oleh orang lain sehingga mempunyai risiko lebih besar untuk terpapar dengan penyakit diare terlebih pengasuh yang tidak berpengalaman dalam mengurus anak
balita sembiring 2014. Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel pendapatan keluarga menurut
keterangan responden adalah penghasilan yang merupakan nilai rupiah dalam satu bulan didapat oleh responden berdasarkan UMP Sumatera Utara Tahun 2014 yaitu
responden paling banyak berpenghasilan ≤ UMP Rp. 1.505.850,00 pada kelompok
kasus 28 orang80,0 maupun kelompok kontrol 55 orang 78,6 . Tidak ada hubungan antara penghasilan dengan kejadian diare pada balita dengan hasil OR =
1,091; dengan nilai p = 0,865 p 0,05. Tetapi karena OR 1 maka hubungan antara penghasilan dengan kejadian diare pada balita adalalah merupakan faktor resiko
terjadinya kejadian diare pada balita atau benar-benar-benar merupakan faktor risiko terjadinya penyakit. Keadaan sosial ekonomi merupakan faktor yang mempengaruhi
frekuensi distribusi penyakit tertentu, termasuk didalamnya penyakit gastrointestinal akut, makin tinggi penghasilan seseorang makin baik akses terhadap pelayanan
kesehatan.
5.2. Pengaruh Faktor Jamban Keluarga terhadap Kejadian Diare pada Balita
Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara jamban keluarga dengan kejadian diare pada balita dengan nilai OR sebesar 4,005 dengan
95CI=1,504-10,669. Menunjukan bahwa keluarga yang menggunakan jamban yang tidak memenuhi syarat kesehatan balitanya berpeluang 4,0 untuk terkena diare
Universitas Sumatera Utara
daripada balita yang keluarganya menggunakan jamban yang memenuhi syarat. Hasil observasi pada responden masih ada yang tidak mempunyai jamban sendiri, masih
menggunakan jamban umum, masih menggunakan jamban tanpa septik tank yang dialirkan langsung ke got, jamban cemplung,dan bahkan jamban-jamban darurat di
tepi sungai, padahal tinja yang pembuangannya tidak saniter bisa menyebabkan terjadinya penularan diare, dimana tinja yang dibuang tidak pada tempatnya akan
memungkinkan di hinggapi lalat, dan lalat akan menghinggapi sumber makanan keluarga, demikian juga tinja yang dibuang secara sembarangan bisa mencemari
sumber air bersih penduduk. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Kusumanigrum 2011 di Kelurahan Gandus Palembang dengan OR = 3,043
menunjukan terjadinya diare pada balita karena menggunakan jamban yang tidak sehat. Hasil penelitian Wibowo 2003 dalam Kusumaningrum 2011 juga
menunjukan bahwa tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan meningkatkan risiko terjadinya diare berdarah pada anak balita sebesar 2,55 kali
lipat dibandingkan dengan keluarga yang membuang tinjanya secara saniter. Menurut Sutomo 2013 Pembuangan tinja yang tidak saniter dapat
menyebabkan penyebaran berbagai macam penyakit. Hal ini dimulai dari tinja yang terinfeksi mencemari air tanah atau air permukaan yang terkontaminasi bibit penyakit
yang berasal dari tinja diminum manusia. Bisa juga tinja yang terinfeksi di hinggapi kecoak atau lalat, kemudian kecoak atau lalat merayap atau hinggap pada makanan
atau tempat meletakkan makanan. Seperti piring atau sendok untuk makan.
Universitas Sumatera Utara
5.3. Pengaruh Faktor Pengelolaan Sampah terhadap Kejadian Diare pada Balita