4.2.2 Pembahasan Siklus II
Proses pembelajaran yang dilaksanakan di siklus II dilaksanakan sebanyak dua kali pertemuan dengan materi energi potensial, energi kinetik dan kekekalan
energi mekanik. Setelah dilaksanakan pengamatan terhadap tindakan pembelajaran menggunakan model learning cycle 7E pada siklus II ini, diketahui
bahwa: 1.
Pada siklus kedua ini pembelajaran sudah dapat dilaksanakan tepat waktu, hal ini karena disaat peneliti datang seluruh siswa bergegas masuk kelas dengan
segera. 2.
Seiring dengan semakin sering bertatap muka antara peneliti dengan murid, suasana belajar di kelas sudah lebih kondusif dan dapat terkondisikan dengan
baik, waktu yang teralokasikan untuk praktikum relatif lebih banyak karena kelompok praktikum sudah terbentuk, serta siswa sudah lebih paham tentang
jalannya proses pembelajaran dengan model learning cycle 7E. 3.
Pada tahap diskusi kelompok, kerjasama dan komunikasi antar anggota sudah terjalin lebih baik dari sebelumnya. Namun masih ada beberapa kelompok
yang anggotanya masih canggung dan belum bisa bekerjasama secara optimal satu sama lain. Alasannya karena mereka masih belum terbiasa ataupun belum
terlalu dekat dengan teman satu kelompoknya. Akan tetapi untuk diskusi kelas, jumlah siswa yang berani mengemukakan pendapatnya mengalami
peningkatan. Siswa terlihat lebih antusias untuk berpendapat dan sebagai penghargaan mereka mendapatkan hadiah berupa sebuah bintang sebagai
tanda keaktifan dan nilai plus.
4. Pada saat tahap percobaan atau praktikum, kerjasama kelompok lebih baik
dari siklus pertama, meskipun sebagian masih mengandalkan teman yang pandai.
5. Pada saat tahap mempresentasikan hasil percobaan, semua kelompok sudah
dapat mempresentasikan hasil praktikumnya di depan kelas. 6.
Pada siklus II ini efektifitas penggunaan waktu lebih baik, terlihat dari lebih banyak kelompok yang dapat mencatat data dengan tepat dan lengkap, mampu
menjawab pertanyaan dalam LKS, dan melaporkan hasil praktikum selama praktikum berlangsung.
Pelaksanaan pembelajaran pada siklus II secara umum lebih baik dari siklus I. Berdasarkan Tabel 4.1, Tabel 4.2, dan Tabel 4.3 diperoleh nilai rata-rata
hasil belajar kognitif siswa sebesar 74,40 dengan ketuntasan klasikal 71.43, nilai rata-rata hasil belajar afektif siswa sebesar 76,15 dengan ketuntasan klasikal
64,29, dan nilai rata-rata hasil belajar psikomotorik siswa sebesar 77,53 dengan ketuntasan klasikal 71,43. Dari nilai rata-rata yang diperoleh, diketahui bahwa
hasil belajar kognitif, afektif, dan psikomotorik mengalami peningkatkan dibandingkan dengan hasil belajar pada siklus I. Ketuntasan klasikal siswa juga
mengalami peningkatan di semua aspek hasil belajar. Akan tetapi hasil yang diperoleh pada siklus II ini belum memenuhi indikator keberhasilan karena
ketuntasan siswa belum mencapai indikator keberhasilan. Dari hasil analisis tiap indikator hasil belajar afektif yang disajikan pada
Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa pada siklus II siswa memperoleh nilai tertinggi untuk indikator kerapian pakaian sebesar 94,64, sebaliknya nilai terendah
diperoleh untuk indikator kemampuan menyampaikan pendapat yang hanya sebesar 50,89. Seperti pada siklus I, pada siklus II ini nilai siswa untuk kehadiran
di kelas, tanggung jawab, kerapian pakaian, dan bekerjasama dalam kelompok sudah baik, sedangkan untuk indikator menghargai pendapat orang lain,
menyampaikan pendapat, dan memperhatikan pelajaran nilai yang diperoleh masih rendah. Rendahnya nilai siswa pada ketiga indikator ini masih disebabkan
karena masih cukup banyak siswa yang kurang aktif dalam mengikuti kegiatan belajar. Kebanyakan siswa yang tidak berpendapat terlihat masih kurang berani
atau masih kurang percaya diri untuk mengutarakan pendapatnya baik saat mempresentasikan hasil praktikum dan diskusi maupun saat diskusi kelas. Pada
siklus II ini jumlah siswa yang mulai berani berpendapat meningkat, meskipun tidak semua siswa tersebut dapat menyampaikan pendapatnya dengan jelas dan
benar. Sebagian dapat menyampaikannya dengan jelas dan benar, walaupun tidak sedikit yang kurang jelas dalam menyampaikannya sehingga peneliti dan siswa
lain kurang bisa menangkap maksud yang hendak disampaikan. Hal ini memang wajar karena kebanyakan dari siswa ini sebelumnya jarang dan bahkan hampir
tidak pernah menyampaikan pendapatnya dalam kelas. Hal lain yang menjadi penyebab adalah ketika ada siswa sedang mempresentasikan hasil percobaan dan
diskusi mereka, masih banyak siswa yang diam walaupun sebenarnya mereka tidak memperhatikan apa yang sedang disampaikan teman mereka di depan kelas.
Selain itu juga masih ada beberapa siswa yang berbicara sendiri dengan temannya walau dengan suara yang tidak keras. Dari sekian banyak faktor yang
menyebabkan masih rendahnya nilai siswa dalam beberapa indikator, yang masih
menjadi sebab utama adalah siswa masih dalam tahap pembiasaan dan adaptasi terhadap model learning cycle 7E yang menuntut siswa untuk aktif dalam proses
pembelajaran dari sebelumnya siswa hanya mendengarkan informasi yang disampaikan oleh guru mereka.
Dari hasil analisis tiap indikator hasil belajar psikomotorik yang disajikan pada Tabel 4.5 dapat diketahui bahwa pada siklus II siswa memperoleh nilai
tertinggi untuk indikator mempersiapkan alat dan bahan bahan serta kerapian dan kebersihan alat praktikum yaitu sebesar 88,39, sebaliknya nilai terendah diperoleh
untuk indikator kemampuan kesungguhan mengamati percobaan yang hanya sebesar 66,07. Pada siklus II nilai siswa untuk indikator mempersiapkan alat dan
bahan, kerapian dan kebersihan alat praktikum, dan efektifitas waktu sudah baik, untuk indikator merangkai alat dan bahan sudah cukup, sedangkan untuk indikator
melaksanakan percobaan dan kesungguhan mengamati percobaan nilai yang didapat masih rendah. Rendahnya nilai kedua indikator ini masih disebabkan
karena dalam melaksanakan percobaan siswa masih sering bertanya maupun meminta bantuan pada guru; dan dalam melaksanakan percobaan siswa masih
kurang cermat, kurang teliti, dan kurang bersungguh-sungguh. Dari siklus I ke siklus II untuk kedua indikator ini hampir tidak meningkat, hal ini karena siswa
yang sama masih kurang bersungguh-sungguh dalam melakukan percobaan dan masih mengandalkan teman mereka yang pandai.
Berdasarkan Tabel 4.1, 4.2, dan 4.3, dapat diketahui bahwa dari siklus I ke siklus II hasil belajar siswa mengalami peningkatan dengan kategori rendah. Hasil
belajar kognitif mengalami peningkatan sebesar 0,095 yang berkategori rendah,
hasil belajar afektif mengalami peningkatan sebesar 0,128 yang berkategori rendah, dan hasil belajar psikomotorik mengalami peningkatan sebesar 0,132 juga
dengan ketegori rendah. Berdasarkan Tabel 4.4 dengan perhitungan menggunakan rumus gain
ternormalisasi terhadap setiap indikator hasil belajar afektif dapat diketahui bahwa dari siklus I ke siklus II terjadi peningkatan nilai siswa pada beberapa indikator,
yaitu pada indikator tanggung jawab, menghargai pendapat orang lain, menyampaikan pendapat, memeperhatikan pelajaran, dan bekerjasama dalam
kelompok. Untuk indikator kehadiran di kelas dan kerapian pakaian tidak mengalami peningkatan. Pada indikator tanggung jawab meningkat sebesar 0,118,
menghargai pendapat orang lain meningkat sebesar 0,023, menyampaikan pendapat meningkat sebesar 0,167, dan memeperhatikan pelajaran meningkat
sebesar 0,167, keempatnya masuk dalam kategori rendah, sedangkan untuk indikator bekerjasama dalam kelompok meningkat sebesar 0,333 yang masuk
dalam kategori sedang. Apabila dirata-ratakan maka peningkatan tiap indikator hasil belajar afektif dari siklus I ke siklus II tergolong rendah.
Berdasarkan Tabel 4.5 dengan perhitungan menggunakan rumus gain ternormalisasi terhadap setiap indikator hasil belajar psikomotorik dapat diketahui
bahwa dari siklus I ke siklus II terjadi peningkatan nilai siswa pada beberapa indikator, yaitu indikator mempersiapkan alat dan bahan, kesungguhan mengamati
percobaan, kerapian dan kebersihan alat praktikum, dan efektifitas waktu. Sebaliknya untuk indikator kemampuan merangkai alat dan bahan, dan
melaksanakan percobaan tidak mengalami peningkatan. Pada indikator
memepersiapkan alat dan bahan meningkat sebesar 0,118, kesungguhan mengamati percobaan meningkat sebesar 0,023, kerapian dan kebersihan alat
praktikum meningkat sebesar 0,235, ketiganya masuk dalam kategori rendah, sedangkan untuk indikator efektifitas waktu meningkat sebesar 0,5 yang masuk
dalam kategori sedang. Apabila dirata-ratakan maka peningkatan tiap indikator hasil belajar psikomotorik dari siklus I ke siklus II tergolong rendah.
Untuk mengetahui signifkansi terhadap peningkatan hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II digunakan uji-t. Dalam perhitungan menggunakan uji-t,
apabila t
hitung
lebih kecil dari t
tabe
l dapat disimpulkan bahwa peningkatan yang terjadi tidak signifikan, tetapi apabila t
hitung
lebih besar dari t
tabel
dapat disimpulkan bahwa peningkatan yang terjadi signifikan. Berdasarkan Tabel 4.1, 4.2, dan 4.3,
dapat diketahui bahwa untuk hasil belajar afektif diperoleh nilai t
hitung
sebesar 3,453 dan untuk hasil belajar psikomotorik diperoleh nilai t
hitung
sebesar 6,491, sementara t
tabel
untuk dk = n-1 = 28-1 = 27 dan taraf signifikansi 95 adalah 1,703. Karena t
hitung
lebih besar dari t
tabel
maka dapat disimpulkan bahwa peningkatan hasil belajar afektif dan psikomotorik adalah signifikan. Namun
untuk hasil belajar kognitif diperoleh nilai t
hitung
sebesar 1,611 yang lebih kecil dari t
tabel
1,611 1,703. Sehingga disimpulkan bahwa peningkatan hasil belajar kognitif siswa dari siklus I ke siklus II tidak signifikan. Hal ini dapat disebabkan
karena beberapa faktor, salah satunya karena materi energi potensial, energi kinetik, dan energi mekanik memiliki tingkat kesulitan yang relatif tinggi
dibandingkan dengan materi bentuk energi, perubahan bentuk energi, dan hukum kekekalan energi di siklus I.
Proses pembelajaran dengan model learning cycle 7E pada siklus II secara keseluruhan dapat dikatakan lebih baik dari siklus I, walaupun dari hasil belajar
siswa di semua aspek masih belum memenuhi indikator keberhasilan sehingga masih perlu perbaikan agar keterlaksanaan pembelajaran dengan model learning
cycle 7E dapat lebih optimal dan hasil belajar siswa bisa sesuai harapan. Langkah perbaikan yang dapat dilakukan meliputi: 1 memotivasi siswa untuk lebih serius,
cermat, dan teliti pada saat praktikum, 2 memotivasi siswa untuk lebih aktif dalam bertanya dan berpendapat, 3 memotivasi siswa untuk lebih tenang dan
jelas dalam bertanya dan berpendapat, 4 memotivasi seluruh siswa untuk lebih aktif dalam praktikum dan tidak hanya mengandalkan teman yang pandai, 5
memberi penghargaan pada siswa yang aktif, 6 memberi penghargaan pada siswa yang mendapatkan nilai tertinggi saat ulangan, 7 memberi penghargaan
pada kelompok dengan hasil praktikum dan diskusi terbaik, 8 membimbing seluruh siswa agar lebih aktif dalam proses pembelajaran.
4.2.3 Pembahasan Siklus III