sektor-sektor yang memiliki nilai koefisien kurang dari satu menunjukkan bahwa sektor tersebut kurang mampu untuk menarik pertumbuhan sektor hulunya.
Apabila dilihat dari nilai kepekaan penyebarannya, sektor yang memiliki kemampuan yang paling besar untuk mendorong pertumbuhan sektor hilir adalah
sektor industri pengolahan yaitu sebesar 2,691. Angka ini menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan memiliki kemampuan yang besar untuk mendorong
pertumbuhan sektor hilirnya. Sektor lain yang memiliki nilai kepekaan lebih besar dari satu atau dengan kata lain mampu mendorong pertumbuhan sektor hilirnya
adalah sektor pertanian, sektor pertambangan, sektor perdagangan, restoran dan hotel serta sektor angkutan. Sedangkan sektor konstruksi sendiri memiliki nilai
kepekaan sebesar 0,679, ini berarti sektor konstruksi hanya mampu mendorong sektor hilirnya sebesar nilai tersebut.
5.3. Analisis Multiplier
Pada penelitian ini analisis multiplier yang dilakukan me;iputi multiplier dari sisi output, pendapatan dan tenaga kerja, masing-masing tipe I dan tipe II.
Multiplier tipe I dan tipe II digunakan untuk mengukur efek dari output, pendapatan maupun tenaga kerja masing-masing sektor perekonomian yang
disebabkan karena adanya perubahan dalam jumlah output, pendapatan dan tenaga kerja yang ada di suatu negara atau wilayah.
5.3.1. Multiplier Output
Multiplier output tipe I menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan permintaan akhir di suatu sektor sebesar satu satuan maka akan meningkatkan
output di seluruh sektor perekonomian sebesar nilai multiplier tersebut, sedangkan nilai multplier output tipe II menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan
konsumsi rumah tangga akibat adanya peningkatan permintaan akhir pada suatu sektor sebesar satu satuan maka akan meningkatkan output di seluruh
perekonomian sebesar nilai multipliernya. Pada Tabel 5.6 terlihat bahwa nilai multiplier output terbesar baik tipe I maupun tipe II dimiliki oleh sektor
konstruksi yang masing-masing bernilai 2,338 dan 2,823. Nilai multiplier output tipe I sektor konstruksi sebesar 2,338 hal ini
menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan permintaan akhir pada sektor konstruksi sebesar satu satuan akan meningkatkan output di seluruh sektor
perekonomian sebesar 2,388 satuan. Sementara itu, nilai multiplier output tipe II sektor konstruksi sebesar 2,823 menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan
konsumsi rumah tangga akibat adanya peningkatan permintaan akhir sebesar satu satuan pada sektor konstruksi akan meningkatkan output di seluruh perekonomian
sebesar 2,823 satuan.
5.3.2. Multiplier Pendapatan
Multiplier pendapatan tipe I menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan permintaan akhir di suatu sektor sebesar satu satuan maka akan meningkatkan
pendapatan di seluruh sektor perekonomian sebesar nilai multiplier tersebut, sedangkan nilai multplier pendapatan tipe II menunjukkan bahwa jika terjadi
peningkatan konsumsi rumah tangga akibat adanya peningkatan permintaan akhir pada suatu sektor sebesar satu satuan maka akan meningkatkan pendapatan di
seluruh perekonomian sebesar nilai multipliernya. Berdasarkan Tabel 5.6
diketahui nilai multiplier pendapatan terbesar diperoleh sektor industri dasar besi dan baja yaitu sebesar 3,163 untuk tipe I dan 3,675 untuk tipe II, sedangkan sektor
konstruksi menghasilkan nilai multiplier pendapatan tipe I sebesar 2,054. Angka tersebut menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan permintaan akhir pada
sektor konstruksi sebesar satu satuan maka akan meningkatkan pendapatan di seluruh perekonomian sebesar 2,054 satuan. Nilai multiplier pendapatan tipe II
sebesar 2,447 menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan konsumsi rumah tangga akibat adanya peningkatan permintaan akhir pada sektor konstruksi
sebesar satu satuan maka akan meningkatkan pendapatan di seluruh perekonomian sebesar 2,447 satuan.
5.3.3. Multiplier Tenaga Kerja Multiplier tenaga kerja tipe I dan tipe II menunjukkan perubahan tenaga
kerja yang terjadi sebagai akibat adanya peningkatan permintaan akhir dan peningkatan konsumsi rumah tangga di suatu sektor sebesar satu satuan maka
akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja di seluruh sektor perekonomian sebesar nilai multiplier tersebut, sedangkan nilai multplier pendapatan tipe II
menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan konsumsi rumah tangga akibat adanya peningkatan permintaan akhir pada suatu sektor sebesar satu satuan maka
akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja di seluruh perekonomian sebesar nilai multipliernya. Tabel 5.6 juga menyajikan nilai multiplier tenaga kerja,
dimana sektor konstruksi memperoleh nilai multiplier tenaga kerja sebesar 2,936. Angka tersebut menunjukkan bahwa jika permintaan akhir sektor konstruksi
meningkat sebesar satu satuan maka akan menciptakan lapangan kerja untuk
2,936 3 orang pada seluruh sektor perekonomian. Nilai multiplier tenaga kerja sektor konstruksi tipe II sebesar 3,732 menunjukkan bahwa jika terjadi
peningkatan konsumsi rumah tangga akibat adanya peningkatan permintaan akhir pada sektor konstruksi sebesar satu satuan maka akan meningkatkan penyerapan
tenaga kerja di seluruh sektor perekonomian sebanyak 3,732 4 orang. Sektor yang memiliki nilai multiplier tenaga kerja terbesar adalah sektor industri
pengolahan masing-masing 5,890 6 dan 7,119 7 orang untuk tipe I dan tipe II.
Tabel 5.6. Nilai Multiplier Output, Pendapatan dan Tenaga Keja di Indonesia Tahun 2003
Multiplier Output MultiplierPendapatan Multiplier Tenaga Kerja
No Sektor
Tipe I Tipe II
Tipe I Tipe II
Tipe I Tipe II
1. Pertanian 1,288 1,326 1,258
1,288 1,139
1,148 2. Peternakan
2,047 2,169 1,787 1,873
1,414 1,444
3. Kehutanan 1,343 1,443 1,447 1,541 1,133 1,159
4. Perikanan 1,405 1,450 1,391 1,432 1,197 1,210
5. Pertambangan 1,315
1,349 1,402
1,454 2,086 2,299
6. Industri Pengolahan
2,322 2,672 2,615 3,050 5,890 7,119
7. Pengilangan minyak bumi
1,629 1,701
1,916 2,034
1,917 2,098
8. Industri semen
1,628 1,781 1,442 1,557
1,509 1,680
9. Industri dasar besi
dan baja 2,296 2,576 3,163 3,675 5,265
6,482 10. Listrik, gas dan air
bersih 2,180 2,336
2,854 3,138
4,894 5,769
11. Konstruksi 2,338
2,823 2,054
2,447 2,936
3,732 12. Perdagangan,
hotel dan restoran 1,814
2,105 1,614
1,834 1,592
1,800 13. Angkutan
2,250 2,608
2,634 3,116
2,322 2,760
14. Komunikasi 1,452
1,628 1,498
1,685 1,324
1,466 15. Lembaga
keuangan 1,458 1,547 1,397 1,472 1,944
2,198 16. Usaha
bangunan 1,660
1,924 2,320 2,768 4,568 6,127
17. Jasa-jasa 1,901
2,808 1,396
1,778 1,717
2,446 Sumber: Tabel I-O Indonesia 2003, Klasifikasi 17 sektor diolah.
5.4. Analisis Investasi Sektor Konstruksi Terhadap Perekonomian