusi dan metode dilusi (pengenceran) (Jawetzb, dkk., 1995).

1. Metode difusi

Cakram kertas saring, cawan yang berliang renik atau silinder tak beralas, yang mengandung obat pada jumlah tertentu ditempatkan pada media yang telah ditanami mikroorganisme. Setelah diinkubasi, garis tengah daerah hambatan jernih yang mengelilingi cakram dianggap sebagai zona hambat (Jawetzb, dkk., 1995). Metode difusi dengan cakram didasarkan pada proses difusi senyawa dari disk yang berisi obat ke lempeng agar. Ketika antibiotik diletakkan pada lubang sumuran atau disk pada lempeng agar, obat mulai berdifusi dengan segera. Tes menggunakan cakram memiliki sejarah yang panjang, dan telah dikembangkan salah satunya dengan meode sumuran. Cara


(36)

yang bervariasi menyebabkan metode ini menjadi populer, disamping harganya yang lebih murah dibanding metode lain. Hal ini menimbulkan berbagai variasi di seluruh dunia. Tidak seperti metode dilusi, nilai KHM tidak dapat ditentukan akan tetapi zona jernih perlu dibandingkan dengan nilai KHM strain yang sama untuk mendeterminasikan zona jernih mana yang mungkin merupakan nilai KHM dan kategori kerentanan (Lorian, 2005).

2. Metode dilusi

Terdapat dua macam metode dilusi yaitu dilusi padat dan dilusi cair. Kedua metode ini memiliki prinsip yang sama, yang membedakan hanyalah media yang digunakan (Pratiwi, 2008). Sejumlah obat antmikroba tertentu dibuat beberapa seri pengenceran dicampurkan pada media cair atau padat kemudian media ditanami bakteri uji dan diinkubasi (Jawetzb, dkk., 1995). Penentuan KHM pada metode dilusi padat ditetapkan dari larutan uji dengan kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan mikroa uji. Konsentrasi larutan uji yang telah ditetapkan sebagai KHM dikultur ulang pada media baru dan diinkubasi selama 18-24 jam, jika media tersebut tidak terdapat pertumbuhan mikroba setelah inkubasi maka ditetapkan sebagai KBM (Pratiwi, 2008).

F. Penyarian

Penyarian adalah kegiatan penarikan zat yang larut dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Penyarian merupakan peristiwa perpindahan masa, zat aktif yang semula berada di dalam sel ditarik oleh cairan penyari sehingga


(37)

16

terjadi larutan zat aktif dalam cairan penyari tersebut. Simplisia yang disari mengandung zat aktif yang yang dapat larut dan tidak dapat larut. Faktor yang mempengaruhi kecepatan penyarian dalah kecepatan difusi zat yang larut melalui lapisan-lapisan batas antara cairan penyari dengan bahan yang mengandung zat tersebut. Pada umumnya penyarian akan bertambah baik bila permukaan serbuk simplisia yang bersentuhan dengan cairan penyari makin luas, dengan demikian maka makin halus serbuk simplisia seharusnya makin baik penyariannya.

Dalam penyarian, serbuk simplisia harus dibuat sehalus mungkin dan dijaga agar selnya tidak pecah. Namun simplisia yang terlalu halus akan memberikan kesulitan pada proses penyarian (pada metode ekstraksi perkolasi) dan penyaringan (butir-butir halus membentuk suspensi yang sulit dipisahkan). Pembasahan serbuk sebelum dilakukan penyarian dimaksudkan memberikan kesempatan sebesar-besarnya kepada cairan penyari memasuki seluruh pori-pori dalam simplisia sehingga mempermudah peyarian. Cairan penyari harus dapat mencapai seluruh serbuk dan secara terus menerus mendesak larutan yang memiliki konsentrasi lebih tinggi keluar. Oleh karena itu, perlu diperhatikan kriteria dalam pemilihan penyari antara lain stabil secara fisika dan kimia, netral, tidak mudah menguap dan terbakar, selektif (hanya menarik zat berkhasiat), tidak mempengaruhi zat berkhasiat dan diperbolehkan oleh peraturan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1986).

Etanol telah dikenal sebagai pelarut yang mampu mengekstraksi komponen yang memiliki aktivitas antimikroba (Bala et al., 2011). Etanol dapat melarutkan alkaloida basa, minyak atsiri, glikosida, kurkumin, kumarin,


(38)

antrakinon, flavonoid, steroid, damar dan klorofil. Untuk meningkatkan penyarian biasanya digunakan campuran etanol dan air namun hal ini bergantung bahan yang akan disari. Etanol dapat dipertimbangkan sebagai penyari karena lebih selektif, kapang dan bakteri sulit tumbuh dalam etanol dengan konsentrasi lebih dari 20%, tidak beracun, netral, absorbsi baik, etanol dapat bercampur dengan baik pada segala perbandingan, dan pemanasan yang diperlukan dalam proses pemekatan lebih sedikit (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1986).

Cara penyarian dibedakan menjadi : 1. Infundasi

Infus adalah sediaan cari yang dibuat dengan menyari simplisia dengan air pada suhu 90° C selama 15 menit. Infundasi adalah proses penyarian yang umumnya digunakan utuk menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air. Penyarian yang dilakukan dengan infundasi menyebabkan sari yang dihasilkan tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang. Selain itu, sari yang diperoleh tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1986).

2. Maserasi

Maserasi adalah proses perendaman serbuk simplisia dalam cairan penyari. Maserasi digunakan untuk simplisia yang mengandung zat aktif mudah larut, tidak mengandung zat yang mudah mengembang dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, dan lain-lain. Keuntungan cara penyarian maserasi adalah peralatan sederhana dan mudah dikerjakan, sedangkan kerugiannya adalah pengerjaannya lama dan penyarian kurang sempurna. Pada


(39)

18

penyarian dengan cara maserasi perlu dilakukan pengadukan untuk meratakan konsentrasi larutan diluar butir serbuk simplisia sehingga dengan pengadukan tersebut tetap terjaga adanya derajat perbedaan konsentrasi yang sekecil-kecilnya antara larutan dalam sel dengan larutan diluar sel (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1986).

3. Perkolasi

Cara penyarian dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Serbuk simplisia yang ditempatkan dalam bejana silinder diberi sekat berpori pada bagian bawah. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk, cairan penyari akan melarutkan zat aktif hingga keadaan jenuh. Didiamkan selama 24 jam, setelah itu kran dibuka dan diatur kecepatan tetesannya agar penyarian berjalan sempurna. Pada penentuan akhir perkolasi dapat dilakukan pemeriksaan zat aktif secara kualitatif pada perkolat terakhir (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1986).

4. Soxhletasi

Penggabungan proses menghasilkan ekstrak cair dan dilanjutkan proses penguapan. Uap cairan penyari naik ke atas melalui pipa samping kemudian didinginkan kembali oleh pendingin tegak. Cairan turun ke labu melalui tabung yang berisi serbuk simplisia. Cairan penyari turun melarutkan zat aktif serbuk simplisia. Cara ini menguntungkan karena uap panas tidak melalui serbuk simplisia tapi melalui pipa samping. Kelemahan cara ini larutan dipanaskan terus menerus sehingga zat aktif yang tidak tahan pemanasan


(40)

kurang cocok. Selain itu, cairan penyari dididihkan terus menerus sehingga penyari harus murni atau campuran azeotrop (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1986).

Pengeringan dengan tangas air merupakan pengeringan yang sederhana. Kerugiannya cairan penyari tidak dapat ditampung kembali. Pemekatan cairan mula-mula dapat dilakukan dengan pemanasan agak cepat di dalam tangas air. Bila dikehendaki untuk menghasilkan ekstrak kental atau ekstrak kering maka pemanasan dapat diteruskan. Pemanasan harus dilakukan dengan pengontrolan suhu (50-60˚C), agar zat aktifnya tidak rusak (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1986).

G.Senyawa Kimia Bahan Alam

Senyawa kimia tanaman bermolekul kecil banyak dijumpai dalam semua tanaman dan terdapat kelompok senyawa kimia khas dalam tanaman tertentu. Senyawa kimia tanaman yang jumlahnya paling banyak adalah senyawa bermolekul kecil yang penyebarannya terbatas, selanjutnya disebut sebagai metabolit sekunder (Sirait, 2007).

1. Flavonoid

Flavonoid merupakan golongan terbesar senyawa fenol alam. Hampir 2% dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh tumbuhan diubah menjadi flavoniod. Flavonoid merupakan senyawa polar karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil yang tak tersulih atau suatu gula sehingga akan larut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol, butanol, aseton, dimetilsulfoksida, dimetilformamida, dan air. Adanya gula yang terikat pada flavonoid cenderung


(41)

20

menyebabkan flavonoid lebih mudah larut dalam air dan dengan demikian campuran pelarut di atas dengan air merupakan pelarut yang lebih baik untuk glikosida. Flavonoid merupakan salah satu metabolit sekunder, kemungkinan keberadaannya dalam daun dipengaruhi oleh adanya proses fotosintesis sehingga daun muda belum terlalu banyak mengandung flavonoid. Flovonoid tersusun dari dua cincin aromatis yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga dengan susunan C6-C3-C6 (Markham, 1988). Dalam tumbuhan, flavonoid terikat pada gula sebagai glikosida dan aglikon flavonoid yang mungkin terdapat pada satu tumbuhan dalam bentuk kombinasi glikosida (Harbone, 1987).

Gambar 3. Struktur senyawa flavonoid (Markham, 1988) 2. Tanin

Tanin tersebar luas dalam tumbuhan berpembuluh. Tanin dapat bereaksi dengan protein membentuk kopolimer mantap yang tidak larut air. Secara kimia terdapat dua jenis utama tanin yaitu tanin terkondensasi dan tanin terhidrolisiskan. Tanin terkondensasi hampir tersebar pada seluruh tumbuhan angiospermae sementara tanin terhidrolisis penyebarannya hanya terbatas pada tumbuhan berkeping dua (Harborne, 1987). Semakin murni tanin, kelarutannya semakin kurang dalam air dan makin mudah diperoleh dalam bentuk kristal. Larutan tanin dalam air dapat diendapkan dengan penambahan asam mineral


(42)

atau garam. Selain itu, tanin memiliki kemampuan mengendapkan protein yang menyebabkan sering terjadinya reaksi dengan enzim. Asam gallat merupakan asam fenolat yang sering ditemukan dalam tanin (Robinson, 1995).

3. Alkaloid

Alkaloid adalah senyawa kimia tanaman hasil metabolit sekunder yang terbentuk berdasarkan prinsip pembentukan campuran. Pembentukan alkaloid dapat ditemukan pada bagian daun, akar, getah dan kuncup muda. Kebanyakan alkaloid adalah zat kristal yang berikatan dengan asam untuk membentuk garam. Pada tanaman, alkaloid terdapat dalam keadaan bebas sebagai garam atau N-oksida. Umumnya alkaloid larut dalam air jika berupa garam sedangkan bentuk bebas atau basanya mudah larut dalam pelarut organik dan sukar larut dalam air (Sirait, 2007).

4. Saponin

Terpenoid dapat dipilah menjadi sekurangnya empat golongan senyawa yaitu triterpena sebenarnya, steroid, saponin, dan glikosida jantung. Saponin dan glikosida jantung sebenarnya triterpena atau steroid yang terdapat sebagai glikosida. Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol yang terdapat dalam banyak tumbuhan. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan, bersifat seperti sabun, dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis sel darah (Harborne, 1987). Kedua jenis saponin tersebut larut dalam air dan etanol tetapi tidak larut dalam eter (Robinson, 1995).


(43)

22

H. Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis merupakan bentuk kromatografi planar. Pada kromatografi lapis tipis fase diamnya berupa lapisan yang seragam pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat aluminium, atau pelat plastik. Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh pengembangan secara menaik (ascending) atau gravitasi pada pengembangan secara menurun (descending). Mekanisme sorpsi yang utama pada KLT adalah partisi dan adsorbsi (Ganjar dan Rohman, 2007).

Pemisahan yang optimal akan diperoleh jika menotolkan bercak sekecil dan sesempit mungkin, jika sampel yang digunakan terlalu banyak maka akan menurunkan resolusi. Penotolan sampel yang tidak tepat akan menyebabkan bercak menyebar dan puncak ganda. Pemisahan kromatografi planar umumnya dihentikan sebelum semua fase gerak melewati seluruh permukaan fase diam. Solut pada kedua kromatografi ini dikarakterisasi dengan jarak migrasi solut terhadap jarak ujung fase geraknya. Parameter pada KLT yang digunakan untuk identifikasi adalah nilai Rf (Ganjar dan Rohman, 2007). Rf merupakan ciri senyawa yang terulangkan. Bilangan Rf terdefinisaikan sebagai jarak yang ditempuh oleh senyawa dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh garis depan pengembang yang diukur dari garis awal. Oleh sebab itu, bilangan Rf selalu lebih kecil dari 1 (Markham, 1988).


(44)

Angka Rf berkisar antara 0,00 dan 1,00 dan hanya dapat ditentukan dua desimal. Selain itu juga terdapat hRf, yaitu angka Rf dikalikan faktor 100 (h), menghasilkan nilai antara 0 – 100. Jika keadaan luar misalnya sifat penjerap yang agak menyimpang, menghasilkan kromatogram yang agak menyimpang atau secara umum menunjukkan angka Rf lebih rendah atau lebih tinggi, maka sistem pelarut harus diganti dengan yang lebih sesuai. Jika angka hRf lebih tinggi dari hRf yang dinyatakan, kepolaran pelarut harus dikurangi, jika hRf lebih rendah maka komponen polar pelarut harus dinaikkan (Stahl 1985).

Bercak pemisahan pada KLT umumnya tidak berwarna, berbagai cara dapat dilakukan untuk mendeteksi bercak. Cara kimia dapat dilakukan dengan mereaksikan bercak dengan suatu pereaksi melalui penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas. Cara fisika dapat dilakukan dengan fluorosensi sinar ultraviolet. Lampu ultraviolet dapat dipasang pada panjang gelombang 254 atau 366 untuk menampakkan solut sebagai bercak gelap atau bercak yang berfluorosensi terang pada dasar yang berfluorosensi seragam (Ganjar dan Rohman, 2007). Hasil positif dalam identifikasi senyawa fenolik yang ditandai timbulnya noda berwarna hitam setelah plat KLT disemprot pereaksi besi (III) klorida (Marliana, 2007). Menurut Schneider (cit., Meiyanto, dkk., 2011), hasil positif flavonoid ditunjukkan dengan bercak warna kuning setelah disemprot sitroborat pada sinar tampak.


(45)

24

I. Landasan Teori

Radang tenggorokan termasuk ISPA yang cukup sering ditemui di masyarakat. Radang tenggorokan dapat disebabkan oleh virus dan bakteri. Radang tenggorokan yang disebabkan oleh bakteri harus ditangani dengan tepat karena infeksi streptococcal dapat menyebabkan infeksi sistemik yang berbahaya. Bakteri yang biasa ditemui dalam kultur tenggorokan penderita radang tenggorokan adalah S. pyogenes yang termasuk dalam grup A streptococcus dan merupakan bakteri Gram positif .

Daun M. tanarius telah lama digunakan sebagai agen antiinflamasi. Menurut penelitian, daun M. tanarius dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif, namun tidak menunjukkan penghambatan terhadap bakteri Gram negatif. Kandungan daun M. tanarius yang merupakan turunan dari flavonoid memiliki kemampuan sebagai antibakteri. Flavonoid bersifat antibakteri karena mampu berinteraksi dengan DNA bakteri yang menyebabkan terjadinya kerusakan permeabilitas dinding sel bakteri, mikrosom dan lisosom. Aktivitas antibakteri dari flavonoid juga dilakukan dengan pengurangan fluiditas membran pada sel bakteri dan penghambatan metabolisme energi pada bakteri. Etanol dipilih sebagai penyari karena dapat menarik senyawa antibakteri yang dituju seperti flavonoid. Flavonoid bersifat polar sehingga campuran etanol dengan air yang juga bersifat polar dapat digunakan untuk menarik flavonoid dalam daun M. tanarius.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas antibakteri daun M. tanarius terhadap S. pyogenes. Selain itu juga dilakukan penentuan nilai KHM


(46)

dan KBM untuk mengetahui konsentrasi yang dapat digunakan dalam menghambat dan membunuh bakteri. Diharapkan dari penelitian ini daun M. tanarius yang kurang dimanfaatkan sebagai tanaman obat dapat dikembangkan sebagai antibakteri. Hal ini dapat melengkapi kegunaan daun M. tanarius yang sudah lama digunakan sebagai agen antiinflamasi sehingga dapat digunakan mengobati radang tenggorokan yang disebabkan oleh bakteri S. pyogenes.

J. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah ekstrak etanol daun M. tanarius memiliki aktivitas antibakteri terhadap S. pyogenes, serta nilai KHM dan KBM dari ekstrak etanol daun M. tanarius terhadap S. pyogenes dapat ditentukan.


(47)

26 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola satu arah.

B.Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian

a. Variabel bebas.

Konsentrasi ekstrak etanol daun M. tanarius konsentrasi 5%, 10%, 20%, 40%, dan 80%.

b. Variabel tergantung.

Aktivitas antibakteri ekstrak etanol M. tanarius yang dilihat dari diameter zona hambat dalam milimeter (mm).

c. Variabel pengacau terkendali.

Asal daun M. tanarius, waktu inkubasi, suhu inkubasi. d. Variabel pengacau tak terkendali.


(48)

2. Definisi operasional

a. Ekstrak etanol daun M. tanarius. Ekstrak serbuk daun M. tanarius yang disari menggunakan etanol 70% dan dihilangkan pelarutnya dengan pemanasan di atas penangas air pada suhu 50-60˚C hingga kental lalu ditimbang hingga bobot tetap dan disimpan pada suhu 4˚C. b. Zona hambat. Daerah jernih di sekitar lubang sumuran yang telah

diteteskan ekstrak etanol daun M. tanarius yang menandakan tidak terdapat pertumbuhan bakteri dinyatakan dalam milimeter (mm). c. Aktivitas antibakteri. Kemampuan ekstrak etanol daun M. tanarius

untuk menghambat atau membunuh pertumbuhan bakteri S. pyogenes yang dibandingkan dengan kontrol negatif.

d. Kontrol negatif. Pelarut yang digunakan untuk melarutkan ekstrak etanol daun M. tanarius ketika diteteskan dalam media yaitu aquadest steril, hasilnya akan digunakan sebagai pembanding.

e. Kontrol positif. Suspensi antibiotik Amoxicilin dengan konsentrasi 25 mg/mL yang telah terbukti mampu menghambat maupun membunuh pertumbuhan bakteri S. pyogenes yang hasilnya digunakan sebagai pembanding ekstrak etanol daun M. tanarius.

C.Bahan Penelitian

Daun M. tanarius yang diperoleh dari kebun obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang dipanen pada bulan Juli 2013. Media Nutrient Agar (NA) (Oxoid), Nutrient Broth (NB) (Oxoid), Blood Agar Plate (BAP)


(49)

28

Larutan Mac Farland 0,5, kultur murni S. pyogenes ATCC 19615 yang diperoleh dari Balai Kesehatan, Yogyakarta (EQAM Belgia). Etanol 70% (teknis), aquadest steril, suspensi antibiotik Amoxicilin (Indofarma). Kalium hidroksida LP, natrium hidroksida, asam klorida, natrium klorida 2%, gelatin 1%, Bourchadat LP, dan Mayer LP. Silika gel 60F254, asam asetat, air, etil asetat, asam formiat, toluene, rutin, asam gallat, besi (III) klorida, dan sitroborat.

D.Alat Penelitian

Alat-alat gelas (Pyrex), pipet ukur (Pyrex), aluminium foil, mikropipet, neraca analitik (Mettler Toledo), cawan petri (Pyrex), cawan porselen, grinder, kulkas, oven (Memmert), Microbiological Safety Cabinet (MSC), inkubator, autoklaf, jarum ose, batang pengaduk, stirer, hot plate, sendok, bunsen, pelubang sumuran, mikropipet, pipet tetes, tabung reaksi, gelas arloji, labu ukur. Penangas air (Memmert), drying box, mesin penyerbuk, ayakan nomor 40, corong, corong Buchner, rotarry vaccum evaporator (Buchi), UV cabinet, chamber.

E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi tanaman Macaranga tanarius

Dilakukan pengamatan terhadap pohon dan bagian tanaman seperti daun, batang, buah dan bunga. Bagian tanaman tersebut dicocokkan dengan ciri morfologi tanaman Macaranga tanarius yang terdapat pada buku Flora of Java Jilid I mengikuti panduan determinasi tanaman.


(50)

2. Pembuatan serbuk daun M. tanarius

Daun M. tanarius sebanyak 500 g dicuci dengan air mengalir, dikeringkan dibawah sinar matahari ditutup dengan kain hitam selama satu hari. Pengeringan dilanjutkan dalam oven pada suhu 40-50˚C selama satu hari (hingga dapat hancur ketika diremas), dibuat serbuk dengan grinder dan diayak pada ayakan nomor mesh 40.

3. Pembuatan ekstrak etanol daun M. tanarius

Serbuk daun M. tanarius sebanyak 30 g diekstraksi secara maserasi menggunakan 300 mL etanol 70% selama lima hari ditempat gelap dan terlindung dari cahaya. Selama roses maserasi dilakukan penggojogan setiap 24 jam sekali untuk meratakan penyarian. Setelah maserasi selama lima hari kemudian filtrat dipisahkan dan dilakukan remaserasi selama dua hari dengan penambahan penyari yang baru dengan perbandingan yang sama (Badan POM RI, 2010). Filtrat disimpan dalam kulkas bersuhu 4°C dan dicampur dengan filtrat hasil remaserasi. Hasil ekstraksi dipisahkan antara filtrat dengan serbuk menggunakan kertas saring dengan bantuan corong Buchner yang terhubung dengan vaccum. Filtrat hasil maserasi dan remaserasi yang telah dicampur kemudian dipekatkan dengan vaccum rotary evaporator hingga tidak ada penyari yang menetes pada alat. Filtrat yang pekat tersebut dikumpulkan pada cawan porselen dan diuapkan diatas waterbath untuk mendapatkan ekstrak kental. Ekstrak kental ditimbang hingga bobot tetap untuk memastikan pelarut benar-benar hilang. Ekstrak disimpan dalam kulkas bersuhu 4˚C hingga digunakan.


(51)

30

4. Pembuatan variasi konsentrasi ekstrak daun M. tanarius

Variasi konsentrasi ekstrak daun M. tanarius dibuat dengan melarutkan ekstrak dengan aquadest steril hingga konsentrasi yang ingin diperoleh. Ekstrak dibuat dalam konsentrasi 5%, 10%, 20%, 40%, dan 80% (50 mg/mL, 100 mg/mL, 200 mg/mL, 400 mg/mL, dan 800 mg/mL).

5. Uji skrining fitokimia daun M. tanarius

Skrinning fitokimia daun M. tanarius dilakukan terhadap senyawa fenolik, flavonoid, tanin, alkaloid, dan saponin.

a. Uji pendahuluan. Uji pendahuluan dilakukan dengan uji tabung. Sebanyak 2 gram serbuk daun M. tanarius ditambahkan 10 mL aquadest, kemudian dipanaskan selama 30 menit diatas penangas air dan disaring. Filtrat diamati, bila muncul larutan kuning kemerahan menunjukkan adanya senyawa yang mengandung kromofor (flavonoida dan antrakinon). Kemudian dengan penambahan larutan kalium hidroksida LP 3 tetes maka warna larutan akan menjadi lebih intensif (Herlianawati, 2007).

b. Uji senyawa fenolik. Uji kandungan senyawa fenolik dilakukan dengan uji tabung dan ditegaskan dengan uji KLT. Pada uji tabung, sebanyak 2 gram serbuk daun M. tanarius ditambahkan 10 mL aquadest, kemudian dipanaskan selama 10 menit diatas penangas air. Disaring panas-panas lalu didinginkan, kemudian filtrat ditambahkan 3 tetes pereaksi besi (III) klorida. Terjadinya warna hijau-biru menunjukkan adanya senyawa fenolik (Harborne, 1987). Pada uji KLT, chamber tempat pemisahan dijenuhkan dengan menggunakan fase gerak yang akan digunakan. Uji kandungan


(52)

senyawa fenolik dilakukan dengan menggunakan plat KLT silika gel 60F254 dan fase gerak etil asetat : asam formiat : toluene : air (6 : 1,5 : 2 : 1). Pembanding yang digunakan adalah asam gallat yang dibuat dengan melarutkan 10 mg asam galat dalam 1 mL etanol. Plat KLT ditotol dengan ekstrak etanol daun M. tanarius dalam konsentrasi 10%, dibuat dengan menimbang ekstrak etanol daun M. tanarius sebanyak 1 gram dan dilarutkan dalam etanol 70% hingga 10 mL. Senyawa dielusi hingga mencapai batas (8 cm) dalam fase gerak. Setelah proses elusi selesai, plat diangin-anginkan agar fase gerak menguap dan diamati dibawah UV 254 nm dan 365 nm (Wagner, Bladt, and Zgainski, 1984). Untuk senyawa fenolik dilakukan deteksi dengan besi (III) klorida dan hasil positif berupa bercak berwarna hitam (Marliana, 2007).

c. Uji flavonoid. Uji kandungan flavonoid dilakukan dengan uji tabung dan ditegaskan dengan uji KLT. Pada uji tabung, sebanyak 0,2 g serbuk dilarutkan ke dalam natrium hidroksida akan terjadi pembentukan intensitas warna kuning. Pada penambahan asam klorida terjadi perubahan intensitas warna kuning menunjukkan adanya flavonoid (Wibowo, 2013). Uji KLT flavonoid digunakan fase diam silika gel 60F254 dan fase gerak etil asetat - asam formiat - asam asetat - air (100 : 11 : 11 : 27). Pembanding yang digunakan adalah rutin yang dibuat dengan melarutkan 10 mg rutin dalam 1 mL etanol. Plat KLT ditotol dengan ekstrak etanol daun M. tanarius dalam konsentrasi 10%, dibuat dengan menimbang ekstrak etanol daun M. tanarius sebanyak 1 gram dan dilarutkan dalam etanol 70% hingga 10 mL.


(53)

32

Senyawa dielusi hingga mencapai batas (8 cm) dalam fase gerak. Setelah proses elusi selesai, plat diangin-anginkan agar fase gerak menguap dan diamati dibawah UV 254 nm dan 365 nm (Wagner, Bladt, and Zgainski, 1984). Hasil positif flavonoid ditunjukkan dengan bercak warna kuning atau kuning coklat setelah disemprot sitroborat (Schneider cit., Meiyanto, dkk., 2011).

d. Uji tanin. Uji kandungan tanin dilakukan dengan uji tabung. Sebanyak 2 gram serbuk daun M. tanarius ditambahkan 10 ml aquadest, kemudian dipanaskan selama 30 menit diatas penangas air dan disaring. Sebanyak 5 mL filtrat ditambahkan natrium klorida 2% sebanyak 1 mL. Bila terjadi endapan atau suspense, disaring menggunakan kertas saring. larutan gelatin 1% ditambahkan sebanyak 5 mL, bila terbentuk endapan menunjukkan adanya tanin (Marliana, 2005).

e. Uji alkaloid. Uji kandungan alkaloid dilakukan dengan uji tabung. Sebanyak 500 mg serbuk daun M. tanarius ditambahkan 1 mL asam klorida 2N dan 9 mL. Dipanaskan diatas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Sebanyak 3 tetes filtrat dipindahkan ke kaca arloji dan ditambahkan 2 tetes Bourchadat LP. Bila terdapat endapan maka menunjukkan alkaloid golongan II. Sebanyak 3 tetes filtrat dipindahkan ke kaca arloji dan ditambahkan 2 tetes Mayer LP. Bila filtrat membentuk endapan, maka menunjukkan adanya kandungan alkaloid golongan III (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).


(54)

f. Uji saponin. Uji kandungan saponin dilakukan dengan uji tabung dan uji hemolisis. Pada uji tabung, serbuk daun M. tanarius dimasukkan sebanyak 0,5 g dalam tabung reaksi. Ditambahkan 10 mL air panas, didinginkan dan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Terbentuknya buih selama ± 10 menit setinggi 1 cm sampai 10 cm dan dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2N buih tidak hilang menunjukkan positif adanya saponin (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995). Untuk memastikan kandungan saponin dalam daun M. tanarius dilakukan uji hemolisis. Sebanyak 40 µL ekstrak etanol daun M. tanarius yang dilarutkan dalam aquadest diteteskan dalam lubang sumuran pada media BAP. Didiamkan selama satu hari kemudian diamati hasilnya. Bila area sekitar lubang sumuran berubah warna menjadi kuning artinya terjadi proses hemolisis dan menunjukkan adanya kandungan saponin dalam ekstrak daun M. tanarius. 6. Uji antibakteri

a. Pembuatan suspensi bakteri S. pyogenes. Kultur murni bakteri S. pyogenes yang didapatkan dari Balai Kesehatan Yogyakarta diambil sebanyak satu ose, di kultur pada media NB dan diinkubasi selama 24 jam. Setelah inkubasi, dibuat suspensi bakteri uji yang kekeruhannya disetarakan dengan larutan Mac Farland 0,5 untuk mendapatkan kepadatan populasi bakteri 1,5 x 108 CFU.

b. Pembuatan suspensi antibiotik sebagai kontrol positif. Antibiotik Amoxicilin dry syrup dilarutkan dalam aquadest steril hingga mendapatkan


(55)

34

konsentrasi 25 mg/mL. Di-vortex hingga homogen terutama saat sebelum digunakan.

c. Pembuatan sumuran pada media NA. Media NA dituangkan dalam petri kemudian didiamkan hingga memadat (sebagai base layer). Media NA yang masih dalam bentuk cair diinokulasi dengan suspensi bakteri uji secara pour plate, dituang dalam cawan petri yang telah terdapat base layer dan didiamkan hingga memadat (sebagai seed layer). Dengan menggunakan pelubang sumuran, media yang telah memadat tersebut dibuat lubang-lubang sumuran pada seed layer namun tidak menembus base layer. Jumlah lubang yang dibuat sesuai dengan seri konsentrasi ekstrak etanol daun M. tanarius, kontrol negatif dan kontrol positif.

d. Uji daya antibakteri secara difusi sumuran. Pada lubang-lubang sumuran, diberikan ekstrak yang telah dilarutkan dalam aquadest steril dengan variasi konsentrasi 5%, 10%, 20%, 40%, dan 80% (50 mg/mL, 100 mg/mL, 200 mg/mL, 400 mg/mL, dan 800 mg/mL) sebanyak 40 µL. Kontrol positif yaitu suspensi antibiotik Amoxicilin dan kontrol negatif yaitu aquadest steril sebagai pelarut ekstrak diberikan dalam lubang sumuran. Dilakukan inkubasi pada suhu 37˚C selama 24 jam, setelah waktu inkubasi diamati hasilnya.

e. Penentuan KHM dan KBM dengan matode dilusi padat. Pada pengamatan hasil, dilihat zona hambat yang terbentuk disekitar sumuran. Setelah mendapatkan zona hambat, range konsentrasi zona hambat digunakan untuk menentukan KHM dan KBM dengan metode dilusi padat. Variasi


(56)

konsentrasi dilusi padat dibuat berdasarkan konsentrasi terkecil yang masih memberikan zona hambat dari uji potensi antibakeri. Suspensi bakteri uji dan ekstrak yang telah dilarutkan sesuai variasi konsentrasi diinokulasikan secara pour plate dalam media NA dengan perbandingan suspensi bakteri : ekstrak (1 : 1). Diinkubasi dalam suhu 37˚C selama 24 jam. Hasil inkubasi dilakukan penegasan hasil dengan melakukan streak pada media NA dan diinkubasi pada suhu 37˚C selama 24 jam. Pada hasil streak diamati berdasarkan kekeruhan pertumbuhan bakteri pada media. Media yang jernih tidak adanya pertumbuhan bakteri diberi notasi -, media yang keruh diberi notasi ++, dan sangat keruh +++. Konsentrasi terkecil yang menunjukkan tidak adanya pertumbuhan bakteri selanjutnya dilakukan uji penegasan. f. Uji penegasan. Media yang jernih dipilih dua konsentrasi terkecil untuk

selanjutnya dilakukan uji penegasan. Permukaan media digores dengan ose, kemudian digoreskan pada media yang masih steril. Adanya pertumbuhan bakteri pada bekas goresan menunjukkan pada konsentrasi tersebut terjadi kemampuan penghambatan pertumbuhan bakteri sedangkan tidak adanya pertumbuhan bakteri menunjukkan pada konsentrasi tersebut terjadi kemampuan membunuh pertumbuhan bekteri. Konsentrasi terkecil yang menunjukkan tidak adanya pertumbuhan bakteri ditentukan sebagai KBM, sedangkan konsentrasi terkecil yang menunjukkan masih adanya pertumbuhan bakteri ditentukan sebagai KBM.


(57)

36

F. Analisis Hasil

Data dari hasil penelitian ini berupa data diameter zona hambat, data nilai KHM dan KBM, dan data hasil uji KLT. Data diameter zona hambat dianalisis secara statistik menggunakan uji Shapiro-Wilk untuk mengetahui data memiliki distribusi normal atau tidak. Data dinyatakan terdistribusi normal bila nilai p>0,05. Dilakukan uji Levene untuk mengetaui variasi data. Bila data terdistribusi normal dan variasi data homogen dilanjutkan uji Anava Satu Arah untuk mengetahui paling tidak terdapat dua kelompok data yang memiliki perbedaan bermakna dengan nilai p<0,05. Untuk mengetahui kelompok mana yang memiliki perbedaan maka dilakukan uji T tidak berpasangan untuk mengetahui pada variasi konsentrasi ekstrak etanol daun M. tanarius berapa terdapat perbedaan bermakna dengan kontrol negatif dan kontrol positif maupun antar variasi konsentrasi.

Data KHM dan KBM dianalisis dengan analisis deskriptif berdasarkan kekeruhan pertumbuhan bakteri yang dibandingkan dengan kontrol negatif dan kontrol positif. Selanjutnya dilakukan uji penegasan KHM dan KBM dengan streak plate untuk menentukan nilai KHM dan KBM. Data hasil uji kualitatif kandungan kimia daun M. tanarius dilakukan dengan mengamati bercak yang tampak pada KLT secara visual dibawah lampu UV 254 nm dan 365 nm.

Bercak pada kromatogram dihitung Retardation factor (Rf) dengan rumus:


(58)

Warna bercak dan harga Rf sampel dibandingkan dengan standar pembanding. Bila warna bercak dan harga Rf mendekati pembanding, menunjukkan komponen senyawa kimia sampel sama dengan standar pembanding.


(59)

38 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Identifikasi Bahan Tanaman Macaranga tanarius (L.) M. A.

Penelitian ini menggunakan daun Macaranga tanarius (L.) M. A. yang berasal dari kebun obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. Identifikasi bahan tanaman bertujuan untuk memastikan kebenaran bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini. Identifikasi dilakukan dengan mencocokkan ciri morfologi tanaman seperti daun, batang, bunga dan buah menurut pustaka acuan yaitu Backer, C. A. and Bakhuizen van den Brink, (1983).

A B

Gambar 4. Tanaman (A) dan daun segar (B) M. tanarius

Berdasarkan hasil determinasi tanaman didapatkan hasil bahwa benar tanaman yang digunakan merupakan tanaman Macaranga tanarius (L.) M. A. (Lampiran 1).


(60)

B. Pengumpulan Bahan

Daun M. tanarius yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari kebun obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang dipetik dalam kondisi segar pada bulan Juli-Agustus 2013. Dipilih daun yang berwarna hijau segar agar didapatkan kandungan senyawa yang optimal. Daun yang diambil berada di tengah batang, tidak terlalu atas agar tidak terlalu muda dan tidak terlalu bawah agar tidak terdapat daun yang terlalu tua. Daun yang masih muda dimungkinkan kandungan senyawa didalamnya belum optimal, sedangkan daun yang terlalu tua dikhawatirkan kandungan senyawa yang terdapat didalamnya sudah mulai berkurang (Departeman Kesehatan Republik Indonesia, 1985). Selain itu dipilih daun yang terbebas dari hama, serangga maupun pengotor agar toksin yang dihasilkan tidak mempengaruhi hasil dari penelitian ini. Daun yang didapatkan kemudian disortir untuk mendapatkan daun yang sesuai dengan kriteria. Daun dicuci dibawah air mengalir agar kotoran tidak lagi menempel pada daun selanjutnya daun yang telah dibersihkan siap untuk dikeringkan.

C. Pengeringan Bahan dan Pembuatan Serbuk Daun M. tanarius Pengeringan bahan daun M. tanarius bertujuan untuk mengurangi kadar air agar terhindar dari pertumbuhan mikroba yang dapat menyebabkan rusaknya simplisia dalam proses penyimpanan. Pengeringan juga bertujuan menginaktifkan enzim-enzim yang terkandung dalam tumbuhan. Hal ini untuk mencegah peruraian senyawa kimia oleh enzim-enzim tersebut (Departeman Kesehatan Republik Indonesia, 1985). Pengeringan daun M. tanarius dilakukan dibawah


(61)

40

sinar matahari dengan ditutup kain berwarna hitam. Pengeringan dilanjutkan dalam oven suhu 36˚C hingga daun dapat hancur ketika diremas. Pengeringan dengan oven dapat mengatur suhu, kelembaban dan aliran udara dalam proses pengeringan simplisia. Hal ini agar simplisia yang didapatkan dapat kering lebih merata dengan waktu lebih cepat tanpa bergantung cuaca sehingga simplisia yang didapatkan pun dapat memiliki mutu lebih baik.

Daun yang mudah hancur ketika diremas menandakan daun sudah kering dan siap untuk masuk ke tahap berikutnya yaitu penyerbukan. Setelah proses pengeringan, didapatkan 529 g daun kering dari 1,51 kg daun segar. Daun dibuat serbuk dengan alat grinder. Sebelum masuk grinder daun lebih dulu diremas untuk mendapatkan ukuran yang lebih kecil sehingga mempermudah proses penyerbukan. Hasil dari penyerbukan dikumpulkan dan diayak dengan pengayak nomor mesh 40. Penyerbukan dan pengayakan bertujuan untuk memperkecil ukuran partikel sehingga permukaan yang kontak dengan penyari akan semakin luas. Hal ini agar kandungan kimia yang terlarut dalam penyari dapat lebih banyak. Serbuk yang terlalu halus dapat mempersulit proses penyarian dan penyarian (Departeman Kesehatan Republik Indonesia, 1985). Oleh karena itu digunakan pengayak dengan nomor mesh 40 untuk mendapatkan serbuk yang sesuai. Serbuk yang didapatkan disimpan dalam wadah tertutup rapat dan kedap udara hingga akan digunakan agar terhindar dari pengotor maupun pertumbuhan bakteri dan jamur.


(62)

D. Pembuatan Ekstrak Etanol Daun M. tanarius

Metode yang dipilih dalam ekstraksi adalah maserasi. Maserasi dipilih karena dalam pembuatan ekstrak mengikuti ketentuan Farmakope Herbal Indonesia yaitu membuat ekstrak dari serbuk sering simplisia dengan metode maserasi menggunakan pelarut yang sesuai (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009). Ekstraksi menggunakan metode maserasi lebih sederhana, tidak terlalu banyak menggunakan pelarut dan karena tidak menggunakan proses pemanasan maka zat aktif didalamnya dapat terjaga. Digunakan pelarut etanol 70% yang dapat menyari sebagian besar metabolit sekunder yang terkandung dalam serbuk simplisia (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1985). Perbandingan serbuk dengan penyari yang digunakan 1 : 10. Etanol 70% sangat efektif dalam menghasilkan jumlah bahan aktif yang optimal (Voight, 1995). Etanol telah dikenal sebagai pelarut yang mampu mengekstraksi komponen yang memiliki aktivitas antimikroba (Bala, et al., 2011). Etanol dapat melarutkan komponen antimikroba dalam daun M. tanarius seperti senyawa fenolik, flavonoid, tanin, dan saponin (Harborne, 1987).

Maserasi (macerase = mengairi, melunakkan) adalah cara ekstraksi yang paling sederhana. Bahan simplisia yang telah dihaluskan disatukan dengan bahan pengekstraksi. Selanjutnya rendaman tersebut disimpan terlindung dari cahaya langsung untuk mencegah reaksi dikatalisis cahaya atau perubahan warna. Pemilihan waktu lamanya maserasi dapat berbeda-beda, namun waktu lima hari dirasa memadai untuk memungkinkan berlangsungnya proses dasar maserasi. Prinsip maserasi adalah pelarutan bahan kandungan simpilisia dari sel yang sudah


(63)

42

rusak dan difusi bahan kandungan dari sel yang masih utuh. Maserasi selesai berarti keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada bagian dalam sel dengan yang masuk dalam cairan telah tercapai, maka proses difusi akan segera berakhir. Rendaman harus dikocok berulang-ulang (± tiga kali sehari) agar keseimbangan konsentrasi bahan ekstraktif yang lebih cepat dalam cairan. Keadaan diam selama maserasi menyebabkan turunnya perpindahan bahan aktif. Secara teoritis, pada suatu maserasi tidak memungkinkan ekstraksi absolute. Semakin besar perbandingan simplisia dengan pelarut maka semakin banyak hasil yang diperoleh (Voight, 1995). Ekstrak kental ditimbang hingga bobot tetap untuk memastikan pelarut benar-benar hilang. Penimbangan dinyatakan sudah mencapai bobot tetap apabila perbedaan dua kali penimbangan berturut-turut setelah dikeringkan selama 1 jam tidak lebih dari 0,25% atau perbedaan penimbangan seperti tersebut diatas tidak melebihi 0,5 mg pada penimbangan dengan timbangan analitik (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009).

Pada proses maserasi dilakukan replikasi tiga kali, dengan jumlah serbuk yang sama, yaitu 30 g dan pelarut etanol 70% dengan perbandingan yang sama serta perlakuan yang sama. Didapatkan ekstrak sebanyak 5,29 g; 5 g; dan 4,71 g yang selanjutnya masing – masing dibuat seri konsentrasi 5%, 10%, 20%, 40%, dan 80% (50 mg/mL, 100 mg/mL, 200 mg/mL, 400 mg/mL, dan 800 mg/mL). Berdasarkan hasil tersebut, rendemen yang didapatkan 16,7%. Ekstrak tersebut digunakan untuk uji potensi antibakteri, uji KHM KBM dan uji kualitatif kromatografi lapis tipis (KLT).


(64)

E. Uji Fitokimia Daun M. tanarius

Pada penelitian ini dilakukan uji fitokimia daun M. tanarius untuk mengetahui kandungan senyawa yang terdapat dalam daun M. tanarius. Berdasarkan penelitian skrining fitokimia yang dilakukan sebelumnya, pada daun M. tanarius terdapat kandungan turunan flavonoid yang memiliki aktivitas antibakteri. Pada skrining fitokimia ini dilakukan uji tabung dan uji KLT.

1. Uji pendahuluan

Uji pendahuluan dilakukan untuk mengetahui apakah senyawa yang terkandung dalam daun M. tanarius memiliki gugus kromofor atau gugus hidrofilik. Berdasarkan hasil uji tabung didapatkan larutan kemerahan yang dengan penambahan KOH LP warna menjadi lebih intensif (Gambar 5). Hal ini menunjukkan dalam daun M. tanarius terdapat gugus kromofor seperti flavonoid, antrakinon, dan lainnya atau gugus hidrofilik seperti gula, asam fenolat, dan lainnya (Herlianawati, 2007).

Filtrat penambahan KOH LP Gambar 5. Hasil uji pendahuluan serbuk daun M. tanarius


(1)

E. Perbandingan kontrol positif dan konsentrasi 5%

F. Perbandingan kontrol positif dan konsentrasi 10%

G. Perbandingan kontrol positif dan konsentrasi 40%


(2)

I. Perbandingan konsentrasi 5% dan konsentrasi 40%


(3)

Lampiran 15. Hasil Uji KHM dan KBM dengan metode Dilusi Padat Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3

Konsentrasi 1,5%

(+) (+) (+)

Konsentrasi 3,5%

(-) (-) (-)

Konsentrasi 5%

(-) (-) (-)

Keterangan :

+ = Amoxicilin 25mg/ml - = aquadest steril


(4)

Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3 Konsentrasi 6,5%

(-) (-) (-)

Konsentrasi 8,5%

(-) (-) (-)

Keterangan :

+ = Amoxicilin 25mg/ml - = aquadest steril


(5)

Lampiran 16. Hasil Uji Penegasan KHM dan KBM Ekstrak Etanol Daun

M. tanarius

Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3 Konsentrasi 3,5%


(6)

100

BIOGRAFI PENULIS

Muhadela Tiara Murtiwi,

lahir di

Semarang, 21 April 1993. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Muryono dan Sri Pratiwi serta memiliki dua kakak perempuan. Penulis mengawali bangku sekolah di TK Pancaran Kasih (1996-1998) dan melanjutkan sekolah di SDN Bratan 1 Surakarta (1998-1999), SDN 1 Jati Kulon, Kudus (1999-2004), kemudian di SMPN 1 Kudus (2004-2006), SMPN 9 Surakarta (2006-2007) dan melanjutkan di SMA Negeri 4 Surakarta (2007-2010). Penulis melanjutkan pendidikan jenjang Perguruan Tinggi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma (2010-2014). Selama menempuh jenjang perguruan tinggi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma penulis aktif dalam kegiatan kepanitiaan dan organisasi. Penulis pernah bergabung dalam kepanitiaan Pharmacy Performance sebagai Sie Dana Usaha (2010), Hari Anti Temabakau sebagai Bendahara (2011), TITRASI (2011), dan Panitia Seminar Nasional Diabetes (2011). Dalam kegiatan organisasi, penulis aktif dalam kepengurusan ISMAFARSI sebagai Sie Organisasi (2011) dan Komisaris ISMAFARSI sehingga dapat bergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Farmasi sebagai Contact Person ISMAFARSI (2012). Penulis juga aktif mengikuti kegiatan ISMAFARSI di luar kampus seperti Latihan Kepemimpinan Tingkat Wilayah (2012), Latihan Kepemimpinan Nasional (2012), Pra-Musyawarah Nasional (2012), Rapat Kerja Nasional (2013), dan lainnya. Penulis pernah menjadi Asisten Praktikum Mikrobiologi (2012 dan 2013).


Dokumen yang terkait

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Dan Beberapa Fraksi Daun Ekor Naga (Rhaphidophora pinnata (L.f.) Schott) Terhadap Bakteri Streptococcus mutans Dan Pseudomonas aeruginosa

17 99 87

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Ruku-Ruku (Ocimum sanctum L.) dan Formulasi Sediaan Obat Kumur-Kumur

30 152 78

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Ceplukan (Physalis minima L.) Terhadap Bakteri Shigella dysenteriae, Escherichia coli Dan Salmonella typhimurium

21 148 72

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN PACAR AIR (Impatiens balsamina L.)TERHADAP Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Pacar Air (Impatiens Balsamina L.) Terhadap Bakteri Streptococcus Pyogenes Dan Shigella Sonnei Serta Bioautografinya.

0 6 13

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN PACAR AIR (Impatiens balsamina L.) TERHADAP Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Pacar Air (Impatiens Balsamina L.) Terhadap Bakteri Streptococcus Pyogenes Dan Shigella Sonnei Serta Bioautografinya.

0 1 13

Pengaruh pemberian jangka pendek fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. terhadap aktivitas alkaline phosphatase pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 7 136

Pengaruh pemberian jangka pendek fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. terhadap aktivitas alkaline phosphatase pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 4 135

Pengaruh pemberian jangka panjang fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. terhadap kadar bilirubin pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 1 133

Aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun macaranga tanarius (l.) mull. arg. terhadap streptococcus pyogenes ATCC 19615

1 4 119

UJI EFEKTIVITAS LARVASIDA EKSTRAK DAUN L

0 0 9