2.2.5. Efek terhadap terhadap metabolisme glukosa, lipid dan protein
Kerja netto semua efek insulin di atas adalah menurunkan kadar glukosa darah. Dalam kerja ini, insulin berdiri sendiri dalam menghadapi sekelompok hormon yang berupaya
untuk melawan pengaruh insulin tersebut. Insulin juga merupakan inhibitor kuat proses lipolisis dalam hati serta jaringan adiposaa dan dengan demikian memiliki efek anabolik
tak langsung. Hal ini sebagian disebabkan oleh kemampuan insulin untuk menurunkan kadar cAMP yang dalam jaringan ini ditingkatkan oleh hormon lipolitik glukagon dan
epinefrin tetapi juga oleh kenyataan bahwa insulin juga menghambat aktivitas enzim lipase yang peka terhadap kerja hormon. Karena itu, insulin menurunkan kadar asam
lemak bebas yang beredar. Pada pasien defisiensi insulin akan terjadi peningkatan aktivitas enzim lipase yang mengakibatkan penggalakan lipolisis dan peningkatan
konsentrasi asam lemak bebas dalam plasma serta hati. Insulin umumnya mempunyai efek anabolik terhadap metabolisme protein, yaitu merangsang sintesis protein dan
menghambat proses penguraian protein. Insulin menstimulasi pengambilan amino netral oleh otot, yaitu suatu efek yang tidak berkaitan dengan pengambilan glukosa atau dengan
penyatuan selanjutnya asam amino ke dalam protein. Efek protein terhadap sintesis protein yang umum di dalam otot rangka serta jantung dan di dalam hati diperkirakan
terjadi pada tingkat translasi mRNA.
7,8
Di dalam plasenta insulin mempunyai efek stimulasi sintesis protein. Janin mampu mensintesis protein dari asam amino yang dipasok lewat plasenta. Asam amino masuk
melalui plasenta dan ternyata kadarnya lebih tinggi daripada kadar di dalam darah ibu.
3,9
2.3. Mekanisme kerja insulin dan patofisiologi
Kerja insulin dimulai ketika hormon berikatan dengan reseptor glikoprotein spesifik pada permukaan sel sasaran. Kerja hormon yang beraneka dapat terjadi dalam beberapa detik
atau menit transport, fosforilasi protein, aktivasi dan penghambatan enzim atau sesudah beberapa jam sintesis protein dan RNA, sintesis DNA dan pertumbuhan sel. Reseptor
insulin terus disintesis dan didegradasi, waktu paruhnya 7-12 jam. Reseptor itu disintesis sebagai peptida berantai tunggal dalam retikulum endoplasma kasar dan dengan cepat
mengaalami glikosilasi di dalam golgi. Bila insulin berikatan dengan reseptor, terdapat
Universitas Sumatera Utara
beberapa kejadian 1 perubahan penyesuaian reseptor; 2 reseptor-reseptor berhubungan silang dan membentuk kelompok kecil sumbatan; 3 reseptor masuk internalisasi dan
4 satu sinyal dibangkitkan. Dalam keadaan dimana kadar insulin plasma tinggi, misalnya obesitas jumlah reseptor insulin diturunkan dan jaringan sasaran menjadi
kurang sensitif terhadap insulin. Regulasi ke bawah ini berasal dari hilangnya reseptor dengan internalisasi, proses dimana kompleks insulin-reseptor memasuki sel melalui
endositosis dalam vesikel-vesikeel berlapis. Regulasi ke bawah menerangkan sebagian resistensi insulin dalam obesitas dan diabetes melitus tipe II.
Gambar 4. Hubungan reseptor insulin dengan kerja insulin. Insulin terikat dengan reseptor membran dan interaksi ini menghasilkan satu atau lebih sinyal transmembran.
Sinyal ini memodulasi sejumlah besar peristiwa intrasel.
Defisiensi insulin atau resistensi terhadap kerja insulin mengakibatkan diabetes melitus. Peranan insulin dalam organogenesis dan perkembangan dilukiskan dengan kasus
Leprechaunisme yang jarang terjadi. Sindroma ini ditandai oleh berat badan lahir rendah
Universitas Sumatera Utara
BBLR, massa otot berkurang, lemak subkutan berkurang, muka peri elfin facies, resistensi terhadap insulin dengan peningkatan nyata kadar plasma insulin yang aktif
biologik dan kematian dini. Beberapa individu dengan leprechaunisme terlihat kekurangan reseptor insulin atau mempunyai reseptor cacat.
2,7,8
2.4. Metabolisme karbohidrat pada kehamilan