Limbah Industri Tahu Penggunaan Poliester Amida Pada Bioplastik Protein Kedelai Dari Limbah Padat Industri Tahu dengan Gliserol sebagai Bahan Pemlastis

Sifat fungsional protein adalah sifat fisik dan kimia yang memungkinkan protein menyumbang karakteristik yang diinginkan pada makanan. Sifat-sifat fungsional protein yang dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok utama, yaitu 1 sifat hidrasi berhubungan dengan interaksi protein-air seperti daya ikat air, kebasahan, swelling, daya lekat, kekentalan, kelarutan; 2 sifat yang berhubungan dengan interaksi protein-protein seperti pembentukan gel, dan 3 sifat-sifat permukaan seperti emulsifikasi Cheftel et al., 1985 dalam Sutanto, 1998. Sifat fungsional protein ini dipengaruhi oleh faktor intrinstik, faktor lingkungan, dan perlakuan selama proses. Protein kedelai menjadi pilihan yang baik sebagai bahan baku film plastik karena polimer asam amino ini berisi 20 asam amino yang pada rantai samping, rantai akhir, atau rantai utamanya dapat menampung gugus fungsi. Gugus fungsi seperti amida, hidroksil, dan karboksil dapat berinteraksi dengan berbagai bahan pemlastis.

2.3 Limbah Industri Tahu

Industri tahu pada umumnya dibagi menjadi dua bentuk limbah, yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah padat ini berupa kotoran hasil pembersihan kedelai batu, tanah, kedelai, dan benda padat lain yang menempel pada kedelai dan sisa saringan bubur kedelai yang disebut dengan ampas tahu. Ampas tahu merupakan hasil ikutan dari proses pembuatan tahu. Limbah padat industri tahu meliputi ampas tahu yang diperoleh dari hasil pemisahan bubur kedelai. Ampas tahu masih mengandung protein yang cukup tinggi sehingga masih Universitas Sumatera Utara bisa dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak dan ikan. Akan tetapi kandungan air ampas tahu yang masih tinggi merupakan penghambat sebagai pakan ternak. Salah satu sifat dari ampas tahu ini adalah mudah tengik basi dan tidak tahan lama dan menimbulkan bau busuk kalau tidak cepat dikelola. Pengeringan merupakan salah satu jalan untuk mengatasinya. Pengeringan juga mengakibatkan berkurangnya asam lemak bebas dan ketengikan sehingga memperpanjang umur simpan Kaswinarni, 2007. Ampas tahu yang terbentuk besarannya berkisar antara 25-35 dari produk tahu yang dihasilkan. Oleh karena itu untuk menghasilkan ampas tahu tidak terlepas dari proses pembuatan tahu Subowo, 2001. Dasar pembuatan tahu adalah melarutkan protein yang terkandung dalam kedelai dengan menggunakan air sebagai pelarutnya. Setelah protein tersebut larut, diendapkan kembali dengan penambahan bahan pengendap sampai terbentuk gumpalan-gumpalan protein yang akan menjadi tahu. Salah satu cara pembuatan tahu ialah dengan menyaring bubur kedelai sebelum dimasak, sehingga cairan tahu sudah terpisah dari ampasnya Kastyanto, 1994. Diagram alir proses pembuatan tahu secara umum dapat dilihat pada Gambar 2.2 di bawah ini. Universitas Sumatera Utara Komposisi limbah kedelai mengandung protein 35 bahkan pada varietas unggul kadar proteinnya dapat mencapai 40-43. Dibandingkan dengan beras, jagung, tepung singkong, kacang hijau, daging, ikan segar, dan telur ayam, kedelai mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi, hampir menyamai kadar protein susu skim kering Radiaty, 1992. Gambar 2.2 Diagram Alir Proses Pembuatan Tahu Sumber : Said, 2006 Universitas Sumatera Utara Kandungan nilai gizi yang masih terdapat dalam 100 gram ampas tahu secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2.2 di bawah ini. Tabel 2.2 Kandungan Nilai Gizi Ampas Tahu Unsur Satuan Nilai Kalori kal 414 Protein g 26,6 Lemak g 18,3 Karbohidrat g 41,3 Kalsium mg 19 Fosfor mg 29 Besi mg 4,0 Vit. B mg 0,20 Air ml 9,0 Sumber: Kaswinarni, 2007

2.4 Bioplastik