dapat menjadi sarang vektor penyakit seperti nyamuk, lalat, kecoa dan lain-lain Mulia, 2005. Pembuangan air limbah yang dilakukan secara tidak sehat dapat
menyebabkan pencemaran pada permukaan tanah dan sumber air. Begitu juga dengan hasil penelitian Azizah dan Taosu 2013 di Desa Bena Nusa Tenggara Timur
yang membuktikan ada hubungan saluran pembuangan air limbah dengan kejadian diare pada balita dengan nilai p= 0,003.
5.5. Pengaruh Faktor Risiko Konstruksi Fisik Sumur terhadap Kejadian Diare pada Balita
Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara konstruksi fisik sumur dengan kejadian diare, hasil penelitian didapat nilai OR =
8.125 95 CI=2672 – 24.705. Pada analisis terjadinya diare pada balita. Menunjukan bahwa konstruksi fisik sumur yang tidak baik yang merupakan salah
satu faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya diare akut pada balita. Dari hasil observasi masih banyak responden yang mempunyai sumur yang konstruksi nya
belum memenuhi syarat, diantaranya belum menggunakan cincin, ada retakan di lantai yang mengelilingi sumur, dinding tidak kedap air. Sarana air dalam hal ini
adalah sumur gali, ditinjau dari konstruksinya. Kondisi sumur gali responden yang tidak memenuhi syarat memungkinkan adanya resapan air dari luar yang
menyebabkan tercemarnya air sumur. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Azizah dan
Taosu 2013 menyatakan bahwa ada hubungan antara sanitasi sarana dengan melihat lokasi dan konstruksi sumur gali air bersih dengan kejadian diare pada balita di Desa
Universitas Sumatera Utara
Bena, Nusa Tenggara Timur. Kualitas sarana air bersih yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan memengaruhi kualitas air yang dihasilkan oleh sarana air bersih
tersebut. Dengan demikian risiko kejadian penyakit diare akan lebih besar terjadi pada keluarga yang menggunakan sarana air bersih yang tidak memenuhi syarat
kesehatan. Begitu juga penelitian Ikbal Arif 2013 di Desa Madello wilayah Puskesmas Madello Kabupaten baru yang yang menyatakan ada hubungan
konstruksi sumur gali dengan kejadian diare dengan nilai P=0,003. Menurut Hannif dkk 2011,Sumur sebagai sumber air bersih sangat mudah
tercemari sehingga memudahkan terjadinya penularan penyakit, salah satunya adalah diare karena sumur menyediakan air yang berasal dari lapisan air tanah yang relatif
dekat dengan permukaan tanah. Oleh karena itu, dengan mudah terkena kontaminasi. Kontaminasi yang paling umum adalah berasal dari penapisan air dari sarana
pembuangan kotoran manusia dan binatang. Tingkat risiko sarana air bersih yang tinggi kemungkinan karena adanya sumber pencemar yang berjarak kurang dari 10
meter, tidak adanya saluran pembuangan air, lantai yang mengitari sumur yang tidak disemen, adanya keretakan pada lantai sumur, adanya air yang merembes ke sumur
sehingga mengakibatkan tercemarnya air dalam sumur tersebut.Ada berbagai cara untuk melindungi sumber air misalnya konstruksi di sekitar sumur harus baik dan
tersedia fasilitas drainase, menggunakan ember yang bersih untuk mengambil air, lubang sumur hendaknya ditutup jika tidak digunakan, tali pada ember jangan sampai
mengotori sumur, tangan harus bersih ketika memegang ember, air bekas mandi dan
cucian hendaknya dibuang jauh dari sumur, serta menjauhkan binatang dari sumur.
Universitas Sumatera Utara
5.6. Pengaruh Faktor Risiko Sarana dan Prilaku Cuci Tangan Pakai Sabun CTPS terhadap Kejadian Diare pada Balita
Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara cuci tangan pakai sabun dengan kejadian diare, hasil penelitian didapat nilai OR = 8.500
95 CI= 3.052- 23.673 pada sarana, dan prilaku CTPS dengan OR 3,333 ,95 CI =1.429-7.774 Pada analisis multivariat cuci tangan pakai sabun merupakan faktor
yang paling dominan mempengaruhi terjadinya diare pada balita. Menunjukan bahwa prilaku mencuci tangan pakai sabun yang tidak baik yang merupakan salah satu
faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya diare akut pada balita. Anak yang berasal dari keluarga yang prilaku cuci tangan pakai sabun tidak baik mempunyai peluang
8.500 kali lebih besar terkena diare dibanding anak yang ibunya mempunyai kebiasaan cuci tangan pakai sabun dengan baik.
Hasil observasi masih banyak masyarakat yang tidak menyediakan air mengalir untuk mencuci tangan, sabun dan timba peralatan untuk mencuci tangan.
Asumsi peneliti masih banyak ibu-ibu dari balita yang menjadi responden tidak tahu kapan seharusnya melakukan cuci tangan pakai sabun, banyak juga yang
mengabaikan untuk mencuci tangan pakai sabun karena tidak tahu manfaatnya bagi pencegahan penyakit diare pada anak. Prilaku mencuci tangan pakai sabun
merupakan prilaku hyegine seorang ibu, hyegine perorangan yang baik dapat mencegah diare.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Hannif,dkk 2011 yang menyatakan bahwa ibupengasuh balita yang cuci tangan pakai sabun buruk dapat
Universitas Sumatera Utara
menimbulkan risiko 2,45 kali terkena diare dibandingkan dengan ibupengasuh yang mempunyai kebiasann cuci tangan pakai sabun baik. Sedangkan penelitian Nuraeni
2012 menyatakan bahwa mencuci tangan dengan tidak baik dapat menyebabkan kejadian diare pada balita sebesar 81,3. Begitu juga dengan penelitian yang
dilakukan oleh Siti Amaliah 2010 di Desa Bendosari Kabupaten Sukoharjo menemukan hubungan yang bermakna antara kejadian diare pada balita dengan
kebiasaan mencuci tangan pakai sabun dengan nilai p=0,001p0,005. Hasil penelitian Kusumaningrum 2011 di Kelurahan Gandus Palembang yang
membuktikan bahwa kebiasaan mencuci tangan yang tidak baik menyebabkan diare pada balita dengan nilai p=0,000,OR=7.667
Menurut Kemenkes 2011, Jika ditinjau dari aspek kesehatan masyarakat khususnya pola penyebaran penyakit menular, cukup banyak penyakit yang dapat
dicegah melalui kebiasan atau perilaku higienis dengan cuci tangan pakai sabun CTPS, seperti penyakit diare, typhus perut, kecacingan, flu burung, dan bahkan flu
babi yang kini cukup menghebohkan dunia. Seperti halnya perilaku buang air besar sembarangan, perilaku cuci tangan, terlebih cuci tangan pakai sabun merupakan
masih merupakan sasaran penting dalam promosi kesehatan, khususnya terkait perilaku hidup bersih dan sehat. Hal ini disebabkan perilaku tersebut masih sangat
rendah, dimana baru 12 masyarakat yang cuci tangan pakai sabun setelah buang air besar, hanya 9 ibu-ibu yang mencuci tangan pakai sabun setelah membersihkan
tinja bayi dan balita, hanya sekitar 7 masyarakat yang cuci tangan pakai sabun sebelum memberi makan kepada bayi,baru 14 masyarakat cuci tangan pakai sabun
Universitas Sumatera Utara
sebelum makan. Dengan perilaku cuci tangan yang benar, yaitu pakai sabun dan menggunakan air bersih bisa menurunkan angka kejadian diare. Kebiasaan yang
berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang
air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan anak dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian
diare, bisa menurunkan angka kejadian diare sebesar 47.
5.7. Pengaruh Faktor Pengelolaan Air bersih terhadap Kejadian Diare pada Balita