Talcott Parsons menggunakan istilah “action” mengatakan secara tidak langsung aktifitas, kreatiftas, dan proses penghayatan diri individu dengan menyusun
skema unit-unit dasar tindakan sosial dan karakteristik sebagai berikut: 1.
Adanya individu sebagai aktor 2.
Aktor dipandang sebagai pemburu tujuan tertentu. 3.
Aktor mempunyai alternatif cara, alat serta teknik untuk mencapai tujuan. 4.
Aktor berhadapan dengan sejumlah kondisisituasi serta dapat membatasi tindakan untuk mencapai tujuan.
5. Aktor berada di bawah kendali nilai-nilai, norma-norma dan ide abstrak yang
mempengaruhi dalam memilih dan mementukan tujuan serta tindakan alternatif untuk mencapai tujuan Ritzer, 2004:57
2.2. Teori Modal Sosial
Modal sosial dapat didiskusikan dalam konteks komunitas yang kuat strong community, masyarakat sipil yang kokoh, maupun identitas negara-bangsa nation-
state identity. Modal sosial, termasuk elemen-elemennya seperti kepercayaan, kohesifitas, altruisme, gotong-royong, jaringan, dan kolaborasi sosial memiliki
pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi melalui beragam mekanisme, seperti meningkatnya rasa tanggungjawab terhadap kepentingan publik, meluasnya
partisipasi dalam proses demokrasi, menguatnya keserasian masyarakat dan menurunnya tingkat kekerasan dan kejahatan Blakeley dan Suggate,1997;
Suharto,2005a; Suharto,2005b.
Universitas Sumatera Utara
Dua tokoh utama yang mengembangkan konsep modal sosial, Putnam dan Fukuyama, memberikan definisi modal sosial yang penting. Meskipun berbeda,
definisi keduanya memiliki kaitan yang erat Spellerberg, 1997, terutama menyangkut konsep kepercayaan trust. Putnam mengartikan modal sosial sebagai
penampilan organisasi sosial seperti jaringan-jaringan dan kepercayaan yang memfasilitasi adanya koordinasi dan kerjasama bagi keuntungan bersama. Menurut
Fukuyama, modal sosial adalah kemampuan yang timbul dari adanya kepercayaan dalam sebuah komunitas. Modal sosial dapat diartikan sebagai sumber resource
yang timbul dari adanya interaksi antara orang-orang dalam suatu komunitas. Namun demikian, pengukuran modal sosial jarang melibatkan pengukuran terhadap interaksi
itu sendiri. Melainkan, hasil dari interaksi tersebut, seperti terciptanya atau terpeliharanya kepercayaan antar warga masyarakat. Sebuah interaksi dapat terjadi
dalam skala individual maupun institusional. Secara individual, interaksi terjadi manakala relasi intim antara individu terbentuk satu sama lain yang kemudian
melahirkan ikatan emosional. Secara institusional, interaksi dapat lahir pada saat visi dan tujuan satu organisasi memiliki kesamaan dengan visi dan tujuan organisasi
lainnya. Meskipun interaksi terjadi karena berbagai alasan, orang-orang berinteraksi,
berkomunikasi dan kemudian menjalin kerjasama pada dasarnya dipengaruhi oleh keinginan untuk berbagi cara mencapai tujuan bersama yang tidak jarang berbeda
dengan tujuan dirinya sendiri secara pribadi. Keadaan ini terutama terjadi pada interaksi yang berlangsung relatif lama. Interaksi semacam ini melahirkan modal
Universitas Sumatera Utara
sosial, yaitu ikatan-ikatan emosional yang menyatukan orang untuk mencapai tujuan bersama, yang kemudian menumbuhkan kepercayaan dan keamanan yang tercipta
dari adanya relasi yang relatif panjang. Seperti halnya modal finansial, modal sosial seperti ini dapat dilihat sebagai sumber yang dapat digunakan baik untuk kegiatan
atau proses produksi saat ini, maupun untuk diinvestasikan bagi kegiatan di masa depan.
Masyarakat yang memiliki modal sosial tinggi cenderung bekerja secara gotong-royong, merasa aman untuk berbicara dan mampu mengatasi perbedaan-
perbedaan. Sebaliknya, pada masyarakat yang memiliki modal sosial rendah akan tampak adanya kecurigaan satu sama lain, merebaknya ‘kelompok kita’ dan
‘kelompok mereka’, tiadanya kepastian hukum dan keteraturan sosial, serta seringnya muncul ‘kambing hitam’.
Parameter dan Indikator Modal Sosial
Modal sosial mirip bentuk-bentuk modal lainnya, dalam arti ia juga bersifat produktif. Modal sosial dapat dijelaskan sebagai produk relasi manusia satu sama
lain, khususnya relasi yang intim dan konsisten. Modal sosial menunjuk pada jaringan, norma dan kepercayaan yang berpotensi pada produktivitas masyarakat.
Namun demikian, modal sosial berbeda dengan modal finansial, karena modal sosial bersifat kumulatif dan bertambah dengan sendirinya. Karenanya, modal sosial tidak
akan habis jika dipergunakan, melainkan semakin meningkat. Rusaknya modal social lebih sering disebabkan bukan karena dipakai, melainkan karena ia tidak
Universitas Sumatera Utara
dipergunakan. Berbeda dengan modal manusia, modal sosial juga menunjuk pada kemampuan orang untuk berasosiasi dengan orang lain. Bersandar pada norma-norma
dan nilai-nilai bersama, asosiasi antar manusia tersebut menghasilkan kepercayaan yang pada gilirannya memiliki nilai ekonomi yang besar dan terukur Fukuyama,
1995. Merujuk pada Ridell, ada tiga parameter modal sosial, yaitu rasa percaya
trust, norma-norma norms dan jaringan-jaringan networks.
Rasa Percaya
Sebagaimana dijelaskan Francis Fukuyama 1995, rasa percaya trust adalah harapan yang tumbuh di dalam sebuah masyarakat yang ditunjukkan oleh adanya
perilaku jujur, teratur, dan kerjasama berdasarkan norma-norma yang dianut bersama. Kepercayaan sosial merupakan penerapan terhadap pemahaman ini.
Dalam bisnis, trust mengurangi kebutuhan merumuskan kontrak yang berkepanjangan, menghindari situasi tidak terduga, mengurangi pertikaian, dan
mengurangi kebutuhan proses hukum seandainya terjadi pertikaian. Trust mengurangi biaya dan waktu yang sering dikaitkan dengan sistem pengawasan tradisional dan
kontrak hukum yang formal, hal-hal yang sangat penting dalam organisasi yang mementingkan pengetahuan. Fukuyama menyatakan bahwa trust membantu orang-
orang bekerja sama dengan lebih efektif, karena mereka lebih bersedia menempatkan kepentingan kelompok di atas kepentingan individu. Jika bawahan merasa bahwa hal
tersebut adil, mereka bersedia mengorbankan hak-hak pribadi demi kebaikan organisasi The Economist 1995:61.
Universitas Sumatera Utara
Untuk mendukung hipotesanya, Fukuyama mengajukan kategori masyarakat yang dikotomis: masyarakat high-trust dan masyarakat low-trust. Jenis pertama
menunjukkan tingkat trust yang tinggi dan terus berkelanjutan di bawah otoritas politik yang sudah didesentralisasi pada tahap pra-modern Fukuyama 1995.
Organisasi kecil yang punya banyak koneksi bisa memanfaatkan ekonomi skala sambil menghindari biaya overhead dan birokrasi yang membebani organisasi besar.
Ekonomi masyarakat yang demikian mempunyai keunggulan fleksibilitas yang tinggi, karena rakyatnya mempunyai tingkat kepercayaan tinggi bahwa sistem sosial
mereka akan selalu adil. Contoh masyarakat high-trust adalah Jepang, Jerman, dan Amerika Serikat. Masyarakat ini mempunyai solidaritas komunal sangat tinggi yang
mengakibatkan rakyat mereka mau bekerja mengikuti aturan, sehingga ikut memperkuat rasa kebersamaan. Sementara itu masyarakat jenis kedua, masyarakat
low-trust, dianggap lebih inferior dalam perilaku ekonomi kolektif. Contoh masyarakat
low-trust adalah Cina, Korea, Perancis dan Italia
http:www.fisip.ui.ac.idantropologihttpdocsjurnal200661111tinjbk61.pdf Cox kemudian mencatat bahwa dalam masyarakat yang memiliki tingkat
kepercayaan tinggi, aturan-aturan sosial cenderung bersifat positif; hubungan- hubungan juga bersifat kerjasama. Menurutnya ‘We expect others to manifest good
will, we trust our fellow human beings. We tend to work co-operatively, to collaborate with others in collegial relationships`. Cox, 1995:5. Rasa percaya pada
dasarnya merupakan produk dari modal sosial yang baik. Adanya modal sosial yang baik ditandai oleh adanya lembaga-lembaga sosial yang kokoh; modal sosial
.
Universitas Sumatera Utara
melahirkan kehidupan sosial yang harmonis Putnam, 1995. Kerusakan modal sosial akan menimbulkan anomie dan perilaku anti sosial Cox, 1995.
Norma
Norma-norma terdiri dari pemahaman-pemahaman, nilai-nilai, harapan- harapan dan tujuan-tujuan yang diyakini dan dijalankan bersama oleh sekelompok
orang. Norma-norma dapat bersumber dari agama, panduan moral, maupun standar- standar sekuler seperti halnya kode etik profesional. Norma-norma dibangun dan
berkembang berdasarkan sejarah kerjasama di masa lalu dan diterapkan untuk mendukung iklim kerjasama Putnam, 1993; Fukuyama, 1995. Norma-norma dapat
merupakan pra-kondisi maupun produk dari kepercayaan sosial. Fukuyama menunjuk pada serangkaian nilai atau norma informal yang
dimiliki bersama di anatara para anggota suatu kelompok memungkinkan terjalinnya kerjasama di antara mereka. Lawang, 2004:180. Norma-norma akan berperan dalam
mengontrol bentuk-bentuk hubungan antar individu. Norma yang tercipta diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh individu pada suatu entitas sosial tertentu. Aturan-aturan
tersebut biasanya tidak tertulis, namun demikian dipahami oleh setiap individu dalam konteks hubungan sosial-ekonomi. Aturan-aturan tersebut misalnya, bagaimana cara
menghormati dan menghargai orang lain, norma untuk tidak mencurangi orang lain, norma untuk selalu bekerjasama dengan orang lain, merupakan contoh norma yang
ada. Norma dan aturan yang terjaga dengan baik akan berdampak positif bagi kualitas hubungan yang terjalin serta merangsang keberlangsungan kohesifitas sosial hidup
yang kuat Hasbullah, 2006:13.
Universitas Sumatera Utara
Jaringan
Infrastruktur dinamis dari modal sosial berwujud jaringan-jaringan kerjasama antar manusia. Jaringan tersebut memfasilitasi terjadinya komunikasi dan interaksi,
memungkinkan tumbuhnya kepercayaan dan memperkuat kerjasama. Masyarakat yang sehat cenderung memiliki jaringan-jaringan sosial yang kokoh. Orang
mengetahui dan bertemu dengan orang lain. Mereka kemudian membangun inter- relasi yang kental, baik bersifat formal maupun informal. Putnam berargumen bahwa
jaringan-jaringan sosial yang erat akan memperkuat perasaan kerjasama para anggotanya serta manfaat dari partisipasinya itu http:www.policy.husuharto. Satu
ciri khas teori jaringan adalah pemusatan perhatiannya pada struktur mikro hingga makro. Artinya, bagi teori jaringan, aktor mungkin saja individu, mungkin pula
kelompok dan perusahaan dan masyarakat. Hubungan dapat terjadi di tingkat struktur sosial skala luas maupun di tingkat yang lebih mikroskopik George Ritzer, Douglas
J. Goodman, 2007:383. Untuk melihat bagaimana dan menjelaskan fenomena perilaku ekonomi dalam
hubungan sosial, Granovetter mengajukan konsep keterlekatan. Konsep keterlekatan menurut Granovetter, dalam Damsar, 2002:27 merupakan tindakan ekonomi yang
disituasikan secara sosial personal yang sedang berlangsung di antara para aktor. Ini tidak hanya terbatas terhadap tindakan aktor individual sendiri, tetapi juga mencakup
perilaku ekonomi yang lebih luas, seperti penetapan harga dan institusi-institusi ekonomi, yang semuanya terpendam dalam suatu jaringan hubungan sosial. Artinya,
tindakan yang dilakukan oleh anggota jaringan adalah “terlekat” karena ia
Universitas Sumatera Utara
diekspresikan dalam interaksi dengan orang lain. Cara seorang terlekat dalam jaringan hubungan sosial adalah penting dalam penentuan banyaknya tindakan sosial
dan jumlah dari hasil institusional. Begitu pula yang terjadi pada fenomena-fenomena ekonomi, sangat banyak dipengaruhi oleh keterlekatan individu dalam hubungan
sosial. Jaringan senantiasa diwarnai oleh kecenderungan saling tukar kebaikan antar individu. Pola pertukaran ini bukanlah sesuatu yang dilakukan secara resiprosikal
seketika, melainkan suatu kombinasi jangka pendek dan jangka panjang guna memenuhi kebutuhan hidup serta mencapai tujuan yang ingin dicapai.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian