masing sebesar 12,18 ; 11,80 dan 11,58 menggunakan sektor konstruksi. Sementara sektor pertambangan menggunakan sektor konstruksi hanya sebesar
5,94 .
Tabel 5.4. Keterkaitan Sektor Konstruksi di Indonesia Tahun 2003 juta rupiah
Keterkaitan No. Sektor Ke Belakang Nilai
Ke Depan Nilai
1. Pertanian 0 571.264
2,19 2. Peternakan
0 11.853 0,05
3. Kehutanan 4.862.597
2,21 271.631 1,05
4. Perikanan 0 52.331
0,20 5. Pertambangan
10.234.518 4,66 1.546.095
5,94 6. Industri Pengolahan
112.603.499 51,37 1.327.865
5,10 7. Pengilangan Minyak Bumi
15.720.895 7,17 284.806
1,10 8. Industri Semen
14.274.875 6,51 17.335
0,06 9. Industri Dasar Besi dan Baja
5.299.271 2,41 2.842
0,01 10. Listrik, Gas dan Air Bersih
158.998 0,07 360.438
1,38 11. Bangunan
135.846 0,06 135.846
0,52 12. Perdagangan, Hotel dan
Restoran 32.112.480 14,60
3.166.494 12,18
13. Angkutan 4.787.868
2,18 3.067.619 11,80
14. Komunikasi 929.028
0,42 1.063.842 4,10
15. Lembaga Keuangan 5.957.468
2,71 315.494 1,21
16. Usaha Bangunan 8.889.745
4,05 3.010.808 11,58
17. Jasa-jasa 3.197.217
1,45 10.784.380 41,50
Total 219.164.305
100 25.990.943 100
Sumber: Tabel I-O Indonesia 2003, Klasifikasi 17 sektor diolah.
5.2. Analisis Dampak Penyebaran
Analisis dampak penyebaran berguna untuk mengetahui manfaat dari pengembangan suatu sektor terhadap sektor lainnya, dalam penelitian ini analisis
dampak penyebaran dibagi dua yang meliputi koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran. Indeks koefisien penyebaran menunjukkan kemampuan suatu sektor
untuk meningkatkan pertumbuhan sektor industri hulunya atau mengetahui manfaat dari pengembangan suatu sektor terhadap sektor lainnya dalam pasar
input. Sementara itu, indeks kepekaan penyebaran menunjukkan kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan sektor hilirnya yang menggunakan
output sektor tersebut.
Tabel 5.5. Analisis Dampak Penyebaran Perekonomian Indonesia Tahun 2003
No. Sektor
Koefisien Penyebaran Kepekaan Penyebaran
1. Pertanian 0,722
1,049 2. Peternakan
1,147 0,781
3. Kehutanan 0,753
0,608 4. Perikanan
0,788 0,610
5. Pertambangan 0,737
1,677 6. Industri
Pengolahan 1,302
2,691 7. Pengilangan
minyak bumi
0,913 0,972
8. Industri semen
0,913 0,593
9. Industri dasar besi dan baja
1,287 0,690
10. Listrik, gas dan air bersih
1,222 0,817
11. Konstruksi 1,311
0,679 12. Perdagangan, hotel dan
restoran 1,017 1,402
13. Angkutan 1,261
1,000 14. Komunikasi
0,814 0,691
15. Lembaga keuangan
0,818 0,937
16. Usaha bangunan
0,931 0,861
17. Jasa-jasa 1,066
0,941
Sumber: Tabel I-O Indonesia 2003, Klasifikasi 17 sektor diolah.
Pada Tabel 5.5. terlihat bahwa sektor yang memiliki nilai koefisien penyebaran terbesar adalah sektor konstruksi yaitu 1,311. Angka koefisien ini
menunjukkan bahwa sektor konstruksi mempunyai kemampuan untuk menarik pertumbuhan sektor hulunya sebesar nilai koefisien tersebut. Kemampuan yang
besar untuk menarik sektor hulu yang ditandai dengan nilai koefisien lebih besar dari satu juga dihasilkan oleh sektor peternakan, sektor industri pengolahan,
sektor industri dasar besi dan baja, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor angkutan dan sektor jasa-jasa. Sedangkan
sektor-sektor yang memiliki nilai koefisien kurang dari satu menunjukkan bahwa sektor tersebut kurang mampu untuk menarik pertumbuhan sektor hulunya.
Apabila dilihat dari nilai kepekaan penyebarannya, sektor yang memiliki kemampuan yang paling besar untuk mendorong pertumbuhan sektor hilir adalah
sektor industri pengolahan yaitu sebesar 2,691. Angka ini menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan memiliki kemampuan yang besar untuk mendorong
pertumbuhan sektor hilirnya. Sektor lain yang memiliki nilai kepekaan lebih besar dari satu atau dengan kata lain mampu mendorong pertumbuhan sektor hilirnya
adalah sektor pertanian, sektor pertambangan, sektor perdagangan, restoran dan hotel serta sektor angkutan. Sedangkan sektor konstruksi sendiri memiliki nilai
kepekaan sebesar 0,679, ini berarti sektor konstruksi hanya mampu mendorong sektor hilirnya sebesar nilai tersebut.
5.3. Analisis Multiplier