Prinsip-prinsip yang mendasari Hemodialisis Strategi koping yang berfokus pada masalah Bagi Manajemen RS Haji Adam Malik MedanUnit Hemodialisis

2.2.4 Hemodialisa 1.

Pengertian Hemodialisis Hemodialisis adalah proses pembuangan zat-zat sisa metabolisme, zat toksik lainnya melalui membran semi permeable sebagai pemisah antara darah dan cairan diaksat yang sengaja dibuat dalam dialyzer Hudak dan Gallo, 1996. Hemodialisa merupakan suatu tindakan yang digunakan pada klien gagal ginjal untuk menghilangkan sisa toksik, kelebihan cairan dan untuk memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dengan prinsip osmosis dan difusi dengan menggunakan system dialisa eksternal dan internal Tucher, 1998.

2. Prinsip-prinsip yang mendasari Hemodialisis

Pada hemodialisa aliran darah yang mengandung limbah metabolik dialirkan dari tubuh pasien ke dialiser untuk dibersihkan kemudian dikembalikan lagi ke tubuh pasien. Pertukaran limbah dari darah ke dalam cairan dialisat akan terjadi melalui membran semipermeabel tubulus. Pada proses kerja mesin dialisa ada tiga prinsip yang mendasarinya yaitu osmosis, difusi, dan ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah dikeluarkan dari dalam darah melalui proses difusi dengan cara bergerak dari darah yang memiliki konsentrasi tinggi, ke cairan dialisat dengan konsentrasi yang lebih rendah. Selanjutnya air yang berlebihan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses osmosis yang dapat dikendalikan dengan menciptakan gradien tekanan. Gradien ini dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan negatif yang dikenal sebagai ultrafiltrasi pada mesin dialisa. Tekanan negatif ini diterapkan untuk memfasilitasi pengeluaran air sehingga tercapai isovolemia Smeltzer, 2001. Universitas Sumatera Utara Hemodialisa bagi pasien gagal ginjal kronis akan mencegah kematian yang lebih cepat. Namun hemodialisa tidak menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi hilangnya aktifitas metabolik yang dilaksanakan oleh ginjal. Di indonesia hemodialisa dilakukan 2 kali seminggu dimana waktu yang dibutuhkan untuk setiap tindakan hemodialisia adalah 5 jam, tetapi ada juga yang melakukan 3 kali seminggu dengan lama dialisis 4 jam, hal ini bergantung pada keadaan pasien. Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun Price Wilson, 2005; Suhardjono dkk, 2001. Namun banyak komplikasi yang terjadi akibat terapi hemodialisa yang mempengaruhi kehidupan pasien hemodialisa.

3. Komplikasi Hemodialisis

Komplikasi yang bisa terjadi saat pasien melakukan hemodialisa antara lain hipotensi, emboli udara, nyeri dada, pruritus, gangguan keseimbangan dialisis, kram otot, nyeri, mual, muntah, perembesan darah, sakit kepala, sakit punggung, demam, menggigil, aritmia, temponade jantung, perdarahan intrakranial, kejang, hemolisis, hiperlipidemia, gangguan tidur dimana pasien selalu bangun lebih cepat di pagi hari, dan hipoksemia Smeltzer, 2001. Individu dengan hemodialisa jangka panjang sering merasa khawatir akan kondisi sakit yang tidak dapat diramalkan dan gangguan dalam kehidupanya. Pasien menghadapi masalah finansial, kesulitan dalam mempertahankan pekerjaan, penurunan seksual serta impotensi, depresi akibat sakit kronik, dan ketakutan terhadap kematian. Pasien-pasien yang lebih muda khawatir terhadap Universitas Sumatera Utara pernikahan mereka, anak-anak yang dimiliki dan beban yang ditimbulkan kepada keluarga mereka. Gaya hidup terencana berhubungan dengan terapi hemodialisa dan pembatasan asupan makanan serta cairan sering menghilangkan semangat hidup pasien Smeltzer, 2001. Hemodialisa menyebabkan perubahan gaya hidup pada keluarga. Waktu yang diperlukan untuk terapi hemodialisa akan mengurangi waktu yang tersedia untuk melakukan aktifitas sosial dan dapat menciptakan konflik, frustasi, rasa bersalah serta depresi di dalam keluarga. Keluarga pasien dan sahabat-sahabatnya mungkin memandang pasien sebagai beban hidup karena keterbatasannya. Barangkali sulit bagi pasien, pasangan, dan keluarganya untuk mengungkapkan rasa marah serta perasaan negatif. Pasien yang menjalani tindakan hemodialisis terkadang membutuhkan konseling dan psikoterapi Brunner Suddarth,2005. Pasien harus diberi kesempatan untuk mengungkapkan setiap perasaan marah dan keprihatinan terhadap berbagai pembatasan yang harus dipatuhi akibat penyakit, serta terapinya di samping masalah keuangan, rasa sakit dan gangguan rasa nyaman yang timbul akibat penyakit ataupun komplikasi terapi. Jika rasa marah tersebut tidak diungkapkan, mungkin perasaan ini akan diproyeksikan kepada diri sendiri dan menimbulkan depresi, rasa putus asa serta upaya bunuh diri. Insiden bunuh diri meningkat pada pasien-pasien hemodialisa. Jika rasa marah tersebut di proyeksikan kepada orang lain, hal ini dapat merusak hubungan keluarga Smeltzer, 2001. Universitas Sumatera Utara

2.3. Landasan Teori

Penulis menggunakan teori keperawatan menurut Sister Calista Roy sebagai dasar penelitian ini. Menurut Sister Calista Roy, individu sebagai makhluk biopsikososial dan spiritual memiliki koping untuk beradaptasi terhadap perubahan yang ada di sekitarnya sehingga individu selalu berinteraksi terhadap perubahan hidup. Perubahan hidup yang terjadi pada pasien gagal ginjal kronik merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya stres yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi kesakitan dan pola perilaku individu . Penyakit ginjal kronis CKD adalah penyakit yang mengancam jiwa. Ada tiga pilihan terapi pengganti yang dapat dilakukan pada pasien dengan gagal ginjal tahap akhir yaitu hemodialisis, dialisis peritoneal, serta transplantasi ginjal Crawford Lerma, 2008 dalam Al Nazly, E.A., et al 2013. Ketika penyakit gagal ginjal kronik memasuki stadium akhir end stage renal disease, pasien harus menerima perawatan dialisis untuk bertahan hidup, dan mereka sering rentan terhadap emosi seperti perasaan tidak berdaya, depresi, dan ketakutan. Pasien sering merasa takut akan masa depan yang akan dihadapi dan perasaan marah yang berhubungan dengan pertanyaan mengapa hal tersebut terjadi pada dirinya. Ketakutan dan perasaan berduka juga kerap datang karena harus tergantung seumur hidup pada alat cuci ginjal Andri , 2012. Hal seperti ini tentunya akan menimbulkan perasaan tertekan yang sering disebut dengan stres Yayasan Ginjal Diatrans Indonesia, 2012. Pada umumya seseorang yang mengalami stress atau ketegangan psikologik dalam menghadapi masalah kehidupan sehari-hari memerlukan kemampuan pribadi maupun dukungan dari Universitas Sumatera Utara lingkungan, agar dapat mengurangi stress. Cara yang digunakan oleh individu untuk mengurangi stres disebut dengan koping. Koping adalah proses yang dilalui oleh individu dalam menyelesaikan situasi stresfull. Koping merupakan respon individu terhadap situasi yang mengancam diri baik fisik maupun psikologik. Secara alamiah baik disadari ataupun tidak disadari, individu sesungguhnya telah menggunakan strategi koping dalam menghadapi stres. Strategi koping adalah cara yang dilakukan untuk merubah lingkungan atau situasi atau menyelasaikan masalah yang sedang dirasakandihadapi Rasmun, 2004. Menurut Rasmun 2004, koping dinilai efektif apabila menghasilkan adaptasi yang menetap yang merupakan kebiasaan baru dan perbaikan dari situasi yang lama sedangkan koping yang tidak efektif berakhir dengan maladaptif yaitu perilaku yang menyimpang dari keinginan normatif dan dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain serta lingkungan. Setiap individu dalam melakukan koping tidak sendiri dan tidak hanya menggunakan satu strategi koping tetapi dapat melakukannya bervariasi. Hal ini tergantung dari kemampuan dan kondisi individu. Menurut Nikkerud, H.C. Frydenberg, E. 2011, koping merupakan komponen penting dari resiliensi. Resiliensi adalah kemampuan untuk beradaptasi atau bangkit kembali dari tantangan atau dengan kata lain resiliensi mengandung arti memiliki kekuatan batin, kemampuan, optimis, fleksibel dan kemampuan untuk mengatasi kesulitan secara efektif. Konsep resiliensi digunakan untuk menggambarkan sikap dan perilaku manusia ketika ia berhadapan dengan Universitas Sumatera Utara kemalangan atau kesulitan hidup baik kesulitan itu bersumber dari dirinya sendiri, lingkungan keluarga maupun situasi dan konteks lingkungan hidup sekitarnya Sulistyaningsih, 2009. Resiliensi melibatkan kualitas koping yang membantu individu bertahan hidup dan berkembang meskipun sedang mengalami kesulitan atau kemalangan Connor Davidson 2003 dan meliputi harapan untuk sembuh, harga diri, tekad, dan sikap dan perilaku sosial Dyer McGuiness 1996 dalam Smith, 2009. Konsep resiliensi meliputi keterampilan koping, pengetahuan tentang perawatan yang terjangkau dan tersedia, penerimaan budaya setempat dan perhatian yang peka, serta dorongan untuk memelihara dan bekerja dengan orang lain. Universitas Sumatera Utara Keterangan: : diteliti : berhubungan

2.4. Kerangka Konsep

Berdasarkan kajian teoritis seperti yang telah diuraikan, maka berikut ini dikemukakan kerangka konsep penelitian yang berfungsi sebagai penuntun, alur pikir dan sekaligus sebagai dasar dalam merumuskan hipotesis. Variabel Independen Variabel Dependen

1. Strategi koping yang berfokus pada masalah

Problem-focused coping terdiri atas 3 jenis koping: a. Active Koping b. Planning c. Using Instrumental Support

2. Strategi koping yang berfokus pada emosi

emotion-focused coping terdiri atas 10 jenis koping: a. Using Emotional Support b. Positive reframing c. Acceptance d. Humor e. Religion f. Denial g. Venting h. Substance use i. Self Distraction j. Self Blame k. Behavioral disengagement Resiliensi: Karakteristik : a. Self-reliance b. Existential aloneness c. Meaningfulness d. Equanimity e. Perseverance Karakteristik demografi 1. Umur 2. Jenis kelamin 3. Pendidikan 4. Pekerjaan 5. Status pernikahan Universitas Sumatera Utara

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Jenis penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross- sectional. Penelitian analitik adalah untuk menganalisa hubungan antara satu variabel dengan variabel lain sedangkan desain cross-sectional berarti pengukuran variabel hanya pada satu saat tertentu yang berarti setiap subyek hanya satu kali diukur yang dilakukan pada saat pemeriksaan tersebut Sudigdo, 2011.

3.2. Variabel penelitian

Variabel yang dikaji dalam penelitian ini adalah koping dan resiliensi. Variabel independen dalam penelitian ini adalah strategi koping yang berfokus pada masalah problem-focused koping, strategi koping yang berfokus pada emosi emotion-focused koping dan karakteristik demografi. Adapun yang termasuk ke dalam Strategi koping berfokus pada masalah problem-focused koping adalah active koping, planning dan using instrumenal support, sedangkan yang termasuk ke dalam strategi koping yang berfokus pada emosi emotion- focused koping adalah using emotional support, positive reframing, acceptance, humor, religion, denial, venting, substance use, Self distraction, self blame dan behavioral disengagement sementara yang termasuk ke dalam karakteristik demografi responden meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah resiliensi. Universitas Sumatera Utara

3.3. Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan di Rumah Pusat Haji Adam Malik Medan. Pemilihan tempat penelitian berdasarkan pertimbangan bahwa jumlah pasien yang menjalani hemodialisis lebih banyak di rumah sakit pemerintah dibandingkan dengan rumah sakit swasta sehingga mempermudah peneliti dalam proses pengumpulan data. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2014. 3.4. Populasi dan Sampel 3.4.1 Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objeksubjek yang mempunyai kualitas atau karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya Sugiono, 2009. Populasi dalam penelitian ini adalah setiap pasien gagal ginjal kronik yang datang ke RSUP. Haji Adam Malik untuk melakukan tindakan cuci darah hemodialisis baik rawat jalan maupun rawat inap. Jumlah populasi dalam penelitian ini tidak diketahui berhubung karena peneliti tidak melakukan survei pasien sebelumnya ke Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Medan.

3.4.2 Sampel

Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi Sugiono, 2013. Universitas Sumatera Utara Keterangan: n = jumlah sampel minimal yang dibutuhkan z α = tingkat kepercayaan 95 1,96 z β = kekuatan uji 80 0,842 r = koefisien korelasi minimal r= 0,284 menurut Azwar, S.,1999 Jadi jumlah sampel dalam penelitian ini ada sebanyak 92 orang pasien yang menjalani tindakan cuci darah hemodialisis. Adapun kriteria untuk menentukan kelayakan sampel agar sesuai dengan dengan tujuan penelitian adalah sebagai berikut 1. Mau menandatangani informed consent. 2. Dapat membaca, menulis dan menggunakan bahasa Indonesia dengan baik. 3. Pasien sadar penuh compos mentis. 4. Pasien sedang menjalani hemodialisis baik rawat jalan maupun rawat inap di Rumah Sakit Adam Malik Medan. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini termasuk nonprobability sampling yaitu purposive sampling yang berarti pemilihan sampel dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti.

3.5. Metode pengumpulan data

Dalam penelitian kuantitatif, peneliti menggunakan instrumen berupa kuesioner sebagai alat pengumpulan data. Ada 3 instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu instrumen A untuk mendapatkan data demografi, instrumen B untuk mengetahui strategi koping responden gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis dan instrumen C untuk mengukur tingkat resiliensi. Instrumen A : Merupakan instrumen untuk mendapatkan karakteristik pasien yang terdiri dari : Nama inisial, usia, jenis kelamin, agama, suku, status Universitas Sumatera Utara perkawinan, pendidikan, pekerjaan. Bentuk pertanyaan tertutup, responden hanya menjawab pada kotak yang tersedia, sesuai dengan pilihan yang ada. Instrumen B : Merupakan instrumen untuk mengetahui strategi koping responden gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. Instrumen Brief COPE disusun oleh Carver, Scheier dan Weintraub 1989 dan sudah diterjemahkan ke dalam versi Indonesia serta telah diuji validitas dan reliabilitasnya oleh peneliti. Hasil uji validitas didapatkan bahwa nilai cronbach alpha sebesar 0,974 artinya kuesioner Brief COPE sudah dapat mengetahui strategi koping yang digunakan responden gagal ginjal kronik yang menjalani tindakan cuci darah kuesioner Brief COPE. Kuisioner strategi koping terdiri dari 4 pertanyaan dengan Pilihan “tidak pernah” skor 1, “jarang” skor 2, “sering” skor 3, dan “selalu” skor 4. Tabel.3.5.1 Instrumen B: Kuisioner Strategi Koping Strategi Koping Aitem Bahasa Inggris Aitem Bahasa Indonesia Jenis Koping berfokus pada masalah Problem-focused koping Active Koping Penyelesaian masalah secara aktif Ive been concentrating my efforts on doing something about the situation Im in Ive been taking action to try to make the situation better Saya telah berusaha untuk melaksanakan tindakan cuci darah ini dalam situasi yang sedang saya alami Saya telah melaksanakan tindakan cuci darah ini untuk membuat keadaan saya lebih baik Planning Perencanaan Ive been trying to come up with a strategy about what to do Ive been thinking hard about what steps to take Saya telah mencoba menemukan strategi apa yang harus dilakukan selama menjalani tindakan cuci darah Saya telah berpikir serius mengenai langkah- langkah yang harus dilakukan selama menjalani tindakan cuci darah ini Universitas Sumatera Utara Using Instrumenal Support Menggunakan instrumen sebagai dukungan Ive been getting emotional support from others Ive been getting comfort and understanding from someone Saya telah mendapat dukungan emosional dari orang lain selama menjalani tindakan cuci darah Saya telah mendapat rasa nyaman dan pengertian dari seseorang ketika sedang menjalani cuci darah Jenis Koping yang berfokus pada emosi Emotion-focused koping Using Emotional Support Menggunakan dukungan emosional Ive been getting help and advice from other people Ive been trying to get advice or help from other people about what to do Saya telah mendapatkan nasehat dari orang lain terkait dengan tindakan cuci darah Saya telah mendapatkan nasehat dari orang lain tentang apa yang harus dilakukan selama menjalani tindakan cuci darah Positive Reframing Mengkaji ulang kejadian masa lalu ke arah positif Ive been trying to see it in a different light, to make it seem more positive Ive been looking for something good in what is happening Saya telah berusaha memahami tindakan cuci darah ini dengan sudut pandang yang berbeda untuk membuat tindakan cuci darah ini kelihatan lebih positif Saya telah mencari sesuatu yang baik dari cuci darah terkait dengan kondisi kesehatan saya Acceptance Penerimaan Ive been accepting the reality of the fact that it has happened Ive been learning to live with it Saya telah menerima realitas dari fakta bahwa tindakan cuci darah ini terjadi Saya telah berusaha untuk hidup dengan tindakan cuci darah ini Humor Ive been making jokes about it Ive been making fun of the situation Saya sering membuat lelucon mengenai tindakan cuci darah ini Saya suka mentertawakan apa yang sedang terjadi ketika sedang menjalani cuci darah Universitas Sumatera Utara Religion Agama Ive been trying to find comfort in my religion or spiritual beliefs Ive been praying or meditating Saya mencoba menemukan rasa nyaman dalam kepercayaan saya Saya selalu berdoa Denial Penolakan Ive been saying to myself this isnt real. Ive been refusing to believe that it has happened Saya selalu mengatakan pada diriku bahwa “tindakan cuci darah ini tidak terjadi” Saya menolak untuk mempercayai bahwa tindakan cuci darah ini terjadi Venting Pelampiasan Ive been saying things to let my unpleasant feelings escape Ive been expressing my negative feelings Saya selalu mengatakan apa saja untuk melepaskan perasaan saya yang tidak enak menghadapi cuci darah Saya senantiasa mengungkapkan perasaan saya yang negatif atas kesehatan saya yang mengharuskan cuci darah Substance Use Penggunaan zat dan obat-obatan Ive been using alkohol or other drugs to make myself feel better Ive been using alkohol or other drugs to help me get through it Saya mengkonsumsi alkohol untuk membuat diriku merasa lebih baik menghadapi proses cuci darah Saya mengkonsumsi alkohol untuk membantu saya melewati masalah kesehatan yang saya hadapi Self-Distraction Pengendalian diri Ive been turning to work or other activities to take my mind off things Ive been doing something to think about it less, such as going to movies, watching TV, reading, daydreaming, sleeping, or shopping Saya kembali bekerja atau melakukan aktifitas lain untuk membebaskan pikiranku dari berbagai hal terkait keharusan menjalani cuci darah Saya melakukan sesuatu untuk melupakan tindakan cuci darah ini seperti pergi ke bioskop, menonton TV, membaca, melamun, tidur atau belanja Universitas Sumatera Utara Self-Blame Menyalahkan diri sendiri Ive been criticizing myself Ive been blaming myself for things that happened Saya mengkritik diri saya terkait kesehatan saya selama melaksanakan tindakan cuci darah ini Saya menyalahkan diri saya sendiri atas tindakan cuci darah yang sedang terjadi Behavioral disengagement Pelepasan perilaku Ive been giving up trying to deal with it Ive been giving up the attempt to cope Saya mencoba berhenti dengan tindakan cuci darah Saya telah menghentikan usaha untuk cuci darah Instrumen C : Merupakan instrumen untuk mendapatkan tingkat resiliensi pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis dengan pernyataan tertutup. Kuisioner menggunakan skala resiliensi yang disusun oleh Wagnild Young 1990 dan sudah diterjemahkan oleh peneliti ke dalam versi indonesia serta telah diuji validitas dan reliabilitasnya oleh peneliti. Hasil uji validitas didapatkan bahwa nilai cronbach alpha sebesar 0,957, artinya kuesioner resiliensi sudah dapat mengukur tingkat resiliensi responden gagal ginjal kronik yang menjalani tindakan cuci darah. Kuisioner resiliensi terdiri dari 14 pertanyaan dengan 7 pilihan jawaban yaitu skala 1= sangat tidak setuju, skala 2= tidak setuju, skala 3= agak tidak setuju, skala 4= netral antara setuju dan tidak setuju, skala 5= agak setuju, skala 6= setuju, skala 7= sangat setuju Azwar, S., 1999. Tabel.3.5.2 Instrumen C : Kuisioner Resiliensi Komponen Resiliensi Aitem Bahasa Inggris Aitem Bahasa Indonesia Self-reliance Keyakinan pada diri sendiri dengan memahami kemampuan dan batasan yang I feel that I can handle many things at a time. I am determined I have self-discipline. Saya mampu mengatasi cuci darah ini meskipun memiliki keterbatasan Saya termasuk orang yang tekun mengikuti semua saran yang diberikan oleh dokter dan perawat. Selama proses pengobatan, saya Universitas Sumatera Utara dimiliki oleh diri sendiri My belief in myself gets me through hard times. In an emergency, I’m someone people can generally rely on orang yang disiplin Saya percaya dapat melewati tindakan cuci darah ini. Ketika saya sedang menjalani tindakan cuci darah ini, Saya masih bisa diandalkan Existential aloneness Kesadaran bahwa setiap individu unik dan beberapa pengalaman dapat dihadapi bersama namun ada juga yang harus dihadapi sendiri I usually manage one way or another. Saya melaksanakan tindakan cuci darah ini dengan baik Meaningfulnes Kesadaran individu bahwa hidupnya memiliki tujuan dan diperlukan usaha untuk mencapai tujuan tersebut I feel proud that I have accomplished things in life. I am friends with myself. I keep interested in things. I can usually find something to laugh about. My life has meaning Saya merasa bersyukur masih dapat melaksanakan tindakan cuci darah dalam hidup saya Saya menerima diri apa adanya meskipun menjalani tindakan cuci darah Saya tetap melaksanakan tindakan cuci darah ini karena merupakan hal penting bagi hidup saya. Saya senang bergurau walau kondisi sakit Hidup saya berarti Equanimity Perspektif yang dimiliki oleh individu mengenai hidup dan pengalaman- pengalaman yang dialaminya semasa hidup yang dianggap merugikan I usually take things in stride. When I’m in a difficult situation, I can usually find my way out of it. Saya sukses menjalani tindakan cuci darah ini. Ketika saya mengalami kesulitan dalam menjalani cuci darah, biasanya saya dapat menemukan jalan keluarnya. Perseverance Sikap individu yang tetap bertahan dalam menghadapi suatu situasi sulit I can get through difficult times because I’ve experienced difficulty before. Saya bisa melalui masa sulit ini karena saya sudah memiliki pengalaman cuci darah sebelumnya Universitas Sumatera Utara

3.6. Variabel dan defenisi operasional

3.6.1. Variabel Independen: Koping

Defenisi Operasional dari strategi koping adalah nilai masing-masing responden terhadap strategi koping baik berfokus pada masalah maupun berfokus pada emosi. Nilai yang paling tinggi merupakan strategi koping yang lebih sering digunakan oleh responden gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis.

3.6.2. Variabel Dependen: Resiliensi

Defenisi Operasional dari resiliensi adalah nilai rata-rata mean dari lima karakteristik resiliensi. Semakin tinggi nilai rata-rata mean resiliensi berarti semakin tinggi resiliensi individu. 3.7. Metode pengukuran 3.7.1 Variabel Independen Variabel Strategi Koping terdiri dari 2 subkoping, yaitu strategi koping yang berfokus pada masalah problem-focused koping, dan strategi Koping yang berfokus pada emosi emotion-focused koping. Setiap Subkoping strategi koping yang berfokus pada masalah ada 6 pernyataan, strategi koping yang berfokus pada emosi ada 18 pernyataan, diukur dengan empat pilihan jawaban, yaitu tidak pernah, jarang, sering dan selalu. Pilihan “tidak pernah” memiliki skor 1, “jarang” memiliki skor 2, “sering” memiliki skor 3, dan “selalu” memiliki skor 4. Kemudian dihitung berdasarkan rumus proporsi masing-masing kedua subvariabel koping dengan rumus: Proporsi = Skor total yang didapatkan responden Skor tertinggi dari tiap strategi koping x 100 Universitas Sumatera Utara Setelah selesai dihitung, selanjutnya dilihat nilai yang paling tinggi masing- masing strategi koping pada setiap responden. Nilai strategi koping yang paling tinggi merupakan strategi koping yang lebih sering digunakan oleh responden gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis.

3.7.2 Variabel Dependen

Untuk mengukur Resiliensi diberi 14 pernyataan, dengan alternatif jawaban 1= sangat tidak setuju, skala 2= tidak setuju, skala 3= agak tidak setuju, skala 4= netral antara setuju dan tidak, skala 5= agak setuju, skala 6= setuju, skala 7= sangat setuju Azwar, S.,1999. Dalam penelitiannya, Wagnild dan Young 1993 membagi nilai resiliensi menjadi 5 kategori yaitu resiliensi sangat tinggi skor :82-98, resiliensi tinggi skor 64-81, resiliensi sedang skor: 49-63, resiliensi rendah 31-48 dan resiliensi sangat rendah skor: 14-30. Menurut Azwar, S 1999, tingkat resiliensi responden dapat dikategorikan menjadi dua yaitu: 1. Resiliensi tinggi : nilai rata-rata mean + 3 2. Resiliensi rendah : nilai rata-rata mean -3 Dari hasil penelitian, diketahui nilai rata-rata resiliensi responden adalah 64, 11, maka apabila resiliensi dibagi menjadi dua kategori, maka tingkat resiliensi responden dapat digambarkan sebagai berikut: Mean Sedang 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 Tinggi Rendah Universitas Sumatera Utara Keterangan : a. 60 : resiliensi rendah b. 68 : resiliensi tinggi c. Skor antara 61-67 netral tidak diklasifikasikan peneliti karena tujuan peneliti hanya untuk memisahkan subjek ke dalam dua kategori saja Azwar, S., 1999

3.8. Uji coba instrumen

3.8.1. Pengujian validitas dan reliabilitas instrumen Resiliensi

Peneliti menggunakan alat ukur the 14 item Resilience Scale RS-14 yang disusun oleh Wagnild dan Young. Pada awalnya kuesioner Resiliensi terdiri dari 25 item pernyataan, akan tetapi pada tahun 2009 Wagnild kembali mereduksi Resilience Scale menjadi 14 item dengan alasan banyak peneliti yang merasa skala resiliensi dengan 25 item terlalu panjang sehingga terlalu lama dalam mengevaluasi resiliensi. Wagnild menjelaskan ke-14 item sudah mewakili lima karakteristik resiliensi dimana koefisien reliabilitas sebesar 0,93. Sebelum menggunakan instrumen resiliensi sebagai instrumen penelitian terlebih dahulu peneliti menerjemahkan kuesioner Resiliensi ke Pusat Bahasa USU setelah itu hasil terjemahan dikonsulkan kepada orang yang berkompeten yaitu Walter, S.Kep,Ns,M.Kep,Sp.Kep.J, Roxana Devi Tumanggor, S.Kep,Ns.M.Nurs dan Prof. Dr. Dra. Irmawati Soeprapto, M.Si. Psikolog. Hasilnya ada beberapa item memerlukan revisi kata-kata yang disesuaikan dengan kulturbudaya Indonesia yang mana nantinya isi dari kuesioner ini dapat lebih dimengerti oleh partisipan. Pada bulan Juni 2014, peneliti melakukan uji coba instrumen resiliensi kepada 20 orang responden yang menjalani tindakan cuci darah di Klinik Ginjal Universitas Sumatera Utara dan Hipertensi Rasyida Medan. Adapun hasil uji validitas dan reliabilitas kuisioner resiliensi dapat dilihat sebagai berikut : Tabel 3.5.3. Hasil uji validitas dan reliabilitas resiliensi Item Nilai Corrected Item Total Cronbach’s Alpha 1 0,793 0,953 2 0,867 0,951 3 0,752 0,954 4 0,917 0,950 5 0,720 0,955 6 0,911 0,950 7 0,900 0,950 8 0,730 0,955 9 0,774 0,954 10 0,496 0,960 11 0,725 0,955 12 0,685 0,956 13 0,801 0,953 14 0,681 0,956 Berdasarkan tabel 3.5.3 didapatkan r tabel= 0,468 dan Nilai alpha cronbach resiliensi= 0,957. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa instrumen resiliensi dikatakan reliabel , dimana nilai alpha cronbach r tabel Riduwan, 2002. Tabel 3.5.4. Hasil uji reliabilitas resiliensi Berdasarkan tabel 3.5.4. diperoleh nilai koefisien reliabilitas Cronbach’s alpha resiliensi 0,957 dan nilai r tabel sebesar 0,44. Dengan demikian instrumen resiliensi sudah bisa digunakan untuk mengukur resiliensi pasien yang menjalani tindakan hemodialisis cuci darah. Cronbachs Alpha N of Items .957 14 Universitas Sumatera Utara

3.8.2. Pengujian validitas dan reliabilitas instrumen Koping

Peneliti menggunakan alat Brief COPE yang terdiri dari 14 item, yang masing-masing terdiri dari dua pernyataan. Pada awalnya Brief COPE secara lengkap terdiri dari 60 pernyataan, dimana setiap subskala koping diwakili oleh empat pernyataan. Namun, Carver dan rekan-rekan menemukan bahwa partisipan penelitian menjadi tidak sabar untuk menyelesaikan kuesioner karena jumlah pernyataan yang terlalu banyak dan beberapa pernyataan tidak sesuai. Oleh karena itu, beberapa tahun selanjutnya Carver 1997 melakukan revisi terhadap alat ukur COPE yang kemudian menghasilkan Brief COPE dimana ada beberapa subskala yang ditambahkan dan ada pula yang dihilangkan. Sebelum peneliti melakukan uji validitas dan reliabilitas, terlebih dahulu peneliti menerjemahkan kuesioner Brief COPE ke Pusat Bahasa USU. setelah itu hasil terjemahan dikonsulkan kepada orang yang berkompeten yaitu Walter, S.Kep,Ns,M.Kep,Sp.Kep.J, Roxana Devi Tumanggor, S.Kep,Ns.M.Nurs dan Prof. Dr. Dra. Irmawati Soeprapto, M.Si. Psikologi. Hasilnya ada beberapa item memerlukan revisi kata-kata yang disesuaikan dengan kulturbudaya Indonesia yang mana nantinya isi dari kuesioner ini dapat lebih dimengerti oleh partisipan. Pada bulan Juni 2014 peneliti melakukan uji coba instrumen strategi koping kepada 20 orang responden yang menjalani tindakan cuci darah di Klinik Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan, hasilnya ada satu 1 subskala dan dua 2 item pernyataan yang dieliminasi dari Strategi koping yang berfokus pada emosi antara lain Subskala Substance use, peneliti menganggap ada perbedaan budaya antara Negara Timur dan Barat sehingga kedua item dalam subskala ini tidak Universitas Sumatera Utara valid. Di Negara Barat, mengkonsumsi alkohol sudah biasa dalam kehidupan sehari-hari, namun di Negara Timur seperti Indonesia, mengkonsumsi alkohol dan minuman keras lainnya bukan menjadi kebiasaan dan bahkan cenderung dihindari oleh mayoritas masyarakat. Pada item humor “Saya sering membuat lelucon mengenai tindakan cuci darah ini”, peneliti mengasumsikan bahwa adanya perbedaan interpretasi pada perbedaan budaya juga. Di budaya Timur masyarakat tidak terbiasa membuat humor pada masalah yang sedang terjadi dikarenakan nilai kesopanan yang ada di budaya Timur serta pada item Behavioral disengagement pelepasan perilaku ada 1 item yang dinilai tidak valid yakni “Saya telah menghentikan usaha untuk cuci darah”, dikarenakan karena tindakan cuci darah hemodialisis akan berlangsung seumur hidup. Berdasarkan pertimbangan- pertimbangan dan alasan di atas, peneliti kemudian mengeliminasi pernyataan tersebut dari instrumen penelitian dapat dilihat pada tabel 3.4.5 Adapun hasil uji validitas dan reliabilitas kuisioner strategi koping dapat dilihat sebagai berikut: Tabel 3.5.5. Hasil uji validitas dan reliabilitas strategi koping Item Nilai Corrected Item Total Correlation Cronbach’s Alpha 1 0,650 0,958 2 0,766 0,958 3 0,840 0,956 4 0,766 0,958 5 0,736 0,957 6 0,632 0,958 7 0,632 0,958 8 0,286 0,961 9 0,856 0,956 10 0,690 0,958 11 0,708 0,957 12 0,656 0,958 13 0,674 0,958 Universitas Sumatera Utara 14 0,652 0,958 15 0,856 0,956 16 0,856 0,956 17 0,235 0,963 18 0,765 0,957 19 0,856 0,956 20 0,856 0,956 21 0,789 0,957 22 0,856 0,956 23 0,238 0,962 24 0,061 0,964 25 0,856 0,956 26 0,791 0,957 27 0,856 0,956 28 0,789 0,957 Hasil uji validitas dan reliabilitas pada tabel 3.5.5 ditemukan ada 4 item pernyataan pernyataan 8, 17, 23 dan 24 dinyatakan tidak valid, karena nilai r hitung lebih kecil dari r tabel 0,468. Tabel 3.5.6. Hasil uji reliabilitas strategi koping Berdasarkan tabel 3.5.6 diketahui bahwa nilai Cronbach’s alpha sebesar 0,959 artinya korelasi uji reliabilitas strategi koping sangat kuat. Adapun langkah selanjutnya untuk menentukan agar item pernyataan valid dan rialiabel yaitu mengeluarkan item pernyataan yang memiliki nilai r hitung lebih kecil dari r tabel yakni item pernyataan 8, 17, 23 dan 24, sehingga hasilnya ditemukan sebagai berikut: Tabel 3.5.7. Hasil uji validitas dan reliabilitas strategi koping setelah dikeluarkan 4 item pernyataan dari instrumen penelitian Item Nilai Corrected Item Total Cronbach’s Alpha 1 0,649 0,974 2 0,766 0,973 Cronbachs Alpha N of Items .959 28 Universitas Sumatera Utara 3 0,815 0,973 4 0,766 0,973 5 0,684 0,974 6 0,618 0,974 7 0,618 0,974 9 0,895 0,972 10 0,697 0,974 11 0,676 0,974 12 0,644 0,974 13 0,664 0,974 14 0,615 0,974 15 0,895 0,972 16 0,895 0,972 18 0,708 0,974 19 0,895 0,972 20 0,895 0,972 21 0,843 0,973 22 0,895 0,972 25 0,895 0,972 26 0,763 0,973 27 0,895 0,972 28 0,843 0,973 Hasil uji validitas dan reliabilitas pada tabel 3.5.7 menemukan ada 24 item pernyataan dinyatakan valid dan reliabel. Tabel 3.5.8. Hasil uji reliabilitas resiliensi Berdasarkan hasil uji diatas ternyata, nilai r Alpha 0,974 lebih besar dibandingkan dengan nilai r tabel 0,468, maka duapuluh empat peryataan di atas dinyatakan reliable. Dengan demikian instrumen Strategi koping sudah bisa digunakan untuk mengukur strategi koping pasien yang menjalani tindakan hemodialisis cuci darah.

3.9. Metode analisis data

Sebelum melakukan analisis data, dilakukan pengolahan data. Tahapan pengolahan data adalah sebagai berikut: Cronbachs Alpha N of Items .974 24 Universitas Sumatera Utara a. Editing Adalah memeriksa daftar pertanyaanpernyataan dalam kuesioner berupa kelengkapan jawaban, keterbacaan tulisan dan relevansi jawaban. b. Coding Adalah proses mengubah data ke dalam bentuk symbol atau kode yang dapat dianalisis computer. c. Data Entry Adalah memasukkan jawaban dalam bentuk “kode” ke dalam software computer program Statistical Package for Social Sciences SPSS for Window. d. Cleaning Setelah semua data dari setiap responden selesai dimasukkan, diperiksa kembali untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan dan kemudian dilakukan koreksi. Proses selanjutnya adalah analisis data berupa analisis univarite, bivariate. 1 Analisis Univariat Analisis univarit digunakan untuk menggambarkan distribusi frekuensi setiap variabel penelitian. 2 Analisis Bivariat Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen resiliensi dan variabel dependen koping. Uji statistik yang digunakan adalah uji chi-square dan uji korelasi pearson. Universitas Sumatera Utara

3.10. Pertimbangan etik

Sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu dilakukan uji etik oleh komite etik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan hasil uji etik menyatakan proposal hubungan antara Resiliensi dengan Koping pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUP.HAM Medan Tahun 2014 dinyatakan lolos dan layak untuk dilakukan penelitian. Selanjutnya peneliti menyampaikan surat permohonan penelitian ke Direktur RSUP.Haji Adam Malik Medan. Sebelum penelitian dilakukan, responden yang memenuhi syarat diberikan penjelasan tentang tujuan penelitian, manfaat penelitian, jaminan kerahasiaan penelitian, peran yang dapat dilakukan oleh responden yang menjadi subyektif penelitian. Peneliti memegang prinsip Scientific attitude, sikap ilmiah dan etika penelitian keperawatan yang mempertimbangkan aspek sosioetika dan harkat martabat kemanusiaan Jacob, 2004. Prinsip utama mempertimbangkan hak-hak responden untuk mendapatkan informasi terbuka dan berkaitan dengan penelitian serta bebas menentukan pilihan atau bebas dari paksaan untuk berpartisipasi dalam penelitian autonomy. Setiap responden diberi hak penuh untuk menyetujui atau menolak menjadi responden dengan cara menandatangani informed consent. Prinsip kedua tidak menampilkan informasi nama dan alamat asal responden dalam kuisioner dan alat ukur untuk menjamin anonimitas dan kerahasiaan, untuk itu peneliti akan menggunakan nomor responden. Prinsip ketiga merupakan konotasi keadilan justice dengan menjelaskan prosedur penelitian dan memperhatikan kejujuran serta ketelitian. Prinsip keempat adalah Universitas Sumatera Utara memaksimalkan hasil yang bermanfaat beneficence dan meminimalkan hal merugikan maleficence. Universitas Sumatera Utara

BAB 4 HASIL PENELITIAN

Pada Bab 4 ini akan diuraikan hasil penelitian mengenai hubungan antara strategi koping dengan resiliensi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUP. Haji Adam Malik Medan. Penelitian ini dilakukan pada Bulan Juli 2014, dengan jumlah responden sebanyak 92 orang pasien yang menjalani tindakan cuci darah hemodialisis yang diperoleh dari Unit Hemodialisis RSUP. Haji Adam Malik Medan. Hasil penelitian berupa hasil analisis univariat dan bivariat. Uji hipotesa yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji chi-square dan uji korelasi pearson.

4.1. Analisis Univariat

Hasil analisis univariat menggambarkan distribusi responden berdasarkan karakteristik demografi responden umur, jenis kelamin, pekerjaan, tingkat pendidikan, status perkawinan, strategi koping dan resiliensi. Berikut ini pada tabel 4.1. ditampilkan hasil penelitian terkait karakteristik demografi responden berdasarkan umur, jenis kelamin, pekerjaan, tingkat pendidikan, status perkawinan. Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden Berdasarkan Data Demografi di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Bulan Juli 2014 n=92 Variabel Kategori f Umur 41-60 21-40 60 56 19 17 60,9 20,7 18,5 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 60 32 65,2 34,8 Pekerjaan Bekerja Tidak bekerja 76 16 82,6 17,4 Universitas Sumatera Utara Tingkat Pendidikan Tinggi Rendah 70 22 76,1 23,9 Status Perkawinan Menikah Belum Menikah 84 8 91,3 8.7 Berdasarkan tabel 4.1. di atas, dapat diketahui bahwa dari 92 responden yang menjalani tindakan cuci darah hemodialisis ditemukan kelompok umur responden Gagal Ginjal Kronik yang paling banyak menjalani tindakan cuci darah hemodialisis berada pada kelompok umur 41-60 tahun sebanyak 56 orang 60,9, berdasarkan jenis kelamin mayoritas 65,2 atau 60 responden berjenis kelamin laki-laki, berdasarkan pekerjaan, mayoritas 82,6 atau 76 responden sudah bekerja, berdasarkan tingkat pendidikan; mayoritas 76,1 atau 70 responden berpendidikan tinggi, dan berdasarkan status pernikahan ditemukan mayoritas 91,3 atau 84 responden sudah menikah. Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Strategi Koping Responden Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan Juli Tahun 2014 n=92 Strategi koping f Berfokus pada masalah 70 76,1 Berfokus pada emosi 22 23,9 Jumlah 92 100 Berdasarkan tabel 4.2 di atas, dapat diketahui bahwa dari 92 responden Gagal Ginjal Kronik yang menjalani tindakan hemodialisis cuci darah di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan, strategi koping yang digunakan responden selama menjalani tindakan cuci darah hemodialisis adalah strategi koping berfokus pada masalah sebanyak 70 responden 76,1 dan strategi koping yang berfokus pada emosi sebanyak 22 responden 23,9. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi dan Persentase Resiliensi Responden Gagal Ginjal Kronik yang menjalani hemodialisisdi Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan Bulan Juli 2014 n= 92 No Resiliensi f 1 2 Tinggi Sedang 52 11 56,5 12,0 3 Rendah 29 31,5 Total 92 100 Berdasarkan tabel 4.3. di atas, dapat diketahui bahwa dari 92 responden yang menjalani tindakan cuci darah hemodialisis responden yang tergolong resiliensi tinggi sebanyak 52 orang 56,5, responden yang tergolong resiliensi sedang sebanyak 11 orang 12,0 dan responden yang tergolong resiliensi rendah sebanyak 29 orang 31,5.

4.2. Analisis Bivariat

Analisis Bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel independen strategi koping dengan resiliensi sebagai variabel dependen. Pada analisis bivariat dilakukan dengan uji Chi-square. Uji Chi-square untuk mengetahui hubungan umur, jenis kelamin, pekerjaan, tingkat pendidikan, status pernikahan dengan resiliensi. Tabel 4.4 Tabulasi Silang Hubungan Umur Dengan Resiliensi Responden Gagal Ginjal Kronik yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Bulan Juli 2014 n=92 Kelompok umur Resiliensi Total Tinggi Rendah Sedang f f f f 41-60 tahun 31 55,4 17 30,4 8 14,3 56 100 21-40 tahun 11 57,9 6 31,6 2 10,5 19 100 60 tahun 10 58,8 6 35,3 1 5,9 17 100 Universitas Sumatera Utara Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui hasil tabulasi silang antara umur dengan resiliensi responden gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan menunjukkan bahwa 56 orang berada pada kelompok umur 41-60 tahun ditemukan resiliensi tinggi sebanyak 31 orang 55,4, resiliensi rendah sebanyak 17 orang 30,4 dan resiliensi sedang sebanyak 8 orang 14,3. Pada kelompok umur 21-40 tahun berjumlah 19 orang ditemukan resiliensi tinggi sebanyak 11 orang 57,9, resiliensi sedang sebanyak 2 orang 10,5, resiliensi rendah sebanyak 6 orang 31,6. Pada kelompok umur ≥ 60 tahun berjumlah 17 orang ditemukan resiliensi tinggi sebanyak 10 orang 58,8, resiliensi sedang sebanyak 1 orang 5,9 dan resiliensi rendah sebanyak 6 orang 35,3. Berdasarkan hasil Uji Chi-Square diperoleh p 0,05 α= 0,918 berarti tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara umur dengan resiliensi responden gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Tabel 4.5 Tabulasi Silang Hubungan Jenis Kelamin Dengan Resiliensi Responden Gagal Ginjal Kronik yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Bulan Juli 2014 n=92 Jenis Kelamin Resiliensi Total Tinggi Sedang Rendah f f f f Laki-laki 36 60 6 10 18 30 60 100 Perempuan 16 50 5 15,6 11 34,4 32 100 Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui hasil tabulasi silang antara jenis kelamin dengan resiliensi responden gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Medan menunjukkan Universitas Sumatera Utara bahwa 60 responden berjenis kelamin laki-laki ditemukan resiliensi tinggi sebanyak 36 orang 60, resiliensi sedang sebanyak 6 orang 10 dan resiliensi rendah sebanyak 18 orang 30 dan Kemudian dari 32 responden berjenis kelamin perempuan ditemukan resiliensi tinggi sebanyak 16 orang 50, sebanyak 5 orang 15,6 resiliensi sedang dan resiliensi rendah sebanyak 11 orang 34,4. Berdasarkan Hasil Uji Chi-square diperoleh p 0,05 α=0,592 berarti tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara jenis kelamin dengan resiliensi responden gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Tabel 4.6 Tabulasi Silang Hubungan Pekerjaan Dengan Resiliensi Responden Gagal Ginjal Kronik yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Bulan Juli 2014 n=92 Pekerjaan Resiliensi Total Tinggi Sedang Rendah f f f f Bekerja 42 55,3 11 14,5 23 30,3 76 100 Tidak bekerja 10 62,5 6 37,5 16 100 Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui hasil tabulasi silang antara pekerjaan dengan resiliensi responden gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Medan menunjukkan bahwa 76 responden yang memiliki pekerjaan ditemukan resiliensi tinggi sebanyak 42 orang 55,3, resiliensi sedang sebanyak 11 orang 14,5 dan resiliensi rendah sebanyak 23 orang 30,3. Kemudian dari 16 responden yang tidak memiliki pekerjaan ditemukan resiliensi tinggi sebanyak 10 orang 62,5 dan sebanyak 6 orang 37,5 resiliensi rendah. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan Hasil Uji Chi-square diperoleh p 0,05 α=0,265 berarti tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara pekerjaan dengan resiliensi responden gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Tabel 4.7 Tabulasi Silang Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Resiliensi Responden Gagal Ginjal Kronik yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Bulan Juli 2014 n=92 Pendidikan Resiliensi Total Tinggi Sedang Rendah f f f f Tinggi 39 55,7 9 12,9 22 31,4 70 100 Rendah 13 59,1 2 9,1 7 31,8 22 100 Berdasarkan tabel 4.7 dapat diketahui hasil tabulasi silang antara tingkat pendidikan dengan resiliensi responden gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Medan menunjukkan bahwa 70 responden yang berpendidikan tinggi ditemukan resiliensi tinggi sebanyak 39 orang 55,7, resiliensi sedang sebanyak 9 orang 12,9 dan resiliensi rendah sebanyak 22 orang 31,4. Kemudian dari 22 responden yang berpendidikan rendah ditemukan resiliensi tinggi sebanyak 13 orang 59,1, resiliensi sedang sebanyak 2 orang 9,1 dan resiliensi rendah sebanyak 7 orang 31,8. Berdasarkan Hasil Uji Chi-square diperoleh p 0,05 α=0,890 berarti tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara tingkat pendidikan dengan resiliensi responden gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.8 Tabulasi Silang Hubungan Status Pernikahan Dengan Resiliensi Responden Gagal Ginjal Kronik yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Bulan Juli 2014 n=92 Status Pernikahan Resiliensi Total Tinggi Sedang Rendah f f f f Menikah 48 57,1 10 11,9 26 31,0 84 100 Tidak menikah 4 50 1 12,5 3 37,5 8 100 Berdasarkan tabel 4.9 dapat diketahui hasil tabulasi silang antara status pernikahan dengan resiliensi responden gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Medan menunjukkan bahwa 84 responden yang sudah menikah ditemukan resiliensi tinggi sebanyak 48 orang 57,1, resiliensi sedang sebanyak 10 orang 11,9 dan resiliensi rendah sebanyak 26 orang 31,0. Kemudian dari 8 responden yang belum menikah ditemukan resiliensi tinggi sebanyak 4 orang 50, resiliensi sedang sebanyak 1 orang 12,5 dan resiliensi rendah sebanyak 3 orang 37,5. Berdasarkan Hasil Uji Chi-square diperoleh p 0,05 α=0,920 berarti tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara status pernikahan dengan resiliensi responden gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Tabel 4.9 Analisis Hubungan Strategi Koping Dengan Resiliensi Responden Gagal Ginjal Kronik yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Bulan Juli 2014 n=92 Variabel r p Strategi koping yang berfokus pada masalah dengan resiliensi tinggi 0,255 0,068 Strategi koping yang berfokus pada emosi dengan resiliensi rendah 0,138 0,476 Universitas Sumatera Utara Berdasarkan tabel 4.9 didapatkan taraf signifikansi untuk kedua jenis strategi koping sebesar p = 0,068 dan 0,476, dimana p 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan strategi koping yang berfokus pada masalah dengan resiliensi tinggi dan tidak ada hubungan strategi koping yang berfokus pada emosi dengan resiliensi rendah. Universitas Sumatera Utara

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1. Hubungan Umur Dengan Resiliensi Responden Gagal Ginjal Kronik yang menjalani hemodialisa

Menurut Ajzen, 2005 dalam Nursalam 2013, umur adalah lamanya hidup dalam tahun yang dihitung sejak dilahirkan. Hasil penelitian menunjukkan responden yang menjalani tindakan cuci darah hemodialisa di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan sebanyak 56 responden berada pada kelompok umur 41-60 tahun dimana ditemukan resiliensi tinggi sebanyak 31 orang 55,4, resiliensi sedang sebanyak 8 orang 14,3 dan resiliensi rendah sebanyak 17 orang 30,4. Pada kelompok umur 21-40 tahun berjumlah 19 orang ditemukan resiliensi tinggi sebanyak 11 orang 57,9, resiliensi sedang sebanyak 2 orang 10,5 dan resiliensi rendah sebanyak 6 orang 31,6. Pada kelompok umur ≥ 60 tahun berjumlah 17 orang ditemukan resiliensi tinggi sebanyak 10 orang 58,8, resiliensi sedang sebanyak 1 orang 5,9 dan resiliensi rendah sebanyak 6 orang 35,3. Hasil analisis statistik tentang umur terhadap tingkat resiliensi responden gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa didapatkan nilai p = 0,918 dengan nilai α = 0,05, dari hasil tersebut dapat disimpulkan tidak ada hubungan umur dengan tingkat resiliensi responden. Responden yang berada pada kelompok umur 41-60 tahun, kelompok umur 21-40 tahun maupun kelompok umur ≥ 60 tahun sama-sama berkemungkinan memiliki tingkat resiliensi tinggi, sedang maupun rendah. Universitas Sumatera Utara Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ningsih 2012 tentang “Tingkat Kepatuhan Pasien Gagal Ginjal Kronik dalam Pembatasan Cairan pada Terapi Hemodialisa” dimana faktor umur bukan merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkat kepatuhan pada pasien hemodialisa. Hal ini juga didukung oleh penelitian Hernitati 2010 di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru, bahwa usia tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kepatuhan dalam mengurangi asupan pasien gagal ginjal kronik GGK. 5.2. Hubungan Jenis kelamin Dengan Resiliensi Responden Gagal Ginjal Kronik yang menjalani hemodialisa Jenis kelamin merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu yaitu laki-laki dan perempuan Nursalam, 2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 60 responden berjenis kelamin laki-laki ditemukan resiliensi tinggi sebanyak 36 orang 60, resiliensi sedang sebanyak 6 orang 10 dan resiliensi rendah sebanyak 18 orang 30. Kemudian dari 32 responden berjenis kelamin perempuan ditemukan resiliensi tinggi sebanyak 16 orang 50, resiliensi sedang sebanyak 5 orang 15,6 dan resiliensi rendah sebanyak 11 orang 34,4. Hasil analisis statistik tentang jenis kelamin dengan tingkat resiliensi responden gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa didapatkan nilai p = 0,592 dengan nilai α = 0,05, dari hasil tersebut dapat disimpulkan tidak ada hubungan jenis kelamin dengan tingkat resiliensi responden. Responden yang berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan berkemungkinan memiliki tingkat resiliensi tinggi, sedang maupun rendah. Universitas Sumatera Utara Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Nourma 2014 yang mengatakan tidak ada perbedaan resiliensi diantara responden stroke ringan laki- laki dan perempuan. Tidak adanya perbedaan resiliensi pada pasien laki-laki dan perempuan juga ditemukan pada pasien yang menjalani tindakan hemodialisa. Hal ini dapat diketahui dari penelitian Kammerer et al 2007 yang mengatakan tidak ada pengaruh jenis kelamin dengan tingkat kepatuhan responden gagal ginjal kronik GGK menjalani terapi hemodialisa karena banyaknya faktor-faktor internal responden yang lain yang dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan seperti pengetahuan, perilaku, motivasi, kepercayaan, persepsi dan harapan.

5.3. Hubungan Pekerjaan Dengan Resiliensi Responden Gagal Ginjal Kronik yang menjalani hemodialisa

Pekerjaan adalah merupakan sesuatu kegiatan atau aktifitas seseorang yang bekerja pada orang lain atau instasi, kantor, perusahaan untuk memperoleh penghasilan yaitu upah atau gaji baik berupa uang maupun barang demi memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari Rohmat, 2010 dalam Lase, 2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 76 responden yang memiliki pekerjaan ditemukan resiliensi tinggi sebanyak 42 orang 55,3, resiliensi sedang sebanyak 11 orang 14,5 dan resiliensi rendah sebanyak 23 orang 30,3. Kemudian dari 16 responden yang tidak memiliki pekerjaan ditemukan resiliensi tinggi sebanyak 10 orang 62,5 dan resiliensi rendah sebanyak 6 orang 37,5. Hasil analisis statistik tentang hubungan pekerjaan terhadap tingkat resiliensi responden gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa didapatkan nilai p = 0,265 dengan nilai α = 0,05, dari hasil tersebut dapat Universitas Sumatera Utara disimpulkan tidak ada hubungan antara pekerjaan dengan resiliensi responden. Responden yang memiliki pekerjaan maupun yang tidak memiliki pekerjaan sama-sama berkemungkinan memiliki tingkat resiliensi tinggi, sedang maupun rendah. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Nandang Tisna 2009 tentang “Faktor-faktor yang berhubungan dengan Tingkat Kepatuhan Pasien dalam Minum Obat Antihipertensi” dimana tidak ada ditemukan hubungan antara pekerjaan dengan tingkat kepatuhan pasien dalam minum obat antihipertensi.

5.4. Hubungan Pendidikaan Dengan Resiliensi Responden Gagal Ginjal

Kronik yang menjalani hemodialisa Pendidikan adalah proses belajar, yang berarti di dalam pendidikan terjadi proses perkembangan atau perubahan ke arah yang lebih baik dari individu, kelompok dan masyarakat yang lebih luas. Menurut Raystone dalam Maria, 2005, tingkat pendidikan seseorang berpengaruh dalam memberikan respons terhadap sesuatu yang datang baik dari dalam maupun luar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 70 responden yang berpendidikan tinggi ditemukan resiliensi tinggi sebanyak 39 orang 55,7, resiliensi sedang sebanyak 9 orang 12,9 dan resiliensi rendah sebanyak 22 orang 31,4. Kemudian dari 22 responden yang berpendidikan rendah ditemukan resiliensi tinggi sebanyak 13 orang 59,1, resiliensi sedang sebanyak 2 orang 9,1 dan resiliensi rendah sebanyak 7 orang 31,8. Hasil analisis statistik tentang tingkat pendidikan terhadap resiliensi responden gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa didapatkan nilai Universitas Sumatera Utara p = 0,890 dengan nilai α = 0,05, dari hasil tersebut dapat disimpulkan tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan resiliensi responden. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ningsih 2012 yang mengatakan tidak ada pengaruh yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan tingkat kepatuhan pasien gagal ginjal kronik GGK dalam pembatasan cairan. Hal ini juga didukung oleh penelitian Kammerer et al 2007 yang mengatakan pemahaman responden tentang instruksi pengobatan jauh lebih penting daripada tingkat pendidikan responden.

5.5. Hubungan Status perkawinan Dengan Resiliensi Responden Gagal

Ginjal Kronik yang menjalani hemodialisa Menurut UU Perkawinan No.1 Tahun 1974, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 84 responden yang sudah menikah ditemukan resiliensi tinggi sebanyak 48 orang 57,1, resiliensi sedang sebanyak 10 orang 11,9 dan resiliensi rendah sebanyak 26 orang 31. Kemudian dari 8 responden yang belum menikah ditemukan resiliensi tinggi sebanyak 4 orang 50, resiliensi sedang sebanyak 1 orang 12,5 dan resiliensi rendah sebanyak 3 orang 37,5. Hasil analisa statistik tentang status perkawinan dengan tingkat resiliensi responden gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa didapatkan nilai p = 0,920 dengan nilai α = 0,05, dari hasil tersebut dapat disimpulkan tidak ada hubungan status perkawinan dengan tingkat resiliensi responden. Responden yang Universitas Sumatera Utara menikah maupun belum menikah sama-sama berkemungkinan memiliki tingkat resiliensi tinggi, sedang maupun rendah. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Charuwanno, 2005 dalam Anna 2010 yang mengatakan bahwa status perkawinan tidak mempengaruhi kemampuan responden dalam beradaptasi selama menjalani tindakan cuci darah. 5.6. Strategi Koping yang digunakan oleh responden Gagal Ginjal Kronik selama menjalani tindakan cuci darah hemodialisa Berdasarkan hasil penelitian di ruang hemodialisa Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan didapatkan bahwa dari 92 orang responden yang menjalani tindakan cuci darah hemodiliasis di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan, strategi koping berfokus masalah problem-focused coping tinggi sebanyak 76,1 dan strategi koping berfokus emosi sebanyak 23,9. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa responden lebih banyak menggunakan strategi koping berfokus pada masalah problem-focused coping saat menjalani tindakan cuci darah. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Herwina 2000 di Bandung, dimana mekanisme koping yang digunakan oleh pasien hemodialisis di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung adalah strategi koping yang berfokus pada masalah Problem-focused coping. Nevid et al 2005 mengatakan strategi koping yang berfokus pada masalah Problem-focused coping melibatkan strategi untuk menghadapi secara langsung sumber penyakit, seperti mencari informasi tentang penyakit dengan mempelajari sendiri atau melalui konsultasi medis. Pencarian Universitas Sumatera Utara informasi membantu pasien untuk tetap bersikap optimis karena dengan pencarian informasi tersebut timbul harapan akan mendapatkan informasi yang bermanfaat.

5.7. Resiliensi Responden Gagal Ginjal Kronik yang menjalani Hemodialisa

Berdasarkan hasil penelitian di ruang hemodialisa Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan didapatkan bahwa dari 92 orang responden yang menjalani tindakan cuci darah hemodiliasis di Rumah Sakit Haji Adam Malik diperoleh 56,5 responden memiliki resiliensi tinggi, 12 resiliensi sedang dan 31,5 resiliensi rendah. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Li-Ching Ma et al 2013 tentang “Hubungan Antara Promosi Perilaku Kesehatan dengan Resiliensi pada Pasien Gagal Ginjal Kronis di Taiwan” dimana tingkat resiliensi responden yang menjalani tindakan cuci darah termasuk resiliensi tinggi. Resiliensi tinggi ini menurut Grotberg 2001 karena dibentuk oleh sumber-sumber resiliensi yaitu: 1. I have adalah dukungan eksternal mencakup dukungan orang terdekat yaitu keluarga. Contoh dari “I have” adalah keluarga mendampingi pasien selama pelaksanaan hemodialisis, keluarga mengantar pasien untuk ke rumah sakit, dan keluarga menemani pasien ketika melakukan kontrol ke dokter. 2. I am adalah pengembangan kekuatan batin mencakup intensitas beribadah yang lebih sering sehingga menunjukkan religiusitas yang lebih tinggi. 3. I can adalah keterampilan interpersonal dan pemecahan masalah, dalam hal ini lebih dominan pada kemampuan sosial yang baik. Contoh dari “I can” pasien terlibat dalam kegiatan sosial, adat, lingkungan keluarga dan tetangga. Universitas Sumatera Utara

5.8. Hubungan Strategi Koping Dengan Resiliensi Responden Gagal Ginjal

Kronik yang menjalani hemodialisa di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Hipotesis penelitian “ada hubungan strategi koping berfokus pada masalah dengan tingkat resiliensi tinggi dan ada hubungan strategi koping berfokus pada emosi dengan tingkat resiliensi rendah ditolak” atau dengan kata lain kedua jenis strategi koping tersebut tidak dapat membedakan tingkat resiliensi. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Lazarus Folkman 1984, dimana strategi koping berfokus masalah dan strategi koping berfokus emosi sering terjadi secara bersamaan. Pendapat ini juga didukung dari teori Smet 1994 yang menyatakan bahwa reaksi terhadap situasi yang menekan bervariasi antara orang satu dengan yang lainnya ataupun dari waktu ke waktu pada orang yang sama. Selain itu Hollahan, Moos, dan Schaefer dalam Sholichatun, 2011 berpendapat bahwa model coping dipandang sebagai hal yang bersifat kontekstual dan merupakan respon terhadap situasi yang spesifik daripada sebagai sebuah sifat kepribadian. Lazarus dan Folkman 1984 mengungkapkan bahwa individu menggunakan kedua jenis coping untuk berurusan dengan tuntutan internal maupun eksternal yang ditimbulkan oleh situasi pada kehidupan nyata.

5.9. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki keterbatasan-keterbatasan yang dapat mempengaruhi hasil penelitian. Keterbatasan-keterbatasan tersebut yaitu: Universitas Sumatera Utara 1. Pada penelitian ini responden tidak dikaji lamanya menjalani hemodialisa sedangkan lamanya menjalani hemodialisa merupakan salah satu faktor responden menggunakan strategi koping baik yang berfokus pada masalah maupun yang berfokus pada emosi. Hal ini sesuai dengan penelitian Sapri 2008 tentang “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan dalam Mengurangi Asupan Cairan pada Penderita Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisa” yang mengatakan semakin lama pasien menjalani hemodialisa, maka akan semakin patuh disebabkan oleh karena pasien sudah mencapai tahap menerima. 2. Kerangka konsep yang digunakan dalam penelitian ini hanya menghubungkan strategi koping dengan resiliensi menurut teori Wagnild Young 1999. Sedangkan menurut teori Grotberg 2005 faktor-faktor yang mempengaruhi resiliensi adalah temperamen watak, intelegensi IQ, serta kebudayaan. 3. Instrumen penelitian ini berupa kuesioner. Menurut Notoatmojo 2010 kelemahan alat ukur berupa kuesioner adalah susunan pernyataan yang ada di dalam kuesioner sama untuk semua responden sehingga penafsiran pernyataan yang ada dalam kuesioner ini dapat berbeda-beda sesuai dengan latar belakang sosial, pendidikan dari responden. Apabila responden tidak dapat memahami pernyataan atau tidak dapat menjawab, berkemungkinan responden tidak akan menjawab seluruh kuesioner. Universitas Sumatera Utara

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

a. Tidak ada hubungan strategi koping berfokus pada masalah dengan resiliensi tinggi dan strategi koping berfokus emosi dengan resiliensi rendah, dengan demikian hipotesa “ada hubungan strategi koping berfokus pada masalah dengan tingkat resiliensi tinggi dan ada hubungan strategi koping berfokus pada emosi dengan tingkat resiliensi rendah ditolak”. b. Strategi koping yang digunakan responden selama menjalani tindakan cuci darah hemodialisis adalah strategi koping berfokus pada masalah sebanyak 70 responden 76,1 dan strategi koping yang berfokus pada emosi sebanyak 22 responden 23,9. c. Responden gagal ginjal kronik yang menjalani tindakan cuci darah 56,5 memiliki resiliensi tinggi, 12 resiliensi sedang dan 31,5 resiliensi rendah d. Tidak ada perbedaan resiliensi pada responden gagal ginjal kronik yang menggunakan problem focused coping maupun pada responden gagal ginjal kronik yang menggunakan emotional focused coping. Kedua strategi koping ini sering terjadi secara bersamaan. e. Karakteristik responden gagal ginjal kronik di RSU Haji Adam Malik Medan dalam penelitian ini adalah sebagian besar berjenis kelamin laki-laki dengan usia rata-rata 41-60 tahun, mayoritas bekerja, dengan tingkat pendidikan sarjana dan SMA serta sudah menikah. Universitas Sumatera Utara f. Tidak ada hubungan antara karakteristik demografi responden umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, status perkawinan dengan resiliensi.

6.2. Saran

Saran penelitian ini merujuk kepada teori-teori sumber-sumber resiliensi dari Grotberg 1999 yaitu:

1. Bagi Manajemen RS Haji Adam Malik MedanUnit Hemodialisis

a. Diharapkan pihak rumah sakit memberikan ijin kepada keluarga pasien untuk menemani pasien selama menjalani tindakan hemodialisa. Mengingat sumber resiliensi I have dapat diperoleh karena pasien merasa ditemani selama menjalani tindakan cuci darah. b. Diharapkan pihak rumah sakit memfasilitasi pelaksanaan kegiatan kerohanian bagi pasien yang menjalani tindakan cuci darah mengingat sumber resiliensi I am dapat diperoleh melalui bimbingan kerohanian. c. Diharapkan pihak rumah sakit memfasilitasi terbentuknya sebuah organisasi atau perkumpulan pasien-pasien yang menjalani hemodialisa yang bertujuan sebagai wadah untuk bertukar pengalamaninformasi sekitar masalah hemodialisa. Mengingat sumber resiliensi I can dapat diperoleh melalui perkumpulanpertemuan untuk saling bertukar pengalamaninformasi antara sesama pasien yang menjalani tindakan cuci darah.

2. Bagi Perawat Hemodialisa

Dokumen yang terkait

Hubungan Karakteristik Pasien dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisa di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

10 114 131

Karakteristik dan Penatalaksanaan Penyakit Ginjal Kronik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2011

0 35 76

Koping Pasien Gagal Ginjal Kronis Yang Menjalani Hemodialisa Di Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan

18 79 79

Tingkat Kepatuhan Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis Reguler dalam Menjaga IDWG Normal di RSUP H. Adam Malik Medan September-Oktober 2014

3 73 81

Hubungan antara Koping dengan Resiliensi pada pasien Gagal Ginjal Kronik yang menjalani Hemodialisis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

1 1 15

Hubungan antara Koping dengan Resiliensi pada pasien Gagal Ginjal Kronik yang menjalani Hemodialisis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

1 1 26

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Hubungan antara Koping dengan Resiliensi pada pasien Gagal Ginjal Kronik yang menjalani Hemodialisis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

0 0 9

HUBUNGAN ANTARA KOPING DENGAN RESILIENSI PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN TESIS

0 0 19

Hubungan Karakteristik Pasien dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisa di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

0 0 32

Hubungan Karakteristik Pasien dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisa di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

0 2 10