Pengaruh ekstrak tanaman patah tulang (Euphorbia tirucalli) terhadap mortalitas ulat grayak (Spodoptera litura) pada tanaman cabai (Capsicum frutescens)

(1)

PENGARUH EKSTRAK TANAMAN PATAH TULANG(Euphorbia tirucalli) TERHADAP MORTALITAS ULAT GRAYAK (Spodoptera litura)

PADA TANAMAN CABAI (Capsicum frutescens)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Biologi

Oleh : Fransiska Aprilia NIM : 131434072

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(2)

i

PENGARUH EKSTRAK TANAMAN PATAH TULANG(Euphorbia tirucalli)TERHADAP MORTALITAS ULAT GRAYAK (Spodoptera litura)

PADA TANAMAN CABAI (Capsicum frutescens)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Biologi

Oleh : Fransiska Aprilia NIM : 131434072

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(3)

(4)

(5)

iv

Ia membuat segala sesuatuIndah pada Waktunya bahkan ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai

akhir.

(Pengkhotbah 3:11)

Karya ini kupersembahkan untuk:

Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria, yang selalu memberikan kebahagiaan Kedua orang tuaku tersayang, Paulus Untoro dan Lusia Rus Wati Kakak dan adekku tersayang, Agnes Septianingsih dan Laurent Yohana Devi Sahabat-sahabatku yang selalu membeerikan dukungan Teman-teman Pendidikan Biologi angkatan 2013 Almamaterku Universitas Sanata Dharma


(6)

(7)

(8)

vii

PENGARUH EKSTRAK TANAMAN PATAH TULANG(Euphorbia tirucalli) TERHADAP MORTALITAS ULAT GRAYAK (Spodoptera litura)

PADA TANAMAN CABAI (Capsicum frutescens) Fransiska Aprilia

131434072

Universitas Sanata Dharma

Tanaman patah tulang dikenal sebagai salah satu tanaman yang biasa digunakan sebagai obat tradisional. Tanaman patah tulang juga dapat digunakan sebagai alternatif pengganti pestisida sintetik. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh ekstrak tanaman patah tulang (Euphorbia tirucalli) terhadap mortalitas ulat grayak (Spodoptera litura). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan perhitungan LC50. Pada pengujian ini menggunakan konsentrasi larutan ekstrak yaitu konsentrasi 0%, 30%, 40%, 50%, dan 60%. Hasil dari pengamatan mortalitas pada 24 jam setelah aplikasi pada konsentrasi 0% tidak terjadi kematian, pada konsentrasi 30% terjadi mortalitas sebesar 18%, pada konsentrasi 40% terjadi mortalitas sebesar 22%, pada konsentrasi 50% terjadi mortalitas sebesar 48% dan konsentrasi 60% terjadi mortalitas sebesar 60 %. Ekstrak tanaman patah tulang berpengaruh terhadap mortalitas ulat grayak. Hal ini disebabkan oleh pestisida yang dapat membunuh ulat grayak bersifat racun lambung. Tanaman patah tulang berpotensi sebagai bioinsektisida. Ekstrak tanaman patah tulang mampu menjadi alternatif pengendali hama (ulat grayak). Kata kunci:bioinsektisida, tanaman patah tulang, ulat grayak, dan LC50.


(9)

viii

EFFECT OF Euphorbia tirucalli EXTRACT ON MORTALITY OF Spodoptera litura ON PLANT Capsicum frutescens

Fransiska Aprilia 131434072

Sanata Dharma University

Euphorbia tirucalli is known as one of the plants commonly used as a traditional medicine. Euphorbia tirucalli can also be used as an alternative to synthetic pesticides. The purpose of this research is to know the effect of Euphorbia tirucalli extract on mortality of Spodoptera litura. The method used in this research is with the calculation of LC50. In this test using concentration of extract solution that is concentration 0%, 30%, 40%, 50%, and 60%. Results from observation of mortality at 42 hours after application at 0% concentration did not occur, at concentration 30% occurred mortality of 18%, at concentration 40% happened mortality of 22%, at concentration 50% happened 48% mortality and concentration 60% 60% mortality occurred. Extracts of Euphorbia tirucalli affect the mortality of Spodotera litura.This is caused by pesticides that can kill Spodotera litura are stomach poison. Plants fractures potentially as bioinsektisida. Extracts of Euphorbia tirucalli can be an alternative to pest control Spodotera litura.


(10)

ix

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatnya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Ekstrak Tanaman Patah Tulang (Euphorbia tirucalli) Terhadap Mortalitas Ulat Grayak( Spodoptera litura) Pada Tanaman Cabai (Capsicum frutescens)”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada program studi Pendidikan Biologi.

Penulis menyadari penulisan skripsi ini berhasil diselesaikan dengan baik berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rohandi, Pd.D selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

2. Drs. Antonius Tri Priantoro M.For.Sc. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Biologi dan selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran, memberikan masukan, pengarahan, serta perbaikan dalam penyusunan karya ilmiah ini

3. Seluruh dosen Program Studi Pendidikan Biologi yang dengan penuh dedikasi mendidik, mengarahkan, membimbing, membagikan ilmu pengetahuan, dan bantuan kepada penulis dari awal perkuliahan sampai selesai

4. Kedua orang tuaku Paulus Untoro dan Lusia Rus Wati yang telah memberikan semangat, kasih sayang, dukungan serta doa sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik

5. Kakak dan adekku Agnes Septianingsih dan Laurent Yohana Devi yang selalu memberikan semangat dan doa.

6. Keluarga besarku, terima kasih atas doa dan motivasi

7. Sahabat-sahabatku Annisa Nur Fadhila, Amelia Riyani, Silvia Gokok, Desi, Theresia Emy, Komarudin, Bernardus Yogi Pranata, dan Katarina Arum yang telah

membantu, memberikan semangat, doa serta kebersamaannya

8. Teman-teman Kost Mustika, atas motivasi dan kebersamaan selama ini

9. Teman-teman Pendidikan Biologi angkatan 2013 yang menjadi teman seperjuangan penulis dalam melaksanakan studi di Universitas Sanata Dharma


(11)

(12)

xi

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...Error! Bookmark not defined.

HALAM PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERSEMBAHAN... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...v

KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... v

ABSTRAK... vi

ABSTRACT... viii

KATA PENGANTAR...ix

DAFTAR ISI...x

BAB I...1

PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah...5

C. Tujuan Penelitian... 5

D. Manfaat Penelitian... 5

BAB II... 7

KAJIAN PUSTAKA... 7

1. Hama...7

2. Ulat Grayak... 8

2.1 Klasifikasi ulat grayak menurut Kalsoven (1981) adalah sebagai berikut:...8

2.2 Deskripsi Ulat Grayak... 9

1.3 Biopestisida... 11

4.Tanaman Patah Tulang...16

4.1 Klasifikasi tanaman patah tulang...16

4.2 Deskripsi tanaman patah tulang...16

4.3 Fitokimia tanaman patah tulang... 17

5 Letal Concentration50 (LC50)... 20

5.1 Deskripsi LC50... 20

5.2 Perhitungan nilai probit... 21

B. Hasil penelitian yang relevan... 22


(13)

xii

BAB III...27

METODE PENELITIAN...27

A. Jenis Penelitian...27

B. Batasan Penelitian/ Definisi Operasional...28

C. Alat dan Bahan...28

D. Cara Kerja... 29

E. Metode Analisis Data...33

F. Rancangan Pemanfaatan Hasil Penelitian dalam Pembelajaran... 34

BAB IV...35

HASIL DAN PEMBAHASAN...35

A. Hasil... 35

1. Kandungan Senyawa Flavonoid dan Alkaloid pada Ekstrak Tanaman Patah Tulang 35 2. Data pengamatan Mortalitas Ulat Grayak...36

B. Pembahasan...40

1. Mortalitas Ulat Grayak...40

2. Faktor-faktor yang Menyebabkan MortalitasSpodoptera litura... 41

3. Hambatan dan Keterbatasan...43

BAB V... 44

APLIKASI HASIL PENELITIAN TERHADAP DUNIA PENDIDIKAN...44

1. Kompetensi Inti...45

BAB VI...47

KESIMPULAN DAN SARAN...47

A. Kesimpulan... 47

B. Saran... 47


(14)

xiii

Tabel 3.1 : Pengaruh pemberian ekstrak tanaman patah tulang terhadap mortalitas ulat

grayak ... ...32

Tabel 4.1 :Senyawa Flavonoid dan Alkaloid Pada Ekstrak Tanaman Patah

Tulang...35 Tabel 4.2 : Data Hasil Pengamatan Mortalitas Ulat Grayak 24 Jam Setelah


(15)

xiv

Gambar 2.1 :Spodoptera litura...9 Bagan 2.1 : Peta Literatur ...24 Bagan 2.2 : Kerangka Berfikir ...26 Gambar 4.1 : Grafik Hubungan Antara Konsentrasi dan Presentase Kematian Ulat Grayak

pada 24 Jam Setelah Aplikasi...38 Gambar 4.2 : Mortalitas Ulat Grayak Setelah Perlakuan ...42


(16)

xv

Lampiran 1 : Perhitungan Statistika...51

Lampiran 2 : Silabus ...56

Lampiran 3 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ...61

Lampiran 4 : Lembar Diskuasi Siswa ...68

Lampiran 5 : Lembar Pengamatan Penilaian ...71

Lampiran 6 : Hasil Uji Ekstrak Tanaman Patah Tulang ...82


(17)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tanaman cabai (Capsicum frutescens) merupakan tanaman budidaya yang berada di seluruh wilayah Indonesia. Cabai kecil (Capsicum frutescens) sering dijuluki sebagai cabai rawit atau lombok jempling. Tanaman cabai tergolong tanaman semusim atau berumur pendek yang mampu tumbuh pada iklim tropis seperti Indonesia sehingga dapat dibudidaya sepanjang tahun. Buah cabai menjadi buah sayuran yang sangat penting sebagai bahan masakan karena memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi.

Permasalahan yang sering terjadi pada saat budidaya cabai adalah hama. Hama merupakan organisme pengganggu atau perusak pada tanaman. Secara umum organisme tersebut adalah mikroorganisme (virus, bakteri, protozoa, dan jamur), gulma, dan binatang. Hama serangga dianggap sering muncul pada budidaya. Serangga hama adalah populasi serangga hama yang terlalu besar sehingga menibulkan kerugian. Keberadaan hama dalam budidaya cabai menjadi sebuah masalah yang berbahaya dan mempengaruhi hasil panen. Salah satu hama yang mempengaruhi pertumbuhan dan sangat berbahaya bagi tanaman cabai adalah ulat grayak. Ulat grayak merupakan hama yang merugikan karena dapat memakan semua jenis daun dalam waktu yang cepat. Ulat grayak sering mengakibatkan penurunan produktivitas bahkan kegagalan panen pada suatu tanaman karena menyebabkan daun terpotong-potong. Hal ini


(18)

membuat khawatir para petani karena jumlah panenan cabai menurun dan mengalami kerugian materi yang cukup besar.

Ulat grayak (Spodoptera litura) merupakan hama perusak daun yang bersifat polifag (memakan semua jenis daun). Ulat grayak termasuk hewan yang aktif pada malam hari, pada siang hari biasanya bersembunyi di bawah daun atau di rongga-rongga tanah yang terlindung dari sinar matahari. Ulat grayak menyerang daun sehingga yang tertinggal bagian tulang-tulang daun dan bahkan merusak tulang daun maka tampak lubang-lubang bekas gigitan pada daun. Pada serangan berat dapat menyebabkan gundulnya daun. Serangan ulat grayak ini dalam jumlah yang sangat besar atau bergerombol (Prabowo, T. 2002).

Hama dapat dikendalikan dengan menggunakan pestisida. Pestisida yang sering digunakan adalah pestisida sintetik atau kimia. Penggunaan pestisida sintetik ini sangat mampu mengendalikan atau mematikan hama dengan cepat dan pestisida mudah didapat. Namun dari penggunaan pestisida sintetik in dapat menimbulkan dampak yang mencemari bagi lingkungan maka perlu mencari alternatif lain yang lebih aman bagi lingkungan sehingga tidak menimbulkan dampak bahaya bagi lingkungan terkait pengendalian hama.

Penggunaan insektisida nabati atau bioinsektisida merupakan salah satu alternatif dalam pengendalian hama tanaman yang lebih aman dan ramah lingkungan sehingga tidak menimbulkan masalah baru terhadap lingkungan. Bioinsektisida merupakan salah satu pengendalian hama menggunakan mikroorganisme dan makroorganisme yang akan menekan dampak negatif


(19)

terhadap lingkungan, manusia, maupun hewan yang berada di sekitar (Sjam, dkk., 2011). Dalam hal ini belum banyak petani yang menggunakan bioinsektisida sebagai pengendali hama pada tanaman. Penggunaan bioinsektisida lebih aman digunakan untuk tanaman dibandingkan dengan pestisida sintetik.

Pemanfataan tanaman lokal sebagai pengganti pestisida sintetik menjadi alternatif dalam mengendalikan hama yang lebih aman bagi lingkungan. Jenis-jenis tanaman yang berpotensi sebagai insektisida nabati karena mengandung senyawa bioaktif antara lain saponin, tanin, alkaloid, flavanoid, dan terpenoid. Beberapa tanaman diketahui dapat menyebabkan efek mortalitas pada serangga sehingga tanaman tersebut dapat digunakan sebagai insektisida nabati.

Tanaman patah tulang (Euphorbia tirucalli) merupakan salah satu tanaman yang tergolong dalam famili Euphorbiaceae. Tanaman patah tulang merupakan tanaman yang hidup di daerah tropis, tanaman ini cocok hidup di tempat terbuka dan terkena banyak sinar matahari langsung sehingga tanaman patah tulang tumbuh subur di Indonesia. Di Indonesia tanaman patah tulang dikenal sebagai salah satu tanaman yang biasa digunakan oleh masyarakat sebagai obat tradisional. Kandungan senyawa kimia yang terdapat pada ranting tanaman patah tulang adalah senyawa metabolit sekunder, seperti alkaloid, flavonoid, steroid/triterpenoid, tanin, glikosida, dan hidroquinon (Toana dan Nasir, 2010). Senyawa steroid/triterpenoid menunjukkan berbagai aktivitas fisiologi digunakan untuk antifungi, insektisida, antibakteri atau antivirus.


(20)

Tanaman patah tulang dilaporkan berpotensi sebagai salah satu bioinsektisida. Dahan dan ranting tanaman patah tulang mengandung getah yang bersifat toksik bagi serangga hama (Arneti, 2016). Kandungan kimia yang terdapat dalam getah tumbuhan tersebut berupa getah asam (latex acid) yang mengandung euphorbone, taraksasterol, lakterol, euphol, senyawa damar, kutschuk(zat karet), asamellaf(Supriyanto dan Luviana 2010), alkaloid, tanin, flavanoid, steroid, triterpenoid, dan hidroquinon (Toana dan Nasir, 2010). Tanaman patah tulang dapat digunakan sebagai alternatif pengganti pestisida sintetik yang ramah bagi lingkungan serta menekan angka kerugian yang dialami petani akibat serangga hama terutama pada tanaman pangan.

Dalam penelitian ini akan menggunakan tanaman patah tulang sebagai bioinsektisida dari tanaman patah tulang. Berdasarkan hal tersebut maka akan diadakan penelitian lebih lanjut menguji bioinsektisida dari ekstrak tanaman patah tulang terhadap mortalitas ulat grayak. . Pengamatan dilakukan selama 24 jam kemudian data yang dioeroleh dihitung menggunakan Letal Concentration 50 atau LC50. Arti dari Letal Concentration 50 adalah pada konsentrasi berapa ekstrak tanaman patah tulang dapat mematikan 50 % dari ulat grayak.


(21)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah yang mendasari penelitian ini adalah:

1. Apakah ekstrak dari daun tanaman patah tulang (Euphorbia tirucalli) dapat mempengaruhi mortalitas ulat grayak (Spodoptera litura)?

2. Berapakah nilai LC50 untuk mortalitas ulat grayak (Spodoptera litura) pada 24 jam setelah aplikasi?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan batasan tersebut tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui pengaruh ekstrak tanaman patah tulang (Euphorbia tirucalli)terhadap mortalitas ulat grayak (Spodoptera litura)

2. Mengetahui nilai LC50untuk mortalitas ulat grayak (Spodoptera litura) pada 24 jam setelah aplikasi

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan yang tersebut manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi Peneliti

Dapat menambah pengetahuan tentang bioinsektisida tanaman patah tulang(Euphorbia tirucalli)sebagai pengganti pestisida sintetik


(22)

2. Bagi Masyarakat

Sebagai masukan informasi kepada masyarakat dalam membuat bioinsektisida tanaman patah tulang(Euphorbia tirucalli)

3. Bagi Pendidikan

Sebagai pengetahuan serta dapat dijadikan bahan referensi mata pelajaran Sekolah Menengah Atas pada bab Ruang Lingkup Biologi sub bab Metode Ilmiah


(23)

7 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Dasar Teori

1. Hama

Pengertian hama secara luas adalah : organisme penganggu pada tanaman. Secara umum organisme tersebut adalah : mikroorganisme (virus, bakteri, jamur, protozoa), gulma, dan binatang (filum Nemathelminthes, mollusca, Arthropoda dan Chordata) (Nurdiansyah, 2011).

Hama adalah semua binatang yang mengganggu dan merugikan tanaman yang diusahakan manusia. Apabila asalnya bukan dari binatang gangguan itu akan disebut penyakit, misalnya gangguan dari virus, bakteri, cendawan, tumbuh-tumbuhan yang bertingkat rendah atau yang sedikit lebih tinggi, kekurangan unsur-unsur makanan dan lain-lainnya. Jumlah jenis-jenis (spesies) dari binatang ada lebih kurang 916.000. Phylum Chordata berjumlah lebih kurang 60.000 jenis, phylum Arthropoda lebih kurang 713.000 jenis(terbanyak) phylum Annelida lebih kurang 8.000 jenis, phylum Mollusca lebih kurang 80.000 jenis selai phylum yang disebut masih ada lebih kurang 12 phylum lainnya. Phylum Arthropoda merupakan salah satu phylum yang penting untuk diketahui. Phylum ini terdiri dari 6 kelas, diantaranya kelas serangga (hexapoda) yang terdiri dari kurang lebih 640.000 jenis, ada yang berguna bagi manusia dan ada yang merugikan manusia (Pracaya 1991).

Hama tanaman adalah makhluk hidup pengganggu berupa hewan yang umumnya dapat dilihat dengan mata telanjang. Sebagian besar hama tanaman


(24)

adalah serangga. Hewan lain yang sering menjadi hama adalah tungau (acarinae), binatang lunak (mollusca) seperti siput dan vertebrataseperti monyet, tikus, burung, dan babi hutan. Hama merusak tanaman dengan berbagai cara misalnya memakan daun tanaman, membuat korok-korok pada daun, melubangi dan membuat korok-korok pada batang, menggerek umbi menghisap cairan tanaman, memakan bunga dan bagian-bagian bunga dan sebagainya (Djojosumarto, 2008).

Serangan hama pada tanaman cabai sangat beragam. Setiap hama memberikan kerugian, baik pada tahap pertumbuhan vegetatif maupun pada saat memasuki tahap pembuahan. Bahkan, saat tanaman cabai mencapai puncak kematangan atau siap dipanen, hama bisa menghancurkan produksi. Oleh karena itu, dilakukan pencegahan terhadap serangan hama sedini mungkin agar hasil produksi tidak mengalami kemerosotan (Harpenas 2010).

2. Ulat Grayak

2.1 Klasifikasi ulat grayak menurut Kalsoven (1981) adalah sebagai berikut: Kerajaan : Animalia

Divisi : Arthropoda Kelas : Insekta Bangsa : Lepidoptera

Suku : Noctuidae

Marga : Spodoptera


(25)

Gambar 2.1:Spodoptera litura Sumber : Foto Langsung

2.2 Deskripsi Ulat Grayak

Serangga betina meletakkan telurnya secara berkelompok di atas daun. Jumlah telur tiap betina antara 25-500 butir (Harpenas, 2010). Telur akan menetas sesudah 3-5 hari. Pada umur kurang lebih 2 minggu panjang ulat kurang lebih 5 cm. Biasanya dalam jumlah yang besar ulat bersama-sama pindah dari tanaman yang telah habis duannya menuju tanaman lain. Warna ulat bermacam-macam dan mempunyai ciri khas yaitu pada ruas perut yang keempat dan kesepuluh terdapat bentuk bulan sbit berwarna hitam, dibatasi garis kuning pada samping dan punggungnya. Setelah cukup dewasa, kuran lebih berumur 2 minggu ulat mulai berkepompong di dalam tanah. Pupanya dibungkus dengan tanah. Ngengat pada malam hari bisa terbang sampai sejauh 5 Km (Pracaya 1991). Setelah 9-10 hari kepompong akan berubag menjadi ngengat dewasa (Balitbang, 2006).

Ulat yang tidak berbulu ini biasa disebut oleh masyarakat dengan sebutan ulat tentara atau ulat grayak. Ulat ini juga dikenal sebagai hama yang sangat


(26)

merusak pada tanaman. Ulat grayak merupakan salah satu hama yang menyerang tanaman cabai. Serangan hama ini merupakan salah satu faktor yang dapat menurunkan produksi tanaman. Hama ini sering mengakibatkan penurunan produktivitas bahkan kegagalan panen karena menyebabkan daun dan buah sayuran menjadi sobek, terpotong-potong dan berlubang. Bila tidak segera diatasi maka daun atau buah tanaman di areal pertanian akan habis (Pracaya 2007).

Ulat grayak muda menyerang daun sehingga bagian daun yang tertinggal hanya epidermis atas dan tulang-tulangnya saja. Ulat tua juga merusak tuang-tulang daun sehingga tampak lubang-lubang bekas gigitan pada daun. Di samping memakan daun, ulat juga memakan polong muda. Ulat grayak memiliki kemampuan makan besar, selama periode ulat instar VI yang berlangsung selama 2,5 hari, ulat dengan kemampuan makan besar yang mampu menghasbiska satu tanaman (Arifin 1991).

Gajala serangan pada daun rusak tidak beraturan, bahkan kadang-kadang hama ini juga memakan tunas dan bunga. Pada serangan berat menyebabkan gundulnya daun. Serangan berat umumnya terjadi pada musim kemarau. Salah satu jenis hama terpenting yang menyerang tanaman palawija dan sayuran di Indonesia (Prabowo, T 2002). Menurut Marwoto dan Suharsono (2011) Spodoptera litura menyerang beberapa jenis tanaman antara lain : cabai, tebu, kedelai, kacang-kacangan (kacang tanah, kedelai), kubis, jagung, tomat, buncis, terung, kangkung, bayam, pisang, dan tanaman hias.


(27)

Sesuai dengan kebiasaan ulat grayak yang aktif pada malam hari, pada siang hari biasanya bersembunyi di bawah rerumputan di bawah daun bahkan di bawah mulsa atau di rongga-rongga tanah yang terlindung dari sinar matahari. Lebih efektifnya pengendalian dilakukan saat hari mulai gelap atau malam hari. Pada saat ini pengendalian hama Spodoptera litura sangat sulit dilakukan karena penyebab penyebarannya sangat luas (Soekarna 1985).

1.3 Biopestisida

Biopestisida terdiri dari tiga suku kata yaitu bio, pest, dan sida. Bio artinya hidup, pest berarti hama atau organisme pengganggu yang dapat menyebabkan penyakit dan bahkan menyebabkan kematian, sida artinya pembunuh. Jadi biopestisida adalah semua bahan hayati baik tanaman, hewan, mikroba, ataau protozoa yang dapat digunakan untuk membunuh atau mengendalikan hama dan penyebab penyakit pada hewan dan tanaman. Sama seperti dengan jenis pestisida kimia, biopestisida memiliki beberapa jenis yang sesuai dengan target sasaran organisme pengganggu dan penyebab penyakit. Menurut Suwahyono (2013) jenis-jenis biopestisida berdasarkan sasaran target organisme pengganggu dibedakan menjadi 3 yaitu:

a. Bioinsektisida

Bioinsektisida adalah semua organisme hidup (baik bakteri, virus, jamur atau kapang protozoa, tanaman, maupun hewan) yang dapat digunakan untuk mengendalikan serangga hama.


(28)

b. Biofungisida

Biofungisida adalah semua organisme hidup yang dapat digunakan untuk mengendalikan jamur yang berperan sebagai hama atau penyakit pada tanaman, hewan, maupun manusia.

c. Bioherbisida

Bioherbisida digunakan untuk mengendalikan gulma atau tanaman pengganggu. Gangguan-gangguan tersebut pada umumnya karena faktor pada kondisi lingkungan kritis dan cepat berkembang pada habitat yang subur. Dapat terjadi kompetisi karena kebutuan nutrisi atau cahaya terbatas. Selain itu, gulma dapat menghasilkan cairan tertentu yang dapat menyebabkan kematian pad tanaman lain atau tanaman yang dibudidaya.

Menurut Nurhidayati, dkk (2008) bahan-bahan alami disekitar banyak yang dapat digunakan sebagai pestisida untuk mengendalikan serangga hama dan penyakit pada tanaman. Namun hal tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan. Beberapa kelebihan dan kekurangan biopestisida tersebut sebagai berikut:

Kelebihan dari penggunaan biopestisida adalah sebagai berikut:

a. Adanya degradasi atau penguraian yang cepat oleh sinar matahari b. Memiliki pengaruh yang cepat, yaitu menghentikan nafsu makkan

serangga

c. Umumnya toksisitasnya rendah terhadap hewan dan relatif lebih aman bagi manusia dan lingkungan


(29)

d. Memiliki spektrum pengendali yang luas (racun lambung dan syaraf) dan bersifat selektif

e. Dapat digunakan untuk mengatasi OPT (Organisme Penganggu Tanaman) yang kebal pestisida kimia

f. Memiliki fitotoksitas rendah, yaitu tidak meracuni dan merusak tanaman

g. Murah dan mudah dibuat oleh petani

Kelemahan dari penggunaan pestisida alami adalah sebagai berikut:

a. Cepat terurai dan daya kerjanya relatif lambat sehingga aplikasiya harus lebih sering.

b. Daya racunnya (tidak langsung mematikan serangga)

c. Produksinya belum dapat dilakukan dalam jumlah besar karena keterbatasan bahan baku

d. Kurang praktis e. Tidak tahan disimpan

Menurut Djunaedy (2009), berdasarkan alasannya, bioinsektisida dapat dibedakan menjadi dua yaitu pestisida nabati dan pestisida hayati. Adapun perbedaan antara pestisida nabati dan pestida hayati adalah sebagai berikut: a. Pestisida nabati

Pestisida nabati merupakan hasil ekstraksi dari bagian tertentu tanaman baik dari daun, buah, biji atau akar yang senyawa atau metabolit sekunder dan memiliki sifat racun terhadap hama dan penyakit tertentu. Pemakaian ekstrak


(30)

bahan alami secara teru-menerus juga diyakini tak menimbulkan resisten pada hama, seperti yang terjadi pada pestisida sintetik.

b. Pestisida hayati

Pestisida hayati merupakan formulasi yang mengandung mikroba tertentu baik berupa jamur, bakteri, maupun virus yang bersifat antagonis terhadap mikroba lain (penyebab penyakit tanaman) atau menghasilkan senyawa tertentu yang bersifat racun baik bagi serangga (hama) maupun nematoda (penyakit tanaman).

Pestisida merupakan suatu zat yang digunakan untuk membunuh atau mengendalikan hama. Hama adalah tumbuhan, hewan, jamur, bakteri yang dapat mengganggu pertumbuhan atau perkembangan tumbuhan. Menurut Djojosumarto (2008) penggolongan pestisida berdasarkan sifat dan cara kerja racun pestisida adalah sebagai berikut:

a. Racun Kontak

Pestisida jenis ini bekerja dengan masuk ke dalam tubuh serangga melalui kulit (kutikula) dan kemudian ditransportasikan ke bagian tubuh serangga tempat pestisida aktif bekerja

b. Racun Pernapasan (fumigan)

Pestisida jenis ini dapat membunuh serangga dengan bekerja lewat saluran penapasan.

c. Racun Lambung

Pestisida jenis ini membunuh serangga sasaran jika termakan oleh serangga tersebut serta masuk ke dalam organ pencernaannya.


(31)

d. Racun Sistemik

Cara kerja seperti ini dapat dimiliki oleh insektisida, fungisida dan herbisida. Setelah disemprotkan atau dicelupkan pada bagian tanaman aka terserap ke dalam jaringan tanaman melalui akar atau daun, sehingga dapat membunuh hama yang berada di dalam jaringan tanaman seperti jamur dan bakteri. Pada insektisida sistemik, serangga akan mati setelah memakan atau menghisap cairan tanaman yang telah disemprot atau dicelupkan.

e. Racun Metabolisme

Pestisida ini membunuh serangga sasaran dengan mengintervensi proses metabolismenya.

f. Racun Protoplasma

Racun ini akan mengganggu fungsi sel karena protoplasma sel menjadi rusak.

Pada umumnya petani menggunakan insektisida kimia untuk mengendalikan hama dengan frekuensi dan dosis yang tinggi. Hal ini menyebabkan timbulnya dampak negatif seperti mencemari lingkungan dan gangguan kesehatan. Bioinsektisida nabati dapat dibuat dari bahan tumbuhan yang mengandung bahan aktif insektisida. Insektisida nabati relatif mudah terurai di alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan aman bagu manusia dan ternak karena residunya mudah hilang. Bioinsektisida nabati dapat dijadikan alternatif pengganti insektisida sintetik.


(32)

4.Tanaman Patah Tulang

4.1 Klasifikasi tanaman patah tulangmenurut Setiawati, dkk, (2008) adalah sebagai berikut:

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Bangsa : Malpighiales Suku : Euphorbiaceae Marga : Euphorbia

Jenis :Euphorbia tirucalli 4.2 Deskripsi tanaman patah tulang

Patah tulang yang memiliki nama lain atau nama daerah kayu urip dalam bahasa Jawa, kayu tabar dalam bahasa Madura, dan susuru dalam bahasa Sunda.Patah tulang (Euphorbia tirucalli L.) mempunyai ranting yang bulat silindris berbentuk pensil, beralur halus membujur, dan berwarna hijau. Rantingnya setelah tumbuh sekitar satu jengkal akan segera bercabang dua yang letaknya melintang, demikian seterusnya sehingga tampak seperti percabangan yang terpatah-patah. Daunnya jarang, terdapat pada ujung ranting yang masih muda, kecil-kecil, bentuknya lanset, panjang 7-25 mm, dan cepat rontok. Bunga majemuk, tersusun seperti mangkuk, warnanya kuning kehijauan seperti ranting. Ciri khas tumbuhan patah tulang (Euphorbia

Gambar 2.2Euphorbia tirucalli Sumber : Foto Langsung


(33)

tirucalli L.) adalah tidak memiliki daun dan hanya tersusun atas batang-batang yang mirip tulang belulang(Nuryati, 2011).

4.3 Fitokimia tanaman patah tulang

Tanaman menghasilkan berbagai macam senyawa aktif yang memberikan efek farmakologi. Pada umumnya, senyawa aktif tersebut tidak berperan penting dalam metabolisme tanaman, sehingga sering disebut sebagai metabolit sekunder.

Getah tanaman patah tulang yang bersifat asam mengandung senyawa tambahan, seperti senyawa damar, zat karet dan zat pahit. Ranting tanaman patah tulang yang dilarutkan menggunakan aseton memiliki kandungan senyawa metabolit sekunder. Senyawa metabolit yang terdapat pada patah tulang adalah alkaloida, steroida, flavonoida, triperpenoida, saponin, dan hidroquinon (Toana dan Nasir 2010).

Berikut ini beberapa senyawa fitokimia yang terdapat pada ranting patah tulang:

1. Alkaloida

Alkaloida merupakan senyawa yang memiliki aktivitas fisiologi yang menonjol dan digunakan secara luas dalam bidang pengobatan. Alkaloida adalah senyawa yang mengandung satu atau lebih lebih atom nitrogen yang biasa berbentuk gabungan sebagai bagian dari sistem siklik, bersifat basa dan memiliki aktivitas farmakologis. Alkaloida merupakan senyawa padat berbentuk kristal, tidak berwarna, dan rasanya pahit. Alkaloida adalah senyawa yang mengandung nitrogen (Robinson 1995). Menurut Tobing


(34)

(1989) senyawa alkaloid terdapat pada akar, biji, kayu, dan daun dari tumbuhan. Senyawa alkaloid merupakan hasil metabolisme dari sintesis protein pada tumbuh-tumbuhan.

2. Flavonoida

Flavonoida merupakan salah satu senyawa fenolik yang terdapat pada jaringan tumbuhan dan berpesan sebagai antioksidan. Senyawa flavonoid berperan sebagai antioksidan dengan cara mendonasikan atom hidrogennya (Abdi, 2010). Flavonoida umumnya terdapat dalam tumbuhan terikat pada gula sebagai glikosida dan aglikon flavonoida. Hal ini menyebabkan banyaknya bentuk kombinasi yang terjadi di dalam tumbuhan sehingga jarang sekali flavonoida ditemukan dalam keadaan tunggal. Pada tumbuhan, flavonoid terdapat baik dalam bagian vegetatif maupun dalam bunga. Sebagai pigmen bunga flavonoid berperan dalam menarik burung dan serangga penyerbuk bunga (Robinson 1995). Menurut Harborne (1987) senyawa isoflavon merupakan salah satu kelompok flavonoid yang dimanfaatkan sebagai bioinsektisida.

3. Glikosida

Glikosida merupakan senyawa yang berbentuk dari kondensasi antara gugus hidroksil pada karbon anomerik monosakarida atau residu monosakarida dengan senyawa kedua yang dpt bukan monosakarida lain (aglikon). Semua glikosida alam dapat terhidrolisis menjadi gula dan bukan gula dengan cara mendidihkannya bersama asam mineral. Biasanya, glikosida


(35)

juga dapat terhidrolisis dengan mudah oleh enzim yang terdapat dalam jaringan tumbuhan yang sama (Robinson 1995).

4. Steroida/Triterpenoida

Steroida dalam tumbuhan dinamakan dengan sterol, karena praktis semua steroida tumbuhan berupa alkohol. Triterpenoida adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon. Kebanyakan getah tanaman patah tulang mengandung banyak triterpenoida, sedangkan ranting patah tulang mengandung banyak steroida (Robinson 1995). Steroid dan triterpenoid merupakan senyawa yang dapat terekstraksi dengan pelarut non polar atau semi polar (Harborne, 1987).

5. Saponin

Saponin merupakan senyawa yang memiliki aktivitas mengikat sterol bebas dalam sistem pencernaan, sehingga dengan menurunnya jumlah sterol bebas akan mempengaruhi proses pergantian kulit pada serangga. Saponin terdapat pada seluruh bagian tanaman seperti akar, daun, batang, dan bunga (Mulyana, 2002). Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat dan menimbulkan busa jika dikocok dengan air. Beberapa saponin berfungsi sebagai antimikrobia. Sifat antimikrobia berasal dari aglikan saponin, yaitu sapogenin, misalnya steroid dan triterpenoid (Robinson 1995). Saponin merupakan senyawa aktif permukaan yang mudah terdeteksi melalui kemampuannya dalam membentuk busa. Komponen ikatan glikosida yang


(36)

terdapat di dalam saponin menyebabkan senyawa ini cenderung bersifat polar (Harborne, 1987).

6. Tanin

Tanin merupakan salah satu senyawa yang termasuk ke dalam golongan polifenol yng terdapat dalam tanaman patah tulang. Menurut Haborne (1987), senyawa kompleks yang dihasilkan dari interaksi dengan protein tersebut bersifat racun atau toksik yang dapat berperan dalam menghambat pertumbuhan dan mengurangi nafsu makan serangga melalui penghambatan aktivitas enzim pencernaan. Tanin mempunyai rasa yang pahit. Pada umumnya tanaman yang mengandung tanin dhindari oleh hewan pemakan tanaman karena rasanya yang pahit. Salah satu fungsi tanin dalam tumbuhan adalah sebagi penolak hewan herbivor dan sebagai pertahanan diri bagi tanaman itu sendiri.

Tanin secara umum didefinisikan sebagai senyawa polifenol yang memiliki berat molekul cukup tinggi dan dapat membentuk kompleks dengan protein. Tanin merupakan senyawa yang tidak dapat dikristalkan dan membentuk senyawa tidak larut yang berwarna biru gelap atau hitam kehijauan dengan garam besi (Robinson 1995).

5 Letal Concentration50 (LC50)

5.1 Deskripsi LC50

Letal concentration 50 atau LC50 adalah suatuperhitungan untuk menentukan keaktifan dari suatu ekstrak atau senyawa. Makna dari LC50adalah pada konsentrasi berapa ekstrak dapat mematika 50% dari


(37)

organisme uji. Penentuan LC50 biasaya digunakan dalam uji toksisitas (Fadhil, 2013).

5.2 Perhitungan nilai probit

a. Menuliskan jumlah serangga uji yang mati sesuai dengan konsentrasinya b. Menghitung % mortalitas dengan cara :( jumlahyang mati / jumlah total

larva) x 100%)

c. Jika terdapat serangga uji yang mati maka hitung mortalitas terkoreksi, sesuai ulangan:

‴㔳⸴㔰吠൭⸴㔰㸸 ‴㔳⸴‴㔳‴⸴㸸൭

th吠㔰h h‴㔳⸴㔰吠൭⸴㔰㸸 ‴㔳吠㔰⸴t㔰 h‴㔳⸴㔰൭⸴㔰㸸 ⸴‴ ⸴㔳‴吠 t吠㔰 㔰 㔰 㸸㔰h㔰  th吠㔰hh㔰⸴൭ 㔰h㔰 ⸴‴ ⸴㔳‴吠

d. Setelah % mortalitas terkoreksi didapatkan untuk setiap ulangan maka rata-ratakan dengan membagi total mortalitas dengan jumlah ulangan yang dilakukan. Masukkan hasil rata-rata tersebut ke kolom rata-rata % mortalitas terkoreksi

e. Mencari nilai probit untuk mortalitas terkoreksi yang didapatkan dan memasukkan ke kolom nilai probit. Mencari nilai probit dengan mencocokkan dengan tabel probit (lampiran 1) dengan rata-rata mortalitas terkoreksi

f. Jika nilai probit sudah ada maka selanjutnya membuat grafik hubungan antara nilai probit mortalitas dengan log10 konsentrasi. Melalui Ms. Word/Exel dengan memasukkan nilai probit di sumbu y dan nilai log konsentrasi di sumbu x lalu memilih menu Insert kemudian pilih Chart dan pilih model XY scatter. Setelah grafik muncul klik kanan pada salah


(38)

satu titik kemudian pilih add trendline klik bagian Display Equation on chartdan DisplayR_squared velue on chart.

g. jika persamaan sudah ada, selanjutnya mencari nilai LC50. Dengan memasukkan LC 50 adala 5 karena 50% nilai probit atau 50% kematian ulat. Mencari nilai x dengan memasukkan nilai 5 ke persamaan yang didapatkan. Kemudian tentukan LC50dengan antilog (x) atau 10x.

B. Hasil penelitian yang relevan

Berikut adalah beberapa penelitian yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini :

Penelitian yang dilakukan oleh Toana dan Nasir (2010), mengenai “Studi Bioaktivitas dan Isolasi Senyawa Bioaktif Tumbuhan Euphorbia tirucalli L. (Euphorbiaceae) sebagai Insektisida Botani Alternatif”. Hasil ekstraksi Euphorbia tirucalli L menunjukkan bahwa ekstraksi dengan pelarut etanol menghasilkan rendemen ekstrak lebih banyak yaitu sebesar 6,60% dengan berat ekstrak 23,11g dibandingkan dengan hasil ekstraksi menggunakan pelarut aseton sebesar 1.74% dengan berat ekstrak 6.08g sedangkan hasil ekstraksi menggunakan pelarut heksan hanya menghasilkan rendemen ekstrak 0.50% dengan berat ekstrak 1.74g. Daun tanaman Euphorbia tirucalli yang diekstrak dengan pelarut aseton memiliki toksisitas lebih kuat karena dengan konsentrasi 2% sudah dapat menyebabkan mortalitas 50% dibandingkan pelarut etanol pada konsentrasi 3%.

Penelitian yang dilakukan oleh Arneti pada tahun 2016 mengenai “Aktivitas Ekstrak Heksan Tumbuhan Patah Tulang Euphorbia


(39)

tirucalli(Euphorbiaceae) Terhadap Telur Crocidolomia pavonana (Lepidoptera crambidae)”. Penggunaan tanaman patah tulang Euphorbia tirucalli sebagai insektisida nabati merupakan salah satu teknik pengendalian Crocidolomia pavonana. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aplikasi ekstrak tanaman patah tulang terhadap penekanan terhadap penetasan telur Crocidolomia pavonana pada usia berbeda. Ekstrak heksan tanaman patah tulang diaplikasikan dengan metode celup pada konsentrasi 0.23%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak heksan tanaman patah tulang pada konsentrasi 0.23% mampu menekan penetasan telur Crocidolomia pavonana umur I hingga 3 hari dengan presentase penetasan telur berturut-turut 12,72%, 36,50%, dan 44,00% serta presentase aktivitas ovisidal berturut-turut 87,15%, 63,32%, dan 55,42%. Ekstrak heksan tanaman patah tulang tidak mempegaruhi lama perkembangan telurCrocidolomia pavonana.

Penelitian yang dilakukan oleh Oratmangun, dan kawan-kawan pada tahun 2014 mengenai “Uji Toksisita Ekstrak Tanaman Patah Tulang (Euphorbia tirucalli L.) Terhadap Artemia salina dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) Sebagai Studi Pendahuluan Potensi Anti Kanker”. Tujuan penelitian ini adalah membuktikan ada tidaknya potensi anti kanker dari ekstrak metanol dan kloroform tanaman patah tulang dan dilanjutkan dengan skrining senyawa fitokimia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak metanol dan kloroform tanaman patah tulang bersifat toksik, hal ini ditandai dengan nilai LC50< 1000 µg/mL dan senyawa


(40)

fitokimia yang diduga bersifat toksik terhadap Artemia salina L. Adalah alkaloid, flavanoid, dan tanin.

Bagan 2.1 : Peta Literatur - Studi bioaktivitas

isolaso senyawa bioaktif tumbuhanEuphorbia turucalllisebagi insektisida - Hasil ekstraksi Euphorbia tirucalli menunjukkan bahwa etanol menghasilkan rendemen ekstrak lebih banyak dari aseton. - Pelarut aseton memiliki toksisitas lebih kuat dibandingkan pelatut etanol

(Toana dan Nasir, 2010)

- Aktivitas ekstrak Tanaman patah tulang sebagai insektisida nabati terhadap telur

Crocidolomia pavonana - Tanaman patah tulang terhadap penekanan penekanan telur

Crocidolomia pavonana - Tanaman patah tulang pada konsentrasi 0,23% mampu menekan penetasan telur

Cracidolomia pavonana (Arneti, 2016)

- Uji toksisitas tanaman patah tulang terhadap Artemia salinadengan metode BSLT

- Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak metanol dan kloroform tanaman patah tulang bersifat toksik

- Nilai LC50<1000 µg/mL dan senyawa fitokimia bersifat toksik terhadap Artemia salinaL. (Oratmangun 2014)

- Pengaruh ekstrak tanaman patah tulang terhadap mortaitas ulat grayak pada tanaman cabai

- Ekstrak tanaman patah tulang menyebabkan mortalitas ulat grayak - Tanaman patah tulang berpotensi sebagi biinsektisida


(41)

C. Kerangka berfikir

Berikut adalah kerangka berfikir dalam penelitian yang telah dilakukan: Tanaman cabai merupakan salah satu sayuran buah yang memiliki peluang bisnis baik. Namun, sering terjadi permasalahan yaitu hama (ulat grayak).Ulat grayak adalah hama yang terdapat pada tanaman cabai. ulat grayak dapat dikendalikan dengan memanfaatkan bioinsektisida.

Tanaman patah tulang memiliki kandungan senyawa kimia yang terdapat di dalam ekstrak patah tulang adalah senyawa metabolit sekunder, seperti alkaloid, flavonoid, steroid/triterpenoid, tanin, glikosida, dan antrakuinon. Senyawa steroid/triterpenoid menunjukkan berbagai aktivitas fisiologi digunakan untuk antifungi, insektisida, antibakteri atau antivirus. Hal ini menunjukkan tanaman patah tulang dapat mengendalikan ulat grayak pada tanaman cabai.


(42)

Bagan 2.2 : Kerangka Berfikir

D. Hipotesa

a. Tanaman patah tulang (Euphorbia tirualli) dapat mempengaruhi mortalitas ulat grayak (Spodoptera litura)

b. Nilai LC50 atau nilai pada konsentrasi berapa ekstrak tanaman patah tulang dapat mematikan 50% dari ulat grayak (Spodoptera litura)pada 24 jam setelah aplikasi


(43)

27 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimen yaitu penelitian yang dilakukan adalah percobaan sebenarnya. Penelitian dilakukan dengan menguji bahan pestisida organik dari tanaman patah tulang. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Deskriptif kuantitatif merupakan penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena yang ada dengan menggunakan angka-angka untuk mencandarkan karakteristik individu atau kelompok (Syamsudin & Damiyanti 2011). Pengaruh pemberian ekstrak tanaman patah tulang sebagai bioinsektisida akan dilihat berdasarkan mortalitas ulat grayak dan jumlah daun yang diserang. Variabel penelitian ini terdiri dari variabel terikat, variabel bebas, dan variabel kontrol.

a. Variabel terikat : Mortalitas Ulat Grayak

b. Variabel bebas : Konsentrasi Ekstrak Tanaman Patah Tulang c. Variabel kontrol : Daun dan Batang Cabai dan Volume Pencelupan


(44)

B. Batasan Penelitian/ Definisi Operasional

Adapun batasan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Dalam penelitian ini adalah daun muda tanaman cabai (Capsicum

frutescens)

2. Penelitian ini menggunakan tanaman patah tulang (Euphorbia tirucalli) yang digunakan adalah bagian batang dan daun sebagai bioinsektisida 3. Penelitian menggunakan ekstrak dari tanaman patah tulang (Euphorbia

tirucalli)

4. Penelitian menggunakan ulat grayak (Spodoptera litura) yang memiliki berat 0,20 g sampai 0,60 g sebagai serangga uji

5. Mortalitas merupakan tingkat kematian pada suatu populasi tertentu 6. Pengamatan mortalitas dilakukan hingga 4 hari

C. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Gelas ukur 1000 ml

2. Gelas ukur 150 ml 3. Gelas ukur 50 ml 4. Timbangan digital

5. Spatula atau batang pengaduk 6. Blender

7. Corong 8. Oven


(45)

10. Alumunium foil 11. Toples plastik 12. Saringan/ayakan 13. Kertas saring 14. Alat tulis

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Daun dan batang tanaman patah tulang 1.500 gram

2. Etanol 96%

3. Daun tanaman cabai 4. Ulat grayak

5. Air

D. Cara Kerja

 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2017 bertempat di Laboratorium Biologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Kost Putri Mustika dan Laboratorim Chem-Mix Pratama terletak di Kretek, Jambidan, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta.

 Penyediaan bahan tanaman sumber ekstrak

Tanaman patah tulang diperoleh dari Desa Katekan Kecamatan Gantiwarno, Klaten, Jawa Tengah. Daun dan batang tanaman patah tulang dipotong-potong dengan ukuran 0,5 cm. Kemudian potongan tersebut dikeringanginkan selama beberapa hari. Setelah kering


(46)

tanaman tersebut dihancurkan dengan menggunakan blender sehingga diperoleh serbuk. Selanjutnya serbuk tanaman patah tulang diayak.

 Ekstraksi tanaman patah tulang

Ekstraksi sampel menggunakan pelarut etanol. Pembuatan ekstrak menggunakan metode maserasi. Menurut Baud, Grace, S. dkk. (2014)., serbuk patah tulang yang diperoleh dimasukkan ke dalam 2 beaker glass masing-masing diisi sebanyak 100 g kemudian direndam dengan 500 mL etanol 96% dan ditutup dengan alumunium foil selama 2x24 jam sambil sesekali dikocok. Setelah 2 hari, disaring menggunakan kertas saring, residu direndam kembali dengan etanol 96% sebanyak 250 mL ditutup dengan alumunium foil lalu dikocok dan disimpan selama 24 jam kemudian disaring. Filtrat yang diperoleh pada maserasi pertama dan kedua dianginkan dengan kipas angin sekitar 2-3 hari untuk diperoleh ekstrak kental. Ekstrak kental yang telah diperoleh untuk uji toksisitas.

 Pengadaan serangga uji

Serangga uji atau ulat grayak diperoleh dari perkebunan cabai merah dan tomat yang terletak di Kragilan, Gantiwarno, Klaten, Jawa Tengah. Ulat grayak diambil secara acak pada toples. Ulat grayak dipilih, dipisahkan pada wadah yang lain kemudian ditimbang. Ulat grayak yang digunakan untuk penelitian yang memiliki berat 0,2 g -0,6 g.


(47)

 Pembuatan Konsentrasi Sampel Uji

Pada pengujian ini menggunakan ulat grayak sebagai serangga uji. Prosedur berdasarkan Moh hibban Toana dan Burhannuddin Nasir (2010). Pada metode perlakuan ini daun tanaman cabai dicelupkan pada wadah yang telah berisi ektrak dan air dengan konsentrasi larutan ekstrak yaitu konsentrasi 0%, 3%, 4%, 5%, dan 6%. Untuk memperoleh ekstrak sesuai perlakuan maka dilakukan pengenceran sebagai berikut:

P0 = Konsentrasi 0% ( 0 g ekstrak + 10 ml air) P1 = Konsentrasi 30% ( 3 g ekstrak + 10 ml air) P2 = Konsentrasi 40% ( 4 g ekstrak + 10 ml air) P3 = Konsentrasi 50% ( 5 g ekstrak + 10 ml air) P4 = Konsentrasi 60% ( 6 g ekstrak + 10 ml air)

 Uji toksisitas terhadap ulat grayak

Uji toksisitas pada masing-masing ekstrak sampel. Setiap perlakuan digunakan 10 ekor serangga uji dan diulang sebanyak 5 kali. Pengamatan dilakukan selama 4 hari terhadap kematian ulat grayak dimana setiap konsentrasi dilakukan lima kali pengulangan dan dibandingkan dengan kontrol.

Penelitian yang telah dilakukan selama 24 jam dengan jumlah ulat grayak 250 ekor. Daun dan batang tanaman cabai digunakan sebagai makanan ulat grayak. Daun dan batang tanaman cabai ditimbang setiap perlakuan diberi 5 g kemudian dicelupkan pada larutan ekstrak tanaman patah tulang pada pagi hari sebelum diberikan pada hewan uji


(48)

Konsentrasi yang telah ditentukan yaitu konsentrasi 0% atau kontrol, konsentrasi 30%, konsentrasi 40%, konsentrasi 50%, dan kosentrasi 60%. Larutan ekstrak tanaman patah tulang dibuat dengan ditambahkan air sebagai pelarut. Pembuatan konsentrasi 30% dengan 3 gram ekstrak tanaman patah tulang ditambah air sebanyak 10 ml, konsentrasi 40% dengan 4 gram ekstrak tanaman patah tulang ditambahkan air 10 ml, konsentrasi 50% dengan 5 gram ekstrak tanaman patah tulang ditambahkan 10 ml air, dan konsentrasi 60% dengan 6 gram ekstrak tanaman patah tulang ditambahkan 10 ml air. Setiap konsentrasi dilakukan lima kali pengulangan. Pengambilan data atau menghitung jumlah ulat grayak dilakukan 24 jam setalah aplikasi atau perlakuan. Tabel 3.1 Pengaruh pemberian ekstrak tanaman patah tulang (Euphorbia

tirucalli) terhadap mortalitas ulat grayak (Spodoptera litura)

Jam ke- 24 Konsentrasi (%)

0% 30% 40% 50% 60%

1 2 3 4 Total % Mortalitas


(49)

E. Metode Analisis Data

Metode analisis data dalam penelitian yang digunakan adalah dengan perhitungan LC50. Letal Concentratoin 50 atau biasa disebut LC50 adalah suatu perhitungan untuk menentukan keaktifan dari suatu ekstrak atau senyawa. LC50 adalah pada konsentrasi berapa ekstrak dapat mematikan 50 dari organisme uji.

Cara perhitungan LC50:

d. Menuliskan jumlah serangga uji yang mati sesuai dengan konsentrasinya e. Menghitung % mortalitas dengan cara :( jumlahyang mati / jumlah total

larva) x 100%).

f. Jika terdapat serangga uji yang mati maka hitung mortalitas terkoreksi, sesuai ulangan:

‴㔳⸴㔰吠൭⸴㔰㸸 ‴㔳⸴‴㔳‴⸴㸸൭

th吠㔰h h‴㔳⸴㔰吠൭⸴㔰㸸 ‴㔳吠㔰⸴t㔰 h‴㔳⸴㔰൭⸴㔰㸸 ⸴‴ ⸴㔳‴吠 t吠㔰 㔰 㔰 㸸㔰h㔰  th吠㔰hh㔰⸴൭ 㔰h㔰 ⸴‴ ⸴㔳‴吠

g. Setelah % mortalitas terkoreksi didapatkan untuk setiap ulangan maka rata-ratakan dengan membagi total mortalitas dengan jumlah ulangan yang dilakukan.

5. Mencari nilai probit untuk mortalitas terkoreksi yang didapatkan dan memasukkan ke kolom nilai probit. Mencari nilai probit dengan mencocokkan dengan tabel probit (lampiran 1) dengan rata-rata mortalitas terkoreksi

6. Jika nilai robit sudah ada maka selanjutnya membuat grafik hubungan antara nilai probit mortalitas dengan log10 konsentrasi. Melalui Ms.


(50)

Word/Exel dengan memasukkan nilai probit di sumbu y dan nilai log konsentrasi di sumbu x lalu memilih menu Insert kemudian pilih Chart dan pilih model XY scatter. Setelah grafik muncul klik kanan pada salah satu titik kemudian pilih add trendline klik bagian Display Equation on chartdan DisplayR_squared velue on chart.

7. jika persamaan sudah ada, selanjutnya mencari nilai LC50. Dengan memasukkan LC50 adalah 5 karena 50% nilai probit atau 50% kematian ulat. Mencari nilai x dengan memasukkan nilai 5 ke persamaan yang didapatkan. Kemudian tentukan LC50dengan antilog (x) atau 10x.

F. Rancangan Pemanfaatan Hasil Penelitian dalam Pembelajaran

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran Sekolah Menengah Atas kelas X semester ganjil pada bab Ruang Lingkup Biologi sub bab Metode Ilmiah.


(51)

35 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Kandungan Senyawa Flavonoid dan Alkaloid pada Ekstrak Tanaman Patah Tulang

Senyawa flavonoid dan alkaloid pada ekstrak tanaman patah tulang telah diuji di Laboratorium Chem-Mix Pratama. Sampel ekstrak tanaman patah tulang yang digunakan untuk diuji sebanyak 3,3 gram. metode yang digunakan uji spektrofotometri. Berikut adalah hasil uji senyawa alkaloid dan flavonoid:

Tabel 4.1 Senyawa Flavonoid dan Alkaloid Pada Ekstrak Tanaman Patah Tulang

No Kose

Sample Analisa Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata 1 Ekstrak

Tanaman Patah Tulang

Flavonoid 0,7827 % 0,7837 % 0,7832 % Alkaloid 0,0748 % 0,0712 % 0,073 %

Berdasarkan hasil analisa tersebut bisa diketahui bahwa ekstrak tanaman patah tulang rata-rata mengandung senyawa flavonoid sebanyak 0,07832% sedangkan rata-rata kandungan senyawa alkaoid sebanyak


(52)

0,073%. Senyawa yang memberikan efek toksik yaitu favonoid, dimana pada kadar tertentu memiliki potensi toksisitas akut yang menyebabkan pecahnya membran sel sehingga terjadi kematian sel (Scheuer, 1994). Senyawa alkaloid dalam patah tulang dapat menghambat daya makan (antifedant). Hal ini yang mengakibatkan gagal mendapatkan stimulus rasa, sehingga tidak mampu mengenali makanannya jadi ulat akan mengalami mati kelaparan (Cahyadi, 2009).

2. Data pengamatan Mortalitas Ulat Grayak

Dari hasilpengamatan yang telah dilakukan pengaruh ekstrak tanaman patah tulang terhadap mortalitas ulat grayak dilakukan selama 4 hari. Pada penelitian ini daun dan batang tanaman cabai dicelupkan pada larutan ekstrak dilakukan satu kali sehari. Daun dan batang yang digunakan sebanyak 5 g untuk masing-masing toples, tiap toples ada 10 ekor ulat grayak. Ulat grayak yang digunakan memiliki berat 0,2 g – 0,6 g dan diletakkan pada tiap toples secara acak. Sedangkan untuk pengambilan data dilakukan selama 24 jam. Mortalitas ulat grayak pada pengamatan 24 jam setelah aplikasi adalah sebagai berikut:


(53)

Tabel 4.2: Data Hasil Pengamatan Mortalitas Ulat Grayak 24 Jam Setelah Aplikasi

Konsentrasi (%)

Log10 Konsentrasi

Rata-rata % Mortalitas Terkoreksi

Nilai Probit Nilai Lc50 (%)

0 - -

-5,3

3 0,48 18 4,08

4 0,60 22 4,23

5 0,70 48 4,95

6 0,77 60 5,25

Keterangan:

Rumus % Mortalitas Terkoreksi:

% Mortalitas Terkoreksi = jumlah mortalitas perlakuanjumlah ulat yang mati pada kontrol− mortalitas kontrol ulangan yang sama

Pengamatan 24 jam setelah aplikasi pada konsentrasi 0% atau kontrol rata-rata presentase mortalitas terkoreksi ulat grayak sebesar 0%. Sedangkan pada konsentrasi 30% sebesar 18%, konsentrasi 40% sebesar 22%, konsentrasi 50% sebesar 48%, dan konsentrasi 60% sebesar 60%. Dari data tersebut pada konsentrasi 0% atau kontrol dan konsentrasi 30% sampai 60% mengalami peningkatan mortalitas ulat grayak. Hal ini disebabkan pada konsentrasi tinggi terdapat kandungan senyawa aktif yang tinggi pula. Adanya kandungan senyawa aktif pada konsentrasi 30% sampai 60% larutan bioinsentisida sedangkan pada konsentrasi 0% atau kontrol tidak terdapat senyawa aktif sehingga pada konsentrasi kontrol tidak terjadi mortalitas. Dari


(54)

pengamatan, mortalitas ulat yang paling tinggi terdapat pada konsentrasi 60%. Pada tabel diatas terdapat nilai probit, nilai probit diperoleh dari tabel (lampiran 1). Untuk memperoleh nilai probit ini memasukkan nilai rata-rata % mortalitas terkoreksi kemudian dicocokkan dengan nilai probit pada presentase. Nilai probit pada konsentrasi 0% sebesar 0%, konsentrasi 30% sebesar 4,08%, konsentrasi 40% sebesar 4,95%, konsentrasi 50% sebesar 4,95%, dan konsentrasi 60% sebesar 5,25%.

Hasil yang telah diperoleh dibuat grafik yang menunjukkan hubungan antara konsentrasi ekstrak tanaman patah tulang dengan presentase kematian ulat grayak.

Gambar 4.1: Grafik Hubungan Antara Konsentrasi dan Presentase Kematian Ulat Grayak pada 24 Jam Setelah Aplikasi


(55)

Dari grafik hubungan antara log10konsentrasi (sumbu x) dengan nilai probit (sumbu y). Pada grafik 4.1 didapatkan persamaan y = 4,274x + 1,902 dan R2 = 0,917. Grafik pada gambar diatas digunakan untuk mencari nilai LC50 dengan mensubtitusikan angka 50% sebagai y (lihat lampiran 1). Sehingga didapat nilai LC50 = 5,31%. Nilai LC50berarti mortalitas pada ulat grayak mencapai 50% pada saat konsentrasi ekstrak tanaman patah tulang mencapai 5,31%.

Nilai R2 merupakan koefiseien determinasi. Menurut Ghozali Imam (2009) Koefisien Determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan sebuah model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai pada grafik 4.1 R2 = 0,917yang artinya bahwa variabel konsetrasi ekstrak tanaman patah tulang terhadap mortalitas ulat grayak. Besarnya angka koefisein determinasi R2= 0,917 sama dengan 91,7%. Angka tersebut berarti bahwa konsentrasi ekstrak tanaman patah tulang terhadap mortalitas ulat grayak. Sedangkan sisanya (100% - 91,7% = 2,9%) dipengaruhi oleh variabel lain. Besarnya pengaruh variabel lain ini disebut sebagai error (e).

Pada tabel 4.2. Pada pengamatan yang telah dilakukan konsentrasi 0% atau kontrol tidak terjadi mortalitas pada ulat terlihat bahwa ekstrak tanaman patah tulang (Euphorbia tirucalli) pada 24 jam setelah aplikasi presentase mortalitas ulat grayak (Spodoptera litura) berkisar 18% - 60%. Dari data tersebut terlihat bahwa perlakuan yang telah dilakukan mengalami peningkatan mortalitas.


(56)

B. Pembahasan

1. Mortalitas Ulat Grayak

Pada pengamatan yang telah dilakukan konsentrasi 0% atau kontrol tidak terjadi mortalitas pada ulat grayak karena pada konsentrasi 0% tidak mengandung senyawa aktif yang menyebabkan mortalitas ulat grayak melainkan hanya mengandung air saja. Sedangkan pada konsentrasi 30% sampai konsentrasi 60% terjadi mortalitas yang bervariasi. Pada konsentrasi tersebut mengandung senyawa aktif yang dapat menyebabkan mortalitas pada ulat grayak. Pada konsentrasi 60% terjadi mortalitas paling tinggi dari konsentrasi 30%, 40%, 50%. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi tinggi dari ekstrak tanaman patah tulang lebih meningkatkan mortalitas ulat grayak hingga 60%. Pada konsentrasi 50% terjadi mortalitas tinggi hingga 48%. Pada kosentrasi 40% terjadi mortalitas cukup tinggi menyebabkan 22% mortalitas ulat grayak. Pada konsentrasi 30% terjadi mortalitas menyebabkan 18% mortalitas ulat grayak.Pada konsentrasi 30%, 40%, 50%, dan 60% tingkat mortalitas pada ulat grayak ditunjukkan bervariasi. Jika dibandingkan, antara konsentrasi 30% sampai 60% maka dapat diketahui bahwa pada konsetrasi 60% yang lebih cepat mempengaruhi mortalitas ulat grayak dibandingkan dengan konsentrasi 30%, 40%, dan 50%.

Secara umum dapat dijelaskan bahwa ekstrak tanaman patah tulang dapat menyebabkan mortalitas ulat grayak. Senyawa yang dapat menyebabkan mortalitas ulat grayak adalah flavonoid dan alkaloid. Menurut


(57)

Tanada dan Kaya (1993) ulat yang stres akan meningkatkan kerentanan terhadap serangan penyakit. Kemungkinan stres itu berasal dari makanan yang telah dicelupkan pada larutan ekstrak tanaman patah tulang.

2. Faktor-faktor yang Menyebabkan MortalitasSpodoptera litura

Adapun faktor-faktor yang dapat menyebabkan mortalitas ulat grayak sebagai berikut:

a. Kandungan senyawa aktif ekstrak tanaman patah tulang

Berdasarkan pengamatan selama 24 jam ulat grayak mengalami mortalitas. Ulat grayak yang mati ditandai dengan tubuh berubah menjadi hitam pekat, tubuh mengalami kerusakan sehingga mengeluarkan cairan berwarna coklat kehitaman bahkan ada yang mati hingga tidak berbentuk ulat lagi (lihat gambar 4.1). Hal ini disebabkan oleh pestisida yang dapat membunuh ulat grayak bersifat racun lambung. Menurut Djojosumarto (2008) racun lambung ialah jenis pestisida yang membunuh hama serangga jika termakan oleh serangga tersebut serta masuk ke dalam organ pencernaannya.

Mortalitas yang terjadi pada ulat grayak karena terdapat senyawa aktif pada ekstrak tanaman patah tulang. Senyawa aktif yang terdapat pada ekstrak tanaman patah tulang terdapat flavonoid dan alkoloid. Menurut Oratmangun, (2014) bahwa senyawa yang memberikan efek toksik yaitu flavonoid dimana pada kadar tertentu memiliki potensi toksisitas akut ditandai pecahnya membran sel yang menyebabkan kematian sel. Senyawa alkaloid dalam ekstrak tanaman patah tulang dapat menghambat daya makan. Menurut


(58)

Cahyadi (2009) cara kerja senyawa tersebut adalah dengan bertindak sebagai stomach poisoning atau racun perut. Oleh karena itu, bila senyawa-senyawa ini masuk dalam tubuh ulat grayak alat pencernaannya akan terganggu. Selain itu, senyawa ini menghambat reseptor perasa pada daerah mulut. Hal ini yang menyebabkan ulat gagal mendapatkan stimulus rasa, tidak mampu mengenali makanannya sehingga ulat grayak mati kelaparan.

Gambar 4.2. Mortalitas ulat grayak setelah perlakuan

b. Aktivitas makan ulat grayak

Mortalitas pada ulat grayak juga dapat dipengaruhi oleh aktivitas makan ulat. Pada konsentrasi rendah aktivitas makan cenderung meningkat. Hal ini disebabkan senyawa yang terkandung pada konsentrasi rendah sehingga aktivitas makan ulat grayak meningkat. Dari hal tersebut dengan adanya aktovitas makan meningkat maka tingkat mortalitas pada ulat sedikit. Sedangkan pada konsentrasi tinggi aktivitas makan ulat grayak menurun sehingga menyebabkan mortalitas pada ulat grayak tinggi.


(59)

3. Hambatan dan Keterbatasan

Hambatan yang dialami adalah keseragaman bobot ulat. Ulat grayak yang diperoleh dari perkebunan tidak sama. Menurut Hidayati (2013), ulat dipelihara dan diberi makanan sehingga memasuki instar dua,ulat yang digunakan dalam penelitian memasuk instar dua. Namun, jika ulat bobot ulat tidak sama maka ulat yang akan digunakan ditimbang sebelum perlakuan.

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah penggunaan bahan untuk bioinsektisida. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini hanya tanaman patah tulang kering, sehingga untuk mengoptimalkan perbandingan maka digunakan bahan dari tanaman patah tulang kering dan basah dalam penelitian.


(60)

44 BAB V

APLIKASI HASIL PENELITIAN TERHADAP DUNIA PENDIDIKAN

Dari hasil penelitian tentang menguji ekstrak tanaman patah tulang sebagai bahan bioinsektisida dapat menambah pengetahuan siswa dalam dunia pendidikan. Melalui proses belajar mengajar siswa diajarkan untuk memanfaatkan tanaman di sekitar untuk dijakan bahan belajar siswa. Dari pembelajaran tersebut diharapkan siswa dapat membantu masyarakat yang masih minim pengetahuan untuk mengetahui manfaat dari tanaman patah tulang berpotensi sebagai pestisida organik atau bioinsektisida.

Selain itu, siswa dapat meningkatkan sikap ilmiah dan keterampilan berproses secara ilmiah menggunakan metode ilmiah. Dengan percobaan (eksperimen) membuat siswa terlibat secara aktif sebagai upaya meningkatkan sikap ilmiah. Melalui eksperimen siswa menjadi lebih aktif, melatih dan membiasakan siswa untuk terampil menggunakan alat, terampil merangkai percobaan dan mengambil kesimpulan dalam melakukan metode ilmiah dan sikap ilmiah siswa. Bahan belajar yang dapat mendukung kegiatan belajar tersebut terdapat pada materi SMA kelas X semester I yaitu Ruang Lingkup Biologi sub bab metode ilmiah.


(61)

Acuan kurikulum yang digunakan dalam desain pembelajaran terkait penelitian yang dilakukan menggunakan Permendikbud No 24 Tahun 2016 kurikulum 2013.

1. Kompetensi Inti

KI 1 : Menghayari dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya

KI 2 : Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleransi, damai), santun, responsif, dan pro-aktif serta menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkugan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.

KI 3 : Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah

KI 4 : Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan


(62)

KD 3.1 : Menjelaskan ruang lingkup biologi (permasalahan pada berbagai obyek biologi dan tingkat organisasi kehidupan), melalui penerapan metode ilmiah dan prinsip keselamatan kerja

Indikator : 3.1.1 Menjelaskan permasalahan pada berbagai obyek Biologi dan tingkat organisasi kehidupan

3.1.2 Menganalisis permasalahan biologi berdasarkan langkah-langkah metode ilmiah dalam penelitian

3.1.3 Menjelaskan prinsip keselamatan kerja berdasarkan pengamatan dan percobaan

KD 4.1: Menyajikan data hasil penerapan metode ilmiah tentang permasalahan pada berbagai obyek biologi dan tingkat organisasi kehidupan

Indikator 4.1.1 Menyusun rancangan penelitian dengan metode ilmiah


(63)

47 BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

1. Pemberian ekstrak tanaman patah tulang (Euphorbia tirucalli) dapat mempengaruhi mortalitas ulat grayak (Spodoptera litura)

2. Nilai LC50 ekstrak tanaman patah tulang terhadap mortalitas ulat grayak pada 24 jam setelah aplikasi sebesar 5,31%

B. Saran

Saran yang dapat penulis sampaikan adalah sebagai berikut :

1. Perlu diperhatikan pada proses pembuatan esktrak tanaman patah tulang lebih baik dioven untuk mempercepat pengeringan

2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk membuat perbedaan waktu pencelupan larutan ekstrak tanaman patah tulang pada pagi atau sore yang paling efektif untuk mempercepat mortalitas ulat grayak


(64)

Daftar Pustaka

Abdi, R, 2010. Flavonoid: Struktur, Sifat Antioksidatif dan Peranannya dalam Sistem Biologis,Jurnal Belian, Vol.9, No.2, 196-202, Politeknik Negeri Pontianak, Pontianak.

Arifin, M, 1991. Bioekologi, serangan dan pengendalian hama pemakan daun kedelai. Lokakarya Pengendalian Hama Terpadu Tanaman Kedelai. Malang, 8-11 Agustus 1991.

Arneti, Khairul U, dan Kamala N P, 2016. Review Article: Aktivitas ekstrak heksan tumbuhan patah tulangEuphorbia tirucalli(Euphorbiaceace) terhadap telurCrocidolomia pavonana(Lepidoptera Crambidae)

A.R, Syamsuddin, & Damaianti, S. (2011).Metode Penelitian Pendidikan Bahasa. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Badan Litbang Pertanian, 2006. Laporan Hasil Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian.

Cahyadi, R, 2009.Uji toksisitas akut ekstrak buah pare terhadap lara Artemia salina L dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) Universitas Diponegoro Repository.5: 1-8

Depkes RI, 1995.Farmakope Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Djojosumarto, P, 2008.Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Kanisius: Yogyakarta

Djunaedy A, 2009. Biopestisida sebagai Pengendali Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang Ramah Lingkungan,EMBRYO6 (1): 88-95 Fadhil, 2013.Perhitungan LC50dari BSLT. Net.id

Grace S, Baud., Meiske S., dan Harry S.J., 2014. Analisis senyawa metanolit sekunder dan uji toksisitas ekstrak etanol batang tanaman patah tulang (Euphorbia turucalli) dengan metodeBrine Shrimp Lethality Test (BSLT). Program studi kimia FMIPA UNSRAT Manado

Ghozali, Imam, 2009.Ekonometrika – Teori, Konsep, dan Aplikasi dengan SPSS 17. Badan Penerbit Diponegoro: Semarang


(65)

Harbone, JB, 1987.Metode Fitokimia. Padmawinata K, Soediro I, penerjemah; Niksolihin S, editor. Bandung: Penerbit ITB. Terjemahan dari

Phytochemical methode

Harpenas, A dan Dermawan, 2010.Budi daya cabai unggul. Jakarta: Penebar Swadaya

Hidayati, Nurul N., Yuliani., dan Kuswanti, Nur, 2013, Pengaruh ekstrak daun suren dan mahoni terhadap mortalitas dan aktivitas makan ulatpada kubis, Jurnal LenteraBio, 2 (1), 95-99

Istirochah ,Nurhidayati, P, Anis S, Djuhari dan A. Basit, 2008.Pertanian Organik, Fakultas Pertanian Universitas Islam Malang, Malang.

Kalsoven, L.G.E, (1981) The Pets of Crops In Indonesia. Revised And Translated by P.A. Van der Laan. PT. Ictiar Baru. Van Hoeve. Jakarta.

Marwoto dan Suharsono, 2011.Strategi dan komponen teknologi pengendalian ulat grayak (Spodoptera lituraFabricius) pada tanaman kedelai. Jurnal Litbang Pertanian. 27 (4) : 131-136.

Mulyana, 2002. Ekstraksi Senyawa Aktif Alkaloid, Kuinone, dan Saponin dari tumbuhan kecubung sebagai larvasida dan insektisida terhadap nyamuk Aedes aegyptiSkripsi. Departemen Kimia, Fakulta Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor

Nurdiansyah, F, 2011. Dasar perlindungan tanaman (hama). Universitas Jambi Nuryati Dian, 2011.Tanaman Obat. Ilmu Pengetahuan Teknologi

Prabowo, T, 2002.Hama Tanaman Pangan dan Perkebunan. Jakarta: Bumi Aksara

Pracaya, 2007.Hama dan Penyakit Tanaman. Jakarta: Penebar Swadaya

Rabbani, S, 2015. Efikasi Tanaman sebagai Lavasida pada LarvaAedes aegypti. Penelitian ilmiah dalam efikasi ekstrak tanamanDiakses 21 April 2016 Robinson, T, 1995.Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi. Bandung:

ITB

Sandriani, Oratmangun, A, Fatimawali, dan Widhhi B, 2014. Uji toksisitas ekstrak tanaman patah tulang (Euphobia tirucalli L.) terhadap Artemia salina dengan metode brine shrimp lethality test sebagai studi pendahuluan potensi anti bakteri. Program studi Farmasi UNSRAT Manado


(66)

Scheuer, J. S, 1994.Produk Alami Lautan. Cetakan pertma. IKIP Semarang Press. Semarang

Setiawati, Wiwin., Rini, Murtiningsih., Neni, Gunaeni., Tati, Rubiati, 2008. Tumbuhan Bahan Pestisida Nabati dan Cara Pembuatannya Untuk

Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT). Balai Penelitian Tanaman Sayuran: Bandung.

Sjam S, Surapati U, Rosmana A, dan Thamrin S, 2011. Review Article: Teknologi Pengendalian Hama dalam Sistem Budidaya Sayuran Organik.J.

Fitomedika7(3): 142-144.

Soekarna, D, 1985. Ulat grayak dan pengendaliannya. Pertanian 4: 65-70 Supriyanto dan Luviana I, 2010. Pengruh pemberian getah patah tulang secara

topikal terhadap gambaran histopatologis dan ketebalan lapisan keratin kulit. Prosiding seminar Biologi. Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Suwahyono, U, 2013.Membuat Biopestisida. Penebar Swadaya: Jakarta

Tanada, Y. And H, Kaya, 1993.Insect Pathology. Academy Press Inc. Tokyo. Toronto. P:366

Toana MH dan Nasir B, 2010. Studi bioaktif dan isolasi senyawa bioaktif tumbuhan Euphorbia tirucalli L. (Euphorbiaceae) sebagai insektisida botani alternatif. J Agroland 17(1): 47-55

Tobing, R, 1989.Kimia Bahan Alam. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan tenaga Kependidikan. Jakarta


(67)

51 Tabel 1 : Tabel Probit

Persentase

(%) Probit

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

0 - 2,67 2,95 3,12 3,25 3,36 3,45 3,52 3,59 3,66

10 3,72 3,77 3,82 3,87 3,92 3,96 4,01 4,05 4,08 4,12

20 4,16 4,19 4,23 4,26 4,29 4,33 4,36 4,39 4,42 4,45

30 4,48 4,50 4,53 4,56 4,59 4,61 4,64 4,67 4,69 4,72

40 4,75 4,77 4,80 4,82 4,85 4,87 4,90 4,92 4,95 4,97

50 5,00 5,03 5,05 5,08 5,10 5,13 5,15 5,18 5,20 5,23

60 5,25 5,28 5,31 5,33 5,36 5,39 5,41 5,44 5,47 5,50

70 5,52 5,55 5,58 5,61 5,64 5,67 5,71 5,74 5,77 5,81

80 5,84 5,88 5,92 5,95 5,99 6,04 6,08 6,13 6,18 6,23

90 6,28 6,34 6,41 6,48 6,55 6,64 6,75 6,88 7,05 7,33


(68)

52 Tabel 2: Data Hasil Pengamatan Mortalitas Ulat Grayak Setelah 24 Jam Setelah Aplikasi

Konsentrasi (%) Log10 Konsentrasi Ulangan Total Ulat Jumlah Ulat mati %

Mortalitas % Mortalitas Terkoreksi

Rata-rata % Mortalitas Terkoreksi

Nilai

Probit Nilai Lc50 (%)

0 - 1

2 3 4 5 10 10 10 10 10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 - -

-3 0,48 1

2 3 4 5 10 10 10 10 10 4 1 1 2 1 40 10 10 20 10 40 10 10 20 10 18 4,08


(69)

53 2 3 4 5 10 10 10 10 2 3 1 2 20 30 10 20 20 30 10 20

5 0,70 1

2 3 4 5 10 10 10 10 10 4 5 5 6 4 40 50 50 60 40 40 50 50 60 40 48 4,95

6 0,77 1

2 3 4 5 10 10 10 10 10 6 6 5 7 6 60 60 50 70 60 60 60 50 70 60 60 5,25


(70)

54 Rumus % Mortalitas Terkoreksi:

% Mortalitas Terkoreksi = jumlah mortalitas perlakuan− mortalitas kontrol ulangan yang sama−jumlah ulat yang mati pada kontrol

Dari grafik hubungan antara log10konsentrasi (sumbu x) dengan nilai probit (sumbu y) didapatkan persamaan y = 4,274x + 1,902 dan R2= 0,917


(71)

55 50%nilai probit (y) = 5 (dilihat dari tabel probit), x = log konsentrasi.

Perhitungan LC50dari persamaan regresi y = 4,274x + 1,902 dan R2= 0,917 adalah sebagai berikut:

5 4,274x + ,92 x 5−4,274,92

x ,7248479 7

Antilog dari x ,7248479 7 LC5 5,3 %


(72)

56 Lampiran 2

SILABUS

Satuan pendidikan : Sekolah Menengah Atas

Kelas : X

Semester : Ganjil

Kompetensi Inti:

KI 1: Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya

KI 2: Menghayati dan Mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan proaktif dan menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia


(73)

57 KI 3: Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah

KI 4: Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan

Kompetensi Dasar Materi Pokok Pembelajaran Penilaian Alokasi

Waktu Media, Alatdan Bahan 1.1 Mengagumi,

menjaga,melestarikan keteraturan dan

kompleksitas ciptaan Tuhan tentang ruang lingkup, objek dan permasalahan Biologi menurut agama yang

Ruang Lingkup Biologi:  Permasalahan biologi pada berbagai objek biologi dan tingkat organisasi kehidupan Mengamati :

Mengmati kehidupan di lingkungan sekitar yang berkaitan dengan ilmu biologi

Menanya :

Apakah biologi, apa yang dipelajari, apa metode ilmiah dan keselaatan kerja?

Observasi : Sikap ilmiah saat pengamatan, melaporkan secara lisan, dan saat diskusi untuk lembar

4 x 45

menit  Laboratoriumdan sarana (peralatan praktikum)

 Buku panduan praktikum

 Buku biologi dan internet


(74)

58

dianutnya

Cabang-cabang ilmu dalam biolgi dan kaitannya dengan

pengembanga n karir di masa depan  Manfaat mempelajari bagi diri sendiri dan lingkungan serta masa depan peradaban bangsa

 Metode ilmiah

 Kesehatan, keselamatan kerja

Menalar :

 Melakukan pengamatan terhadap permasalahan biologi pada objek biologi dan tingkat organisasi kehidupan di alam

 Melakukan studi literatur tentang cabang-cabang biologi, obyek biologi, permasalahan biologi, metode ilmiah dan kesehatan keselamatan kerja

 Diskusi tentang penelitian biologi dengan menggunakan metode ilmiah

 Mengamati contoh jurnal penelitian biologi tentang format dan mengamati komponen dan mengaitkannya dengan ruang lingkup biologi

Mencoba:

Mendiskusikan hasil pengamatan dan kegiatan tentang ruang lingkup bi0logi, cabang-cabang ilmu biologi, metode ilmiah, dan kesehatan keselamatan kerja untuk menguatkan pemahaman tentang ruang lingkup biologi

pengamatan Portofolio: Membuat laporan, kesesuaian format, isi, dan komunikatif dalam berbahasa Tes: Pilihan ganda dan uraian

 Jurnal atau artikel

penelitian biologi


(75)

59 Menyimpulkan :

Menyimpulkan pelajarn yang telah dipelajari dan mengomunikasikan secara lisan ruang lingkup biologi

2.1 Berperilaku ilmiah (jujur,disiplin,tanggung jawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong, kerjasama, cinta damai, responsif dan proaktif dalam melakukan percobaan dan diskusi di dalam kelas

maupun di luar kelas 3.1 Menjelaskan ruang lingkup biologi (permasalahan pada berbagai obyek biologi dan tingkat organisasi kehidupan), melalui penerapan metode ilmiah dan prinsip keselamatan kerja


(76)

60 4.1 Menyajikan data

hasil penerapan metode ilmiah tentang permasalahan pada berbagai obyek biologi dan tingkat organisasi kehidupan


(77)

Lampiran 3: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Sekolah : SMA

Mata Pelajaran : Biologi

Kelas/Semester : X / I (satu)

Materi Pokok : Ruang Lingkup Biologi

Alokasi Waktu : 4 x 45 Menit

A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi

Kompetensi Dasar Indikator

3.1 Menjelaskan ruang lingkup biologi (permasalahan pada berbagai obyek biologi dan tingkat organisasi kehidupan), melalui penerapan metode ilmiah dan prinsip keselamatan kerja

3.1.1 Menjelaskan permasalahan pada berbagai obyek Biologi dan tingkat organisasi kehidupan 3.1.2 Menganalisis permasalahan biologi berdasarkan langkah-langkah metode ilmiah dalam penelitian

3.1.3 Menjelaskan prinsip keselamatan kerja berdasarkan pengamatan dan percobaan


(78)

44.1 4.1 Menyajikan data hasil penerapan metode ilmiah tentang permasalahan pada berbagai obyek biologi dan tingkat organisasi kehidupan

4.1.1 Menyusun rancangan penelitian dengan metode ilmiah 4.1.2 Membuat laporan hasil penelitian yang diberikan guru dengan metode ilmiah

B. Tujuan Pembelajaran

3.1 Melalui diskusi siswa dapat menganalisis permasalahan pada berbagai obyek Biologi dan tingkat organisasi kehidupan dengan benar

3.2 Melalui diskusi siswa dapat mengurutkan langkah-langkah metode ilmiah dalam penelitian dengan benar

3.3 Melalui diskusi siswa dapat menjelaskan prinsip keselamatan kerja berdasarkan pengamatan dan percobaan dengan benar

4.1 Melalui diskusi siswa dapat menyusun rancangan penelitian dengan metode ilmiah dengan benar

4.2 Melalui diskusi siswa dapat membuat laporan hasil penelitian dari guru dengan metode ilmiah dengan benar

C. Materi Pelajaran Metode Ilmiah :

1. Tujuan dilakukannya metode ilmiah

2. Langkah-langkah menyusun metode ilmiah 3. Kriteria metode penelitian


(79)

D. Pendekatan dan Metode Pembelajaran 1. Pendekatan pembelajaran : Saintifik

2. Model pembelajaran :Problem-Based Learning


(80)

E. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran

No Kegiatan Alokasi

Waktu Pertemuan I 1 Orientasi Apersepsi Motivasi Pendahuluan

- Guru membuka pelajaran dengan memberikan salam pada siswa

- Guru memeriksa kesiapan siswa - Guru memeriksa kehadiran

siswa dengan melakukan presensi siswa

- Menggali pengetahuan siswa dengan bertanya: Apa yang dimaksud dengan metode ilmiah?

- Menunjukkan contoh-contoh hasil penemuan para ahli di bidang biologi : Mengapa para ilmuwan dapat menemukan atau menghasilkan produk sains?

- Guru menyampaikan

kompetensi yang akan dicapai dan materi belajar

- Siswa membentuk kelompok masing-masing kelompok terdiri dari 4 orang siswa

10 Menit 2 Mengamati Menanya Menalar Mencoba

Inti -Guru membagikan jurnal penelitian biologi dan lembar kerja siswa - Guru mengajukan pertanyaann:

Sebelum melakukan penelitian apa yang harus dilakukan oleh peneliti?

Sebutkan tahapan yang terdapat pada penulisan ilmiah?

- Siswa mengamati permasalahan yang terdapat pada jurnal yang telah dibagikan

- Siswa diminta berdiskusi mengenai tujuan, hasil, dan kesimpulan yang terdapat pada lembar diskusi siswa

- Kelompok diminta untuk


(81)

Menyimpulkan

mempresentasikan hasil pekerjaannya

- Siswa yang lain diberikan kesempatan untuk bertanya dan guru memberi konfirmasi

3 Merangkum Evaluasi Refleksi Tindak Lanjut Penutup

- Siswa mengumpulkan hasil pekerjaannya

- Guru mengarahkan siswa untuk membuat kesimpulan pelajaran hari ini

- Guru mengajukan pertanyaan apa saja mengenai metode ilmiah - Siswa diminta mengungkapkan

manfaat yang diperoleh pada hari ini - Guru memberikan tugas membaca

jurnal penelitian biologi

- Guru menutup pelajaran dengan mengucapkan salam 15 Menit Pertemuan II 1 Orientasi Apersepsi Motivasi Pendahuluan

- Guru membuka pelajaran dengan memberikan salam pada siswa

- Guru memeriksa kesiapan siswa

- Guru memeriksa kehadiran siswa dengan melakukan presensi siswa

- Guru mengajukan pertanyaan: Apa yang harus dilakukan jika ingin melakukan penelitian? - Guru menunjukkan hasil

penelitian dari ilmuwan maupun peneliti dan mengajukan pertanyaan:

Mengapa peneliti perlu mempublikasikan hasil penemuannya?

- Guru menyampaikan

kompetensi yang akan dicapai dan materi belajar


(82)

2 Mengamati Menanya Menalar Mencoba Menyimpulkan Inti

- Guru memberikan sebuah permasalahan lingkungan disekitar - Siswa diminta untuk menjawab

pertanyaan: Mengapa hasil penelitian dapat dipublikasikan? - Siswa mengamati permasalahan

yang diberikan oleh guru mengenai “Pengaruh Ekstrak Tanaman Patah Tulang (Euphorbia tirucalli) Terhadap Mortalitas Ulat Grayak (Spodoptera litura) Pada Tanaman Cabai (Capsicum frutescens)” - Siswa diminta untuk menyusun

rancangan penelitian berdasarkan masalah yang telah ditentukan oleh guru

- Salah satu siswa diminta untuk mempresentasikan hasil pekerjaannya 73 Menit 3 Merangkum Evaluasi Refleksi Tindak lanjut Penutup

- Semua siswa mengumpulkan hasil pekerjaan serta PR yang diberikan pada pertemuan sebelumnya

- Guru mengarahkan siswa untuk menyimpulkan pembelajaran hari ini

- Guru mengajukan pertanyaan secara lisan mengenai metode ilmiah

- Siswa diminta mengungkapkan manfaat pembelajaran hari ini - Guru memberikan tugas untuk

membuat laporan sesuai dengan metode ilmiah dengan permasalahn yang telah diberikan

- Guru mengakhiri kegiatan belajar dengan memberikan pesan untuk tetap belajar dan memberi sama penutup


(83)

F. Sumber dan Media Pembelajaran

1. Media : Power point, white board

2. Alat/bahan : Laptop, viewer, dan Lembar Diskusi Siswa 3. Sumber Belajar :- Priadi,Arif. 2014.BIOLOGI.Bogor: Yudhistira

- Septianing, Rasti. dkk. 2013.Biologi. Jakarta: Yudhistira

- Internet (jurnal penelitian)

G. Penilaian

1. Teknik Penilaian

a. Kognitif : Tes tertulis (uraian) b. Afektif : Lembar Observasi c. Psikomotorik : Kinerja

Portofolio

2. Bentuk Instrumen

a. Lembar Diskusi Siswa (LDS) b. Rublik penilaian

c. Pedoman skoring

H. Lampiran

1. Lembar Diskusi Siswa (LDS) 2. Instrumen Penilaian


(84)

Lampiran 4 : Lembar Diskusi Siswa

Lembar Diskusi Siswa

Pertemuan I

A. Tujuan

Melalui diskusi kelompok serta mengkaji pustaka, siswa dapat: 1. Menganalisis permasalahan pada berbagai obyek biologi 2. Mengurutkan langkah-langkah metode ilmiah dalam penelitian 3. Menyimpulkan hasil penelitian bilogi yang telah dilakukan peneliti B. Prosedur

 Bacalah jurnal penelitian biologi dengan teliti

 Catatlah judul, tujuandan hasil dari data penelitian

 Buatlah kesimpulan dari data penelitian yang kalian peroleh

 Buatlah tabel hasil diskusi kalian, seperti tabel dibawah C. Tabel hasil diskusi:

No Judul Tujuan Hasil Kesimpulan

1 2


(85)

Lembar Diskusi Siswa

Pertemuan II

A. Tujuan

Melalui diskusi kelompok serta mengkaji pustaka, siswa dapat: 1. Melaksanakan rancangan percobaan berdasarkan penulisan ilmiah B. Alat dan Bahan

1. Alat tulis

2. Lembar Diskusi Siswa C. Prosedur

1. Bergabunglah dalam kelompok yang telah ditentukan

2. Diskusikan dengan teman kelompok mengenai permasalah di sekitar lingkungan sekolah

3. Buatlah rancangan penelitian dengan ketentuan: a. Judul

b. Rumusan Masalah c. Tujuan

d. Hipotesis

e. Alat dan Bahan f.

Langkah-langkah/prosedur kerja

4. Presentasikan hasil rancangan penelitian ke depan kelas

5. Lakukan penelitian sesuai dengan rancangan penelitian yang telah disusun selam 2 minggu. Hasil percobaan dianalisis dan dibuat dalam bentuk laporan tertulis secara berkelompok menggunakan format penulisan ilmiah sebagai berikut:


(86)

a. Acara (judul, hari, tanggal, waktu, dan tempat pelaksanaan) b. Judul

c. Dasar teori

d. Alat, bahan, dan cara kerja

e. Hasil

f. Pembahasan g. Kesimpulan h. Daftar pustaka i. Lampiran


(87)

Lampiran 5: Lembar Pengamatan penilaian Instrumen Tes Tertulis

Kisi-kisi Soal

Inkator C1 C2 C3 C4 No

Soal JawabKunci BentukSoal Menjelaskan

permasalahan pada berbagai obyek Biologi dan tingkat organisasi kehidupan

1 A PG

3 B PG

1 Terla

mpir Essay Menganalisis

permasalahan biologi berdasarkan langkah-langkah metode ilmiah dalam penelitian

4 D PG

5 C PG

2 Terla

mpir Essay Menjelaskan prinsip

keselamatan kerja berdasarkan pengamatan dan percobaan

2 D PG

Membuat rancangan penelitian dengan metode ilmiah

3 Terla

mpir Essay

Keterangan :

C1: Menginat

C2 : Memahami

C3 : Menerapkan

C4 : Menganalisis

C5 : Mengevaluasi


(1)

0 Tidak menuliskan sama sekali

9 Lampiran 5 Melampirkan gambar atau proses pengolahan data 1-4 Melampirkan gambar tetapi kurang lengkap

0 Tidak melampirkan sama sekali

Penilaian Tes Tertulis No Nama

Siswa

Butir Soal Jumlah Skor

Nilai Siswa Pilihan Ganda Essay

1 2 3 4 5 1 2 3

Skor 1

2 3 dst.

Nilai jumlah skor yang didapatskor maksimal x 100 Instrumen Penilaian Observasi

Pengamatan Afektif

No Nama Siswa Aspek yang Dinilai Total Kerjasama Disiplin Percaya Diri

1 2 dst.


(2)

Kategori : 3 = Baik 2 = Cukup 1 = Kurang

Nilai jumlah skor yang didapatskor maksimal x 100 Rubrik Penilaian Afektif

No Aspek Skor Rubrik

1 Kerja Sama 3 Mampu menghargai pendapat orang lain, ikut serta mengerjakan tugas dan mampu berdinamika dengan baik dalam kelompok

2 Jika hanya 2 indikator yang terlihat 1 Jika hanya 1 indikator yang terliha

2 Disiplin 3 Melakukan sesuai dengan aturan/panduan kegiatan, ketepatan waktu dalam mengikuti pebelajaran dan mengumpulkan tugas tepat waktu

2 Jika hanya 2 indikator yang terlihat 1 Jika hanya 1 indikator yang terlihat 3 Percaya

Diri 3 Mampu mempresentasikan hasil diskusi di depankelas, menyampaikan pendapat dengan tepat berdasarkan teori dan berpendapat atau melakukan kegiatan tanpa ragu-ragu

2 Jika hanya 2 indikator yang terlihat 1 Jika hanya 1 indikator yang terlihat


(3)

Penilaian Psikomotorik

Lembar Pengamatan Kinerja dalam presentasi

No Aspek 3 2 1 Catatan

1 Presentasi

2 Mempertanggungjawabkan pendapat

3 Menjawab pertanyaan yang diajukan

Keterangan: 3=Baik, 2=Cukup, 1=Kurang Rubrik Penilaian Kinerja

No Aspek Skor Rubrik

1 Presetasi 3 Materi yang dibawakan sesuai, materi menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh kelompok maupun kelompok lain dan mempresentasikan hasil diskusi dengan penuh percaya diri

2 Jika hanya 2 indikator yang terlihat 1 Jika hanya 1 indikator yang terlihat 2 Mempertanggungjawabkan

pendapat 3 Menyampaikan pendapat secara logis,mengemukakan pendapat dengan tepat dan sesuai dari sumber terpercaya serta menjawab pertanyaan tanpa ragu-ragu 2 Jika hanya 2 indikator yang terlihat 1 Jika hanya 1 indikator yang terihat 3 Menjawab pertanyaan

yang diajukan 3 Mampu menjawab pertanyaan denganbenar, menggunakan bahasa sendiri dengan tepat tanpa melihat sumber dan berdiskusi dengan teman kelompok


(4)

2 Jika hanya 2 indikator yang terlihat 1 Jika hanya 1 indikator yang terlihat


(5)

(6)

Lampiran 7: Dokumentasi Penelitian Proses pembuatan ekstrak

Tanaman patah tulang Setelah proses pengeringan Patah tulang diblender

Diayak Ditambah etanol 96% Ekstrak patah tulang