2.2.4 Hemodialisa 1.
Pengertian Hemodialisis
Hemodialisis adalah proses pembuangan zat-zat sisa metabolisme, zat toksik lainnya melalui membran semi permeable sebagai pemisah antara darah dan
cairan diaksat yang sengaja dibuat dalam dialyzer Hudak dan Gallo, 1996. Hemodialisa merupakan suatu tindakan yang digunakan pada klien gagal
ginjal untuk menghilangkan sisa toksik, kelebihan cairan dan untuk memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dengan prinsip osmosis dan difusi dengan
menggunakan system dialisa eksternal dan internal Tucher, 1998.
2. Prinsip-prinsip yang mendasari Hemodialisis
Pada hemodialisa aliran darah yang mengandung limbah metabolik dialirkan dari tubuh pasien ke dialiser untuk dibersihkan kemudian dikembalikan
lagi ke tubuh pasien. Pertukaran limbah dari darah ke dalam cairan dialisat akan terjadi melalui membran semipermeabel tubulus.
Pada proses kerja mesin dialisa ada tiga prinsip yang mendasarinya yaitu osmosis, difusi, dan ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah dikeluarkan dari dalam
darah melalui proses difusi dengan cara bergerak dari darah yang memiliki konsentrasi tinggi, ke cairan dialisat dengan konsentrasi yang lebih rendah.
Selanjutnya air yang berlebihan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses osmosis yang dapat dikendalikan dengan menciptakan gradien tekanan. Gradien
ini dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan negatif yang dikenal sebagai ultrafiltrasi pada mesin dialisa. Tekanan negatif ini diterapkan untuk memfasilitasi
pengeluaran air sehingga tercapai isovolemia Smeltzer, 2001.
Universitas Sumatera Utara
Hemodialisa bagi pasien gagal ginjal kronis akan mencegah kematian yang lebih cepat. Namun hemodialisa tidak menyembuhkan atau memulihkan penyakit
ginjal dan tidak mampu mengimbangi hilangnya aktifitas metabolik yang dilaksanakan oleh ginjal.
Di indonesia hemodialisa dilakukan 2 kali seminggu dimana waktu yang dibutuhkan untuk setiap tindakan hemodialisia adalah 5 jam, tetapi ada juga yang
melakukan 3 kali seminggu dengan lama dialisis 4 jam, hal ini bergantung pada keadaan pasien. Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang
tertinggi sampai sekarang 14 tahun Price Wilson, 2005; Suhardjono dkk, 2001. Namun banyak komplikasi yang terjadi akibat terapi hemodialisa yang
mempengaruhi kehidupan pasien hemodialisa.
3. Komplikasi Hemodialisis
Komplikasi yang bisa terjadi saat pasien melakukan hemodialisa antara lain hipotensi, emboli udara, nyeri dada, pruritus, gangguan keseimbangan dialisis,
kram otot, nyeri, mual, muntah, perembesan darah, sakit kepala, sakit punggung, demam, menggigil, aritmia, temponade jantung, perdarahan intrakranial, kejang,
hemolisis, hiperlipidemia, gangguan tidur dimana pasien selalu bangun lebih cepat di pagi hari, dan hipoksemia Smeltzer, 2001.
Individu dengan hemodialisa jangka panjang sering merasa khawatir akan kondisi sakit yang tidak dapat diramalkan dan gangguan dalam kehidupanya.
Pasien menghadapi masalah finansial, kesulitan dalam mempertahankan pekerjaan, penurunan seksual serta impotensi, depresi akibat sakit kronik, dan
ketakutan terhadap kematian. Pasien-pasien yang lebih muda khawatir terhadap
Universitas Sumatera Utara
pernikahan mereka, anak-anak yang dimiliki dan beban yang ditimbulkan kepada keluarga mereka. Gaya hidup terencana berhubungan dengan terapi hemodialisa
dan pembatasan asupan makanan serta cairan sering menghilangkan semangat hidup pasien Smeltzer, 2001.
Hemodialisa menyebabkan perubahan gaya hidup pada keluarga. Waktu yang diperlukan untuk terapi hemodialisa akan mengurangi waktu yang tersedia
untuk melakukan aktifitas sosial dan dapat menciptakan konflik, frustasi, rasa bersalah serta depresi di dalam keluarga. Keluarga pasien dan sahabat-sahabatnya
mungkin memandang pasien sebagai beban hidup karena keterbatasannya. Barangkali sulit bagi pasien, pasangan, dan keluarganya untuk mengungkapkan
rasa marah serta perasaan negatif. Pasien yang menjalani tindakan hemodialisis terkadang membutuhkan konseling dan psikoterapi Brunner Suddarth,2005.
Pasien harus diberi kesempatan untuk mengungkapkan setiap perasaan marah dan keprihatinan terhadap berbagai pembatasan yang harus dipatuhi akibat
penyakit, serta terapinya di samping masalah keuangan, rasa sakit dan gangguan rasa nyaman yang timbul akibat penyakit ataupun komplikasi terapi. Jika rasa
marah tersebut tidak diungkapkan, mungkin perasaan ini akan diproyeksikan kepada diri sendiri dan menimbulkan depresi, rasa putus asa serta upaya bunuh
diri. Insiden bunuh diri meningkat pada pasien-pasien hemodialisa. Jika rasa marah tersebut di proyeksikan kepada orang lain, hal ini dapat merusak hubungan
keluarga Smeltzer, 2001.
Universitas Sumatera Utara
2.3. Landasan Teori
Penulis menggunakan teori keperawatan menurut Sister Calista Roy sebagai dasar penelitian ini. Menurut Sister Calista Roy, individu sebagai makhluk
biopsikososial dan spiritual memiliki koping untuk beradaptasi terhadap perubahan yang ada di sekitarnya sehingga individu selalu berinteraksi terhadap
perubahan hidup. Perubahan hidup yang terjadi pada pasien gagal ginjal kronik merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya stres yang secara tidak langsung
dapat mempengaruhi kesakitan dan pola perilaku individu . Penyakit ginjal kronis CKD adalah penyakit yang mengancam jiwa. Ada
tiga pilihan terapi pengganti yang dapat dilakukan pada pasien dengan gagal ginjal tahap akhir yaitu hemodialisis, dialisis peritoneal, serta transplantasi ginjal
Crawford Lerma, 2008 dalam Al Nazly, E.A., et al 2013. Ketika penyakit gagal ginjal kronik memasuki stadium akhir end stage renal disease, pasien
harus menerima perawatan dialisis untuk bertahan hidup, dan mereka sering rentan terhadap emosi seperti perasaan tidak berdaya, depresi, dan ketakutan.
Pasien sering merasa takut akan masa depan yang akan dihadapi dan perasaan marah yang berhubungan dengan pertanyaan mengapa hal tersebut
terjadi pada dirinya. Ketakutan dan perasaan berduka juga kerap datang karena harus tergantung seumur hidup pada alat cuci ginjal Andri , 2012. Hal seperti ini
tentunya akan menimbulkan perasaan tertekan yang sering disebut dengan stres Yayasan Ginjal Diatrans Indonesia, 2012. Pada umumya seseorang yang
mengalami stress atau ketegangan psikologik dalam menghadapi masalah kehidupan sehari-hari memerlukan kemampuan pribadi maupun dukungan dari
Universitas Sumatera Utara
lingkungan, agar dapat mengurangi stress. Cara yang digunakan oleh individu untuk mengurangi stres disebut dengan koping.
Koping adalah proses yang dilalui oleh individu dalam menyelesaikan situasi stresfull. Koping merupakan respon individu terhadap situasi yang
mengancam diri baik fisik maupun psikologik. Secara alamiah baik disadari ataupun tidak disadari, individu sesungguhnya telah menggunakan strategi koping
dalam menghadapi stres. Strategi koping adalah cara yang dilakukan untuk merubah lingkungan atau situasi atau menyelasaikan masalah yang sedang
dirasakandihadapi Rasmun, 2004. Menurut Rasmun 2004, koping dinilai efektif apabila menghasilkan
adaptasi yang menetap yang merupakan kebiasaan baru dan perbaikan dari situasi yang lama sedangkan koping yang tidak efektif berakhir dengan maladaptif yaitu
perilaku yang menyimpang dari keinginan normatif dan dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain serta lingkungan. Setiap individu dalam melakukan
koping tidak sendiri dan tidak hanya menggunakan satu strategi koping tetapi dapat melakukannya bervariasi. Hal ini tergantung dari kemampuan dan kondisi
individu. Menurut Nikkerud, H.C. Frydenberg, E. 2011, koping merupakan
komponen penting dari resiliensi. Resiliensi adalah kemampuan untuk beradaptasi atau bangkit kembali dari tantangan atau dengan kata lain resiliensi
mengandung arti memiliki kekuatan batin, kemampuan, optimis, fleksibel dan kemampuan untuk mengatasi kesulitan secara efektif. Konsep resiliensi digunakan
untuk menggambarkan sikap dan perilaku manusia ketika ia berhadapan dengan
Universitas Sumatera Utara
kemalangan atau kesulitan hidup baik kesulitan itu bersumber dari dirinya sendiri, lingkungan keluarga maupun situasi dan konteks lingkungan hidup sekitarnya
Sulistyaningsih, 2009. Resiliensi melibatkan kualitas koping yang membantu individu bertahan hidup dan berkembang meskipun sedang mengalami kesulitan
atau kemalangan Connor Davidson 2003 dan meliputi harapan untuk sembuh, harga diri, tekad, dan sikap dan perilaku sosial Dyer McGuiness
1996 dalam Smith, 2009. Konsep resiliensi meliputi keterampilan koping, pengetahuan tentang
perawatan yang terjangkau dan tersedia, penerimaan budaya setempat dan perhatian yang peka, serta dorongan untuk memelihara dan bekerja dengan orang
lain.
Universitas Sumatera Utara
Keterangan:
: diteliti : berhubungan
2.4. Kerangka Konsep
Berdasarkan kajian teoritis seperti yang telah diuraikan, maka berikut ini dikemukakan kerangka konsep penelitian yang berfungsi sebagai penuntun, alur
pikir dan sekaligus sebagai dasar dalam merumuskan hipotesis.
Variabel Independen Variabel Dependen
1. Strategi koping yang berfokus pada masalah
Problem-focused coping terdiri atas 3 jenis koping:
a. Active Koping
b. Planning
c. Using Instrumental Support
2. Strategi koping yang berfokus pada emosi
emotion-focused coping terdiri atas 10 jenis
koping: a.
Using Emotional Support b.
Positive reframing c.
Acceptance d.
Humor e.
Religion f.
Denial g.
Venting h.
Substance use i.
Self Distraction j.
Self Blame k.
Behavioral disengagement
Resiliensi: Karakteristik :
a. Self-reliance
b. Existential aloneness
c. Meaningfulness
d. Equanimity
e. Perseverance
Karakteristik demografi 1.
Umur 2.
Jenis kelamin 3.
Pendidikan 4.
Pekerjaan 5.
Status pernikahan
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross- sectional. Penelitian analitik adalah untuk menganalisa hubungan antara satu
variabel dengan variabel lain sedangkan desain cross-sectional berarti pengukuran variabel hanya pada satu saat tertentu yang berarti setiap subyek hanya satu kali
diukur yang dilakukan pada saat pemeriksaan tersebut Sudigdo, 2011.
3.2. Variabel penelitian
Variabel yang dikaji dalam penelitian ini adalah koping dan resiliensi. Variabel independen dalam penelitian ini adalah strategi koping yang berfokus
pada masalah problem-focused koping, strategi koping yang berfokus pada emosi emotion-focused koping dan karakteristik demografi. Adapun yang
termasuk ke dalam Strategi koping berfokus pada masalah problem-focused koping adalah active koping, planning dan using instrumenal support, sedangkan
yang termasuk ke dalam strategi koping yang berfokus pada emosi emotion- focused koping adalah using emotional support, positive reframing, acceptance,
humor, religion, denial, venting, substance use, Self distraction, self blame dan behavioral disengagement sementara yang termasuk ke dalam karakteristik
demografi responden meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah resiliensi.
Universitas Sumatera Utara
3.3. Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian dilaksanakan di Rumah Pusat Haji Adam Malik Medan. Pemilihan tempat penelitian berdasarkan pertimbangan bahwa jumlah pasien yang
menjalani hemodialisis lebih banyak di rumah sakit pemerintah dibandingkan dengan rumah sakit swasta sehingga mempermudah peneliti dalam proses
pengumpulan data. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2014.
3.4. Populasi dan Sampel 3.4.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objeksubjek yang mempunyai kualitas atau karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya Sugiono, 2009. Populasi dalam penelitian ini adalah setiap pasien gagal ginjal kronik yang datang ke RSUP. Haji
Adam Malik untuk melakukan tindakan cuci darah hemodialisis baik rawat jalan maupun rawat inap. Jumlah populasi dalam penelitian ini tidak diketahui
berhubung karena peneliti tidak melakukan survei pasien sebelumnya ke Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Medan.
3.4.2 Sampel
Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi Sugiono, 2013.
Universitas Sumatera Utara
Keterangan: n
= jumlah sampel minimal yang dibutuhkan z
α
= tingkat kepercayaan 95 1,96 z
β
= kekuatan uji 80 0,842 r
= koefisien korelasi minimal r= 0,284 menurut Azwar, S.,1999 Jadi jumlah sampel dalam penelitian ini ada sebanyak 92 orang pasien yang
menjalani tindakan cuci darah hemodialisis. Adapun kriteria untuk menentukan kelayakan sampel agar sesuai dengan
dengan tujuan penelitian adalah sebagai berikut 1.
Mau menandatangani informed consent. 2.
Dapat membaca, menulis dan menggunakan bahasa Indonesia dengan baik. 3.
Pasien sadar penuh compos mentis. 4.
Pasien sedang menjalani hemodialisis baik rawat jalan maupun rawat inap di Rumah Sakit Adam Malik Medan.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini termasuk nonprobability sampling yaitu purposive sampling yang berarti pemilihan sampel dilakukan
berdasarkan kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti.
3.5. Metode pengumpulan data
Dalam penelitian kuantitatif, peneliti menggunakan instrumen berupa kuesioner sebagai alat pengumpulan data. Ada 3 instrumen yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu instrumen A untuk mendapatkan data demografi, instrumen B untuk mengetahui strategi koping responden gagal ginjal kronik yang
menjalani hemodialisis dan instrumen C untuk mengukur tingkat resiliensi.
Instrumen A : Merupakan instrumen untuk mendapatkan karakteristik pasien
yang terdiri dari : Nama inisial, usia, jenis kelamin, agama, suku, status
Universitas Sumatera Utara
perkawinan, pendidikan, pekerjaan. Bentuk pertanyaan tertutup, responden hanya menjawab pada kotak yang tersedia, sesuai dengan pilihan yang ada.
Instrumen B : Merupakan instrumen untuk mengetahui strategi koping responden
gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. Instrumen Brief COPE disusun oleh Carver, Scheier dan Weintraub 1989 dan sudah diterjemahkan ke dalam
versi Indonesia serta telah diuji validitas dan reliabilitasnya oleh peneliti. Hasil uji validitas didapatkan bahwa nilai cronbach alpha sebesar 0,974 artinya kuesioner
Brief COPE sudah dapat mengetahui strategi koping yang digunakan responden gagal ginjal kronik yang menjalani tindakan cuci darah kuesioner Brief COPE.
Kuisioner strategi koping terdiri dari 4 pertanyaan dengan Pilihan “tidak pernah” skor 1, “jarang” skor 2, “sering” skor 3, dan “selalu” skor 4.
Tabel.3.5.1 Instrumen B: Kuisioner Strategi Koping Strategi Koping
Aitem Bahasa Inggris Aitem Bahasa Indonesia
Jenis Koping berfokus pada masalah Problem-focused koping
Active Koping Penyelesaian masalah
secara aktif Ive been concentrating
my efforts on doing something about the
situation Im in Ive been taking action to
try to make the situation better
Saya telah berusaha untuk melaksanakan
tindakan cuci darah ini dalam situasi yang sedang
saya alami Saya telah melaksanakan
tindakan cuci darah ini untuk membuat keadaan
saya lebih baik
Planning Perencanaan
Ive been trying to come up with a strategy about
what to do Ive been thinking hard
about what steps to take Saya telah mencoba
menemukan strategi apa yang harus dilakukan
selama menjalani tindakan cuci darah
Saya telah berpikir serius mengenai langkah-
langkah yang harus dilakukan selama
menjalani tindakan cuci darah ini
Universitas Sumatera Utara
Using Instrumenal Support
Menggunakan instrumen sebagai
dukungan Ive been getting
emotional support from others
Ive been getting comfort and understanding from
someone Saya telah mendapat
dukungan emosional dari orang lain selama
menjalani tindakan cuci darah
Saya telah mendapat rasa nyaman dan pengertian
dari seseorang ketika sedang menjalani cuci
darah
Jenis Koping yang berfokus pada emosi Emotion-focused koping
Using Emotional Support
Menggunakan dukungan emosional
Ive been getting help and advice from other people
Ive been trying to get advice or help from other
people about what to do Saya telah mendapatkan
nasehat dari orang lain terkait dengan tindakan
cuci darah Saya telah mendapatkan
nasehat dari orang lain tentang apa yang harus
dilakukan selama menjalani tindakan cuci
darah
Positive Reframing Mengkaji ulang
kejadian masa lalu ke arah positif
Ive been trying to see it in a different light, to
make it seem more positive
Ive been looking for something good in what is
happening Saya telah berusaha
memahami tindakan cuci darah ini dengan sudut
pandang yang berbeda untuk membuat tindakan
cuci darah ini kelihatan lebih positif
Saya telah mencari sesuatu yang baik dari
cuci darah terkait dengan kondisi kesehatan saya
Acceptance Penerimaan
Ive been accepting the reality of the fact that it
has happened Ive been learning to live
with it Saya telah menerima
realitas dari fakta bahwa tindakan cuci darah ini
terjadi Saya telah berusaha untuk
hidup dengan tindakan cuci darah ini
Humor Ive been making jokes
about it Ive been making fun of
the situation Saya sering membuat
lelucon mengenai tindakan cuci darah ini
Saya suka mentertawakan apa yang sedang terjadi
ketika sedang menjalani cuci darah
Universitas Sumatera Utara
Religion Agama
Ive been trying to find comfort in my religion or
spiritual beliefs Ive been praying or
meditating Saya mencoba
menemukan rasa nyaman dalam kepercayaan saya
Saya selalu berdoa
Denial Penolakan
Ive been saying to myself this isnt real.
Ive been refusing to believe that it has
happened Saya selalu mengatakan
pada diriku bahwa “tindakan cuci darah ini
tidak terjadi” Saya menolak untuk
mempercayai bahwa tindakan cuci darah ini
terjadi
Venting Pelampiasan
Ive been saying things to let my unpleasant feelings
escape Ive been expressing my
negative feelings Saya selalu mengatakan
apa saja untuk melepaskan perasaan saya
yang tidak enak menghadapi cuci darah
Saya senantiasa mengungkapkan perasaan
saya yang negatif atas kesehatan saya yang
mengharuskan cuci darah
Substance Use Penggunaan zat dan
obat-obatan Ive been using alkohol or
other drugs to make myself feel better
Ive been using alkohol or other drugs to help me
get through it Saya mengkonsumsi
alkohol untuk membuat diriku merasa lebih baik
menghadapi proses cuci darah
Saya mengkonsumsi alkohol untuk membantu
saya melewati masalah kesehatan yang saya
hadapi
Self-Distraction Pengendalian diri
Ive been turning to work or other activities to take
my mind off things Ive been doing something
to think about it less, such as going to movies,
watching TV, reading, daydreaming,
sleeping, or shopping Saya kembali bekerja atau
melakukan aktifitas lain untuk membebaskan
pikiranku dari berbagai hal terkait keharusan
menjalani cuci darah Saya melakukan sesuatu
untuk melupakan tindakan cuci darah ini seperti pergi
ke bioskop, menonton TV, membaca, melamun,
tidur atau belanja
Universitas Sumatera Utara
Self-Blame Menyalahkan diri
sendiri Ive been criticizing
myself Ive been blaming myself
for things that happened Saya mengkritik diri saya
terkait kesehatan saya selama melaksanakan
tindakan cuci darah ini Saya menyalahkan diri
saya sendiri atas tindakan cuci darah yang sedang
terjadi
Behavioral disengagement
Pelepasan perilaku Ive been giving up trying
to deal with it Ive been giving up the
attempt to cope Saya mencoba berhenti
dengan tindakan cuci darah
Saya telah menghentikan usaha untuk cuci darah
Instrumen C : Merupakan instrumen untuk mendapatkan tingkat resiliensi pasien
gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis dengan pernyataan tertutup. Kuisioner menggunakan skala resiliensi yang disusun oleh Wagnild Young
1990 dan sudah diterjemahkan oleh peneliti ke dalam versi indonesia serta telah diuji validitas dan reliabilitasnya oleh peneliti. Hasil uji validitas didapatkan
bahwa nilai cronbach alpha sebesar 0,957, artinya kuesioner resiliensi sudah dapat mengukur tingkat resiliensi responden gagal ginjal kronik yang menjalani
tindakan cuci darah. Kuisioner resiliensi terdiri dari 14 pertanyaan dengan 7 pilihan jawaban yaitu skala 1= sangat tidak setuju, skala 2= tidak setuju, skala 3=
agak tidak setuju, skala 4= netral antara setuju dan tidak setuju, skala 5= agak setuju, skala 6= setuju, skala 7= sangat setuju Azwar, S., 1999.
Tabel.3.5.2 Instrumen C : Kuisioner Resiliensi Komponen
Resiliensi Aitem Bahasa Inggris
Aitem Bahasa Indonesia
Self-reliance Keyakinan pada
diri sendiri dengan memahami
kemampuan dan batasan yang
I feel that I can handle many things at a time.
I am determined I have self-discipline.
Saya mampu mengatasi cuci darah ini meskipun memiliki keterbatasan
Saya termasuk orang yang tekun mengikuti semua saran yang
diberikan oleh dokter dan perawat. Selama proses pengobatan, saya
Universitas Sumatera Utara
dimiliki oleh diri sendiri
My belief in myself gets me through hard times.
In an emergency, I’m someone people can generally rely on
orang yang disiplin Saya percaya dapat melewati
tindakan cuci darah ini. Ketika saya sedang menjalani
tindakan cuci darah ini, Saya masih bisa diandalkan
Existential aloneness
Kesadaran bahwa setiap individu unik
dan beberapa pengalaman dapat
dihadapi bersama namun ada juga
yang harus dihadapi sendiri
I usually manage one way or another.
Saya melaksanakan tindakan cuci darah ini dengan baik
Meaningfulnes Kesadaran
individu bahwa hidupnya memiliki
tujuan dan diperlukan usaha
untuk mencapai tujuan tersebut
I feel proud that I have accomplished things in life.
I am friends with myself. I keep interested in things.
I can usually find something to laugh about.
My life has meaning Saya merasa bersyukur masih
dapat melaksanakan tindakan cuci darah dalam hidup saya
Saya menerima diri apa adanya meskipun menjalani tindakan cuci
darah Saya tetap melaksanakan tindakan
cuci darah ini karena merupakan hal penting bagi hidup saya.
Saya senang bergurau walau kondisi sakit
Hidup saya berarti
Equanimity Perspektif yang
dimiliki oleh individu mengenai
hidup dan pengalaman-
pengalaman yang dialaminya semasa
hidup yang dianggap
merugikan I usually take things in stride.
When I’m in a difficult situation, I can usually find my way out of it.
Saya sukses menjalani tindakan cuci darah ini.
Ketika saya mengalami kesulitan dalam menjalani cuci darah,
biasanya saya dapat menemukan jalan keluarnya.
Perseverance Sikap individu
yang tetap bertahan dalam menghadapi
suatu situasi sulit I can get through difficult times
because I’ve experienced difficulty before.
Saya bisa melalui masa sulit ini karena saya sudah memiliki
pengalaman cuci darah sebelumnya
Universitas Sumatera Utara
3.6. Variabel dan defenisi operasional
3.6.1. Variabel Independen: Koping
Defenisi Operasional dari strategi koping adalah nilai masing-masing responden terhadap strategi koping baik berfokus pada masalah maupun berfokus
pada emosi. Nilai yang paling tinggi merupakan strategi koping yang lebih sering digunakan oleh responden gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis.
3.6.2. Variabel Dependen: Resiliensi
Defenisi Operasional dari resiliensi adalah nilai rata-rata mean dari lima karakteristik resiliensi. Semakin tinggi nilai rata-rata mean resiliensi berarti
semakin tinggi resiliensi individu.
3.7. Metode pengukuran 3.7.1 Variabel Independen
Variabel Strategi Koping terdiri dari 2 subkoping, yaitu strategi koping yang berfokus pada masalah problem-focused koping, dan strategi Koping yang
berfokus pada emosi emotion-focused koping. Setiap Subkoping strategi koping yang berfokus pada masalah ada 6 pernyataan, strategi koping yang berfokus pada
emosi ada 18 pernyataan, diukur dengan empat pilihan jawaban, yaitu tidak pernah, jarang, sering dan selalu. Pilihan “tidak pernah” memiliki skor 1, “jarang”
memiliki skor 2, “sering” memiliki skor 3, dan “selalu” memiliki skor 4. Kemudian dihitung berdasarkan rumus proporsi masing-masing kedua subvariabel
koping dengan rumus: Proporsi = Skor total yang didapatkan responden
Skor tertinggi dari tiap strategi koping x 100
Universitas Sumatera Utara
Setelah selesai dihitung, selanjutnya dilihat nilai yang paling tinggi masing- masing strategi koping pada setiap responden. Nilai strategi koping yang paling
tinggi merupakan strategi koping yang lebih sering digunakan oleh responden gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis.
3.7.2 Variabel Dependen
Untuk mengukur Resiliensi diberi 14 pernyataan, dengan alternatif jawaban 1= sangat tidak setuju, skala 2= tidak setuju, skala 3= agak tidak setuju, skala 4=
netral antara setuju dan tidak, skala 5= agak setuju, skala 6= setuju, skala 7= sangat setuju Azwar, S.,1999.
Dalam penelitiannya, Wagnild dan Young 1993 membagi nilai resiliensi menjadi 5 kategori yaitu resiliensi sangat tinggi skor :82-98, resiliensi tinggi
skor 64-81, resiliensi sedang skor: 49-63, resiliensi rendah 31-48 dan resiliensi sangat rendah skor: 14-30. Menurut Azwar, S 1999, tingkat resiliensi
responden dapat dikategorikan menjadi dua yaitu: 1.
Resiliensi tinggi : nilai rata-rata mean + 3 2.
Resiliensi rendah : nilai rata-rata mean -3 Dari hasil penelitian, diketahui nilai rata-rata resiliensi responden adalah
64, 11, maka apabila resiliensi dibagi menjadi dua kategori, maka tingkat resiliensi responden dapat digambarkan sebagai berikut:
Mean Sedang
59 60
61 62
63 64
65 66
67 68
69 70
Tinggi Rendah
Universitas Sumatera Utara
Keterangan : a.
60 : resiliensi rendah
b. 68
: resiliensi tinggi c.
Skor antara 61-67 netral tidak diklasifikasikan peneliti karena tujuan peneliti hanya untuk memisahkan subjek ke dalam dua kategori saja Azwar, S., 1999
3.8. Uji coba instrumen
3.8.1. Pengujian validitas dan reliabilitas instrumen Resiliensi
Peneliti menggunakan alat ukur the 14 item Resilience Scale RS-14 yang disusun oleh Wagnild dan Young. Pada awalnya kuesioner Resiliensi terdiri dari
25 item pernyataan, akan tetapi pada tahun 2009 Wagnild kembali mereduksi Resilience Scale menjadi 14 item dengan alasan banyak peneliti yang merasa
skala resiliensi dengan 25 item terlalu panjang sehingga terlalu lama dalam mengevaluasi resiliensi. Wagnild menjelaskan ke-14 item sudah mewakili lima
karakteristik resiliensi dimana koefisien reliabilitas sebesar 0,93. Sebelum menggunakan instrumen resiliensi sebagai instrumen penelitian terlebih dahulu
peneliti menerjemahkan kuesioner Resiliensi ke Pusat Bahasa USU setelah itu hasil terjemahan dikonsulkan kepada orang yang berkompeten yaitu Walter,
S.Kep,Ns,M.Kep,Sp.Kep.J, Roxana Devi Tumanggor, S.Kep,Ns.M.Nurs dan Prof. Dr. Dra. Irmawati Soeprapto, M.Si. Psikolog. Hasilnya ada beberapa item
memerlukan revisi kata-kata yang disesuaikan dengan kulturbudaya Indonesia yang mana nantinya isi dari kuesioner ini dapat lebih dimengerti oleh partisipan.
Pada bulan Juni 2014, peneliti melakukan uji coba instrumen resiliensi kepada 20 orang responden yang menjalani tindakan cuci darah di Klinik Ginjal
Universitas Sumatera Utara
dan Hipertensi Rasyida Medan. Adapun hasil uji validitas dan reliabilitas kuisioner resiliensi dapat dilihat sebagai berikut :
Tabel 3.5.3. Hasil uji validitas dan reliabilitas resiliensi
Item Nilai Corrected
Item Total Cronbach’s
Alpha 1
0,793 0,953
2 0,867
0,951 3
0,752 0,954
4 0,917
0,950 5
0,720 0,955
6 0,911
0,950 7
0,900 0,950
8 0,730
0,955 9
0,774 0,954
10 0,496
0,960 11
0,725 0,955
12 0,685
0,956 13
0,801 0,953
14 0,681
0,956
Berdasarkan tabel 3.5.3 didapatkan r tabel= 0,468 dan Nilai alpha cronbach resiliensi= 0,957. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa instrumen
resiliensi dikatakan reliabel , dimana nilai alpha cronbach r tabel Riduwan, 2002.
Tabel 3.5.4. Hasil uji reliabilitas resiliensi
Berdasarkan tabel 3.5.4. diperoleh nilai koefisien reliabilitas Cronbach’s alpha resiliensi 0,957 dan nilai r tabel sebesar 0,44. Dengan demikian instrumen
resiliensi sudah bisa digunakan untuk mengukur resiliensi pasien yang menjalani tindakan hemodialisis cuci darah.
Cronbachs Alpha N of Items
.957 14
Universitas Sumatera Utara
3.8.2. Pengujian validitas dan reliabilitas instrumen Koping
Peneliti menggunakan alat Brief COPE yang terdiri dari 14 item, yang masing-masing terdiri dari dua pernyataan. Pada awalnya Brief COPE secara
lengkap terdiri dari 60 pernyataan, dimana setiap subskala koping diwakili oleh empat pernyataan. Namun, Carver dan rekan-rekan menemukan bahwa partisipan
penelitian menjadi tidak sabar untuk menyelesaikan kuesioner karena jumlah pernyataan yang terlalu banyak dan beberapa pernyataan tidak sesuai. Oleh karena
itu, beberapa tahun selanjutnya Carver 1997 melakukan revisi terhadap alat ukur COPE yang kemudian menghasilkan Brief COPE dimana ada beberapa subskala
yang ditambahkan dan ada pula yang dihilangkan. Sebelum peneliti melakukan uji validitas dan reliabilitas, terlebih dahulu
peneliti menerjemahkan kuesioner Brief COPE ke Pusat Bahasa USU. setelah itu hasil terjemahan dikonsulkan kepada orang yang berkompeten yaitu Walter,
S.Kep,Ns,M.Kep,Sp.Kep.J, Roxana Devi Tumanggor, S.Kep,Ns.M.Nurs dan Prof. Dr. Dra. Irmawati Soeprapto, M.Si. Psikologi. Hasilnya ada beberapa item
memerlukan revisi kata-kata yang disesuaikan dengan kulturbudaya Indonesia yang mana nantinya isi dari kuesioner ini dapat lebih dimengerti oleh partisipan.
Pada bulan Juni 2014 peneliti melakukan uji coba instrumen strategi koping kepada 20 orang responden yang menjalani tindakan cuci darah di Klinik
Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan, hasilnya ada satu 1 subskala dan dua 2 item pernyataan yang dieliminasi dari Strategi koping yang berfokus pada emosi
antara lain Subskala Substance use, peneliti menganggap ada perbedaan budaya antara Negara Timur dan Barat sehingga kedua item dalam subskala ini tidak
Universitas Sumatera Utara
valid. Di Negara Barat, mengkonsumsi alkohol sudah biasa dalam kehidupan sehari-hari, namun di Negara Timur seperti Indonesia, mengkonsumsi alkohol dan
minuman keras lainnya bukan menjadi kebiasaan dan bahkan cenderung dihindari oleh mayoritas masyarakat. Pada item humor “Saya sering membuat lelucon
mengenai tindakan cuci darah ini”, peneliti mengasumsikan bahwa adanya perbedaan interpretasi pada perbedaan budaya juga. Di budaya Timur masyarakat
tidak terbiasa membuat humor pada masalah yang sedang terjadi dikarenakan nilai kesopanan yang ada di budaya Timur serta pada item Behavioral disengagement
pelepasan perilaku ada 1 item yang dinilai tidak valid yakni “Saya telah menghentikan usaha untuk cuci darah”, dikarenakan karena tindakan cuci darah
hemodialisis akan berlangsung seumur hidup. Berdasarkan pertimbangan- pertimbangan dan alasan di atas, peneliti kemudian mengeliminasi pernyataan
tersebut dari instrumen penelitian dapat dilihat pada tabel 3.4.5 Adapun hasil uji validitas dan reliabilitas kuisioner strategi koping dapat
dilihat sebagai berikut:
Tabel 3.5.5. Hasil uji validitas dan reliabilitas strategi koping
Item Nilai Corrected Item Total
Correlation Cronbach’s
Alpha 1
0,650 0,958
2 0,766
0,958 3
0,840 0,956
4 0,766
0,958 5
0,736 0,957
6 0,632
0,958 7
0,632 0,958
8 0,286
0,961 9
0,856 0,956
10 0,690
0,958 11
0,708 0,957
12 0,656
0,958 13
0,674 0,958
Universitas Sumatera Utara
14 0,652
0,958 15
0,856 0,956
16 0,856
0,956 17
0,235 0,963
18 0,765
0,957 19
0,856 0,956
20 0,856
0,956 21
0,789 0,957
22 0,856
0,956 23
0,238 0,962
24 0,061
0,964 25
0,856 0,956
26 0,791
0,957 27
0,856 0,956
28 0,789
0,957
Hasil uji validitas dan reliabilitas pada tabel 3.5.5 ditemukan ada 4 item pernyataan pernyataan 8, 17, 23 dan 24 dinyatakan tidak valid, karena nilai r
hitung lebih kecil dari r tabel 0,468.
Tabel 3.5.6. Hasil uji reliabilitas strategi koping
Berdasarkan tabel 3.5.6 diketahui bahwa nilai Cronbach’s alpha sebesar 0,959 artinya korelasi uji reliabilitas strategi koping sangat kuat.
Adapun langkah selanjutnya untuk menentukan agar item pernyataan valid dan rialiabel yaitu mengeluarkan item pernyataan yang memiliki nilai r hitung
lebih kecil dari r tabel yakni item pernyataan 8, 17, 23 dan 24, sehingga hasilnya ditemukan sebagai berikut:
Tabel 3.5.7. Hasil uji validitas dan reliabilitas strategi koping setelah dikeluarkan 4 item pernyataan dari instrumen penelitian
Item Nilai Corrected
Item Total Cronbach’s
Alpha 1
0,649 0,974
2 0,766
0,973
Cronbachs Alpha N of Items
.959 28
Universitas Sumatera Utara
3 0,815
0,973 4
0,766 0,973
5 0,684
0,974 6
0,618 0,974
7 0,618
0,974 9
0,895 0,972
10 0,697
0,974 11
0,676 0,974
12 0,644
0,974 13
0,664 0,974
14 0,615
0,974 15
0,895 0,972
16 0,895
0,972 18
0,708 0,974
19 0,895
0,972 20
0,895 0,972
21 0,843
0,973 22
0,895 0,972
25 0,895
0,972 26
0,763 0,973
27 0,895
0,972 28
0,843 0,973
Hasil uji validitas dan reliabilitas pada tabel 3.5.7 menemukan ada 24 item pernyataan dinyatakan valid dan reliabel.
Tabel 3.5.8. Hasil uji reliabilitas resiliensi
Berdasarkan hasil uji diatas ternyata, nilai r Alpha 0,974 lebih besar dibandingkan dengan nilai r tabel 0,468, maka duapuluh empat peryataan di
atas dinyatakan reliable. Dengan demikian instrumen Strategi koping sudah bisa digunakan untuk mengukur strategi koping pasien yang menjalani tindakan
hemodialisis cuci darah.
3.9. Metode analisis data
Sebelum melakukan analisis data, dilakukan pengolahan data. Tahapan pengolahan data adalah sebagai berikut:
Cronbachs Alpha N of Items
.974 24
Universitas Sumatera Utara
a. Editing
Adalah memeriksa daftar pertanyaanpernyataan dalam kuesioner berupa kelengkapan jawaban, keterbacaan tulisan dan relevansi jawaban.
b. Coding
Adalah proses mengubah data ke dalam bentuk symbol atau kode yang dapat dianalisis computer.
c. Data Entry
Adalah memasukkan jawaban dalam bentuk “kode” ke dalam software computer program Statistical Package for Social Sciences SPSS for
Window. d.
Cleaning Setelah semua data dari setiap responden selesai dimasukkan, diperiksa
kembali untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan dan kemudian dilakukan koreksi. Proses selanjutnya adalah
analisis data berupa analisis univarite, bivariate. 1
Analisis Univariat Analisis univarit digunakan untuk menggambarkan distribusi frekuensi
setiap variabel penelitian. 2
Analisis Bivariat Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel
independen resiliensi dan variabel dependen koping. Uji statistik yang digunakan adalah uji chi-square dan uji korelasi pearson.
Universitas Sumatera Utara
3.10. Pertimbangan etik
Sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu dilakukan uji etik oleh komite etik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan hasil uji etik
menyatakan proposal hubungan antara Resiliensi dengan Koping pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUP.HAM Medan Tahun
2014 dinyatakan lolos dan layak untuk dilakukan penelitian. Selanjutnya peneliti menyampaikan surat permohonan penelitian ke Direktur RSUP.Haji Adam Malik
Medan. Sebelum penelitian dilakukan, responden yang memenuhi syarat diberikan
penjelasan tentang tujuan penelitian, manfaat penelitian, jaminan kerahasiaan penelitian, peran yang dapat dilakukan oleh responden yang menjadi subyektif
penelitian. Peneliti memegang prinsip Scientific attitude, sikap ilmiah dan etika penelitian keperawatan yang mempertimbangkan aspek sosioetika dan harkat
martabat kemanusiaan Jacob, 2004. Prinsip utama mempertimbangkan hak-hak responden untuk mendapatkan informasi terbuka dan berkaitan dengan penelitian
serta bebas menentukan pilihan atau bebas dari paksaan untuk berpartisipasi dalam penelitian autonomy. Setiap responden diberi hak penuh untuk
menyetujui atau menolak menjadi responden dengan cara menandatangani informed consent. Prinsip kedua tidak menampilkan informasi nama dan alamat
asal responden dalam kuisioner dan alat ukur untuk menjamin anonimitas dan kerahasiaan, untuk itu peneliti akan menggunakan nomor responden. Prinsip
ketiga merupakan konotasi keadilan justice dengan menjelaskan prosedur penelitian dan memperhatikan kejujuran serta ketelitian. Prinsip keempat adalah
Universitas Sumatera Utara
memaksimalkan hasil yang bermanfaat beneficence dan meminimalkan hal merugikan maleficence.
Universitas Sumatera Utara
BAB 4 HASIL PENELITIAN
Pada Bab 4 ini akan diuraikan hasil penelitian mengenai hubungan antara strategi koping dengan resiliensi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani
hemodialisis di RSUP. Haji Adam Malik Medan. Penelitian ini dilakukan pada Bulan Juli 2014, dengan jumlah responden sebanyak 92 orang pasien yang
menjalani tindakan cuci darah hemodialisis yang diperoleh dari Unit Hemodialisis RSUP. Haji Adam Malik Medan. Hasil penelitian berupa hasil
analisis univariat dan bivariat. Uji hipotesa yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji chi-square dan uji korelasi pearson.
4.1. Analisis Univariat
Hasil analisis univariat menggambarkan distribusi responden berdasarkan karakteristik demografi responden umur, jenis kelamin, pekerjaan, tingkat
pendidikan, status perkawinan, strategi koping dan resiliensi. Berikut ini pada tabel 4.1. ditampilkan hasil penelitian terkait karakteristik
demografi responden berdasarkan umur, jenis kelamin, pekerjaan, tingkat pendidikan, status perkawinan.
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden Berdasarkan Data Demografi di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Medan Bulan Juli 2014 n=92
Variabel Kategori
f
Umur 41-60
21-40 60
56 19
17 60,9
20,7 18,5
Jenis Kelamin Laki-laki
Perempuan 60
32 65,2
34,8 Pekerjaan
Bekerja Tidak bekerja
76 16
82,6 17,4
Universitas Sumatera Utara
Tingkat Pendidikan Tinggi
Rendah 70
22 76,1
23,9 Status Perkawinan
Menikah Belum Menikah
84 8
91,3 8.7
Berdasarkan tabel 4.1. di atas, dapat diketahui bahwa dari 92 responden yang menjalani tindakan cuci darah hemodialisis ditemukan kelompok umur
responden Gagal Ginjal Kronik yang paling banyak menjalani tindakan cuci darah hemodialisis berada pada kelompok umur 41-60 tahun sebanyak 56 orang
60,9, berdasarkan jenis kelamin mayoritas 65,2 atau 60 responden berjenis kelamin laki-laki, berdasarkan pekerjaan, mayoritas 82,6 atau 76 responden
sudah bekerja, berdasarkan tingkat pendidikan; mayoritas 76,1 atau 70 responden berpendidikan tinggi, dan berdasarkan status pernikahan ditemukan
mayoritas 91,3 atau 84 responden sudah menikah.
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Strategi Koping Responden Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani
Hemodialisis di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan Juli Tahun 2014 n=92
Strategi koping f
Berfokus pada masalah 70
76,1 Berfokus pada emosi
22 23,9
Jumlah 92
100 Berdasarkan tabel 4.2 di atas, dapat diketahui bahwa dari 92 responden
Gagal Ginjal Kronik yang menjalani tindakan hemodialisis cuci darah di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan, strategi koping yang digunakan responden selama
menjalani tindakan cuci darah hemodialisis adalah strategi koping berfokus pada masalah sebanyak 70 responden 76,1 dan strategi koping yang berfokus pada
emosi sebanyak 22 responden 23,9.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi dan Persentase Resiliensi Responden Gagal Ginjal Kronik yang menjalani
hemodialisisdi Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan Bulan Juli 2014 n= 92
No Resiliensi
f
1 2
Tinggi Sedang
52 11
56,5 12,0
3 Rendah
29 31,5
Total 92
100 Berdasarkan tabel 4.3. di atas, dapat diketahui bahwa dari 92 responden
yang menjalani tindakan cuci darah hemodialisis responden yang tergolong resiliensi tinggi sebanyak 52 orang 56,5, responden yang tergolong resiliensi
sedang sebanyak 11 orang 12,0 dan responden yang tergolong resiliensi rendah sebanyak 29 orang 31,5.
4.2. Analisis Bivariat
Analisis Bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel independen strategi koping dengan resiliensi sebagai variabel dependen. Pada
analisis bivariat dilakukan dengan uji Chi-square. Uji Chi-square untuk mengetahui hubungan umur, jenis kelamin, pekerjaan, tingkat pendidikan, status
pernikahan dengan resiliensi.
Tabel 4.4 Tabulasi Silang Hubungan Umur Dengan Resiliensi Responden Gagal Ginjal Kronik yang menjalani
hemodialisis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Bulan Juli 2014 n=92
Kelompok umur Resiliensi
Total Tinggi
Rendah Sedang
f f
f f
41-60 tahun 31
55,4 17
30,4 8
14,3 56
100 21-40 tahun
11 57,9
6 31,6
2 10,5
19 100
60 tahun 10
58,8 6
35,3 1
5,9 17
100
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui hasil tabulasi silang antara umur dengan resiliensi responden gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan menunjukkan bahwa 56 orang berada pada kelompok umur 41-60 tahun ditemukan resiliensi tinggi
sebanyak 31 orang 55,4, resiliensi rendah sebanyak 17 orang 30,4 dan resiliensi sedang sebanyak 8 orang 14,3. Pada kelompok umur 21-40 tahun
berjumlah 19 orang ditemukan resiliensi tinggi sebanyak 11 orang 57,9, resiliensi sedang sebanyak 2 orang 10,5, resiliensi rendah sebanyak 6 orang
31,6. Pada kelompok umur ≥
60 tahun berjumlah 17 orang ditemukan resiliensi tinggi sebanyak 10 orang 58,8, resiliensi sedang sebanyak 1 orang
5,9 dan resiliensi rendah sebanyak 6 orang 35,3. Berdasarkan hasil Uji Chi-Square diperoleh p 0,05
α= 0,918 berarti tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara umur dengan resiliensi
responden gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
Tabel 4.5 Tabulasi Silang Hubungan Jenis Kelamin Dengan Resiliensi Responden Gagal Ginjal Kronik yang menjalani
hemodialisis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Bulan Juli
2014 n=92
Jenis Kelamin Resiliensi
Total Tinggi
Sedang Rendah
f f
f f
Laki-laki 36
60 6
10 18
30 60
100 Perempuan
16 50
5 15,6
11 34,4
32 100
Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui hasil tabulasi silang antara jenis kelamin dengan resiliensi responden gagal ginjal kronik yang menjalani
hemodialisis di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Medan menunjukkan
Universitas Sumatera Utara
bahwa 60 responden berjenis kelamin laki-laki ditemukan resiliensi tinggi sebanyak 36 orang 60, resiliensi sedang sebanyak 6 orang 10 dan resiliensi
rendah sebanyak 18 orang 30 dan Kemudian dari 32 responden berjenis kelamin perempuan ditemukan resiliensi tinggi sebanyak 16 orang 50,
sebanyak 5 orang 15,6 resiliensi sedang dan resiliensi rendah sebanyak 11 orang 34,4.
Berdasarkan Hasil Uji Chi-square diperoleh p 0,05 α=0,592 berarti
tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara jenis kelamin dengan resiliensi responden gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di Rumah
Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
Tabel 4.6 Tabulasi Silang Hubungan Pekerjaan Dengan Resiliensi
Responden Gagal Ginjal Kronik yang menjalani hemodialisis di
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Bulan Juli 2014 n=92
Pekerjaan Resiliensi
Total Tinggi
Sedang Rendah
f f
f f
Bekerja 42
55,3 11
14,5 23
30,3 76
100 Tidak bekerja
10 62,5
6 37,5
16 100
Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui hasil tabulasi silang antara pekerjaan dengan resiliensi responden gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di
Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Medan menunjukkan bahwa 76 responden yang memiliki pekerjaan ditemukan resiliensi tinggi sebanyak 42 orang 55,3,
resiliensi sedang sebanyak 11 orang 14,5 dan resiliensi rendah sebanyak 23 orang 30,3. Kemudian dari 16 responden yang tidak memiliki pekerjaan
ditemukan resiliensi tinggi sebanyak 10 orang 62,5 dan sebanyak 6 orang 37,5 resiliensi rendah.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Hasil Uji Chi-square diperoleh p 0,05 α=0,265 berarti
tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara pekerjaan dengan resiliensi responden gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di Rumah
Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
Tabel 4.7 Tabulasi Silang Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Resiliensi Responden Gagal Ginjal Kronik yang menjalani
hemodialisis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Bulan Juli
2014 n=92
Pendidikan Resiliensi
Total Tinggi
Sedang Rendah
f f
f f
Tinggi 39
55,7 9
12,9 22
31,4 70
100 Rendah
13 59,1
2 9,1
7 31,8
22 100
Berdasarkan tabel 4.7 dapat diketahui hasil tabulasi silang antara tingkat pendidikan dengan resiliensi responden gagal ginjal kronik yang menjalani
hemodialisis di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Medan menunjukkan bahwa 70 responden yang berpendidikan tinggi ditemukan resiliensi tinggi
sebanyak 39 orang 55,7, resiliensi sedang sebanyak 9 orang 12,9 dan resiliensi rendah sebanyak 22 orang 31,4. Kemudian dari 22 responden yang
berpendidikan rendah ditemukan resiliensi tinggi sebanyak 13 orang 59,1, resiliensi sedang sebanyak 2 orang 9,1 dan resiliensi rendah sebanyak 7 orang
31,8. Berdasarkan Hasil Uji Chi-square diperoleh p 0,05
α=0,890 berarti tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara tingkat pendidikan
dengan resiliensi responden gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.8 Tabulasi Silang Hubungan Status Pernikahan Dengan Resiliensi Responden Gagal Ginjal Kronik yang menjalani
hemodialisis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Bulan Juli
2014 n=92
Status Pernikahan Resiliensi
Total Tinggi
Sedang Rendah
f f
f f
Menikah 48
57,1 10
11,9 26
31,0 84
100 Tidak menikah
4 50
1 12,5
3 37,5
8 100
Berdasarkan tabel 4.9 dapat diketahui hasil tabulasi silang antara status pernikahan dengan resiliensi responden gagal ginjal kronik yang menjalani
hemodialisis di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Medan menunjukkan bahwa 84 responden yang sudah menikah ditemukan resiliensi tinggi sebanyak
48 orang 57,1, resiliensi sedang sebanyak 10 orang 11,9 dan resiliensi rendah sebanyak 26 orang 31,0. Kemudian dari 8 responden yang belum
menikah ditemukan resiliensi tinggi sebanyak 4 orang 50, resiliensi sedang sebanyak 1 orang 12,5 dan resiliensi rendah sebanyak 3 orang 37,5.
Berdasarkan Hasil Uji Chi-square diperoleh p 0,05 α=0,920 berarti
tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara status pernikahan dengan resiliensi responden gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
Tabel 4.9 Analisis Hubungan Strategi Koping Dengan Resiliensi Responden Gagal Ginjal Kronik yang menjalani
hemodialisis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Bulan Juli 2014 n=92
Variabel r
p
Strategi koping yang berfokus pada masalah
dengan resiliensi tinggi 0,255
0,068
Strategi koping yang berfokus pada emosi
dengan resiliensi rendah 0,138
0,476
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan tabel 4.9 didapatkan taraf signifikansi untuk kedua jenis strategi koping sebesar p = 0,068 dan 0,476, dimana p 0,05. Hasil ini
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan strategi koping yang berfokus pada masalah dengan resiliensi tinggi dan tidak ada hubungan strategi koping yang
berfokus pada emosi dengan resiliensi rendah.
Universitas Sumatera Utara
BAB 5 PEMBAHASAN
5.1. Hubungan Umur Dengan Resiliensi Responden Gagal Ginjal Kronik yang menjalani hemodialisa
Menurut Ajzen, 2005 dalam Nursalam 2013, umur adalah lamanya hidup dalam tahun yang dihitung sejak dilahirkan. Hasil penelitian menunjukkan
responden yang menjalani tindakan cuci darah hemodialisa di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan sebanyak 56 responden berada pada
kelompok umur 41-60 tahun dimana ditemukan resiliensi tinggi sebanyak 31 orang 55,4, resiliensi sedang sebanyak 8 orang 14,3 dan resiliensi rendah
sebanyak 17 orang 30,4. Pada kelompok umur 21-40 tahun berjumlah 19 orang ditemukan resiliensi tinggi sebanyak 11 orang 57,9, resiliensi sedang
sebanyak 2 orang 10,5 dan resiliensi rendah sebanyak 6 orang 31,6. Pada kelompok umur
≥ 60 tahun berjumlah 17 orang ditemukan resiliensi tinggi sebanyak 10 orang 58,8, resiliensi sedang sebanyak 1 orang 5,9 dan
resiliensi rendah sebanyak 6 orang 35,3. Hasil analisis statistik tentang umur terhadap tingkat resiliensi responden
gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa didapatkan nilai p = 0,918 dengan nilai α = 0,05, dari hasil tersebut dapat disimpulkan tidak ada hubungan
umur dengan tingkat resiliensi responden. Responden yang berada pada kelompok umur 41-60 tahun, kelompok umur 21-40 tahun maupun kelompok umur
≥ 60 tahun sama-sama berkemungkinan memiliki tingkat resiliensi tinggi, sedang
maupun rendah.
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ningsih 2012 tentang “Tingkat Kepatuhan Pasien Gagal Ginjal Kronik dalam Pembatasan Cairan pada
Terapi Hemodialisa” dimana faktor umur bukan merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkat kepatuhan pada pasien hemodialisa. Hal ini juga didukung
oleh penelitian Hernitati 2010 di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru, bahwa usia tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kepatuhan dalam
mengurangi asupan pasien gagal ginjal kronik GGK.
5.2. Hubungan Jenis kelamin Dengan Resiliensi Responden Gagal Ginjal Kronik yang menjalani hemodialisa
Jenis kelamin merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu
yaitu laki-laki dan perempuan Nursalam, 2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 60 responden berjenis kelamin laki-laki ditemukan resiliensi tinggi
sebanyak 36 orang 60, resiliensi sedang sebanyak 6 orang 10 dan resiliensi rendah sebanyak 18 orang 30. Kemudian dari 32 responden berjenis kelamin
perempuan ditemukan resiliensi tinggi sebanyak 16 orang 50, resiliensi sedang sebanyak 5 orang 15,6 dan resiliensi rendah sebanyak 11 orang 34,4.
Hasil analisis statistik tentang jenis kelamin dengan tingkat resiliensi responden gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa didapatkan nilai
p = 0,592 dengan nilai α = 0,05, dari hasil tersebut dapat disimpulkan tidak ada
hubungan jenis kelamin dengan tingkat resiliensi responden. Responden yang berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan berkemungkinan memiliki tingkat
resiliensi tinggi, sedang maupun rendah.
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Nourma 2014 yang mengatakan tidak ada perbedaan resiliensi diantara responden stroke ringan laki-
laki dan perempuan. Tidak adanya perbedaan resiliensi pada pasien laki-laki dan perempuan juga ditemukan pada pasien yang menjalani tindakan hemodialisa.
Hal ini dapat diketahui dari penelitian Kammerer et al 2007 yang mengatakan tidak ada pengaruh jenis kelamin dengan tingkat kepatuhan responden gagal
ginjal kronik GGK menjalani terapi hemodialisa karena banyaknya faktor-faktor internal responden yang lain yang dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan seperti
pengetahuan, perilaku, motivasi, kepercayaan, persepsi dan harapan.
5.3. Hubungan Pekerjaan Dengan Resiliensi Responden Gagal Ginjal Kronik yang menjalani hemodialisa
Pekerjaan adalah merupakan sesuatu kegiatan atau aktifitas seseorang yang bekerja pada orang lain atau instasi, kantor, perusahaan untuk memperoleh
penghasilan yaitu upah atau gaji baik berupa uang maupun barang demi memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari Rohmat, 2010 dalam Lase, 2011.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 76 responden yang memiliki pekerjaan ditemukan resiliensi tinggi sebanyak 42 orang 55,3, resiliensi sedang sebanyak
11 orang 14,5 dan resiliensi rendah sebanyak 23 orang 30,3. Kemudian dari 16 responden yang tidak memiliki pekerjaan ditemukan resiliensi tinggi
sebanyak 10 orang 62,5 dan resiliensi rendah sebanyak 6 orang 37,5. Hasil analisis statistik tentang hubungan pekerjaan terhadap tingkat
resiliensi responden gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa didapatkan nilai p
= 0,265 dengan nilai α = 0,05, dari hasil tersebut dapat
Universitas Sumatera Utara
disimpulkan tidak ada hubungan antara pekerjaan dengan resiliensi responden. Responden yang memiliki pekerjaan maupun yang tidak memiliki pekerjaan
sama-sama berkemungkinan memiliki tingkat resiliensi tinggi, sedang maupun rendah.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Nandang Tisna 2009 tentang “Faktor-faktor yang berhubungan dengan Tingkat Kepatuhan Pasien dalam
Minum Obat Antihipertensi” dimana tidak ada ditemukan hubungan antara pekerjaan dengan tingkat kepatuhan pasien dalam minum obat antihipertensi.
5.4. Hubungan Pendidikaan Dengan Resiliensi Responden Gagal Ginjal
Kronik yang menjalani hemodialisa
Pendidikan adalah proses belajar, yang berarti di dalam pendidikan terjadi proses perkembangan atau perubahan ke arah yang lebih baik dari individu,
kelompok dan masyarakat yang lebih luas. Menurut Raystone dalam Maria, 2005, tingkat pendidikan seseorang berpengaruh dalam memberikan respons
terhadap sesuatu yang datang baik dari dalam maupun luar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 70 responden yang berpendidikan tinggi ditemukan resiliensi
tinggi sebanyak 39 orang 55,7, resiliensi sedang sebanyak 9 orang 12,9 dan resiliensi rendah sebanyak 22 orang 31,4. Kemudian dari 22 responden
yang berpendidikan rendah ditemukan resiliensi tinggi sebanyak 13 orang 59,1, resiliensi sedang sebanyak 2 orang 9,1 dan resiliensi rendah
sebanyak 7 orang 31,8. Hasil analisis statistik tentang tingkat pendidikan terhadap resiliensi
responden gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa didapatkan nilai
Universitas Sumatera Utara
p = 0,890 dengan nilai α = 0,05, dari hasil tersebut dapat disimpulkan tidak ada
hubungan antara tingkat pendidikan dengan resiliensi responden. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ningsih 2012 yang
mengatakan tidak ada pengaruh yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan tingkat kepatuhan pasien gagal ginjal kronik GGK dalam pembatasan cairan.
Hal ini juga didukung oleh penelitian Kammerer et al 2007 yang mengatakan pemahaman responden tentang instruksi pengobatan jauh lebih penting daripada
tingkat pendidikan responden.
5.5. Hubungan Status perkawinan Dengan Resiliensi Responden Gagal
Ginjal Kronik yang menjalani hemodialisa
Menurut UU Perkawinan No.1 Tahun 1974, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 84 responden
yang sudah menikah ditemukan resiliensi tinggi sebanyak 48 orang 57,1, resiliensi sedang sebanyak 10 orang 11,9 dan resiliensi rendah sebanyak 26
orang 31. Kemudian dari 8 responden yang belum menikah ditemukan resiliensi tinggi sebanyak 4 orang 50, resiliensi sedang sebanyak 1 orang
12,5 dan resiliensi rendah sebanyak 3 orang 37,5. Hasil analisa statistik tentang status perkawinan dengan tingkat resiliensi
responden gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa didapatkan nilai p
= 0,920 dengan nilai α = 0,05, dari hasil tersebut dapat disimpulkan tidak ada hubungan status perkawinan dengan tingkat resiliensi responden. Responden yang
Universitas Sumatera Utara
menikah maupun belum menikah sama-sama berkemungkinan memiliki tingkat resiliensi tinggi, sedang maupun rendah.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Charuwanno, 2005 dalam Anna 2010 yang mengatakan bahwa status perkawinan tidak mempengaruhi
kemampuan responden dalam beradaptasi selama menjalani tindakan cuci darah.
5.6. Strategi Koping yang digunakan oleh responden Gagal Ginjal Kronik selama menjalani tindakan cuci darah hemodialisa
Berdasarkan hasil penelitian di ruang hemodialisa Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan didapatkan bahwa dari 92 orang responden yang menjalani tindakan
cuci darah hemodiliasis di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan, strategi koping berfokus masalah problem-focused coping tinggi sebanyak 76,1 dan
strategi koping berfokus emosi sebanyak 23,9. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa responden lebih banyak menggunakan strategi koping
berfokus pada masalah problem-focused coping saat menjalani tindakan cuci darah.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Herwina 2000 di Bandung, dimana mekanisme koping yang digunakan oleh pasien hemodialisis di Rumah
Sakit Hasan Sadikin Bandung adalah strategi koping yang berfokus pada masalah Problem-focused coping. Nevid et al 2005 mengatakan strategi koping yang
berfokus pada masalah Problem-focused coping melibatkan strategi untuk menghadapi secara langsung sumber penyakit, seperti mencari informasi tentang
penyakit dengan mempelajari sendiri atau melalui konsultasi medis. Pencarian
Universitas Sumatera Utara
informasi membantu pasien untuk tetap bersikap optimis karena dengan pencarian informasi tersebut timbul harapan akan mendapatkan informasi yang bermanfaat.
5.7. Resiliensi Responden Gagal Ginjal Kronik yang menjalani Hemodialisa
Berdasarkan hasil penelitian di ruang hemodialisa Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan didapatkan bahwa dari 92 orang responden yang menjalani tindakan
cuci darah hemodiliasis di Rumah Sakit Haji Adam Malik diperoleh 56,5 responden memiliki resiliensi tinggi, 12 resiliensi sedang dan 31,5 resiliensi
rendah. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Li-Ching Ma et al 2013
tentang “Hubungan Antara Promosi Perilaku Kesehatan dengan Resiliensi pada Pasien Gagal Ginjal Kronis di Taiwan” dimana tingkat resiliensi responden yang
menjalani tindakan cuci darah termasuk resiliensi tinggi. Resiliensi tinggi ini menurut Grotberg 2001 karena dibentuk oleh sumber-sumber resiliensi yaitu:
1. I have adalah dukungan eksternal mencakup dukungan orang terdekat yaitu
keluarga. Contoh dari “I have” adalah keluarga mendampingi pasien selama pelaksanaan hemodialisis, keluarga mengantar pasien untuk ke rumah sakit,
dan keluarga menemani pasien ketika melakukan kontrol ke dokter. 2.
I am adalah pengembangan kekuatan batin mencakup intensitas beribadah yang lebih sering sehingga menunjukkan religiusitas yang lebih tinggi.
3. I can adalah keterampilan interpersonal dan pemecahan masalah, dalam hal
ini lebih dominan pada kemampuan sosial yang baik. Contoh dari “I can” pasien terlibat dalam kegiatan sosial, adat, lingkungan keluarga dan
tetangga.
Universitas Sumatera Utara
5.8. Hubungan Strategi Koping Dengan Resiliensi Responden Gagal Ginjal
Kronik yang menjalani hemodialisa di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
Hipotesis penelitian “ada hubungan strategi koping berfokus pada masalah dengan tingkat resiliensi tinggi dan ada hubungan strategi koping berfokus pada
emosi dengan tingkat resiliensi rendah ditolak” atau dengan kata lain kedua jenis strategi koping tersebut tidak dapat membedakan tingkat resiliensi. Hasil
penelitian ini sejalan dengan pendapat Lazarus Folkman 1984, dimana strategi koping berfokus masalah dan strategi koping berfokus emosi sering terjadi secara
bersamaan. Pendapat ini juga didukung dari teori Smet 1994 yang menyatakan bahwa
reaksi terhadap situasi yang menekan bervariasi antara orang satu dengan yang lainnya ataupun dari waktu ke waktu pada orang yang sama. Selain itu Hollahan,
Moos, dan Schaefer dalam Sholichatun, 2011 berpendapat bahwa model coping dipandang sebagai hal yang bersifat kontekstual dan merupakan respon terhadap
situasi yang spesifik daripada sebagai sebuah sifat kepribadian. Lazarus dan Folkman 1984 mengungkapkan bahwa individu
menggunakan kedua jenis coping untuk berurusan dengan tuntutan internal maupun eksternal yang ditimbulkan oleh situasi pada kehidupan nyata.
5.9. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan-keterbatasan yang dapat mempengaruhi hasil penelitian. Keterbatasan-keterbatasan tersebut yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Pada penelitian ini responden tidak dikaji lamanya menjalani hemodialisa
sedangkan lamanya menjalani hemodialisa merupakan salah satu faktor responden menggunakan strategi koping baik yang berfokus pada masalah
maupun yang berfokus pada emosi. Hal ini sesuai dengan penelitian Sapri 2008 tentang “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan dalam
Mengurangi Asupan Cairan pada Penderita Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisa” yang mengatakan semakin lama pasien menjalani
hemodialisa, maka akan semakin patuh disebabkan oleh karena pasien sudah mencapai tahap menerima.
2. Kerangka konsep yang digunakan dalam penelitian ini hanya menghubungkan
strategi koping dengan resiliensi menurut teori Wagnild Young 1999. Sedangkan menurut teori Grotberg 2005 faktor-faktor yang mempengaruhi
resiliensi adalah temperamen watak, intelegensi IQ, serta kebudayaan. 3.
Instrumen penelitian ini berupa kuesioner. Menurut Notoatmojo 2010 kelemahan alat ukur berupa kuesioner adalah susunan pernyataan yang ada di
dalam kuesioner sama untuk semua responden sehingga penafsiran pernyataan yang ada dalam kuesioner ini dapat berbeda-beda sesuai dengan latar belakang
sosial, pendidikan dari responden. Apabila responden tidak dapat memahami pernyataan atau tidak dapat menjawab, berkemungkinan responden tidak akan
menjawab seluruh kuesioner.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
a. Tidak ada hubungan strategi koping berfokus pada masalah dengan resiliensi
tinggi dan strategi koping berfokus emosi dengan resiliensi rendah, dengan demikian hipotesa “ada hubungan strategi koping berfokus pada masalah
dengan tingkat resiliensi tinggi dan ada hubungan strategi koping berfokus pada emosi dengan tingkat resiliensi rendah ditolak”.
b. Strategi koping yang digunakan responden selama menjalani tindakan cuci
darah hemodialisis adalah strategi koping berfokus pada masalah sebanyak 70 responden 76,1 dan strategi koping yang berfokus pada emosi sebanyak
22 responden 23,9. c.
Responden gagal ginjal kronik yang menjalani tindakan cuci darah 56,5 memiliki resiliensi tinggi, 12 resiliensi sedang dan 31,5 resiliensi rendah
d. Tidak ada perbedaan resiliensi pada responden gagal ginjal kronik yang
menggunakan problem focused coping maupun pada responden gagal ginjal kronik yang menggunakan emotional focused coping. Kedua strategi koping
ini sering terjadi secara bersamaan. e.
Karakteristik responden gagal ginjal kronik di RSU Haji Adam Malik Medan dalam penelitian ini adalah sebagian besar berjenis kelamin laki-laki dengan
usia rata-rata 41-60 tahun, mayoritas bekerja, dengan tingkat pendidikan sarjana dan SMA serta sudah menikah.
Universitas Sumatera Utara
f. Tidak ada hubungan antara karakteristik demografi responden umur, jenis
kelamin, pekerjaan, pendidikan, status perkawinan dengan resiliensi.
6.2. Saran
Saran penelitian ini merujuk kepada teori-teori sumber-sumber resiliensi dari Grotberg 1999 yaitu:
1. Bagi Manajemen RS Haji Adam Malik MedanUnit Hemodialisis
a. Diharapkan pihak rumah sakit memberikan ijin kepada keluarga pasien
untuk menemani pasien selama menjalani tindakan hemodialisa. Mengingat sumber resiliensi I have dapat diperoleh karena pasien merasa
ditemani selama menjalani tindakan cuci darah. b.
Diharapkan pihak rumah sakit memfasilitasi pelaksanaan kegiatan kerohanian bagi pasien yang menjalani tindakan cuci darah mengingat
sumber resiliensi I am dapat diperoleh melalui bimbingan kerohanian. c.
Diharapkan pihak rumah sakit memfasilitasi terbentuknya sebuah organisasi atau perkumpulan pasien-pasien yang menjalani hemodialisa
yang bertujuan sebagai wadah untuk bertukar pengalamaninformasi sekitar masalah hemodialisa. Mengingat sumber resiliensi I can dapat
diperoleh melalui perkumpulanpertemuan untuk saling bertukar pengalamaninformasi antara sesama pasien yang menjalani tindakan cuci
darah.
2. Bagi Perawat Hemodialisa