Pembahasan Pengaruh ekstrak tanaman patah tulang (Euphorbia tirucalli) terhadap mortalitas ulat grayak (Spodoptera litura) pada tanaman cabai (Capsicum frutescens)

B. Pembahasan

1. Mortalitas Ulat Grayak Pada pengamatan yang telah dilakukan konsentrasi 0 atau kontrol tidak terjadi mortalitas pada ulat grayak karena pada konsentrasi 0 tidak mengandung senyawa aktif yang menyebabkan mortalitas ulat grayak melainkan hanya mengandung air saja. Sedangkan pada konsentrasi 30 sampai konsentrasi 60 terjadi mortalitas yang bervariasi. Pada konsentrasi tersebut mengandung senyawa aktif yang dapat menyebabkan mortalitas pada ulat grayak. Pada konsentrasi 60 terjadi mortalitas paling tinggi dari konsentrasi 30, 40, 50. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi tinggi dari ekstrak tanaman patah tulang lebih meningkatkan mortalitas ulat grayak hingga 60. Pada konsentrasi 50 terjadi mortalitas tinggi hingga 48. Pada kosentrasi 40 terjadi mortalitas cukup tinggi menyebabkan 22 mortalitas ulat grayak. Pada konsentrasi 30 terjadi mortalitas menyebabkan 18 mortalitas ulat grayak.Pada konsentrasi 30, 40, 50, dan 60 tingkat mortalitas pada ulat grayak ditunjukkan bervariasi. Jika dibandingkan, antara konsentrasi 30 sampai 60 maka dapat diketahui bahwa pada konsetrasi 60 yang lebih cepat mempengaruhi mortalitas ulat grayak dibandingkan dengan konsentrasi 30, 40, dan 50. Secara umum dapat dijelaskan bahwa ekstrak tanaman patah tulang dapat menyebabkan mortalitas ulat grayak. Senyawa yang dapat menyebabkan mortalitas ulat grayak adalah flavonoid dan alkaloid. Menurut PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Tanada dan Kaya 1993 ulat yang stres akan meningkatkan kerentanan terhadap serangan penyakit. Kemungkinan stres itu berasal dari makanan yang telah dicelupkan pada larutan ekstrak tanaman patah tulang. 2. Faktor-faktor yang Menyebabkan Mortalitas Spodoptera litura Adapun faktor-faktor yang dapat menyebabkan mortalitas ulat grayak sebagai berikut: a. Kandungan senyawa aktif ekstrak tanaman patah tulang Berdasarkan pengamatan selama 24 jam ulat grayak mengalami mortalitas. Ulat grayak yang mati ditandai dengan tubuh berubah menjadi hitam pekat, tubuh mengalami kerusakan sehingga mengeluarkan cairan berwarna coklat kehitaman bahkan ada yang mati hingga tidak berbentuk ulat lagi lihat gambar 4.1. Hal ini disebabkan oleh pestisida yang dapat membunuh ulat grayak bersifat racun lambung. Menurut Djojosumarto 2008 racun lambung ialah jenis pestisida yang membunuh hama serangga jika termakan oleh serangga tersebut serta masuk ke dalam organ pencernaannya. Mortalitas yang terjadi pada ulat grayak karena terdapat senyawa aktif pada ekstrak tanaman patah tulang. Senyawa aktif yang terdapat pada ekstrak tanaman patah tulang terdapat flavonoid dan alkoloid. Menurut Oratmangun, 2014 bahwa senyawa yang memberikan efek toksik yaitu flavonoid dimana pada kadar tertentu memiliki potensi toksisitas akut ditandai pecahnya membran sel yang menyebabkan kematian sel. Senyawa alkaloid dalam ekstrak tanaman patah tulang dapat menghambat daya makan. Menurut Cahyadi 2009 cara kerja senyawa tersebut adalah dengan bertindak sebagai stomach poisoning atau racun perut. Oleh karena itu, bila senyawa-senyawa ini masuk dalam tubuh ulat grayak alat pencernaannya akan terganggu. Selain itu, senyawa ini menghambat reseptor perasa pada daerah mulut. Hal ini yang menyebabkan ulat gagal mendapatkan stimulus rasa, tidak mampu mengenali makanannya sehingga ulat grayak mati kelaparan. Gambar 4.2. Mortalitas ulat grayak setelah perlakuan b. Aktivitas makan ulat grayak Mortalitas pada ulat grayak juga dapat dipengaruhi oleh aktivitas makan ulat. Pada konsentrasi rendah aktivitas makan cenderung meningkat. Hal ini disebabkan senyawa yang terkandung pada konsentrasi rendah sehingga aktivitas makan ulat grayak meningkat. Dari hal tersebut dengan adanya aktovitas makan meningkat maka tingkat mortalitas pada ulat sedikit. Sedangkan pada konsentrasi tinggi aktivitas makan ulat grayak menurun sehingga menyebabkan mortalitas pada ulat grayak tinggi. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3. Hambatan dan Keterbatasan Hambatan yang dialami adalah keseragaman bobot ulat. Ulat grayak yang diperoleh dari perkebunan tidak sama. Menurut Hidayati 2013, ulat dipelihara dan diberi makanan sehingga memasuki instar dua,ulat yang digunakan dalam penelitian memasuk instar dua. Namun, jika ulat bobot ulat tidak sama maka ulat yang akan digunakan ditimbang sebelum perlakuan. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah penggunaan bahan untuk bioinsektisida. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini hanya tanaman patah tulang kering, sehingga untuk mengoptimalkan perbandingan maka digunakan bahan dari tanaman patah tulang kering dan basah dalam penelitian. 44 BAB V APLIKASI HASIL PENELITIAN TERHADAP DUNIA PENDIDIKAN Dari hasil penelitian tentang menguji ekstrak tanaman patah tulang sebagai bahan bioinsektisida dapat menambah pengetahuan siswa dalam dunia pendidikan. Melalui proses belajar mengajar siswa diajarkan untuk memanfaatkan tanaman di sekitar untuk dijakan bahan belajar siswa. Dari pembelajaran tersebut diharapkan siswa dapat membantu masyarakat yang masih minim pengetahuan untuk mengetahui manfaat dari tanaman patah tulang berpotensi sebagai pestisida organik atau bioinsektisida. Selain itu, siswa dapat meningkatkan sikap ilmiah dan keterampilan berproses secara ilmiah menggunakan metode ilmiah. Dengan percobaan eksperimen membuat siswa terlibat secara aktif sebagai upaya meningkatkan sikap ilmiah. Melalui eksperimen siswa menjadi lebih aktif, melatih dan membiasakan siswa untuk terampil menggunakan alat, terampil merangkai percobaan dan mengambil kesimpulan dalam melakukan metode ilmiah dan sikap ilmiah siswa. Bahan belajar yang dapat mendukung kegiatan belajar tersebut terdapat pada materi SMA kelas X semester I yaitu Ruang Lingkup Biologi sub bab metode ilmiah. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Acuan kurikulum yang digunakan dalam desain pembelajaran terkait penelitian yang dilakukan menggunakan Permendikbud No 24 Tahun 2016 kurikulum 2013. 1. Kompetensi Inti KI 1 : Menghayari dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya KI 2 : Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli gotong royong, kerjasama, toleransi, damai, santun, responsif, dan pro- aktif serta menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkugan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. KI 3 : Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah KI 4 : Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI KD 3.1 : Menjelaskan ruang lingkup biologi permasalahan pada berbagai obyek biologi dan tingkat organisasi kehidupan, melalui penerapan metode ilmiah dan prinsip keselamatan kerja Indikator : 3.1.1 Menjelaskan permasalahan pada berbagai obyek Biologi dan tingkat organisasi kehidupan 3.1.2 Menganalisis permasalahan biologi berdasarkan langkah-langkah metode ilmiah dalam penelitian 3.1.3 Menjelaskan prinsip keselamatan kerja berdasarkan pengamatan dan percobaan KD 4.1: Menyajikan data hasil penerapan metode ilmiah tentang permasalahan pada berbagai obyek biologi dan tingkat organisasi kehidupan Indikator 4.1.1 Menyusun rancangan penelitian dengan metode ilmiah 4.1.2 Membuat laporan hasil penelitian dari guru dengan metode ilmiah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 47 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan