IV. GAMBARAN UMUM PENELITIAN
4.1. Gambaran Industri Perbankan 4.1.1. Sejarah Perbankan
Sejarah dikenalnya kegiatan perbankan dimulai dari jasa penukaran uang. Oleh karena itu bank dikenal sebagai tempat menukar uang atau sebagai meja
tempat menukarkan uang. Dalam sejarah, para pedagang dari berbagai kerajaan melakukan transaksi dengan menukarkan uang dengan mata uang kerajaan yang
lain. Kegiatan penukaran uang ini dikenal dengan perdagangan valuta asing. Dalam perkembangan selanjutnya kegiatan operasional perbankan bertambah lagi
menjadi tempat penitipan uang atau yang disebut sekarang ini kegiatan simpanan. Kemudian kegiatan perbankan berkembang dengan kegiatan peminjaman
uang dengan cara uang yang semula disimpan oleh masyarakat, oleh perbankan dipinjamkan kembali ke masyarakat yang membutuhkannya. Akibat dari
kebutuhan masyarakat akan jasa keuangan semakin meningkat dan beragam, maka dunia perbankan semakin dibutuhkan oleh seluruh lapisan masyarakat baik
yang berada di negara maju ataupun negara berkembang. Dewasa ini perkembangan dunia perbankan semakin pesat dan modern baik dari segi ragam
produk, kualitas pelayanan, dan teknologi yang dimiliki. Perbankan semakin mendominasi perkembangan ekonomi dan bisnis suatu negara.
4.1.2. Krisis Perbankan Indonesia
Berbagai krisis yang terjadi di bidang perbankan dan melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997, diawali dengan terjadinya krisis moneter sebagai
akibat dari jatuhnya nilai rupiah terhadap valuta asing, khususnya dolar Amerika Serikat. Penurunan ini kemudian diikuti dengan penutupan atau likuidasi 16 bank
swasta nasional. Kepercayaan masyarakat terhadap rupiah dan perbankan mulai hilang. Penarikan dana secara besar-besaran telah mengakibatkan bank-bank
swasta mengalami kesulitan likuiditas yang sangat parah dan tidak bisa diatasi. Kesulitan tersebut baru dapat diatasi dengan bantuan dari Bank Indonesia berupa
bantuan likuiditas yang dikenal dengan istilah BLBI. Selain melikuidasi 16 bank swasta nasional, pemerintah juga membekukan kegiatan operasi tujuh bank
swasta, dan mengambil alih manajemen bank swasta nasional.
Dalam menghadapi krisis perbankan ini, BRI dinilai termasuk bank yang cukup tangguh menjalaninya. Imbas krisis terhadap kinerja BRI tidak separah
yang dialami bank-bank lain. Selama krisis BRI tidak pernah mengalami krisis likuiditas dan karena itu kepercayaan nasabah tetap terjaga. Bisnis mikro yang
dikelola BRI juga merupakan penyangga dalam keadaan krisis. Kekuatan utama yang dimiliki dalam bisnis mikro adalah luasnya jaringan, tata kerja yang
sederhana serta ramping, dan SDM yang terlatih. Jaringan kerja bisnis mikro ditopang oleh tidak kurang dari 4.050 kantor BRI Unit. BRI Unit ini merupakan
gugus usaha yang otonom dengan sistem tata kerja yang ramping dan sederhana. Demikian halnya dengan BRI Unit Mangunreja, kesederhanaan tidak hanya
tercermin dari fisik kantor tetapi juga dalam produk dan prosedur kerja. Selain krisis, berbagai tantangan internal dan eksternal juga harus dihadapi oleh industri
perbankan dalam era globalisasi ini. Tantangan internal yang dihadapi oleh industri perbankan di Indonesia
dalam menghadapi era globalisasi adalah sebagai berikut : 1 Lemahnya struktur modal bank-bank nasional. Modal yang disetor bank-bank nasional relatif lebih
sedikit dibandingkan modal yang disetor bank-bank asing, 2 Rendahnya kualitas aset perbankan nasional. Rendahnya kualitas aset ini meliputi aset peralatan yang
dicerminkan oleh tingkat implementasi teknologi yang masih rendah dalam operasionalisasi perbankan, dan rendahnya kualitas aset sumber daya manusia.
Kualitas SDM merupakan hal yang penting karena sangat menentukan dalam keberhasilan implementasi teknologi, misalnya dalam kasus pengoperasian ATM,
suatu mesin yang dapat melayani nasabah bank dalam hal penarikan dan penyetoran uang tunai selama 24 jam penuh, 3 Manajemen dana bank yang tidak
profesional. Manajemen dana bank yang tidak profesional masih merupakan kendala dan hambatan bagi suatu bank untuk meningkatkan efisiensi alokasi
kredit, 4 Inefisiensi dalam alokasi kredit. Inefisiensi dalam alokasi kredit dapat terjadi karena kelompok-kelompok perusahaan yang besar cenderung mendirikan
bank-bank sendiri untuk melayani kepentingan-kepentingan perusahaan- perusahaan dalam kelompoknya dan merupakan fenomena yang terjadi di negara
kita.
Tantangan eksternal yang dihadapi perbankan di Indonesia dalam menghadapi era globalisasi adalah sebagai berikut : 1 Kondisi sektor riil yang
tidak mendukung. Kondisi ini terjadi akibat banyaknya distorsi usaha dan distorsi pasar. Distorsi usaha terutama bersumber dari banyaknya pungutan-pungutan,
prosedur perizinan yang berbelit-belit dan bermuara pada tingginya overhead cost perusahaan, 2 Kebijakan pemerintah yang kurang akomodatif. Kebijakan
pemerintah dinilai kurang akomodatif terhadap implementasi teknologi di sektor perbankan. Hal ini terlihat dari peraturan-peraturan perbankan yang dibuat
pemerintah yang pada umumnya mengacu pada standar operasional bank yang kurang mengantisipasi perkembangan teknologi informasi yang semakin cepat
berkembang, seperti adanya surat elektronik, sistem jaringan informasi yang on line. Perkembangan teknologi yang cepat mendorong lahirnya produk-produk
bermuatan teknologi canggih seperti ATM. Semua produk jasa berteknologi canggih ini memerlukan sesuatu peraturan yang baru untuk mengatur dan
melindungi nasabah sebagai konsumen jasa dan pihak bank sebagai penyelenggara jasa.
4.2. Gambaran PT BRI Persero Tbk 4.2.1. Sejarah BRI