8
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritik
1. Lingkungan Belajar
Lingkungan adalah sesuatu yang ada di alam sekitar yang memiliki makna dan atau pengaruh tertentu kepada individu Hamalik,
2007: 195. Menurut M. Dimyati 1989: 126 lingkungan adalah segala yang ada di sekitar seseorang yang mempengaruhi proses
sosialisasinya. Faktor lingkungan memegang peranan penting dalam proses belajar, karena siswa hidup dalam masyarakat yang tidak lepas
dari lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial keluarga dan masyarakat luas. Sejalan dengan hal tersebut Muhibbin
Syah 2003: 154-155 mengelompokan lingkungan menjadi dua macam, yaitu:
1. Lingkungan sosial
Lingkungan sosial sekolah seperti para guru, para staf administrasi, dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi
semangat dan aktivitas belajar seorang siswa. Guru dapat memperlihatkan teladan yang baik dan rajin khususnya dalam hal
belajar sehingga dapat menjadi dorongan yang positif dalam kegiatan belajar siswa. interaksi antara guru dengan siswa secara
intim dapat memperlancar proses belajar mengajar. Seperti siswa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yang dekat dengan guru akan berpartisipasi secara aktif dalam belajar. Begitu pula hubungan antar siswa juga berpengaruh
terhadap proses belajar. Lingkungan sosial siswa, meliputi masyarakat, tetangga, dan
teman- teman di sekitar di sekitar perkampungan. Hal demikian berarti siswa adalah bagian dari warga masyarakat. Oleh karena itu
siswa diharapkan dapat menjalin hubungan dengan anggota masyarakat yang lainnya. Hubungan tersebut terjadi dengan teman
sebaya, dengan orang tua yang lebih tua maupun dengan yang lebih muda. Menurut Roestiyah 1982:162, anak perlu bergaul dengan
anak lain untuk mengembangkan sosialisasinya. Tetapi perlu dijaga jangan sampai mendapatkan teman bergaul yang buruk. Perbuatan
yang tidak baik mudah menular pada orang lain. Maka perlu dikontrol dengan siapa mereka bergaul.
Banyak bacaan berupa buku-buku, novel, majalah dan koran yang kurang dapat dipertanggungjawabkan secara pendidikan.
Kadang-kadang anak asyik membaca buku yang bukan buku pelajaran, sehingga lupa akan tugas belajar. Maka, bacaan perlu
diawasi dan diseleksi Roestiyah, 1982:162. Televisi yang banyak menyajikan
hiburan yang
berupa film-film
akan dapat
mengakibatkan anak untuk malas belajar dan moral bagi anak akan rusak misalnya adanya adegan kekerasan dan pemerkosaan, hal ini
tentu juga tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pendidikan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Siswa lebih banyak menghabiskan waktunya di lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga merupakan bagian dari masyarakat.
Komunikasi yang terjalin di dalam lingkungan keluarga maupun dengan anggota masyarakat lain, dapat memberikan pengaruh yang
baik atau pengaruh yang buruk bagi siswa. Pergaulan yang salah dapat mengakibatkan siswa lupa akan tanggungjawabnya sebagai
seorang pelajar. Roestiyah 1982:162 berpendapat bahwa anak tetap perlu
bergaul dengan anak lain untuk mengembangkan sosialisasinya. Tetapi perlu dijaga jangan sampai mendapatkan teman bergaul
yang buruk sehingga dapat mempengaruhi sikap anak di dalam kesehariannya. Sikap ini akan menetukan anak di dalam arah
kehidupannya, di dalam kegiatan belajarnya maupun didalam kegiatan anak yang lainnya.
Anak-anak yang tinggal di lingkungan brutal memang tidak mempunyai alasan untuk tidak menjadi brutal, lebih-lebih apabila
kedua orang tuanya kurang atau tidak berpendidikan. Dengan kondisi masyarakat yang demikian akan memberi peluang untuk
mempengaruhi sikap anak. Anak dapat terseret pada kegiatan yang negatif yang dapat merusak dirinya.
Sementara itu di masyarakat yang lingkungan anak-anaknya rajin dalam kegiatan belajar, dapat menjadi dorongan semangat
bagi anak tersebut dalam melakukan kegiatan rajin belajarnya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Roestiyah 1982:163 mengatakan bahwa di lingkungan yang anak- anaknya rajin belajar, kemungkinan besar akan terpengaruh untuk
rajin belajar tanpa disuruh. Anak akan merasa malu jika mendapat prestasi yang rendah, jika teman-teman di sekitarnya mendapat
prestasi belajar tinggi. Oleh karena itu anak akan berusaha belajar keras agar tidak ketinggalan dengan teman-temannya. Apabila
teman-teman di sekitarnya itu sebagian besar merupakan teman sekelasnya, maka mereka dapat mengadakan kegiatan belajar
bersamabelajar kelompok. Belajar bersama ini dimaksudkan untuk dapat mengatasi masalah-masalahkesulitan-kesulitan di dalam
belajar serta dapat saling membantu jika ada salah satu dari mereka yang ketinggalan di dalam menempuh mata pelajaran di kelas.
Menurut Winkel 1989:109, keadaan sosial-ekonomi menunjukan pada taraf kemampuan finansial keluarga yang dapat
bertaraf baik, cukup atau kurang. Keadaan inilah tergantung sampai seberapa jauh keluarga dapat membekali siswa dengan
perlengkapan material untuk belajar. Keadaan sosial-kultur menunjukkan pada taraf kebudayaan yang dimiliki keluarga, yang
dapat tinggi, tengah atau rendah. Dari keadaan ini tergantung kemampuan bagi anak untuk berbahasa dengan baik, corak
pergaulan antara orang tua serta pandangan keluarga mengenai pendidikan sekolah. Sebenarnya, yang penting di sini bukanlah
keadaan itu sendiri, melainkan kondisi intern pada siswa yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
timbul sebagai akibat dari keadaan itu. Namun, akibat itu tidak harus timbul secara otomatisdengan sendirinya. Sikap siswa
sendiri terhadap keadaan itu, sering menentukan apakah kondisi intern akan menguntungkan belajarmenghambatnya.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa bagaimana sikap
siswa menanggapi lingkungannya dapat
menentukan berhasil atau tidaknya pendidikan yang ditempuh. Agar anak dapat berhasil dalam pendidikannya, maka harus
diperhatikan kebutuhan yang dapat menunjang keberhasilan belajar siswa.
2. Lingkungan non sosial
Lingkungan non sosial yang menunjang dalam proses belajar siswa adalah gedung sekolah dan letaknya, rumah yang menjadi
tempat tinggal siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa. Rumah yang sempit dan
berantakan serta perkampungan yang terlalu padat dan tak memiliki sarana umum untuk kegiatan remaja seperti lapangan voli
misalnya akan mendorong siswa untuk berkeliaran ke tempat- tempat yang sebenarnya tidak pantas untuk dikunjungi. Kondisi
rumah dan perkampungan seperti ini jelas berpengaruh buruk terhadap kegiatan belajar siswa.
Khusus mengenai waktu yang disenangi untuk belajar study time preference seperti pagi atau sore hari, seorang ahli bernama J.
Biggers 1980 berpendapat bahwa belajar pada pagi hari lebih efektif daripada belajar pada waktu –waktu yang lainnya. Namun,
menurut penelitian beberapa ahli learning style gaya belajar, hasil belajar itu tidak tergantung pada waktu secara mutlak, tetapi
bergantung pada pilihan waktu yang cocok dengan kesiapsiagaan siswa Dunn et al, 1986.
Diantara siswa ada yang siap belajar pagi hari, ada pula yang siap pada sore hari, bahkan tengah malam. Perbedaan antara waktu
dan kesiapan belajar inilah yang menimbulkan perbedaan study time preference antara seorang siswa dengan siswa lainnya.
Namun demikian, menurut hasil penelitian mengenai kinerja baca reading performance sekelompok mahasiswa disebuah
universitas di Australia Selatan, tidak ada perbedaan yang berarti antara hasil membaca dipagi hari dan hasil membaca pada sore
hari. Selain itu, keeratan korelasi antara waktu yang disenangi untuk belajar dengan hasil membaca pun sulit dibuktikan. Bahkan
mereka yang lebih senang belajar pada pagi hari dan dites pada sore hari ternyata hasilnya tetap baik sebaliknya ada pula diantara
mereka yang lebih suka belajar pada sore hari dan dites pada saat yang sama, namun hasilnya tidak memuaskan Syah, 1990.
Dengan demikian waktu yang digunakan siswa untuk belajar yang selama ini sering dipercaya berpengaruh terhadap prestasi
belajar siswa, tak perlu dihiraukan. Sebab bukan waktu yang penting dalam belajar melainkan kesiapan sistem memori siswa
dalam menyerap, mengelola dan menyimpan item-item informasi dan pengetahuan yang dipelajari siswa tersebut.
Selain itu, ada sebelas faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa menurut Roestiyah 1982:159-162 yaitu sebagai
berikut. a. Interaksi guru dan murid.
Guru yang kurang berinteraksi dengan murid secara intim, meyebabkan proses belajar-mengajar itu kurang lancar. Juga
siswa yang merasa jauh dari guru, maka akan segan berpartisipasi secara aktif dalam belajar.
b. Cara penyajian. Guru yang lama biasa mengajar dengan metode ceramah saja.
Siswa menjadi bosan, mengantuk, pasif, dan hanya mencatat saja. Guru yang progresif berani mencoba metode-metode yang
baru, yang dapat membantu meningkatkan kegiatan belajar mengajar, dan meningkatkan motivasi siswa untuk belajar.
c. Hubungan antara murid. Guru yang kurang mendekati siswa dan kurang bijaksana, maka
tidak akan melihat bahwa di dalam kelas ada group yang saling PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
bersaing secara tidak sehat. Jiwa kelas tidak terbina, bahkan hubungan masing-masing individu tidak tampak.
d. Standar pelajaran di atas ukuran. Guru berpendidikan untuk mempertahankan wibawanya, perlu
memberi pelajaran di atas ukuran standard. Akibatnya anak merasa kurang mampu dan takut kepada guru. Bila banyak
siswa yang tidak berhasil dalam mempelajari mata kuliahnya, guru semacam itu merasa senang. Tetapi berdasarkan teori
belajar, yang mengingat perkembangan psikis dan kepribadian anak yang berbeda-beda, hal tersebut tidak boleh terjadi. Guru
dalam menuntut penguasaan materi harus sesuai dengan kemampuan siswa masing-masing. Yang penting tujuan yang
telah dirumuskan dapat tercapai. e. Media pendidikan.
Kenyataan saat ini dengan banyaknya jumlah anak yang masuk sekolah, maka memerlukan alat-alat yang membantu lancarnya
belajar anak dalam jumlah yang besar pula, seperti buku-buku di perpustakaan, laboratorium atau media-media lain. Kebanyakan
sekolah masih kurang dalam memiliki media jumlah maupun kualitetnya.
f. Kurikulum. Sistem instruksional sekarang menghendaki proses belajar-
mengajar yang mementingkan kebutuhan anak. Guru perlu mendalami siswa dengan baik, harus mempunyai perencanaan
yang mendetail, agar dapat melayani anak belajar secara individual. Kurikulum sekarang belum dapat memberikan
pedoman perencanaan yang demikian. g. Keadaan Gedung.
Dengan jumlah siswa yang luar biasa jumlahnya, keadaan gedung dewasa ini terpaksa kurang, mereka duduk berjejal-jejal
di dalam setiap kelas. h. Waktu sekolah.
Akibat meledaknya jumlah anak yang masuk sekolah, dan penambahan gedung sekolah belum seimbang dengan jumlah
siswa. Akibat selanjutnya banyak siswa yang terpaksa masuk sekolah di sore hari. Hal mana sebenarnya kurang dapat
dipertanggung-jawabkan. Dimana anak harus beristirahat, tetapi terpaksa masuk sekolah. Mereka mendengarkan pelajaran
sambil mengantuk dan sebagainya. Sebaiknya anak belajar di pagi hari, di mana pikiran masih segar, jasmani dalam kondisi
yang baik. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
i. Pelaksanaan disiplin. Banyak sekolah yang dalam pelaksanaan disiplin kurang,
sehingga mempengaruhi sikap anak dalam belajar. Kurang bertanggung jawab, karena bila tidak melaksanakan tugas, toh
tidak ada sangsi. Hal mana dalam proses belajar siswa perlu disiplin, untuk mengembangkan motivasi yang kuat.
j. Metode belajar. Banyak siswa melaksanakan cara belajar yang salah. Dalam hal
ini perlu pembinaan dari guru. Dengan cara belajar yang tepat akan efektif pula hasil belajar siswa itu. Juga dalam pembagian
waktu untuk belajar. Kadang-kadang siswa belajar tidak teratur, atau terus-menerus, karena besok akan ujian. Dengan belajar
demikian siswa akan kurang beristirahat, bahkan mungkin dapat jatuh sakit. Maka perlu belajar secara teratur setiap hari, dengan
pembagian waktu yang baik, memilih cara belajar yang tepat dan cukup istirahat akan meningkatkan hasil belajar.
k. Tugas rumah. Waktu belajar adalah di sekolah, waktu di rumah biarlah
digunakan untuk kegiatan-kegiatan lain. Maka diharapkan guru jangan terlalu banyak memberikan tugas yang harus dikerjakan
di rumah, sehingga anak tidak mempunyai waktu lagi untuk kegiatan yang lain.
Hal ini yang perlu diperhatikan yaitu masalah kebersihan. Lingkungan rumah, kelas maupun sekolah yang bersih dapat
menimbulkan rasa nyaman bagi siswa untuk belajar dan mendukung proses belajar mengajar.
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa bagaimana sikap siswa dalam menanggapi lingkungannya, baik
lingkungan sosial maupun lingkungan non sosial dapat menjadi penentu berhasil tidaknya pendidikan yang ditempuh. Agar anak
dapat berhasil dalam pendidikannya, maka harus diperhatikan segala sesuatau yang dapat menunjang keberhasilan belajar.
Pendidikan di sekolah sebagai akibat dari pemenuhan akan pentingnya pendidikan, sekolah tidak hanya terdiri dari gedung saja
melainkan juga sarana dan prasarana lain yang menunjang pendidikan. Sekolah merupakan tempat siswa untuk belajar,
mempelajari sejumlah materi pelajaran. Oleh karena itu harus diciptakan lingkungan sekolah yang benar-benar dapat mendukung
anak untuk belajar Lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi
kegiatan belajar siswa adalah orang tua sebagai keluarga, teman- teman dan guru di lingkungan sekolah siswa serta teman-teman di
masyarakat siswa itu sendiri. Ini sesuai dengan pendapat Petterson dan Loeber 1984 seperti yang dikutip oleh Syah 2012:154 yang
mengatakan bahwa lingkungan sosial yang lebih banyak PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mempengaruhi kegiatan belajar siswa ialah orang tua dan keluarga itu
sendiri. Oleh
karena itu
siswa yang
sedang mengalamimenjalani
proses belajar,
perlu memperhatikan
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajarnya. Di sini saya sebagai peneliti akan meneliti mengenai
lingkungan sosial siswa, karena menurut saya lingkungan sosial tersebut harus lebih diperhatikan karena dapat menunjang
keberhasilan belajar dari siswa.
2. Kemandirian Belajar