Implementasi Pendidikan Akhlakul Karimah
34
sosial dalam melaksanakan segala hal bentuk kegiatan dengan penuh cermat dan tanggung jawab.
Hal ini sangat perlu untuk diperhatikan dan difahami bagi setiap guru atau pendidik, sebab tanpa adanya strategi pengajaran, maka hasil dari kegiatan
pembelajaran itu sendiri akan kurang memberikan hasil yang tidak baik sebagaimana tujuan yang telah direncanakan. Persoalan Implementasi pendidikan
akhlak adalah masalah yang terkait dengan kapasitas kepribadian dan kemampuan guru dalam mengatur proses pembelajaran akhlak khususnya dalam sebuah
lembaga pendidikan. Baik atau tidaknya pengajaran akhlak yang dilakukan oleh guru sepenuhnya terletak dipundak guru sebagai motorik dalam hal ini. Maka tak
berlebihan jika dikatakan, bahwa: Guru merupakan elemen terpenting dalam sebuah sistem pendidikan. Ia
merupakan ujung tombak. Proses belajar siswa sangat dipengaruhi oleh bagaimana siswa memandang guru mereka. Kepribadian guru seperti memberi
perhatian, hangat dan suportif memberi semangat, diyakini bisa memberi motivasi yang pada gilirannya meningkatkan prestasi siswa. Empati yang tepat
seorang guru kepada siswanya membantu perkembangan prestasi akademik mereka secara signifikan.
53
Oleh karenanya, bagaimana pola pengajaran akhlak akan berlangsung sepenuhnya terletak di tangan guru dalam menentukan strategi mengajarkannya.
Ada tiga hal pokok yang harus diperhatikan guru dalam melaksanakan strategi pengajaran akhlak tersebut; pertama adalah tahapan pengajaran, kedua adalah
penggunaan metode atau pendekatan dan ketiga yaitu penggunaan prinsip pengajaran akhlak yang baik.
1. Tahapan Mengajar. Secara umum ada tiga tahapan dalam strategi pengajaran akhlak, yakni pra-
instruksional, instruksional dan evaluasi. Ketiga tahapan tersebut merupakan
53
Mashuri AM, Wionarto K. Madjid dan Saiful Ma’rif, Pembelajaran yang Efektif, Jakarta: Cet. Kedua, Dirjen Kelembagaan Agama Islam, 2002, h. 36
35
kunci dari keberhasilan seorang guru dalam mengajar. Pra-instruksional, adalah tahapan yang ditempuh guru pada saat ia memulai pembelajaran, seperti mendata
siswa, pree test serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk memberikan beberapa pertanyaan tentang sikap dan tingkah laku yang baik dalam kehidupan
khususnya dalam ranah agama Islam. Tahapan instruksional adalah tahapan inti dalam kegiatan proses belajar
mengajar, yakni tahapan memberikan bahan pelajaran yang telah disusun dan ditata guru sebelumnya yang termuat dalam sebuah Rencanan Pelaksanaan
Pembelajaran RPP. Dalam kegiatan instruksional inilah guru berusaha untuk membangun dan meningkatkan segenap aspek potensi yang ada dalam diri anak
itu sendiri agar mengalami suatu perubahan sikap dan tingkah laku, baik itu perubahan kognitif, afektif serta psikomotorik.
Melalui proses pengajaran akhlak ini, anak didik untuk menjadi manusia yang memiliki kualitas sikap dan akhlak budi pekerti yang luhur. Pendidikan
dan pengajaran akhlak tidak sekedar mengantarkan siswa untuk memahami atau mengetahui sejumlah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan sikap dan perilaku
saja, akan tetapi lebih dari itu dapat menjadikan ilmu pengetahuan yang dimilikinya sebagai sarana untuk merubah keadaan dirinya ke arah yang lebih
baik dan berkualitas atau dengan perkataan lain proses pengajaran akhlak dapat menumbuh kembangkan berbagai potensi diri siswa.
Kenyataan ini sesuai dengan tujuan pengajaran itu sendiri, seperti yang dikemukakan oleh Ivor K. Davies, berikut:
Tujuan mengajar ialah untuk mengadakan perubahan yang dikehendaki dalam tingkah laku seorang pelajar. Dengan kata lain, pengajaran dapat
membuat seorang pelajar menjadi orang lain, dalam hal apa yang dapat ia lakukan dan dapat dicapainya. Perubahan ini biasanya dilakukan seorang
guru atau instruktur dengan menggunakan suatu strategi mengajar untuk mencapai tujuan-tujuannya.
54
54
Ivor K. Davies, Pengelolaan Pengajaran, Terjemah oleh Sudarsono Sudirjo, Jakarta: Rajawali Press, 1991, h. 120
36
Untuk melaksanakan kegiatan instruksional tersebut, tentunya guru harus menentukan terlebih dahulu metode pengajaran akhlak dan media pengajaran
yang tepat seperti sumber-sumber yang mendukung dan lain sebagainya yang secara langsung dapat memberikan gambaran sikap dan tingkah laku akhlak
yang baik, yang mana dalam hal ini Rasulullah Saw adalah contoh suri tauladan yang baik yang paling sempurna.
Tentu saja, untuk menjadikan proses belajar mengajar itu bersifat efektif dan efisien, maka berbagai komponen baik yang menyangkut materi pengajaran atau
bahan serta media dan memiliki kehidupan perlu mendapat perhatian yang ekstra dari setiap guru atau pendidik sehingga proses pengajaran akhlak yang baik
tersebut dapat berjalan dengan baik sebagaimana yang diinginkan. Tahapan terakhir dalam kegiatan belajar mengajar adalah tahap evaluasi
atau penilain. Tujuan tahapan ini adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari tahapan kedua. Kegiatan yang dilakukan pada tahapan ini adalah antara lain:
melakukan pengamatan yang kontiniu terhadap sikap dan tingkah laku siswa setiap harinya baik melalui laporan orang tua secara pribadi maupun dalam bentuk
uji mental di lingkungan sekolah. Dengan demikian seorang guru akan dapat mengukur baik dan tidaknya
tingkah laku seorang siswa setelah mendapatkan pengajaran akhlak di sekolah. Namun demikian, penilaian akhlak ini dapat dilakukan melalui nilai pada
beberapa mata pelajaran di ruang kelas, meskipun ini tidak merupakan patokan utama perubahan akhlak seorang siswa akan tetapi hal tersebut akan memberikan
gambaran umum tentang sikap dan tingkah lakunya. 2. Pendekatan Mengajar.
Mengingat mengajar adalah interaksi antara guru dan siswa, maka sangat dibutuhkan pendekatan yang tepat. Tanpa adanya pendekatan yang baik, maka
proses pengajaran akhlak juga akan kurang memberikan dampak yang positif terhadap perubahan tingkah laku siswa ke arah yang lebih baik. Model pengajaran
akhlak tersebut dapat dilakukan dengan cara child centered, yaitu pengajaran yang
37
terpusat pada anak didik; serta ada yang bersifat teacher centered, yaitu pola pengajaran yang terpusat pada guru.
Dari kedua jenis pendekatan tersebut, maka pendekatan yang pertama, child centered adalah pendekatan yang lebih interaktif dibanding dengan pendekatan
yang kedua, teacher centered. Sebab jika guru dalam mengajar menggunakan pendekatan anak, maka pola pengajaran akan lebih interaktif dan siswa tidak
bersifat pasif sebagaimana jika menggunakan pendekatan teacher centered. Oleh karena itu, guru atau pendidik perlu terus melakukan evaluasi terhadap
model-model pendekatan tersebut sehingga kekurangan atau kelemahan- kelemahan yang ada segera dapat diperbaiki dan ditingkatkan mutunya. Model
pendekatan dalam pengajaran akhlak tidak dapat dipandang ringan, sebab jika hal ini terabaikan, maka proses pengajaran akhlak tersebut akan pasif dan tidak akan
mampu mengembangkan sikap dan perilaku siswa ke arah yang lebih baik. 3. Prinsip Mengajar.
Prinsip pengajaran akhlak atau mengajar pada umumnya, merupakan usaha guru dalam menciptakan dan mengkondisikan situasi belajar mengajar siswa agar
siswa melakukan kegiatan belajar secara optimal. Usaha tersebut dilakukan oleh guru pada saat berlangsungnya proses pembelajaran. Penggunaan prinsip
mengajar bisa direncanakan guru sebelumnya, bisa juga secara spontan dilaksanakan pada saat berlangsungnya proses pembelajaran, terutama bila
kondisi belajar siswa telah menurun. Beberapa prinsip pengajaran akhlak yang paling utama harus digunakan
guru, antara lain: prinsip motivasi, kooperasi dan kompetisi serta integrasi, aplikasi dan transformasi individu serta prinsip suri tauladan yang baik. Prinsip-
prinsip tersebut sangat menentukan kegairahan dan penerimaan siswa dalam pengajaran akhlak. Maka dengan demikian, selain guru harus memperhatikan
tahapan mengajar, pendekatan mengajar, guru juga harus benar-benar memperhatikan prinsip-prinsip pengajaran akhlak sebagaimana yang penulis telah
kemukakan di atas. Jika strategi pengajaran akhlak tersebut dapat dilakukan oleh
38
guru atau pendidik dalam kegiatan pembelajaran, maka hasil dari pengajaran akhlak tersebut akan memberikan hasil yang maksimal sebagaimana yang
diharapkan.