50
keterampilan motorik kasar, mampu meningkatkan konsentrasi, koordinasi otot-otot dan percaya pada diri sendiri, sehingga dapat menghindari
terjadinya kecelakaan, seperti jatuh, terbentur, kehilangan keseimbangan atau ragu-ragu dalam gerakan.
3 Hasil penelitian yang dilakukan Rudiyati 2010 dalam jurnal asesmen dan
intervensi anak berkebutuhan khusus JASSI ANAKKU tentang „Pembelajaran Membaca dan Menulis Braille Permulaan pada Anak
Tunanetra‟ disimpulkan bahwa sebelum siswa tunanetra diperkenalkan dengan papan hurufbaca atau
“Reken Plank” guru telah melatih terlebih dahulu kepekaan dria taktual mereka dengan menggunakan bahan-bahan
limbah dan peralatan yang dapat digunakan untuk melatih kepekaan dria taktual siswa tunanetra. Bahan-bahan limbah dan peralatannya yaitu:
potongan kain sutera, katun, wool, lurik; kertas amplas yang berbeda teksturnya; biji-bijian; dan barang-barang limbah lain yang dapat
dimanfaatkan untuk melatih kepekaan taktual siswa tunanetra.
2.5 Kerangka Berfikir
Anak tunanetra sebenarnya seperti anak normal pada umunya, keterbatasan penglihatan membuat mereka tidak mampu mencapai aspek-aspek
perkembangan seperti anak normal. Ketidakmampuan anak tunanetra untuk mencapai tingkat perkembangan seperti anak normal dikarenakan kurangnya
pembiasaan, latihan dan stimulasi. Termasuk yang paling utama yaitu aspek perkembangan motorik, ketunanetraan mereka membuat anak tidak percaya
51
diri, ragu-ragu dan takut untuk melakukan aktivitas motorik. Kenyataannya anak tunanetra memiliki fisik pertumbuhan fisik seperti anak normal, namun
dikarenakan ketidakpercayaan diri dan kurangnya latihan stimulasi membuat perkembangan motorik anak terhambat.
Hal tersebut telah diintervensi dalam dunia pendidikan, anak-anak dengan gangguan penglihatan berkembang lebih baik ketika mereka masuk di
dalam dunia pendidikan. Berbagai program guru lakukan untuk menjembatani kemampuan anak menyeimbangi anak normal. Permasalahan yang masih
sering dijumpai dalam pendidikan khusus yaitu keterbatasan media. Media seringkali tidak sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak.
Kenyataan anak tunanetra memerlukan media yang mampu mereka gunakan untuk aktivitas motorik, media yang mampu digunakan untuk bermain bersama
interaksi sosial sebagai upaya meningkatkan kepercayaan diri dan mengurangi rasa takut untuk melakukan aktivitas-aktivitas motorik lainnya
serta media yang sesuai karakter, tingkat perkembangan dan kebutuhan anak. Pengembangan media pembelajaran berupa bola tangkup dapat
digunakan sebagai upaya untuk membantu guru menstimulasi atau memberikan latihan-latihan kegiatan fisik motorik kepada anak yang menarik dan
menyenangkan sesuai kebutuhan dan tingkat perkembangan anak serta memiliki manfaat praktis, sosial dan inovatif. Sehingga pada akhirnya
perkembangan motorik anak tunanetra dapat sesuai dengan tingkat perkembangan motorik usia kronologis seperti anak normal.
52
Praktis
Kerangka berfikir di atas dapat digambarkan sebagai berikut:
Anak Tunanetra Motorik
Keterbatasan koordinasi
motorik Bola
Tangkup Media Motorik
taktil
Manfaat
Sosial Inovatif
Media stimulasi motorik
Modifikasi bola untuk tunanetra
Mengakomodasi marginal bagi
penyandang tunanetra
Gambar 2.15 Kerangka Berfikir Pengembangan Bola Tangkup
Perkembangan motorik anak tunanetra sesuai dengan tingkat
perkembangan motorik pada usia kronologis
53
2.6 Model Hipotetik