Bioakumulasi Pb dan Cd pada Ikan Alu-alu

sedimen diduga karena tidak terjadi pembuangan limbah lumpur dari beragam sumber pencemaran seperti dari industri cat dan plastik, kegiatan penambangan, kegiatan ekstraksi dan pengolahan logam Zn, maupun kegiatan-kegiatan industri lainnya yang berada disekitar perairan yang berpotensi menimbulkan pencemaran di perairan Teluk Jakarta. Padahal apabila dilihat dari sifat logam kadmium itu sendiri yang cenderung untuk mengendap ke dasar perairan seharusnya logam tersebut banyak terakumulasi di dasar perairan. Secara alami logam-logam berat biasanya tidak akan hilang dari ekosistem perairan dan akan cenderung untuk mengakumulasi di sedimen Fostner dan Wittman 1983. Kemungkinan rendahnya konsentrasi logam kadmium dalam sedimen mengacu kepada Fostner dan Wittman 1983 kontaminasi logam kadmium memang tidak seluas logam-logam lainnya seperti merkuri, namun begitu sama berbahayanya bagi manusia. Hal ini dikarenakan menurut Fasset dan Don 1962 yang diacu dalam Yoga dan Sudarso 1997 bahwa keracunan logam berat kadmium dapat menyebabkan pengaruh pada sekresi kelenjar ludah, muntah yang berkelanjutan, sakit perut, vertigo, diare bahkan dapat hilang kesadarannya apabila seseorang mengkonsumsi ikan yang telah terakumulasi oleh logam berat kadmium cukup banyak.

4.3 Bioakumulasi Pb dan Cd pada Ikan Alu-alu

Data kandungan logam berat timah hitam pada ikan alu-alu yang diperoleh menunjukkan bahwa akumulasi konsentrasi terbesar terdapat pada organ limfa yaitu sebesar 9.1241 mgkg. Akumulasi terbesar kedua dan berikutnya berturut- turut terdapat pada organ daging dengan nilai 3.4483 mgkg, organ insang 3.2258 mgkg, hati 3.0260 mgkg, dan terakhir organ ginjal yang memiliki konsentrasi logam berat timah hitam paling kecil diantara organ-organ lainnya yaitu sebesar 2.8217 mgkg Gambar 6. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Limfa Daging Insang Hati Ginjal Konsentrasi Timah Hitam mgkg Gambar 6. Kandungan logam Pb pada organ ikan alu-alu. Konsentrasi logam timah hitam yang tertinggi terdapat pada organ limfa, diduga karena sistem metabolisme tubuh mengenali logam berat timah hitam yang masuk ke dalam tubuh sebagai suatu zat asing, sehingga saat terjadi proses filtrasi darah maka logam Pb akan tersaring dalam plasma limfa sistem limfatik untuk selanjutnya dikeluarkan dari tubuh. Hal tersebut sejalan dengan fungsi utama organ limfa itu sendiri yaitu sebagai organ pertahanan atau kekebalan tubuh immune system yang memproduksi antibodi Hibiya 1982; Banks 1986 maupun sebagai tempat untuk memproduksi sel-sel darah putih defensive cells dan sel-sel darah merah eritrosit; mentransportasikan berbagai materi yang terlarut dalam plasma limfa; menyaring darah dan plasma limfa; menghancurkan sel-sel fagositosis; serta mengeluarkan substansi asing, sel darah putih yang sudah mengalami degenerasi, maupun bakteri yang masuk ke dalam darah dan tersaring oleh plasma limfa Copenhaver e t al., 1978. Konsentrasi logam berat pada limfa dengan nilai hampir dua kali lipat dibandingkan konsentrasi logam pada organ dalam lainnya diduga karena ikan alu-alu tersebut masih memiliki sistem limfatik yang masih bagus. Hal ini sejalan dengan Banks 1986 yang menyatakan bahwa, jika di dalam plasma limfa banyak substansi asing yang tidak diperlukan proses metabolisme tubuh ikut tersaring dari darah, maka hal tersebut menunjukkan bahwa fungsi sistem limfatik tubuh - sebagai organ yang berfungsi sebagai penyaring atau filtrasi dan menjaga sistem immunitas - masih dalam kondisi bagus di dalam menjalanka n fungsinya. Fungsi hati juga tidak jauh berbeda dari sistem limfatik, yaitu diantaranya metabolisme lemak, karbohidrat, protein, dan vitamin berlebih yang terdapat dalam darah Copenhaver et al., 1978; memproduksi serum protein dan lipoprotein Copenhave r et al., 1978; biotransformasi substansi toksik, senyawa kimia obat-obatan, dan hormon yang dianggap racun baik karena keberadaannya sudah tidak diperlukan oleh sistem metabolisme tubuh, maupun dikarenakan keberadaannya dapat membahayakan organisme tersebut dalam hal ini adalah ikan alu-alu Banks 1986; mengeluarkan pigmen warna bilirubin pada kantung empedu Banks 1986. Tingginya logam Pb pada organ hati diduga karena sifat organ hati itu sendiri yang cenderung untuk mengakumulasikan semua hasil filtrasi substansi asing yang berasal dari darah Banks 1986. Namun penimbunan senyawa toksik dalam hati tidak akan berlangsung lama, proses pengeluaran dari dalam tubuh akan terjadi saat tubuh menganggap tingkat akumulasi dalam hati sudah berada pada tingkat kritis. Hal ini diduga dapat menjelaskan konsentrasi timah hitam pada organ hati yang tidak setinggi pada limfa. Konsentrasi kedua tertinggi yaitu pada daging, diduga karena ikan alu-alu mengkonsumsi ikan-ikan kecil prey, krustasea seperti kepiting, lobster, dan udang – yang notabene memiliki trofik level lebih rendah dari ikan alu-alu, dengan kandungan logam berat yang tinggi dalam tubuhnya. Terkait juga dengan rantai makanan yang ada, ikan alu-alu sebagai ikan predator karnivor dengan trofik level paling tinggi pada jenis ikan, tentunya akan mengakumulasi logam berat yang berasal dari mangsa-mangsanya yang berupa ikan-ikan kecil Newman 1991. Hal tersebut sejalan dengan keberadaan logam berat Pb yang rendah pada perairan, dikarenakan menurut Newman 1991 apabila logam berat yang terkandung di dalam perairan rendah maka yang akan sangat berperan di dalam proses pengambilan up-take logam berat tersebut adalah melalui rantai makanan. Namun jika logam berat yang ada pada perairan tinggi, maka insang ikan akan dominan berperan di dalam proses pengambilan logam berat. Pada insang juga ditemukan konsentrasi logam berat yang tinggi. Hal ini terkait dengan fungsi insang ikan yaitu sebagai osmoregulator, respirator, dan ekskretor Hughes et al., 1973. Pola tingkah laku ikan alu-alu yang termasuk ke dalam ikan pelagis besar ini selalu bergerak cepat di kolam perairan laut yang luas, sehingga bukan tidak mungkin bagi ikan ini bergerak ke berbagai kolom perairan yang telah tercemar logam berat timah hitam me ngingat sangat kecilnya kandungan logam berat timah hitam di kolom perairan yang ada di beberapa stasiun yang diteliti. Proses pengambilan up-take logam berat dari perairan melalui insang sangat tergantung dari fungsi ventilation yaitu masuknya sejumlah air ke dalam insang sebagai akibat dari kontraksi otot filamen insang, dan juga kinerja mekanisme pompa operkulum yang akan menyedot air dari luar untuk masuk ke dalam rongga antara operkulum dan insang Hughes et al., 1973. Namun ikan pelagis tidak memiliki fase pernafasan yang cepat, terkait juga dengan tingkah laku ikan alu-alu yang termasuk ikan perenang cepat. Besarnya volume air yang masuk akan sangat tergantung dari ukuran bukaan mulut ikan dan bukaan operkulum Brown dan Muwir 1970 yang diacu da lam Hughes et al., 1973. Konsentrasi logam timah hitam yang tinggi pada ginjal disebabkan karena fungsi ginjal itu sendiri yaitu sebagai organ pengekskresi sisa metabolisme yang berupa urin, sehingga sisa metabolisme yang mengandung bahan pencemar logam berat juga akan dikeluarkan dari tubuh. Menurut Banks 1986, secara umum mekanisme proses filtrasi yang terjadi dalam organ ginjal terdiri dari: penyaringan glomerular, penyerapan kembali re-absorption pada bagian tubular ginjal, serta sekresi tubular. Pada mekanisme penyaringan glomerular, sebanyak 60.000 ml darah akan disaring setiap harinya. Substansi dengan berat molekul 5000 ìg akan mudah melewati glomerulus tidak ikut tersaring. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses filtrasi glomerulus adalah permeabilitas permukaan glomerular, tekanan hidrostatik saluran darah, dan tekanan osmotik koloid darah. Substansi yang tidak tersaring pada glomerular filtration akan dilakukan penyerapan kembali secara aktif melalui transpor aktif seperti pada glukosa, asam amino dan sodium, maupun melalui transpor pasif yaitu seperti air dan urea. Transpor aktif memiliki batas maksimum mekanisme penyerapan, jika sudah melebihi dari batas, maka substansi tidak akan dilakukan penyerapan kembali. Proses re-absorpsi dipe ngaruhi oleh parathormone, hormon aldosteron, dan antidiuretic hormone ADH. Proses selanjutnya adalah pengeluaran substansi yang sudah tidak dapat dimanfaatkan melalui urin. Perolehan data dari hasil analisa AAS sampel dari beberapa organ dalam pada ika n alu -alu menunjukkan bahwa ikan tersebut sudah tercemar oleh logam kadmium Gambar 7. 0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30 Hati Ginjal Daging Insang Limfa Konsentrasi Kadmium mgkg Gambar 7. Kandungan logam Cd pada organ ikan alu-alu. Kandungan logam berat kadmium pada ikan alu-alu dengan konsentrasi terbesar adalah pada organ hati yaitu sebesar 0.26 mgkg, selanjutnya pada organ ginjal sebesar 0.1418 mgkg, organ daging 0.1183 mgkg, organ insang 0.1028 mgkg, terakhir adalah organ limfa dengan jumlah konsentrasi terkecil diantara organ lainnya yaitu sebesar 0.0723 mgkg. Konsentrasi logam kadmium yang tinggi pada hati merupakan hal yang wajar, mengingat salah satu fungsi dari organ hati itu sendiri yaitu melakukan metabolisme dan mengeluarkan zat-zat asing yang ada di dalam tubuh ikan termasuk di dalamnya logam berat yang terdapat dalam jumlah yang melebihi keperluan tubuh dalam fungsi metabolismenya. Menurut Heath 1987, apabila di dalam tubuh ikan sudah terlalu banyak terkonsentrasi logam berat namun laju metabolisme untuk mengekskresikan zat-zat sisa tidak sebanding dengan besarnya laju akumulasi substansi toksik, maka zat-zat tersebut akan ditampung terlebih dahulu di dalam organ hati untuk selanjutnya akan dikeluarkan dari tubuh. Pada dasarnya makhluk hidup tetap membutuhkan keberadaan logam berat di dalam menjalankan fungsi metabolisme tubuhnya, hanya saja dalam konsentrasi yang sangat sedikit. Jika kekurangan dalam jumlah yang cukup maka tubuh pun akan mengalami defisiensi, namun jika berlebihan dapat bersifat racun bagi tubuh Owen 1985. Organ ginjal menempati posisi kedua terbesar setelah organ hati yaitu dengan konsentrasi kadmium sebesar 0.1418 mgkg. Fungsi ginjal itu sendiri adalah sebagai organ yang akan mengekskresikan zat-zat sisa metabolisme yang terbawa bersama darah lalu akan dikeluarkan dari tubuh dalam bentuk urin. Banyaknya zat-zat sisa yang harus dikeluarkan oleh ginjal pun akan meningkatkan kinerja ginjal itu sendiri. Namun menurut Heath 1987, proses ekskresi logam berat melalui organ ginjal tidak terjadi dalam waktu singkat melainkan akan diakumulasikan terlebih dahulu. Hal tersebut terkait dengan besar maupun berat molekul logam berat itu sendiri yang cenderung akan membuat kinerja ginjal meningkat Banks 1986. Pada daging terdapat konsentrasi logam kadmium sebesar 0.1183 mgkg. Hal ini dikarenakan logam yang masuk ke dalam tubuh ikan melalui insang maupun melalui makanan akan dicerna di dalam saluran pencernaan untuk selanjutnya akan didistribusikan dan akan ikut ke dalam bentuk daging di seluruh bagian tubuh ikan, namun perlu diketahui bahwa logam berat tidak akan ikut terkonversi menjadi daging. Hal tersebut dikarenakan unsur dalam nutrisi yang mengalami metabolisme tubuh adalah unsur C karbon, H hidrogen, O oksigen dan N nitrogen. Diniah 1995 mengatakan bahwa, logam berat akan banyak diakumulasikan dalam usus, kulit dan bagian ekor ikan. Sehingga menurutnya dianjurkan dalam mengkonsumsi ikan-ikan laut sebaiknya bagian tubuh tubuh tersebut tidak dimakan. Konsentrasi logam kadmium pada insang adalah sebesar 0.1028 mgkg. Jika suatu perairan terkontaminasi logam kadmium maka organ seperti kulit dan insang akan cenderung mengakumulasinya terlebih dahulu baru kemudian mengekskresikannya Heath 1987. Insang akan terstimulasi untuk memproduksi sel-sel klorida yang akan mengeluarkan lendir mucus sebagai respon osmoregulasi yang juga akan mengeluarkan logam berat dari tubuh ikan Hughes et al ., 1973. Hal ini diduga ada hubungannya dengan sistem pernafasan merupakan jaringan yang menghubungkan langsung antara ikan dengan lingkungan akuatik, dimana permukaannya hanya terdiri dari selapis tipis sel epitelium yang menjadi pembatas antara sistem sirkulasi darah ikan dengan air Eller 1975 yang diacu dalam Mallins dan Jensen 1992. Namun seiring dengan produksi lendir terutama pada kulit akan memberi efek juga berupa pencegahan terabsorbsinya logam berat untuk masuk ke dalam tubuh melalui kulit. Hal ini dikarenakan lendir itu sendiri memiliki kerapatan massa jenis yang tinggi sehingga sukar untuk terjadinya pertukaran zat baik dari lingkungan ke dalam tubuh maupun sebaliknya, sehingga keberadaan lendir justru akan membuat logam berat menempel pada lendir yang lengket dan mengakumulasinya Heath 1987. Logam berat yang banyak menempel pada lendir akan dengan sendirinya ikut terlepas bersamaan lepasnya le ndir dari kulit maupun insang ikan, dikarenakan ikan akan terus memproduksi lendir selama kondisi lingkungan masih terpapar logam berat Heath 1987. Pada dasarnya semua proses ekskresi tersebut terkait dengan “depuration rate ” atau laju pemurnian yang merupakan lamanya waktu yang diperlukan dalam proses pengeluaran zat-zat kimia yang ada dalam tubuh ikan tersebut. Nilainya dapat diketahui dari proses bio-assay yaitu dengan cara menempatkan ikan yang berasal dari perairan senyawa toksik ke dalam lingkungan perairan baru yang belum tercemar, lalu dalam kurun waktu tertentu dilakukan pengukuran untuk mengetahui kandungan senyawa toksik yang telah dikeluarkan melalui metabolisme tubuh ikan Wikipedia 2005. Menurut Riani komunikasi pribadi 2006 mengatakan bahwa proses pengeluaran logam ini dilihat juga dari keberadaannya di dalam tubuh. Jika logam sudah berikatan menjadi gugus sulfidril atau berikatan dengan enzim, maka proses detoksifikasi menjadi lebih sulit jika dibandingkan apabila logam tersebut masih dalam keadaan bebas. Laju pemurnian tersebut berbeda -beda pada masing-masing organ tubuh, hal ini terkait juga dengan besar ukuran tubuh ikan tersebut. Laju pemurnian zat-zat sisa seluruh tubuh pada ikan yang memiliki ukuran badan lebih kecil akan mengalami proses yang lebih cepat jika dibandingkan dengan ikan berukuran tubuh besar. Jika dikaitkan dengan laju metabolisme tubuh, maka laju pemurnian akan sejalan berbanding lurus. Laju metabolisme ikan kecil lebih besar dari ikan-ikan yang memiliki ukuran tubuh besar, hal tersebut dikarenakan adanya perbedaan di dalam volume tubuh ikan Schaepercalus 1933 yang diacu dalam Hoar et al., 1969. Sebagai perbandingan adalah ikan carper dengan berat 12 gram membutuhkan energi sebesar 24.48 kcal dalam waktu 24 jamkg berat badan, sedangkan ikan dengan berat 600 gram hanya memerlukan energi sebesar 7.97 kcal. Konsumsi oksigen ikan kecil per unit berat badan yang tinggi juga membuktikan bahwa semakin besar juga kalori yang dikeluarkan Schaepercalus 1933 yang diacu dalam Hoar et al., 1969. Akumulasi logam berat timah hitam dan kadmium yang tinggi pada ikan alu-alu jika dikaitkan dengan keberadaannya pada rantai makanan yaitu sebagai ikan konsumen tingkat II pemakan daging atau dikenal sebagai ikan karnivora, tentunya dapat menjelaskan proses akumulasi yang terjadi. Gambar 8 berikut merupakan contoh rantai makanan dari logam berat merkuri Hartung 1972 yang diacu dalam Forstner dan Wittman 1983. Gambar 8. Rantai makanan logam kadmium Hartung 1972 yang diacu dalam Forstner dan Wittman 1983. ALGAE ZOOPLANKTON SEDIMEN H 2 O PARTIKEL TERSUSPENSI DEKOMPOSER IKAN-IKAN KECIL IKAN-IKAN PREDATOR MANUSIA Jalur pemanfaatan Jalur kematian Diawali dengan ikan-ikan herbivora kecil yang mengkonsumsi fitoplankton, zooplankton, maupun algae yang sudah tercemar logam berat timah hitam dalam sistem jaringannya sebagai akibat dari terpaparnya organisme di dalam perairan yang mengandung kontaminan logam berat. Selanjutnya ikan-ikan kecil tersebut akan dimakan oleh ikan-ikan karnivora yang trofik levelnya berada diatas ikan herbivora, demikian seterusnya hingga kemungkinan terjadinya biomagnifikasi - suatu penumpukkan biomassa logam berat dalam tubuh organisme yang terkait dengan adanya proses rantai makanan, adalah sangat besar. Organisme tingkat tinggi seperti manusia adalah yang paling dirugikan, hal ini terjadi karena manusia adalah rantai konsumen terakhir yang akan mendapatkan akumulasi logam berat terbesar dari keseluruhan rantai makanan yang ada. Sebagai perbandingan, maka digunakan juga data kandungan logam berat pada ikan-ikan maupun organisme laut lainnya yang pernah diteliti di perairan Teluk Jakarta. Data tersebut dapat dilihat pada tabel-tabel berikut ini : Tabel 12. Konsentrasi Pb ppm pada beberapa jenis ikan di Teluk Jakarta Petek Leiognathus sp. Beloso Saurida tumbil Lidah Cynoglossus sp. Jenaha Lutjanus sp Kepiting Scylla serrata Daging 1.0679 2.4954 0.5517 0.4545 0,5261 Insang 7.7493 4.7692 1.8105 5.6250 4,3581 Sumber: Diniah 1995 Tabel 13. Konsentrasi Cd ppm pada beberapa jenis ikan di Teluk Jakarta Petek Leiognathus sp. Beloso Saurida tumbil Lidah Cynoglossus sp. Jenaha Lutjanus sp Kepiting Scylla serrata Daging 1.8016 3.0553 0.5901 0.2902 0,7857 Insang 4.6378 4.3953 1.6555 3.49 2,0218 Sumber: Diniah 1995 Tabel 14. Konsentrasi Pb dan Cd kerang hijau Perna viridis di Teluk Jakarta Jenis logam Konsentrasi ppm Hepatopankreas Pb 2.7709 Insang Pb 6.1350 Daging Pb 5.5351 Rataan 4.8136 Hepatopankreas Cd 0.2494 Insang Cd 0.2065 Daging Cd 0.5357 Rataan 0.3305 Sumber: Armanesa 2005 Tabel 15. Konsentrasi Pb dan Cd ikan sokang Triacanthus nieuhofii di Teluk Jakarta Stasiun Jenis logam Konsentrasi ppm 1 Pb 9.5565 2 Pb 4.5109 3 Pb 3.2883 Rataan 5.7852 1 Cd 0.2791 2 Cd 0.2517 3 Cd 0.0725 Rataan 0.2011 Sumber: Bangun 2005 dan Raditya 2005 Secara umum dari data konsentrasi logam Pb dan Cd yang ada menunjukkan bahwa konsentrasi logam-logam berat tersebut yang terdapat pada berbagai jenis ikan di Teluk Jakarta berada pada tingkatan konsentrasi yang membahayakan kesehatan apabila terkonsumsi oleh manusia. Bahkan pada beberapa jenis ikan pelagis kecil seperti ikan petek Leiognathus sp. dan ikan sokang Triacanthus nieuhofii, kandungan logam Pb dan Cd yang terdapat pada tubuhnya justru lebih besar dari kandungan logam serupa yang terdapat dalam ikan alu-alu. Begitu pula yang terjadi pada jenis kerang hijau Perna viridis. Pada ikan-ikan pelagis kecil lainnya seperti ikan beloso Saurida tumbil, ikan lidah Cynoglossus sp., ikan jenaha Lutjanus sp., serta jenis krustasea seperti kepiting Scylla serrata masing-masing memiliki kandungan logam kadmium yang lebih besar dari yang terakumulasi pada tubuh ikan alu-alu, namun ikan-ikan termasuk kepiting tersebut memiliki konsentrasi logam timah hitam yang lebih kecil dari ikan alu-alu. Akumulasi yang lebih besar lagi akan terjadi jika ikan- ikan pelagis kecil tersebut dimangsa oleh ikan dengan trofik level yang lebih tinggi. Dalam hal ini jika dilihat dari aspek biologis dan kebiasaan hidup ikan alu-alu yang akan memangsa ikan-ikan kecil maupun organisme jenis krustasea, dan cephalopoda, maka diduga ikan-ikan pelagis kecil tersebut maupun kepiting yang ada di perairan Teluk Jakarta merupakan mangsa prey ikan alu -alu yang menyebabkan akumulasi logam berat yang tinggi dalam tubuhnya. Namun hal yang menjadi perhatian disini adalah kerang hijau Perna viridis - yang notabene merupakan organisme yang hidupnya menetap sesille dan mempunyai sifat akumulasi terhadap substansi-substansi beracun termasuk di dalamnya logam berat, memiliki kandungan logam Pb maupun Cd yang tinggi pada organ-organ seperti hepatopankreas, insang, dan daging. Hal tersebut juga membuktikan kalau pencemaran yang terjadi di Teluk Jakarta memang sudah berada dalam kondisi memprihatinkan dan memerlukan penanganan yang lebih lanjut terhadap upaya pengendalian pencemaran yang terjadi.

4.4 Respon Histopatologis Organ Dalam Ikan Alu-alu Terhadap Logam