Poliester Amida Penelitian Pendahuluan Yang Pernah Dicapai

seiring dengan peningkatan kadar gliserol dalam film akibat dari penurunan kerapatan jenis protein Gontard, 2009. Gliserol efektif digunakan sebagai bahan pemlastis pada film hidrofilik, seperti pektin, pati, gel dan modifikasi pati, maupun pembuatan edible film berbasis protein Juliyarsi et al, 2011 . Gambar 2.3 Rumus Struktur Gliserol

2.8 Poliester Amida

Sejumlah besar biodegradable polyester yang berasal dari minyak bumi diperoleh secara kimiawi dari monomer-monomer sintesisnya. Biodegradable polyester ini dapat dibedakan berdasarkan struktur kimianya, seperti policaprolactones, poliester amida, kopoliester alifatis maupun kopoliester aromatis. Semua poliester ini lembut pada temperatur kamar. Poliester amida diperoleh secara industri dari monomer-monomer kopolikondensasi poliamida dan asam adipic. Poliester yang menunjukkan komponen polar tertinggi memiliki kekompakan yang baik dengan produk polar lainnya, seperti senyawa-senyawa karbohidrat. Selain itu, poliester golongan ini juga menunjukkan permeabilitas air yang paling tinggi. Pemilihan poliester amida sebagai biodegradable polyester disebabkan oleh Universitas Sumatera Utara kompatibilitasnya yang baik antara gugus amida dan plastik protein kedelai. Pencampuran protein kedelai dengan biodegradable polyester bertujuan untuk meningkatkan kekuatan plastik bioplastik dari kedelai. R C 1 C NH R 2 NH C R 1 C O R 3 O Dan, beberapa sifat fisika dan mekanik dari poliester amida dapat dilihat pada Tabel 2.3 di bawah ini : Sifat Poliester amida Satuan Nilai Densitas gcm 3 1,07 Titik leleh C 112 Transisi gelas C -29 Kristalinitas 15 Modulus MPa 262 Sifat Poliester amida Satuan Nilai O O O O Tabel 2.3. Sifat-Sifat Poliester Amida Gambar 2.4 Rumus Strutur Poliester Amida Universitas Sumatera Utara Elongation at break 420 Kekuatan tarik MPa 17 Biodegradasimineralisasi 100 Permeabilitas air pada 25 C gm 2 hari 680 Tegangan permukaan mNm 59 Selama 60 hari dalam pengkontrolan berdasarkan ASTM 5336

2.9 Analisis dan Karakterisasi Bahan Polimer

2.9.1 Spektroskopi Infra merah Fourier-Transform FTIR

Serapan radiasi infra merah oleh suatu molekul terjadi karena interaksi vibrasi ikatan kimia yang menyebabkan perubahan polarisabilitas dengan medan listrik gelombang elektromagnetik. Ada dua jenis vibrasi ikatan kimia yang dapat menyerap radiasi infra merah, yakni vibrasi longitudinal dan vibrasi sudut. Molekul polimer dikenal dengan karakteristik rantai yang terdiri dari sejumlah satuan-ulangan sampai 102 - 105 unit per rantai. Secara teori spektrum inframerah bahan polimer akan tergantung dari karakteristik spektrum dan struktur kimia satuan ulangannya. Akan tetapi, berbeda dengan senyawa bobot molekul rendah yang murni, struktur satuan-ulangan dalam rantai polimer tidak selamanya identik. Ditambah lagi perubahan susunan geometris, perubahan orientasi ikatan dan bentuk kristal akan mempengaruhi serapan inframerah oleh kimia satuan-ulangan. Karena itu dapat Sumber: Galan et al, 2011 Universitas Sumatera Utara diduga bahwa polimer dengan bobot molekul tinggi yang terdiri dari 103-106 atom per molekul akan memberikan sejumlah besar pita serapan. Pada dasarnya, teknik FTIR adalah sama dengan spektroskopi inframerah biasa, kecuali dilengkapi dengan cara penghitungan Fourier Transform dan pengolahan data untuk mendapatkan resolusi dan kepekaan yang lebih tinggi.

2.9.2 Pengujian Sifat Mekanis

Penggunaan bahan polimer sebagai bahan teknik misalnya dalam industri suku cadang mesin, konstruksi bangunan dan transportasi, tergantung sifat mekanisnya, yaitu gabungan antara kekuatan yang tinggi dan elastisitas yang baik. Sifat mekanis yang khas ini disebabkan oleh adanya dua macam ikatan dalam bahan polimer, yakni ikatan kimia yang kuat antara atom dan interaksi antara rantai polimer yang lebih lemah. Sifat mekanis biasanya dipelajari dengan mengamati sifat kekuatan tarik σ menggunakan alat pengukur tensometer atau dinamometer, bila terhadap bahan diberikan tegangan. Secara praktis, kekuatan-tarik diartikan sebagai besarnya beban maksimum Fmaks yang dibutuhkan untuk memutuskan spesimen bahan, dibagi dengan luas penampang bahan. Karena selama di bawah pengaruh tegangan, spesimen mengaiami perubahan bentuk deformasi maka definisi kekuatan tarik dinyatakan dengan luas penampang semula A0 . Kekuatan tarik suatu bahan dapat dilihat pada persamaan berikut Wirjosentono, 1995: Universitas Sumatera Utara A F maks t = σ SEM berbeda dengan mikroskopi elektron transmisi TEM, dalam hal ini suatu berkas insiden elektron yang sangat halus di-scan menyilangi permukaan sampel dalam sinkronisasi dengan berkas tersebut dalam tabung sinar katoda. Elektron-elektron yang terhambur digunakan untuk memproduksi sinyal yang memodulasi berkas dalam tabung sinar katoda, yang memproduksi suatu citra dengan kedalaman medan yang besar dan penampakan yang hampir tiga dimensi.

2.9.3 Mikroskop Pemindai Elektron SEM

Dalam penelitian morfologi permukaan SEM terbatas pemakaiannya, tetapi memberikan informasi yang bermanfaat mengenai topologi permukaan dengan resolusi sekitar 100 A. Aplikasi-aplikasi yang khas mencakup penelitian dispersidispersi pigmen dalam cat, pelepuhan atau peretakan koting, batas-batas fasa dalam polipaduan yang tak dapat campur, struktur sel busa-busa polimer, dan kerusakan pada bahan perekat. SEM teristimewa berharga dalam mengevaluasi betapa penanaman implant bedah polimerik bereaksi baik dengan lingkungan bagian-bagiannya Stevens, 2001. Universitas Sumatera Utara

2.10 Penelitian Pendahuluan Yang Pernah Dicapai

Penelitian yang menyangkut penggunaan protein kedelai sebagai bahan dasar bioplastik yang pernah dilakukan diantaranya, Sutanto 1998 melakukan pencampuran antara protein bungkil kedelai dengan karboksi metil selulosa CMC, metil selulosa MC, lilin lebah dan bahan pemlastis polietilen glikol PEG. Penambahan lilin lebah adalah untuk meningkatkan barrier uap air dari film berbasis polisakarida dan protein, sedangkan penambahan bahan pemlastis adalah untuk mengatasi sifat rapuh film. Bungkil kedelai diambil ekstrak proteinnya dengan beberapa tahap, yaitu penggilingan dan perendaman pada suhu 65 C selama satu jam, dilanjutkan dengan penirisan selama 20 menit, penghancuran dengan blender, pemasakan dengan suhu 90-95 Kristanoko 1996 juga melakukan penelitian terhadap pengaruh penambahan CMC dan sorbitol terhadap karakteristik fisik edible film dari ekstraksi bungkil kedelai. Konsentrasi CMC yang diteliti 0,75; 100; dan 1,25 g 45 ml ekstrak protein bungkil kedelai. Sedangkan sorbitol yang ditambahkan 2 dan 3 ml 45 ml ekstrak C selama 10 menit, penyaringan, lalu sentrifusi. Dari hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa dengan peningkatan konsentrasi PEG, maka kuat tarik akan menurun, sedangkan permeabilitas uap air, permeabilitas oksigen, persen pemanjangan, dan ketebalan akan meningkat. Dengan peningkatan konsentrasi lilin lebah, maka kuat tarik, permeabilitas uap air, dan oksigen akan menurun sedangkan ketebalan dan persen pemanjangan akan meningkat. Dari segi penampakan, semakin tinggi jumlah lilin lebah, maka film akan semakin kurang transparan. Universitas Sumatera Utara protein bungkil kedelai. Konsentrasi ekstrak protein bungkil kedelai adalah 3. Film yang dihasilkan untuk beberapa karakteristik fisik tertentu sangat dipengaruhi oleh konsentrasi CMC dan sorbitol yang ditambahkan. CMC meningkatkan kadar air, ketebalan, kuat tarik, persen pemanjangan, laju transmisi uap air WVTR. Sedangkan kadar protein film menjadi turun. Sorbitol memberikan pengaruh yang berbeda. Sorbitol meningkatkan kadar air, kadar protein, ketebalan, persen pemanjangan, dan laju transmisi uap air, tetapi kuat tarik film semakin menurun. Bai et al. 2010 melakukan penelitian tentang efek dari salicylic acid terhadap sifat mekanis dan ketahanan air dari film isolat protein kedelai. Film komposit protein kedelai SF disiapkan dengan menggunakan isolat protein kedelai SPI, salicylic acid SA, dan gliserol sebagai bahan pemlastisnya. Sedangkan untuk menyiapkan film komposit protein kedelai tahan air SF-B, maka digunakan 2, 2- diphenyl-2-hydroxyethanoic acid DPHEAc. Sejumlah SA yang berbeda 0,25; 0,5; 0,75 ww dicampur hingga merata dengan tepung SPI dan gliserol 30 dari berat SPI menggunakan mixer selama 15 menit, kemudian dipress menggunakan hot press pada suhu 140 C dan tekanan 20 MPa selama 10 menit. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa film SF-B dengan 0,5 wt SA memiliki kekuatan tarik dan yang lebih tinggi disbanding dengan film SF dengan jumlah SA yang sama. Universitas Sumatera Utara BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu