Latar Belakang Masalah Strategi Adaptasi Pemasaran Kerajinan Tenun Ulos Pada Pasar Tradisional Di Kota Medan (Studi Di Pusat Pasar Medan)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Upaya manusia untuk memenuhi kebutuhannya sudah berlangsung sejak manusia itu ada. Salah satu kegiatan manusia dalam usaha memenuhi kebutuhan tersebut adalah memerlukan adanya pasar sebagai sarana pendukungnya. Pasar merupakan kegiatan ekonomi yang termasuk salah satu perwujudan adaptasi manusia terhadap lingkungannya. Hal ini didasari atau didorong oleh faktor perkembangan ekonomi yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup kebutuhan pokok. Manusia sebagai makhluk sosial dalam perkembangannya juga menghadapi kebutuhan sosial untuk mencapai kepuasan atas kekuasaan, kekayaan dan martabat. Pasar adalah tempat dimana terjadi interaksi antara penjual dan pembeli. Pasar merupakan pusat dan ciri pokok dari jalinan tukar-menukar yang menyatukan seluruh kehidupan ekonomi. Di dalamnya pasar terdapat tiga unsur, yaitu: penjual, pembeli dan barang atau jasa yang keberadaannya tidak dapat dipisahkan. Pertemuan antara penjual dan pembeli menimbulkan transaksi jual-beli, akan tetapi bukan berarti bahwa setiap orang yang masuk ke pasar akan membeli barang, ada yang datang ke pasar hanya sekedar main saja atau ingin berjumpa dengan seseorang guna mendapatkan informasi tentang sesuatu. Universitas Sumatera Utara Di dalam pasar dijual pula kerajinan tenun tradisional suatu daerah, misalnya di Pusat Pasar Medan, Sumatera Utara terdapat tenun ulos dan songket yang diperjual belikan. Dahulu ulos adalah sesuatu yang sakral dan sangat tinggi nilainya di dalam adat Batak. Ulos dirajini sepenuhnya dari benang yang diciptakan dari tumbuh- tumbuhan dan pewarna alami. Penenunannya pun dilakukan dengan tangan sehingga memakan waktu yang sangat lama untuk menyelesaikan satu lembar. Secara tradisional, ruang tenun terletak di kolong rumah-panggung penenun, yang secara tradisonal adalah perempuan. Ulos juga dikenal sebagai ekspresi kasih-sayang, maka dikenal ungkapan mangulosi. Dalam adat Batak, mangulosi memberikan Ulos melambangkan pemberian kehangatan dan kasih sayang kepada penerima Ulos. Dalam hal mangulosi, ada aturan umum yang harus dipatuhi, yaitu mangulosi hanya boleh dilakukan kepada orang yang mempunyai status kekerabatan atau sosial lebih rendah, misalnya orang tua boleh mangulosi anaknya, tetapi sang anak tidak boleh mangulosi orang tuanya. Demikian juga dengan Ulos yang hendak digunakan untuk mangulosi harus mempertimbangkan tujuan dari pemberian Ulos tersebut. Misalnya hendak mangulosi Boru yang akan melahirkan anak sulungnya, maka Ulos yang diberikan adalah Ulos Ragidup Sinagok. Demikian juga jika hendak mangulosi pembesar atau tamu kehormatan yang dapat memberikan perlindungan mangalinggomi, maka Ulos yang digunakan adalah Ulos Ragidup Silingo. Melihat begitu pentingnya fungsi Ulos dalam masyarakat Batak, maka upaya- upaya pelestarian harus segera dilakukan. Pelestarian tentunya tidak hanya Universitas Sumatera Utara dimaksudkan agar keberadaan kain tersebut tidak punah, tetapi juga merevitalisasinya sehingga memberikan manfaat bagi orang-orang Batak yang melestarikannya. Namun demikian, revitalisasi harus dilakukan secara hati-hati sehingga tidak melunturkan nilai-nilai yang dikandung oleh kain Ulos. Pelestarian dan revitalisasi tidak boleh hanya berorientasi pada nilai ekonomi saja, tetapi juga nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, sehingga orang Batak tidak mengalami alienasi dan tercerabut dari akar lokalitasnya. Dengan lahirnya mesin tenun, ‘ulos mesin’ menjadi lumrah dan murah. Begitu apik tenunan mesin-mesin itu sehingga ‘ulos halus’ bukan lagi sesuatu yang harus dibeli mahal. Inilah awal pudarnya kejayaan ulos asli hasil tenunan tangan para pengrajin tradisional. Dengan menurunnya minat akan ulos asli, menurun pula minat warga untuk menjadi penenun ulos tradisional. Para penenun ulung yang wafat terpaksa membawa pergi pula kearifannya karena langkanya ahli waris penerus. Dari masa ke masa, kearifan tenun asli Batak kian punah, beberapa jenis tenunan adat pun punah untuk selamanya. Menenun ulos bukan lagi suatu keterampilan melainkan sudah kearifan karena melembagakan pengetahuan yang terdapat dari budaya tenun yang telah hidup ratusan tahun di dalam masyarakat setempat. Masyarakat Batak saat ini semakin sedikit yang memiliki keterampilan dalam menenum ulos disisi lain ulos tetap dibutuhkan dalam berbagai acara, keadaan inilah yang membuat masyarakat batak harus membeli ulos yang sudah ditenun atau diproduksi mesin. Ulos yang sudah ditenun atau diproduksi mesin tersebut dapat dibeli di dalam pasar. Pasar merupakan faktor yang sangat penting bagi kalangan Universitas Sumatera Utara pengrajin untuk dapat menjual produk-produk yang dihasilkan. Tanpa terbukanya pasar yang luas maka usaha yang mereka geluti tidak akan mampu berkembang secara cepat. Di Sumatera Utara, pengrajin tenunan ini sebenarnya bisa didapati hampir di seluruh KabupatenKota. Dan sejumlah daerah sudah cukup terkenal dengan tenunannya seperti Kabupaten Asahan dan Labuhan batu dengan tenunan Songket Batubara, Tapanuli Bahagian Utara dengan ulos bataknya, Tapanuli Selatan dengan tenunan ulos mandailingnya, sedang Tanah Karo dengan tenunan kain sarung dan uis karonya. Masing-masing tenunan dari daerah-daerah itu memilki keunggulan dan kekhasan masing-masing. Namun, hampir seluruh penjual tenunan di daerah- daerah itu masih memilki kendala yang hampir sama, yakni pasar. Sebab selama ini, pasar penjualan produk-produk mereka masih terbatas di daerah Sumatera Utara. Dan hanya sedikit yang telah mampu menembus pasar nasional dan luar negeri. Kerajinan tenun ulos sendiri cukup booming hingga saat ini. Para penjual tenun ulos juga terbilang cukup ramai bermain di bisnis ini. Ada penjual biasa yang terdapat di pasar tradisional dan ada penjual kelas atas yang ada di butik-butik seperti yang terdapat di mal-mal. Tenunan ulos yang akan dijual selama ini didapatkan dari daerah-daerah Sub-sub Etnis Suku Batak seperti di Kabupaten Simalungun, Karo, Toba Samosir, Samosir, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan. Terkadang mereka juga mendapat ulos yang bukan dari tenunan orang tetapi dari pabrikan besar yang memproduksi jenis ulos secara besar-besaran. Dilihat dari segi sosiologis berjalannya proses pemasaran para pedagang kerajinan ulos Pusat Pasar Medan ditunjang oleh cost sosial yang terlihat dari Universitas Sumatera Utara berjalannnya peranan modal sosial. Hal itu ditandai dengan bertambahnya jumlah pedagang dari tahun ke tahun sejak tahun 1980an hingga saat ini, dimana saat ini ada sekitar 25 pedagang. Para pedagang umumnya berasal dari daerah Tapanuli Bahagian Utara, dimana sebelum memutuskan untuk merantau ke Medan mereka telah menggeluti usaha ulos, baik sebagai penenun maupun penjual ulos di kampung halaman masing-masing. Antara pedagang satu sama lain umumnya memiliki hubungan kekerabatan. Ada pula pedagang yang berasal dari Medan, dimana mereka melanjutkan usaha orang tuanya berdagang ulos. Dan fokus penelitian saya disini adalah Strategi Adaptasi Pemasaran penjual kerajinan tenun ulos pada pasar tradisional di kota Medan studi di Pusat Pasar Medan.

1.2. Rumusan Masalah