PEMBAHASAN drh. Rasmaliah, M.Kes

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1. Pengaruh Pendapatan Ibu terhadap Kejadian Bawah Garis Merah BGM pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur Matinggi Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh bahwa terdapat pendapatan ibu yang rendah ≤1.375.000 sebesar 56,0 dan sebesar 44,0 yang berpendapatan tinggi 1.375.000. Berdasarkan hasil uji statistik didapat nilai p = 0, 014, artinya ada hubungan yang signifikan antara pendapatan dengan kejadian bawah garis merah BGM. Pendapatan berpengaruh terhadap kejadian bahwa garis merah BGM dengan nilai Exp B sebesar 5,575 dimana jika ibu memiliki pendapatan rendah kemungkinan 6 kali lebih besar mengalami berat badan dibawah garis merah BGM dibanding dengan ibu yang memiliki pendapatan tinggi. Pendapatan keluarga yang kurang sedangkan anak banyak, maka pemerataan dan kecukupan makanan di dalam keluarga kurang bisa dijamin. Keluarga ini bisa disebut keluarga rawan, karena kebutuhan gizinya hampir tidak pernah tercukupi dengan demikian penyakitpun terus mengintai. Tingginya tingkat pendidikan ibu menentukan kesehatan gizi balita agar memperoleh berat badan yang normal, dan bahwa semakin rendah tingkat pendidikan ibu semakin banyak anak yang berstatus gizi lebih. Hal ini sependapat dengan Taslim 2007, bahwa dari hasil temuan kasus gizi buruk dikaitkan dengan sebab-akibat timbulnya masalah gizi buruk. Masalah ini jelas disebabkan oleh berbagai faktor yang 67 Universitas Sumatera Utara pada akhirnya mengerucut sehingga si anak tidak mendapat asupan gizi yang cukup selama kurun waktu yang lama. Mungkin karena ketiadaan pangan di rumahtangga yang apabila dikaji penyebabnya akan sangat banyak dan tidak berkaitan dengan sektor kesehatan. Atau mungkin karena kelalaian orangtua dalam pengasuhan bayi dan anak balita, sehingga asupan gizi untuk anak tidak terawasi dengan baik, sehingga timbul masalah gizi buruk. Pentingnya pekerjaan menurut Ahmadi 2003, bahwa usaha memerangi kemiskinan hanya dapat berhasil kalau dilakukan dengan cara memberikan pekerjaan yang memberikan pendapatan yang layak kepada orang-orang miskin sehingga bukan hanya pendapatan saja yang dinaikkan tetapi harga diri sebagai manusia, dan juga dengan lapangan kerja dapat memberikan kesempatan masyarakat untuk bekerja dan merangsang berbagai kegiatan di sektor-sektor ekonomi. 5.2. Pengaruh Pengetahuan Ibu terhadap Kejadian Bawah Garis Merah BGM pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur Matinggi Pengetahuan tentang gizi sebagian besar berpengetahuan baik 52,0 dan 48,0 berpengetahuan kurang. Pengetahuan tentang gizi yang diperoleh dari ibu yang mempunyai balita dilapangan bahwasanya ibu tahu pola makan yang sehat untuk balita adalah 3 kali dalam sehari sebesar 63,0, sedangkan ibu tidak tahu bahwa penyuluhan di posyandu penting untuk mendapatkan informasi tentang kesehatan pada balita sebesar 63,0. Hasil uji analisis menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian bawah garis merah BGM dengan nilai p=0,017. Terdapat persentase ibu Universitas Sumatera Utara yang mempunyai balita tidak dibawah garis merah BGM dengan pengetahuan baik sebesar 75,0 sedangkan yang berpengetahuan kurang sebesar 52,1. Pengetahuan berpengaruh terhadap kejadian bawah garis merah BGM dengan nilai Exp B sebesar 14,311 dimana jika ibu memiliki pengetahuan kurang kemungkinanan 14 kali lebih besar mengalami berat badan dibawah garis merah BGM dibanding dengan ibu yang memiliki pengetahuan baik. Menurut Mudanijah 2004, Konsumsi pangan anak tergantung pada sikap dan pengetahuan ibu terhadap pangan. Tujuan pemberian makan pada anak adalah untuk memenuhi kebutuhan zat gizi yang cukup dalam kelangsungan hidupnya, pemulihan kesehatan sesudah sakit, untuk aktifitas, pertumbuhan dan perkembangan. Dengan memberi makan, maka anak juga dididik agar dapat menerima, menyukai, memilih makanan yang baik serta menentukan jumlah yang cukup dan bermutu. Permasalahan pada anak usia 9-49 bulan pada penelitian ini adalah bahwa pada usia ini seorang anak masih merupakan golongan konsumen pasif yaitu belum dapat mengambil dan memilih makanan. Mereka juga sukar diberi pengertian tentang makanan disamping kemampuan menerima berbagai jenis makanan masih terbatas sehingga pada usia ini anak amat rentan terhadap berbagai penyakit infeksi dan kurang gizi sehingga dibutuhkan pengetahuan ibu tentang cara pemberian makanan yang baik bagi Balitanya sesuai dengan kebutuhan anak. Keberhasilan penanggulangan Balita gizi kurang akan lebih baik apabila didukung pengetahuan ibu yang baik tentang gizi buruk dan upaya penanggulangannya, karena anak Balita masih sangat tergantung pada pola asuh keluarga. Universitas Sumatera Utara Pendidikan gizi sulit berhasil bila tidak disertai peningkatan pengetahuan mengenai sikap dan kepercayaan terhadap makanan. Pendidikan merupakan suatu hal yang penting yang dapat mempengaruhi pola pikir seseorang, termasuk di dalamnya informasi tentang gizi dan makanan serta variasi pemilihan jenis makanan. Pengetahuan gizi seseorang akan berdampak dalam memilih dan mengolah pangan sehari-hari. Seorang ibu yang berpendidikan tinggi akan lebih mudah menyerap berbagai informasi dan menerima berbagai intervensi seperti intervensi-intervensi kesehatan Nainggolan dkk, 2007. Sejalan dengan penelitian Munarni 2012 di Kompleks Taman Perumahan Setia Budi Indah II Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang bahwa pengetahuan ibu pada umumnya cendrung baik 65,4, hal ini didukung dengan ibu rajin membaca majalah, koran dan adanya internet di rumah. Pendidikan ibu pada umumnya memiliki tingkat pendidikan tinggi yaitu 75,0 . Tingkat pendapatan keluarga pun pada umumnya pendapatan di atas UMR, dan pekerjaan ibu cendrung bekerja yaitu 59,6 . Terdapat pengaruh yang signifikan pengetahuan ibu terhadap status gizi anak balita dengan nilai p=0.034 0,05. Hasil penelitian dari lapangan pengetahuan gizi ini mereka dapatkan dari majalah-majalah kesehatan khususnya majalah resep masakan Indonesia, sehingga pola asuh anak khususnya pemberian makan dalam penyusunan menunya menjadi lebih bervariasi. Semakin baik pengetahuan gizi ibu maka pola asuh makan dan pola asuh kesehatan akan semakin baik dimana hal ini juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan ibu. Dari sebagian besar ditemukan bahwa tingkat pendidikan ibu adalah tamatan Universitas Sumatera Utara AkademikS1 artinya pendidikan tinggi. Tingkat pendidikan ibu sejalan dengan pengetahuan gizi ibu. Hal ini sesuai dengan pendapat yang mengatakan bahwa pendidikan formal ibu akan mempengaruhi tingkat pengetahuan si ibu, semakin tinggi tingkat pendidikan ibu maka akan semakin tinggi pula kemampuan ibu untuk menyerap pengetahuan dalam pendidikan non formal maupun formal, begitu juga sebaliknya semakin rendah tingkat pendidikan ibu, maka semakin rendah pula kemampuan ibu untuk menyerap pengetahuan Berg, 1986. Keadaan ini juga kemungkinan disebabkan oleh faktor budaya yang masih kuat di keluarga responden. Yaitu adanya pantangan terhadap suatu jenis makanan tertentu maupun jumlahproporsi pembagian makanan dalam keluarga. Sehingga walaupun banyak responden dengan tingkat pendidikan tamat SMA, tetapi tidak dapat menerapkan informasi yang benar di keluarga mereka. Unsur-unsur budaya mampu menciptakan suatu kebiasaan makan penduduk yang kadang-kadang bertentangan dengan prinsip-prinsip ilmu gizi. Berbagai budaya memberikan peranan dan nilai yang berbeda-beda terhadap pangan atau makanan. Misalnya bahan-bahan makanan tertentu oleh suatu budaya masyarakat dapat dianggap tabu untuk dikonsumsi keran alasan-alasan tertentu. 5.3. Pengaruh Sikap Ibu terhadap Kejadian Bawah Garis Merah BGM pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur Matinggi Hasil penelitian di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur Matinggi masih ditemukan ibu yang bersikap kurang sebesar 61,0. Berdasarkan hasil dilapangan ternyata ditemukan Sikap ibu tentang gizi menunjukkan bahwa ibu yang sangat setuju Universitas Sumatera Utara tentang anak balita sangat rentan mengalami gizi buruk, maka ibu sebaiknya memperhatikan dan memantau terus tumbuh kembang dan kenaikan berat badan balita setiap bulannya ke posyandu sebesar 63,0, ibu yang setuju tentang membawa anak balita ke posyandu setiap bulannya merupakan salah satu cara mencegah agar anak balita tidak mengalami gizi buruk sebesar 51,0, sedangkan ibu yang tidak setuju tentang merawat dan memberi perhatian kepada anak balita merupakan pekerjaan yang sia – sia sebesar 31,0. Hasil uji analisis menunjukkan ada hubungan antara sikap dengan kejadian bawah garis merah BGM dengan nilai p=0,003. Terdapat persentase ibu yang mempunyai balita tidak dibawah garis merah BGM dengan sikap baik sebesar 82,1 sedangkan yang sikap kurang sebesar 52,5. Sikap berpengaruh terhadap kejadian bawah garis merah BGM dengan nilai Exp B sebesar 11,611 dimana jika ibu memiliki sikap kurang kemungkinanan 12 kali lebih besar mengalami berat badan dibawah garis merah BGM dibanding dengan ibu yang memiliki sikap baik. 5.4. Pengaruh Pola Asuh Ibu terhadap Kejadian Bawah Garis Merah BGM pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur Matinggi Berdasarkan hasil univariat tentang pola asuh di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur Matinggi masih ditemukan ibu yang memiliki pola asuh kurang sebesar 53,0, dan sebesar 47,0 yang pola asuh baik hasil dilapangan ternyata ditemukan pola asuh ibu tentang balita makan tiga kali dalam sehari sebesar 68,0 yang tahu, sedangkan tentang ibu selalu memberi makanan yang beraneka ragam pada balita jenis sayur, lauk-pauk dan buah sebesar 60,0 yang tidak tahu. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan jawaban ibu bahwa mereka memberikan makan anak 3x sehari namun tidak disajikan bervariasi bahkan lebih banyak nasi dibanding lauk pauknya. Mereka juga memberikan susu formula 3 gelas sehari, bahkan berlebih, memberikan makanan selingan bahkan berlebih sepeti roti, gorengan dan es krim. Hal ini disebabkan karena ibu tidak mendampingi anak makan keran sudah menganggap anak sudah bisa makan sendiri, anak minum susu formula pun terserah selera si anak, cenderung selalu diminta anak, berlebihan juga tidak apa-apa, memberikan makanan selingan juga diberikan berlebihan, ambil sendiri dari lemari es. Sebagian ibu mengatakan anaknya bisa gemuk karena faktor keturunan dari keluarga yang lain, dan sebagian lagi mengatakan sangat tidak etis bila anak orang kaya mengalami gizi kurang dan buruk. Hasil uji analisis menunjukkan ada hubungan antara pola asuh dengan kejadian bawah garis merah BGM dengan nilai p=0,001. Terdapat persentase ibu yang mempunyai balita tidak dibawah garis merah BGM dengan pola asuh baik sebesar 80,9 sedangkan yang pola asuh kurang sebesar 49,1. Pola asuh berpengaruh terhadap kejadian bawah garis merah BGM dengan nilai Exp B sebesar sebesar 14,808 dimana jika ibu memiliki pola asuh kurang kemungkinanan 15 kali lebih besar mengalami berat badan dibawah garis merah BGM dibanding dengan ibu yang memiliki pola asuh baik. Pola asuh pada balita yang bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan fisik dan biomedis dalam meningkatkan pertumbuhan balita yang optimal. Perilaku ibu dalam menerapkan pola asuh pada balita terdiri dari yaitu pola asuh makan dan pola asuh Universitas Sumatera Utara kesehatan. Perilaku ibu dalam menerapkan pola asuh pada balita terdiri dari yaitu pola asuh makan dan pola asuh kesehatan. Hal ini disebabkan status pekerjaan ibu yang bekerja di luar rumah seperti pegawai swasta dan PNS sehingga mengakibatkan ibu kurang memerhatikan pengelolaan pemberian makan pada balitanya. Ibu yang bekerja memiliki waktu lebih banyak di luar rumah, dan juga kesibukan di dalam mengurus anggota keluarga lainnya menyebabkan balita cenderung kurang mendapat perhatian, sehingga pola makan anak yang tidak seimbang lagi, dimana anak makan makanan yang berlebihan. Sesuai pendapat Soekirman 2000 bahwa dalam rumah tangga, keadaan status gizi balita dipengaruhi oleh kemampuan ibu dalam menyediakan pangan, baik jumlah maupun jenis dan pola asuh juga dipengaruhi oleh faktor pendidikan, pekerjaan, perilaku dan keadaan kesehatan rumah tangga. Salah satu penyebab timbulnya gizi buruk pada anak balita adalah akibat pola asuh anak yang kurang memadai. Sesuai penelitian Yusrizal 2008, mengungkapkan bahwa faktor sosial ekonomi masyarakat tingkat pendidikan berpengaruh terhadap status gizi anak balita. Ibu yang berpendidikan rendah kurang dapat memahami atau menelaah informasi kesehatan yang diberikan kepadanya, dibandingkan dengan ibu berpengetahuan tinggi. Perilaku ibu dalam memberikan perawatan kesehatan melalui kebersihan lingkungan dan perawat balita yang kurang baik berdampak terhadap status gizi balita. Faktor pola asuh pada balita meliputi pola asuh makan dan kesehatan berpengaruh terhadap status gizi balita. Universitas Sumatera Utara

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen yang terkait

Pengaruh Perilaku Ibu Balita Dan Dukungan Keluarga Terhadap Pemanfaatan Pelayanan Imunisasi Dasar Di Wilayah Kerja Puskesmas Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2013

1 50 168

Perspektif Gender Terhadap Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil Di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kabupaten Langkat

3 55 133

Gambaran Epidemiologi Balita Bawah Garis Merah (BGM) Di Kecamatan Jeumpa Kabupaten Bireuen Propinsi Nanggoe Aceh Darussalam Tahun 2003

3 24 83

Pengetahuan Ibu Hamil tentang Gizi Semasa Kehamilan di Wilayah Kerja Puskesmas Tukka Kabupaten Tapanuli

2 42 74

Pengaruh Sosial Budaya dan Ekonomi Keluarga terhadap Pola Makan Balita Bawah Garis Merah (BGM) di Kecamatan Montasik Kabupaten Aceh Besar

2 38 125

Gambaran Pola Asuh Dan Sosial Ekonomi Keluarga Balita Bawah Garis Merah (BGM) Di Puskesmas Buhit Dan Puskesmas Harian Di Kabupaten Samosir Tahun 2009

3 59 120

HUBUNGAN KEAKTIFAN IBU DALAM POSYANDU DENGAN PENURUNAN JUMLAH BALITA BAWAH GARIS MERAH (BGM) DI DESA SUKO JEMBER KECAMATAN JELBUK KABUPATEN JEMBER

3 16 132

HUBUNGAN KEAKTIFAN IBU DALAM POSYANDU DENGAN PENURUNAN JUMLAH BALITA BAWAH GARIS MERAH (BGM) DI DESA SUKO JEMBER KECAMATAN JELBUK KABUPATEN JEMBER

2 22 19

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PENATALAKSANAAN DIARE DENGAN KEJADIAN DIARE PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Penatalaksanaan Diare dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pucangsawit surakarta.

0 2 12

TINGKAT PENDIDIKAN IBU, PERSEPSI JARAK RUMAH DAN MOTIVASI IBU SEBAGAI FAKTOR RESIKO KETIDAK AKTIFAN BALITA BAWAH GARIS MERAH (BGM) DI POSYANDU WILAYAH PUSKESMAS LOSARI KECAMATAN AMPELGADING KABUPATEN PEMALANG SKRIPSI - Repository Universitas Muhammadiyah

0 0 19