C, dan dapat dibuat menjadi lembaran film yang transparan Kurniawan RA, 2010; Pranamuda, 2009.
2.5 Metode Pembuatan Bioplastik
Kemampuan suatu bahan dasar dalam pembuatan film plastik dapat diterangkan melalui fenomena fase transisi gelas. Pada fase tertentu di antar fase cair
dengan padat, massa dapat dicetak atau dibentuk menjadi suatu bentuk tertentu pada suhu dan kondisi lingkungan tertentu. Fase transisi gelas biasanya terjadi pada bahan
polimer. Sedangkan suhu dimana fase transisi gelas terjadi disebut sebagai titik fase gelas glassy point. Pada suhu tersebut bahan padat dapat dicetak menjadi suatu
bentuk yang dikehendaki, misalnya bentuk lembaran tipis film kemasan. Istilah plastik meliputi produk hasil proses polimerisasi baik yang sintesis
maupun semisintesis. Plastik dapat dibentuk menjadi suatu objek, film, ataupun serat Anonim, 2006. Menurut Allcock dan Lampe 1981, film plastik dapat dibuat
melalui dua teknik dasar yang berbeda, yaitu solution casting atau molten polymer. Pada pembuatan film plastik dengan teknik solution casting, bahan polimer dilarutkan
ke dalam pelarut yang cocok untuk menghasilkan larutan yang viskos. Larutan yang dihasilkan dituang pada suatu permukaan yang rata cetakan yang bersifat non-adesif
dan pelarut dibiarkan menguap sampai habit. Film plastik yang sudah kering kemudian diangkat dari cetakannya. Teknik molten polymer dilakukan dengan cara
pemanasan polimer sampai di atas titik lelehnya Allcock dan Lampe, 1981. Masih menurut Allcock dan Lampe 1981, teknik solution casting menjadi
Universitas Sumatera Utara
pilihan yang cepat dan mudah untuk dilakukan pada skala laboratorium. Pemilihan jenis pelarut yang cocok dengan bahan polimer menjadi faktor penting yang perlu
diperhatikan. Teknik solution casting dilakukan dengan membuat larutan polimer 20 bv
untuk menghasilkan larutan dengan viskositas yang sesuai. Pengadukan diperlukan untuk mempercepat kelarutan, misalnya pengadukan dengan strirrer Allcock dan
Lampe, 1981. Allcock dan Lampe 1981 menambahkan bahwa apabila larutan polimer perlu disaring sebelum proses casting, maka dapat dilakukan penyaringan
vakum karena larutan terlalu viskos. Pada skala laboratorium, proses solution casting dapat dilakukan pada plat kaca atau cawan gelas.
2.6
Menurut Wu dan Bates 1972 dalam Sutanto 1998, mekanisme pembentukan film protein terjadi karena polimerisasi endotermik dan denaturasi
protein akibat pemanasan yang diikuti dehidrasi permukaan. Mekanisme polimerisasi melibatkan molekul disulfida dan ikatan hidrofobik. Pemanasan menyebabkan
struktur tiga dimensi protein antara sulfhidril dan rantai sisi hidrofobik sehingga rantai protein yang tidak melipat akan saling mendekat satu dengan yang lainnya dan
saling berhubungan lewat ikatan disulfida dan hidrofobik Fukushima dan Van Burren, 1970 dalam Sutanto, 1998.
Mekanisme Pembentukan Film
Menurut Cheflet et al, 1985 dalam Sutanto, 1998 denaturasi protein adalah bentuk modifikasi konformasi protein yang tidak diikuti oleh pemutusan ikatan
Universitas Sumatera Utara
peptida yang ada pada struktur primernya. Selama denaturasi rantai protein akan terbuka sehingga memungkinkan pembentukan jaringan matriks baru yang lebih
kompak dan dapat berinteraksi dengan komponen lain. Pada saat larutan dipastikan telah homogen, poliester amida ditambahkan yang berfungsi untuk mengatasi sifat
rapuh film. Dengan adanya penambahan poliester amida, maka gugus hidrogen dari poliester amida akan berikatan dengan gugus amida dari protein sehingga kekuatan
intermolekuler antar rantai protein akan berkurang dan mobilitas polimer akan meningkat sehingga fleksibilitas akan meningkat pula Sutanto, 1998.
Struktur film merupakan matriks protein yang dibentuk oleh interaksi- interaksi protein yang dikatalisis oleh panas dengan ikatan disulfida, hidrogen, dan
hidrofobik sebagai kekuatan asosiasi dalam jaringan film Famum et al, 1976 dalam Sutanto, 1998. Ikatan disulfida terbentuk melalui pertukaran ion disulfida dan reaksi
oksidasi ion yang diindikasi oleh adanya panas. Ikatan ini akan membentuk struktur tiga dimensi. lkatan hidrogen berperan dalam peningkatan viskositas dan stabilisasi
struktur gel, sedangkan ikatan hidrofobik berperan dalam pengerasan struktur gel dan stabilisasi.
Universitas Sumatera Utara
2.7 Gliserol