Faktor Penyebab BGM Bawah Garis Merah pada Anak Balita 1. BGM

yang berfungsi sebagai penyerapan zat besi. Vitamin E yang berperan untuk mencegah kerusakan struktur sel membrane dan antioksidan. Dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2.1. Kebutuhan Zat Gizi Balita Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi AKG Rata-rata Per Hari Golongan Umur Berat Badan Kg Tinggi Badan Cm Energi Kkal Protein g Vitamin A RE BesiFe Mg 0-6 bulan 5.5 60 560 12 350 3 7-12 bulan 8.5 71 800 15 350 5 1-3 tahun 12 90 1250 23 350 8 4-6 tahun 18 110 1750 32 460 9 Sumber: Solihin Pudjiadi, 2003 : 30. Tabel 2.2. Angka Kecukupan Energi AKE dan Protein AKP pada Anak No. Umur Energi kkal Protein gr 1 0-6 bulan 550 10 2 7-11 bulan 650 16 3 1-3 tahun 1000 25 4 4-6 tahun 1550 39 Sumber : Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VII, Jakarta, 2004

2.1.4. Faktor Penyebab BGM

BGM dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait. Namun, secara langsung dipengaruhi oleh 3 hal, yaitu : anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang, anak tidak mendapat asuhan gizi yang memadai dan anak mungkin menderita penyakit infeksi. Ketiga penyebab langsung tersebut diuraikan sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara 1. Anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang Bayi dan balita tidak mendapat makanan yang bergizi. Makanan alamiah terbaik bagi bayi yaitu Air Susu Ibu, dan sesudah usia 6 bulan anak tidak mendapat Makanan Pendamping ASI MP-ASI yang tepat, baik jumlah dan kualitasnya. MPASI yang baik tidak hanya cukup mengandung energi dan protein, tetapi juga mengandung zat besi, vitamin A, asam folat, vitamin B serta vitamin dan mineral lainnya. MP-ASI yang tepat dan baik dapat disiapkan sendiri di rumah. Pada keluarga dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah, seringkali seorang anak harus puas dengan makanan seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan gizi balita karena ketidaktahuan. 2. Anak tidak mendapat asuhan gizi yang memadai Suatu studi “positive deviance” mempelajari mengapa dari sekian banyak bayi dan balita di suatu desa miskin hanya sebagian kecil yang BGM, padahal orang tua mereka semuanya petani miskin. Dari studi ini diketahui pola pengasuhan anak berpengaruh pada timbulnya BGM. Anak yang diasuh ibunya sendiri dengan kasih sayang, apalagi ibunya berpendidikan, mengerti soal pentingnya ASI, manfaat posyandu dan kebersihan, meskipun sama-sama miskin, ternyata anaknya lebih sehat. Unsur pendidikan perempuan berpengaruh pada kualitas pengasuhan anak. Sebaliknya sebagian anak yang BGM ternyata diasuh oleh nenek atau pengasuh yang juga miskin dan tidak berpendidikan. Universitas Sumatera Utara 3. Anak menderita penyakit infeksi Terjadi hubungan timbal balik antara kejadian infeksi penyakit dan BGM. Anak yang menderita BGM akan mengalami penurunan daya tahan, sehingga anak rentan terhadap penyakit infeksi. Di sisi lain, anak yang menderita sakit infeksi akan cenderung menderita gizi buruk. Gambar 2.1. Penyebab Masalah Gizi Menurut UNICEF, 1998 2.1.5. Penilaian Status Gizi Penilaian status gizi secara langsung menurut Supariasa 2001 dapat dilakukan dengan empat cara: 1. Secara Klinis Penilaian Status Gizi secara klinis sangat penting sebagai langkah pertama untuk mengetahui keadaan gizi penduduk. Karena hasil penilaian dapat memberikan Penyebab Langsung Asupan Gizi Infeksi Penyakit Perilaku Asuhan Ibu dan Penyebab tidak Langsung Pelayanan Kesehatan Ketersediaan Pangan Tingkat Rumah Kemiskinan, Pendidikan Rendah, Ketersediaan Masalah Utama Krisis Politik Masalah Dasar Status Gizi Universitas Sumatera Utara gambaran masalah gizi yang nyata. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral. 2. Secara Biokimia Penilaian status gizi secara biokimia adalah pemeriksaan specimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Salah satu ukuran yang sangat sederhana dan sering digunakan adalah pemeriksaan haemoglobin sebagai indeks dari anemia. 3. Secara Biofisik Penilaian status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi khususnya jaringan dan melihat perubahan struktur dari jaringan. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk melihat tanda dan gejala kurnag gizi. Pemeriksaan dengan memperhatikan rambut, mata, lidah, tegangan otot dan bagian tubuh lainnya. 4. Antropometri Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat Gizi, Pengukuran antropometrik : pada metode ini dilakukan beberapa macam pengukuran antara lain pengukuran tinggi badan,berat badan, dan lingkar lengan atas. Beberapa pengukuran tersebut, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas sesuai Universitas Sumatera Utara dengan usia yang paling sering dilakukan dalam survei gizi. Di dalam ilmu gizi, status gizi tidak hanya diketahui dengan mengukur BB atau TB sesuai dengan umur secara sendiri-sendiri, tetapi juga dalam bentuk indikator yang dapat merupakan kombinasi dari ketiganya. Berdasarkan Berat Badan menurut Umur diperoleh kategori : Tergolong gizi buruk jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD. Gizi kurang jika hasil ukur -3 SD sampai dengan -2 SD. Gizi baik jika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD. Gizi lebih jika hasil ukur 2 SD. Berdasarkan pengukuran Tinggi Badan 24 bulan-60 bulan atau Panjang badan 0 bulan-24 bulan menurut Umur diperoleh kategori : Sangat pendek jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD. Pendek jika hasil ukur – 3 SD sampai dengan -2 SD. Normal jika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD. Tinggi jika hasil ukur 2 SD. Berdasarkan pengukuran Berat Badan menurut Tinggi badan atau Panjang Badan: Sangat kurus jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD. Kurus jika hasil ukur -3 SD sampai dengan -2 SD. Normal jika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD. Gemuk jika hasil ukur 2 SD. Balita dengan gizi buruk akan diperoleh hasil BBTB sangat kurus, sedangkan balita dengan gizi baik akan diperoleh hasil normal

2.1.6. Dampak Gizi Dibawah Garis Merah pada Balita

Dokumen yang terkait

Pengaruh Perilaku Ibu Balita Dan Dukungan Keluarga Terhadap Pemanfaatan Pelayanan Imunisasi Dasar Di Wilayah Kerja Puskesmas Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2013

1 50 168

Perspektif Gender Terhadap Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil Di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kabupaten Langkat

3 55 133

Gambaran Epidemiologi Balita Bawah Garis Merah (BGM) Di Kecamatan Jeumpa Kabupaten Bireuen Propinsi Nanggoe Aceh Darussalam Tahun 2003

3 24 83

Pengetahuan Ibu Hamil tentang Gizi Semasa Kehamilan di Wilayah Kerja Puskesmas Tukka Kabupaten Tapanuli

2 42 74

Pengaruh Sosial Budaya dan Ekonomi Keluarga terhadap Pola Makan Balita Bawah Garis Merah (BGM) di Kecamatan Montasik Kabupaten Aceh Besar

2 38 125

Gambaran Pola Asuh Dan Sosial Ekonomi Keluarga Balita Bawah Garis Merah (BGM) Di Puskesmas Buhit Dan Puskesmas Harian Di Kabupaten Samosir Tahun 2009

3 59 120

HUBUNGAN KEAKTIFAN IBU DALAM POSYANDU DENGAN PENURUNAN JUMLAH BALITA BAWAH GARIS MERAH (BGM) DI DESA SUKO JEMBER KECAMATAN JELBUK KABUPATEN JEMBER

3 16 132

HUBUNGAN KEAKTIFAN IBU DALAM POSYANDU DENGAN PENURUNAN JUMLAH BALITA BAWAH GARIS MERAH (BGM) DI DESA SUKO JEMBER KECAMATAN JELBUK KABUPATEN JEMBER

2 22 19

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PENATALAKSANAAN DIARE DENGAN KEJADIAN DIARE PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Penatalaksanaan Diare dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pucangsawit surakarta.

0 2 12

TINGKAT PENDIDIKAN IBU, PERSEPSI JARAK RUMAH DAN MOTIVASI IBU SEBAGAI FAKTOR RESIKO KETIDAK AKTIFAN BALITA BAWAH GARIS MERAH (BGM) DI POSYANDU WILAYAH PUSKESMAS LOSARI KECAMATAN AMPELGADING KABUPATEN PEMALANG SKRIPSI - Repository Universitas Muhammadiyah

0 0 19