informasi membantu pasien untuk tetap bersikap optimis karena dengan pencarian informasi tersebut timbul harapan akan mendapatkan informasi yang bermanfaat.
5.7. Resiliensi Responden Gagal Ginjal Kronik yang menjalani Hemodialisa
Berdasarkan hasil penelitian di ruang hemodialisa Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan didapatkan bahwa dari 92 orang responden yang menjalani tindakan
cuci darah hemodiliasis di Rumah Sakit Haji Adam Malik diperoleh 56,5 responden memiliki resiliensi tinggi, 12 resiliensi sedang dan 31,5 resiliensi
rendah. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Li-Ching Ma et al 2013
tentang “Hubungan Antara Promosi Perilaku Kesehatan dengan Resiliensi pada Pasien Gagal Ginjal Kronis di Taiwan” dimana tingkat resiliensi responden yang
menjalani tindakan cuci darah termasuk resiliensi tinggi. Resiliensi tinggi ini menurut Grotberg 2001 karena dibentuk oleh sumber-sumber resiliensi yaitu:
1. I have adalah dukungan eksternal mencakup dukungan orang terdekat yaitu
keluarga. Contoh dari “I have” adalah keluarga mendampingi pasien selama pelaksanaan hemodialisis, keluarga mengantar pasien untuk ke rumah sakit,
dan keluarga menemani pasien ketika melakukan kontrol ke dokter. 2.
I am adalah pengembangan kekuatan batin mencakup intensitas beribadah yang lebih sering sehingga menunjukkan religiusitas yang lebih tinggi.
3. I can adalah keterampilan interpersonal dan pemecahan masalah, dalam hal
ini lebih dominan pada kemampuan sosial yang baik. Contoh dari “I can” pasien terlibat dalam kegiatan sosial, adat, lingkungan keluarga dan
tetangga.
Universitas Sumatera Utara
5.8. Hubungan Strategi Koping Dengan Resiliensi Responden Gagal Ginjal
Kronik yang menjalani hemodialisa di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
Hipotesis penelitian “ada hubungan strategi koping berfokus pada masalah dengan tingkat resiliensi tinggi dan ada hubungan strategi koping berfokus pada
emosi dengan tingkat resiliensi rendah ditolak” atau dengan kata lain kedua jenis strategi koping tersebut tidak dapat membedakan tingkat resiliensi. Hasil
penelitian ini sejalan dengan pendapat Lazarus Folkman 1984, dimana strategi koping berfokus masalah dan strategi koping berfokus emosi sering terjadi secara
bersamaan. Pendapat ini juga didukung dari teori Smet 1994 yang menyatakan bahwa
reaksi terhadap situasi yang menekan bervariasi antara orang satu dengan yang lainnya ataupun dari waktu ke waktu pada orang yang sama. Selain itu Hollahan,
Moos, dan Schaefer dalam Sholichatun, 2011 berpendapat bahwa model coping dipandang sebagai hal yang bersifat kontekstual dan merupakan respon terhadap
situasi yang spesifik daripada sebagai sebuah sifat kepribadian. Lazarus dan Folkman 1984 mengungkapkan bahwa individu
menggunakan kedua jenis coping untuk berurusan dengan tuntutan internal maupun eksternal yang ditimbulkan oleh situasi pada kehidupan nyata.
5.9. Keterbatasan Penelitian