Deskriptif Analisa Histopatologi Analisa dan Penyajian Data

3.3.2 Pengambilan Contoh Air dan Sedimen

Data parameter lainnya seperti suhu, salinitas, pH, DO, logam berat Pb dan Cd merupakan data sekunder yang didapatkan dari Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah propinsi DKI Jakarta. Metode analisa, teknik serta alat yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 9.

3.4 Analisa dan Penyajian Data

3.4.1 Deskriptif

Keseluruhan data parameter kualitas perairan dan logam berat yang ada di sedimen, badan perairan maupun yang terkandung di dalam tubuh ikan alu-alu disajikan secara deskriptif. Data lapang yang didapat akan dibandingkan dengan nilai baku mutu perairan baik untuk perairan laut untuk wisata bahari, pelabuhan, maupun untuk biota. Nilai baku mutu yang digunakan berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut dan baku mutu standar internasional untuk sedimen mengacu pada Dutch Quality Standards for Metals in Sediments IADCCEDA 1997 .

3.4.2 Analisa Histopatologi

Disamping menganalisa besar kandungan logam berat yang terdapat dalam tubuh ikan, dilakukan pula analisa hasil foto histologi beberapa jaringan organ dalam seperti hati, daging, ginjal, limfa dan insang. Melalui cara ini maka dapat diketahui jenis-jenis kerusakan yang diakibatkan dari adanya penetrasi logam berat ke dalam tubuh ikan alu-alu. Disamping itu juga untuk mengetahui tingkat kerusakan sel-sel pada organ ikan alu -alu.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kandungan Pb dan Cd pada Perairan

Logam berat timah hitam Pb dan kadmium Cd yang terkonsentrasi pada badan perairan di keempat stasiun yang diamati rata -rata memiliki nilai konsentrasi yang masih berada di bawah batas yang dapat ditoleransi. Keberadaan kedua logam tersebut di sampel air yang diambil setelah dilakukan uji analisa dengan menggunakan alat Atomic Absorption Spectrophotometric AAS ternyata tak terdeteksi, dengan kata lain memiliki konsentrasi dibawah 0.0001 mgl batas deteksi alat yang digunakan. Menurut EPA 1987 yang diacu dalam Laws 1993 menyatakan bahwa batas konsentrasi maksimum logam berat timah hitam di perairan laut adalah sebesar 140 ppb dan untuk logam kadmium 43 ppb. Sedangkan nilai baku mutu kandungan logam berat timah hitam di perairan untuk kehidupan biota laut yang masih ditolerir menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51Men KLHI2004 adalah sebesar 0.008 ppm dan untuk kadmium adalah 0.001 ppm. Sepintas hal ini mungkin menunjukkan bahwa di perairan Teluk Jakarta tidak tercemar oleh logam berat timah hitam maupun kadmium, jika hanya dilakukan analisa contoh air laut yang berada di badan perairan. Konsentrasi logam timah hitam yang tidak terdeteksi di badan perairan diduga karena terlalu banyaknya logam timah hitam yang masuk ke perairan secara terus menerus kontinuitas tinggi namun keberadaannya akan terakumulasi di dalam sedimen atau dengan kata lain logam timah hitam akan mengalami pengendapan. Menurut Leckie dan James 1974 yang diacu dalam Connel dan Miller 1995, logam yang terdapat di perairan dalam bentuk terlarut biasanya merupakan ion-ion sederhana maupun ion kompleks, kelat, atau komple ks organo-logam yang tidak terionisasi. Namun begitu beberapa faktor seperti pH; jenis dan kepekatan ligan dan zat-zat pengkelat; keadaan oksidasi komponen mineral dan lingkungan redoks, akan turut mempengaruhi kelarutan logam berat di suatu perairan. Namun diasumsikan pula bahwa keberadaan arus dan gelombang air laut yang kuat di sekitar lokasi pengamatan juga berperan dalam menentukan keberadaan logam timah hitam di badan perairan. Hal ini dikarenakan arus dapat mengaduk massa air yang ada di