3. Tipe Posterior Posterior yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal.
Pada tipe ini, umumnya pertumbuhan penis akan terganggu, kadang disertai dengan skrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak
turun.
5. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik berupa pemeriksaan fisik. Jarang dilakukan pemeriksaan tambahan untuk mendukung diagnosis hipospadi. Tetapi dapat
dilakukan pemeriksaan ginjal seperti USG mengingat hipospadi sering disertai kelainan pada ginjal.
6. Komplikasi
Komplikasi dari hypospadia yaitu : 1. Infertility
2. Resiko hernia inguinalis 3. Gangguan psikososial
7. PENATALAKSANAAN PASCA BEDAH
1.Anak harus tirah baring hingga kateter diangakat. Harus agar anak tidak menarik kateter. Kemungkinan diperlukan penahan tetapi sedapat mungkin hal ini
dihindarkan. 2.
Baik luka penis dan tempat luka donor dijaga tetap bersih dan kering. Swab harus diambil jika dicurigai adanya infeksi.
Universitas Sumatera Utara
3. Perawatan kateter
4. Pemeriksaan urine untuk memeriksa kandungan bakteri.
5. Masukkan cairan yang adekuat untuk mempertahankan aliran ginjal
dan mengencerkan toksin. 6.
Pengankatan jahitan kulit setelah 5 sampai 7 hari. 7.
Anak dipulangkan segera setelah kateter diangkat dan dapat berkemih secara memuaskan. Orang tua diberi saran mengenai setiap masalah yang
menyangkut luka atau jika anak kesulitan untuk mengeluarkan urine. Penatalaksanaan anak untuk pembedahan stadium kedua hampir sama seperti
untuk stadium pertama. a. Pada beberapa unit kateter diinsersikan ke dalam kandung kemih apakah melalui
uretrostomi sementara yang dibuat dalam perineum atau dengan kateterisasi suprapubik. Ini memungkinkan penyembuhan dari uretra yang baru dibentuk. Kateter
diangkat pada hari kesepuluh dan sinus menutup secara spontan dalam 3 sampai 4 hari.
b. Diperlukan perawatan kateter. c. Pembalut karet busa atau katun yang ringan perlu dikenakan pada penis. Ini harus
dibiarkan tidak terganggu kecuali jika terdapat lembab yang berlebihan pada daerah ini yang menunjukkanadanay hematoma. Edema pada glans penis dan terutama pada
preputium sering terjadi, tetapi hilang dalam beberapa hari. d. Observasi aliran urine penting dilakukan ketika anak mulai mengeluarkan urine
melalui uretra yang baru dibentuk. Jika anak mengalami kesukaran maka mandi hangat dapat membantu anak santai dan dapat diminta untuk bak. Ini sering
membantu memulihkan kepercayaan diri dan kemampuannya untuk mengeluarkan urine dan umumnya tidak terdapat kesukaran lanjutan untuk berkemih.
e. Observasi komplikasi. Dapat terjadi sumbatan terhadap kateter. Hal ini dapat dihindarkan dengan perawatan kateter setiap 4 jam dan memasukkan suatu antiseptik
urinarius seperti ko-trimoksazol. Jika terjadi hematoma, anak perlu kembali ke ruang bedah untuk evaluais hematoma. Kemungkinan juga terjadi kerusakan dari perbaikan
Universitas Sumatera Utara
uretra yang menimbulkan suatu fistula. Pada kasus ini urine akan dikeluarkan melalui apertura yang abnormal dan diperlukan perbaikan lebih lanjut empat sampai enam
bulan berikutnya. Juga dapat terjadi penyempitan dari apertura meatus yang baru dan striktura uretra. Ini memerlukan dilatasi periodik secara berkala.
f. Dukungan dan bimbingan dari orang tua sangat penting. Kondisi ini akan dibahas secara penuh dengan mereka, tetapi mereka masih memerlukan jaminan dan
informasi setelah dilakukan koreksi. Karena anak masih muda, maka dianjurkan agar orang tua tetap tinggal bersama mereka dan diberikan dorongan untuk berpartisispasi
dalam perawatan.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
Wilkinson, Judith M .2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC . Edisi 1 . Jakarta : EGC.
Wong, Donna L .2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Cetakan 1 .Jakarta : EGC
Arvin, Behrman, Kliegman . 2000. Ilmu Kesehatan Anak . Jakarta: EGC. Nursalam . 2005 . Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak .Jakarta : Salemba Merdeka.
Universitas Sumatera Utara
Hipospadia adalah suatu keadaan dimana lubang uretra terdapat di penis
bagian bawah, bukan di ujung penis. Hipospadia merupakan kelainan
kelamin bawaan sejak lahir.
B. PENYEBAB
1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormone. Hormon yang dimaksud di sini adalah
hormon androgen yang mengatur organogenesis kelamin pria.
2. Genetika Terjadi karena gagalnya sintesis androgen.
3. Lingkungan Biasanya faktor lingkungan yang menjadi
penyebab adalah polutan dan
zat yang bersifat teratogenik yang dapat
mengakibatkan mutasi.
1. Glans penis bentuknya lebih datar