5.5. Infrastruktur dan Kelembagaan
Untuk daerah-daerah tertentu terutama di luar Jawa kondisi infrastruktur pendukung kurang memadai. Dampak dari hal ini biaya usahatani menjadi tinggi
dan harga jual menjadi kurang bersaing. Sebagai contoh, di daerah sentra produksi kelapa di Indragiri Hilir hanya memiliki satu alternatif transportasi, yaitu
transportasi air. Kondisi tersebut mengakibatkan kelembagaan penunjang cenderung menekan petani. Sebagai ilustrasi, kelembagaan pemasaran
cenderung monopsoni, kelembagaan keuangan didominasi sistim barter yang merugikan petani, dan akses petani terhadap informasi teknologi dan pasar tidak
berjalan karena kurang terjangkau oleh lembaga-lembaga yang tersedia. Untuk wilayah yang infrastrukturnya sudah berkembang seperti di Jawa,
kelapa masih cenderung dikonsumsi dalam bentuk kelapa segar, yang mana konsumen utamanya adalah masyarakat perkotaan. Kondisi yang demikian
mengakibatkan transportasi yang mahal dan rantai tataniaga yang panjang, pada gilirannya harga tingkat petani juga tertekan. Hal ini dapat diatasi jika
dikembangkan beberapa produk kelapa terutama santan untuk dapat mensubtitusi santan yang langsung dibuat oleh rumahtangga dari kelapa segar,
yang merupakan penggunaan yang dominan.
5.6. Kebijakan Harga, Perdagangan dan Investasi .
Intervensi kebijakan pemerintah dalam mendukung agribisnis kelapa selama ini masih sangat terbatas. Pada komoditas ini belum pernah diberlakukan
kebijakan harga output price policy. Penentuan harga jual output selama ini diserahkan pada mekanisme pasar. Status komoditas yang bukan merupakan
kebutuhan dasar dan tingkat penggunaan per kapita yang relatif rendah dapat menjadi faktor penjelas belum adanya urgensi intervensi kebijakan harga pada
produk kelapa.
Tabel 8. Kebijakan perdagangan kelapa di Indonesia, Tahun 2005 Ekspor
Impor Jenis produk
Pajak Ekspor
Pajak lain
Bea Masuk
Pajak Penjualan
Copra -
- -
- Crude Coconut Oil
- -
5 10
Refined Coconut Oil -
- -
10 Copra Meal
- -
5 10
Desiccated Coconut -
- 5
10 Coconut CreamMilk
- -
15 10
Coir fibre and Coir Products -
- 5
10 Shell Charcoal
- -
10 10
Activated Carbon -
- 20
10 Sumber : Mahmud, et al., 2005
Berbeda dengan perdagangan internasional kelapa sawit, untuk kegiatan ekspor kelapa pemerintah juga belum melakukan intervensi kebijakan. Secara
formal belum ada pemberlakuan peraturan yang terkait dengan pembatasan ekspor, baik menyangkut volume, bentuk produk maupun tujuan eskpor. Begitu
pula kebijakan pendukung kegiatan ekspor, juga belum ada. Intervensi kebijakan pemerintah baru dilakukan pada kegiatan impor. Intervensi tersebut berupa
penetapan bea masuk barang impor dan pajak penjualan yang selain memberikan pemasukan bagi negara juga dimaksudkan untuk melindungi para
produsen di dalam negeri. Besaran bea masuk dan pajak penjualan tersebut bervariasi antar jenis produk seperti dapat dilihat pada Tabel 8.
Dalam bidang investasi, insentif pemerintah untuk mendukung pengembangan agribisnis kelapa belum ada yang bersifat khusus. Penyediaan
dan peningkatan kualitas infrastruktur yang selama ini juga dilakukan di daerah- daerah sentra produksi itupun tidak secara khusus dimaksudkan untuk
mendukung pengembangan investasi dalam agribisnis kelapa. Demikian pula pada aspek modal. Meskipun terdapat penyediaan fasilitas kredit untuk usaha
skala kecil dari beberapa bank pemerintah, tetapi pemberian fasilitas tersebut tidak secara khusus disediakan untuk usaha yang mengelola atau mengolah
produk kelapa.
5.7. Prospek, potensi, dan arah pengembangan