Gambaran Pola Asuh Dan Sosial Ekonomi Keluarga Balita Bawah Garis Merah (BGM) Di Puskesmas Buhit Dan Puskesmas Harian Di Kabupaten Samosir Tahun 2009

(1)

GAMBARAN POLA ASUH DAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA BALITA BAWAH GARIS MERAH (BGM) DI PUSKESMAS BUHIT DAN

PUSKESMAS HARIAN DI KABUPATEN SAMOSIR TAHUN 2009

SKRIPSI

Oleh :

NIM 051000150 YANTHY SEPTHERINA H

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

GAMBARAN POLA ASUH DAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA BALITA BAWAH GARIS MERAH (BGM) DI PUSKESMAS BUHIT DAN

PUSKESMAS HARIAN DI KABUPATEN SAMOSIR TAHUN 2009

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

NIM 051000150 YANTHY SEPTHERINA H

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judu l

GAMBARAN POLA ASUH DAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA BALITA BAWAH GARIS MERAH (BGM) DI PUSKESMAS BUHIT DAN

PUSKESMAS HARIAN DI KABUPATEN SAMOSIR TAHUN 2009

Yang Dipersiapkan Dan Dipertahankan Oleh :

NIM 051000150 YANTHY SEPTHERINA H

Telah Diuji dan Dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 21 Juni 2010

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima

Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

Dr. Ir. Albiner Siagian, MSi Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, MSi NIP : 19670613 199303 1 400 NIP : 19680616 199303 2 003

Penguji II Penguji III

Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes

NIP : 19620529 198903 2 001 NIP : 19580315 198811 2 001 Dra. Jumirah, Apt, M.Kes

Medan , Juni 2010 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

NIP : 19531018 198203 2 001 dr. Ria Masniari Lubis, MSi


(4)

ABSTRAK

Balita Bawah Garis Merah (BGM) adalah balita yang ditimbang berat badannya berada pada garis merah atau di bawah garis merah pada Kartu Menuju Sehat (KMS). Berdasarkan survei pendahuluan, di Puskesmas Buhit ditemukan 144 balita (6,4%) yang berada di bawah garis merah (BGM) dan di Puskesmas Harian ditemukan 42 balita (5,78%). Penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran pola asuh dan sosial ekonomi keluarga balita bawah garis merah (BGM) di Puskesmas Buhit dan Puskesmas Harian di Kabupaten Samosir.

Penelitian bersifat deskriptif dengan desain cross sectional yaitu ingin mengetahui gambaran pola asuh dan sosial ekonomi keluarga balita Bawah Garis Merah (BGM) di Puskesmas Buhit dan Puskesmas Harian di Kabupaten Samosir. Penelitian ini dilakukan dengan metode wawancara menggunakan kuesioner. Pengambilan sampel dilakukan secara simple random sampling dan diperoleh sampel sebanyak 60 orang di Puskesmas Buhit dan 30 orang Puskesmas Harian.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar balita BGM baik yang berada di Kecamatan Buhit maupun Kecamatan Harian memperoleh pola asuh yang baik. Sebagian besar balita memiliki status gizi normal. Sebaiknya diberikan penyuluhan kepada ibu mengenai pola asuh agar dapat memperbaiki status gizi anak. Dan bagi ibu yang bekerja sebagai petani sebaiknya meluangkan waktu lebih banyak pada anak sehingga anak mendapatkan perhatian yang lebih dari ibu dan dapat meningkatkan status gizi balita.


(5)

ABSTRACT

Under Red Line Babies (URLB) were babies whose weights were under the red line; in this case, the red line of Growth Monitoring Card. Based on the preliminary survey, there were 144 babies (6.4 percent) under the red line at the Primary Health Centre, Buhit, and 42 babies (5.78) under the red line at the Primary Health Centre, Harian. This research was aimed to know the description of the nursing pattern and the families’ social economy of the under red line babies at the Primary Health Centre, Buhit, and at the Primary Health Centre, Harian, Samosir District.

The type of the research was cross sectional aimed to know the pattern of the nursing and the families’ social economy of the URLB at the Primary Health Centre of Buhit and Harian, Samosir District. This research was conducted by using interviews with questionnaires. The sample was taken by simple random sampling with 60 respondents at the Primary Health Centre, Buhit, and 30 respondents at the Primary Health Centre, Harian.

The result of the research showed that the majority of the URLB in both places acquired good nursing patters. Most of them had the status of normal nutrition. It was recommended that their mothers should be given proper information about the nursing pattern in order that they could improve the nutritional status of the babies. It was also recommended that the mothers who worked as farmers should make more time available for their babies so that their babies got more attention and which inturn it could improve the nutritional status of the baby.


(6)

Daftar Riwayat Hidup

Nama : Yanthy Septherina H

Tempat Tanggal Lahir : Rumbai, 22 September 1987 Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : belum kawin Jumlah Anggota Keluarga : 6 orang

Alamat Rumah : Jl. Mandau No. 159 Duri – Riau Riwayat Pendidikan :

1. Tahun 1992 – 1993 : TK Santo Yosef Duri - Riau 2. Tahun 1993 – 1999 : SD Santo Yosef Duri- Riau 3. Tahun 1999 – 2002 : SLTP Santo Yosef Duri – Riau 4. Tahun 2002 – 2005 : SMA Katolik Cahaya Medan

5. Tahun 2005 – 2010 : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan pada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang karena kasih dan penyertaan-NYA senantiasa dalam hidup penulis, sehingga saya dapat menyelesaikam skripsi dengan judul “Gambaran Pola Asuh dan Sosial Ekonomi Keluarga Balita Bawah Garis Merah (BGM) di Puskesmas Buhit dan Puskesmas Harian di Kabupaten Samosir Tahun 2009” ini.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Dalam penyusunan skripsi ini, saya menyadari bahwa skripsi ini masih belum senpurna. Oleh karena itu, saya dengan senang hati mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu penulis dengan rasa hormat menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, MSi, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara,

2. Ibu Drh. Rasmaliah, MKes, selaku dosen penasehat akademik yang telah banyak membantu dan memberikan masukan bagi saya selama menjalani pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara,

3. Ibu Dra. Jumirah, Apt., MKes, selaku Ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan selaku dosen penguji III yang telah bersedia memberikan masukan bagi saya dalam menyelesaikan skripsi ini,


(8)

4. Bapak Dr. Ir. Albiner Siagian, MSi, selaku dosen pembimbing skripsi I yang telah banyak membantu dan meluangkan waktu dan pikiran dalam membimbing saya hingga skripsi ini dapat diselesaikan,

5. Ibu Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, MSi, selaku dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan masukan yang membangun bagi saya dalam menyelesaikan skripsi ini,

6. Ibu Dr. Ir. Zulhaida Lubis, MKes, selaku dosen penguji II yang telah memberikan masukan bagi saya hingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini,

7. Seluruh dosen dan pegawai administrasi di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, khususnya dosen pada Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan Bapak Marihot Samosir, ST. yang telah banyak memberikan masukan dan motivasi serta membantu dalam segala urusan administrasi,

8. Bapak Manigor Simbolon, SKM., selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Samosir yang telah memberi izin kepada saya untuk melakukan penelitian,

9. Orang tua yang saya cintai, Papa Alm. B. Hutabarat dan Mama N. Situmorang yang telah merawatku sedari kecil dengan penuh cinta dan mencurahkan kasih sayang serta selalu memberikan doa dan semangat yang tiada henti demi keberhasilan saya serta dukungan baik berupa materi maupun moril,

10.Adik-adikku tersayang, Yenny Radiance H, Amd, Putri Mariana H, Nico Adi Putra H, dan Yanto Gary Named H yang telah banyak memberikan semangat dan motivasi bagi saya. Every single day, I love you and how much I thank God for giving


(9)

11.Teman terbaikku, Raffles Marison S atas kontak doa, waktu, semangat, omelan, ceramah dan semangat yang diberikan bagi saya dan kesediannya menjadi tempat untuk berbagi baik dikala suka maupun duka,

12.Sahabat-sahabatku di FKM (Laura, Nency, Taty, Rilma, Endang, Lidya, kak Intan), abang-abangku (Desmond, Heru dan Yudi), sahabat-sahabatku (Agung, Rigom, Rio, Yana, Deddy’cece’, Juy) dan teman-teman IKAPEMADU (Gino, Bill, Hengky) yang selalu mendampingi saya, baik di saat susah maupun senang, membantu dan mendukung saya dalam menyelesaikan skripsi ini,

13.Teman- teman stambuk 2005 (Melvida, Ester, Desy, Erna Simarmata, Yunus) dan teman-teman peminatan gizi (Elisabeth, Sri’06, Evalina, kak Enina, kak Sufnidar, kak Sukma, Netty, Menti, Revin, bang Sadar) yang telah bersedia membantu saya dan memberikan masukan, kritik, dan saran dalam menyelesaikan skripsi ini,

14.Abangku, Sabaruddin Sianturi,SKM yang telah meluangkan waktu dan bantuan baik berupa moril maupun materi untuk membantu penulis dalam melaksanakan penelitian. Serta staf-staf Dinas Kesehatan Kabupaten Samosir (bang Mohar, kak Tetty, kak Enjel, kak Susi, dan lain-lain) yang telah bersedia membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

15.Keluarga besar Hutabarat dan Situmorang yang telah banyak memberikan dukungan, doa dan motivasi bagi saya.


(10)

Akhirnya pada semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan bantuan dan dorongan semangat. Semoga berkat Tuhan senantiasa memenuhi kehidupan Bapak, Ibu, dan teman-teman sekalian. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca sekalian.

Medan, Juni 2010 Penulis


(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

Daftar Riwayat Hidup ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... x

Daftar Gambar ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Perumusan Masalah ... 5

1.3.Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1. Tujuan Umum ... 5

1.3.2. Tujuan Khusus ... 5

1.4.Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pola Asuh ... 7

2.1.1. Perhatian/dukungan untuk wanita ... 8

2.1.2. Praktek Pemberian Makanan ... 8

2.1.2.1. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan Makanan Pendamping pada Anak ... 8

2.1.2.2. Persiapan dan Penyimpanan Makanan ... 10

2.1.3. Rangsangan Psikososial ... 10

2.1.4. Praktek Kebersihan/Hygiene dan Sanitasi Lingkungan ... 11

2.1.5. Perawatan Keluarga dalam Keadaan Sakit ... 12

2.2. Status Sosial Ekonomi Keluarga ... 12

2.2.1. Pendapatan Keluarga ………. 13

2.2.2. Tingkat Pendidikan Ibu ……….. 13

2.2.3. Status Pekerjaan Ibu ... 13

2.3. Kartu Menuju Sehat ... 14

2.4. Balita Bawah Garis Merah (BGM) ... 17

2.4.1. Gizi Kurang ... 18

2.4.2. Gizi Buruk ... 18

2.5. Penyebab Balita BGM ... 19

2.6. Pengaturan Makan Untuk Anak Balita ... 20

2.7. Dampak Kekurangan Gizi ... 22

2.8. Kerangka Konsep Penelitian ... 23

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 24

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 24


(12)

3.2.2. Waktu Penelitian ... 25

3.3. Populasi dan Sampel ... 25

3.3.1. Populasi ... 25

3.3.2. Sampel ... 25

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 26

3.4.1. Data Primer ... 26

3.4.2. Data Sekunder ... 26

3.5. Defenisi Operasional ... 26

3.6. Aspek Pengukuran ... 28

3.7. Pengolahan dan Analisa Data ... 33

3.7.1. Pengolahan Data ... 32

3.7.2. Analisa Data ... 32

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian ……….. 33

4.1.1. Letak Geografis ... 33

4.1.2. Demografi ... 33

4.1.3. Sarana Kesehatan ... 35

4.2. Karakteristik Responden ... 35

a. Umur Responden ... 35

b. Agama Responden ... 36

c. Suku Bangsa Responden ... 37

4.3 Karakteristik Anak ... 37

a. Kelompok Umur Anak ... 37

b. Jenis Kelamin Anak ... 38

4.4. Status Sosial Ekonomi Keluarga ... 39

a. Pendidikan responden ... 39

b. Status Pekerjaan Responden ... 40

c. Jenis Pekerjaan Responden ... 40

d. Jumlah Keluarga Responden ... 41

e. Penghasilan Keluarga ... 41

4.5. Pola Asuh ... 42

a. Dukungan/Perhatian untuk Wanita ... 42

b. Praktek Pemberian Makan ... 43

c. Rangsangan Psikososial ... 44

d. Praktek Kebersihan/Hygiene dan Sanitasi Lingkungan ... 44

e. Perawatan Keluarga dalam Keadaan Sakit ... 45

4.6. Status Gizi Anak ... 46

4.7. Status Kesehatan Balita BGM ... 47

4.8. Hubungan Sosial Ekonomi dengan Status Gizi ... 48

4.8.1. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan Status Gizi ... 48

4.8.2. Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Status Gizi ... 49

4.8.3. Hubungan Jumlah Anggota Keluarga dengan Status Gizi ... 51

4.8.4. Hubungan Pendapatan Keluarga dengan Status Gizi ... 52


(13)

4.9.1. Hubungan Dukungan/Perhatian untuk Wanita dengan

Status Gizi... 53

4.92. Hubungan Praktek Pemberian Makan dengan status Gizi... 55

4.9.3. Hubungan Rangsangan Psikososial dengan Status Gizi... 56

4.9.4. Hubungan Praktek Kebersihan/Hygiene & Sanitasi Lingkungan dengan Status Gizi ... 57

4.9.5. Hubungan Perawatan Keluarga dalam Keadaan Sakit dengan Status Gizi ... 59

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Gambaran Pola Asuh ... 61

5.1.1. Dukungan/Perhatian untuk Wanita ... 61

5.1.2. Praktek Pemberian Makan ... 61

5.1.3. Rangsangan Psikososial ... 62

5.1.4. Praktek Kebersihan/Hygiene dan Sanitasi Lingkungan ... 63

5.1.5. Perawatan Keluarga dalam Keadaan Sakit ... 64

5.2. Gambaran Status Sosial Ekonomi Keluarga ... 65

5.3. Gambaran Status Gizi Balita Bawah Garis Merah (BGM) ... 67

5.4. Gambaran Status Kesehatan Balita BGM ... 68

5.5. Hubungan Pola Asuh dengan Status Gizi ... 68

5.5.1. Hubungan Dukungan/Perhatian untuk Wanita dengan Status Gizi ... 68

5.5.2. Hubungan Praktek Pemberian Makan dengan Status Gizi... 69

5.5.3. Hubungan Rangsangan Psikososial dengan Status Gizi... 70

5.5.4. Hubungan Praktek Kebersihan/Hygiene dan Sanitasi Lingkungan dengan Status Gizi... 71

5.5.5. Hubungan Perawatan Keluarga dalam Keadaan Sakit dengan Status Gizi... 72

5.6. Hubungan Status Sosial Ekonomi dengan Status Gizi... 73

5.6.1. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan Status Gizi... 73

5.6.2. Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Status Gizi... 73

5.6.3. Hubungan Jumlah Anggota Keluarga dengan Status Gizi... 74

5.6.4. Hubungan Pendapatan Keluarga dengan Status Gizi... 75

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 76

6.2. Saran ... 77 Daftar Pustaka Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Distribusi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin di Kecamatan Pangururan/Buhit dan Kecamatan Harian Kabupaten Samosir

Tahun 2009 ...……… 34 Tabel 4.2. Distribusi Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kecamatan

Buhit dan Kecamatan Harian Kabupaten Samosir Tahun 2009 …… 34 Tabel 4.3. Distribusi Sarana Kesehatan di Kecamatan Buhit dan Kecamatan

Harian Kabupaten Samosir Tahun 2009 ……….... 35 Tabel 4.4. Distribusi Responden berdasarkan Umur di Kecamatan Buhit dan

Kecamatan Harian Kabupaten Samosir Tahun 2009 ………. 36 Tabel 4.5. Distribusi Responden berdasarkan Agama di Kecamatan Buhit dan

Kecamatan Harian Kabupaten Samosir Tahun 2009 ……….. 36 Tabel 4.6. Distribusi Responden berdasarkan Suku Bangsa di Kecamatan Buhit

dan Kecamatan Harian Kabupaten Samosir Tahun 2009 ………….... 37 Tabel 4.7. Distribusi Anak Responden berdasarkan Kelompok Umur di

Kecamatan Buhit dan Kecamatan Harian Kabupaten Samosir

Tahun 2009 ……… ... 38 Tabel 4.8. Distribusi Anak Responden berdasarkan Jenis Kelamin di

Kecamatan Buhit dan Kecamatan Harian Kabupaten Samosir

Tahun 2009 ... 38 Tabel 4.9. Distribusi Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan di

Kecamatan Buhit dan Kecamatan Harian Kabupaten Samosir

Tahun 2009 ... 39 Tabel 4.10. Distribusi Responden berdasarkan Status Pekerjaan di Kecamatan

Buhit dan Kecamatan Harian Kabupaten Samosir Tahun 2009 ... 40 Tabel 4.11. Distribusi Responden berdasarkan Jenis Pekerjaan di Kecamatan

Buhit dan Kecamatan Harian Kabupaten Samosir Tahun 2009... 40 Tabel 4.12. Distribusi Responden berdasarkan Jumlah Keluarga Responden

di Kecamatan Buhit dan Kecamatan Harian Kabupaten Samosir


(15)

Tabel 4.13. Distribusi Responden berdasarkan Penghasilan Keluarga Responden di Kecamatan Buhit dan Kecamatan Harian Kabupaten Samosir

Tahun 2009 ... 42 Tabel 4.14. Distribusi Pola Asuh Responden menurut Dukungan/Perhatian

untuk Wanita di Kecamatan Buhit dan Kecamatan Harian

Kabupaten Samosir Tahun 2009 ... 42 Tabel 4.15. Distribusi Pola Asuh Responden menurut Praktek Pemberian Makan

di Kecamatan Buhit dan Kecamatan Harian Kabupaten Samosir

Tahun 2009 ... 43 Tabel 4.16. Distribusi Pola Asuh Responden menurut Rangsangan Psikososial

di Kecamatan Buhit dan Kecamatan Harian Kabupaten Samosir

Tahun 2009 ... 44 Tabel 4.17. Distribusi Pola Asuh Responden menurut Praktek Kebersihan/

Hygiene dan Sanitasi Lingkungan di Kecamatan Buhit dan Kecamatan Harian Kabupaten Samosir Tahun 2009 ... 45 Tabel 4.18. Distribusi Pola Asuh Responden menurut Perawatan Keluarga

dalam Keadaan Sakit di Kecamatan Buhit dan Kecamatan Harian

Kabupaten Samosir Tahun 2009 ... 45 Tabel 4.19. Distribusi Status Gizi Anak Menurut Indeks BB/U di Kecamatan Buhit

dan Kecamatan Harian Kabupaten Samosir Tahun 2010 ... 46 Tabel 4.20. Distribusi Status Gizi Anak Menurut Indeks TB/U di Kecamatan Buhit

dan Kecamatan Harian Kabupaten Samosir Tahun 2010... 47 Tabel 4.21. Distribusi Status Gizi Anak Menurut Indeks BB/TB di Kecamatan Buhit

dan Kecamatan Harian Kabupaten Samosir Tahun 2010 ... 47 Tabel 4.22. Distribusi Status Kesehatan Balita BGM di Kecamatan Buhit dan

Kecamatan Harian Kabupaten Samosir Tahun 2010 ... 48 Tabel 4.23. Distribusi Status Gizi Menurut Indeks BB/TB berdasarkan Tingkat

Pendidikan Ibu di Kecamatan Buhit Kabupaten Samosir

Tahun 2010 ... 48 Tabel 4.24. Distribusi Status Gizi Menurut Indeks BB/TB berdasarkan Tingkat

Pendidikan Ibu di Kecamatan Harian Kabupaten Samosir

Tahun 2010 ... 49 Tabel 4.25. Distribusi Status Gizi Menurut Indeks BB/TB berdasarkan Pekerjaan


(16)

Tabel 4.26. Distribusi Status Gizi Menurut Indeks BB/TB berdasarkan Pekerjaan Ibu di Kecamatan Harian Kabupaten Samosir Tahun 2010 ... 50 Tabel 4.27. Distribusi Status Gizi Menurut Indeks BB/TB berdasarkan Jumlah

Anggota Keluarga di Kecamatan Buhit Kabupaten Samosir

Tahun 2010 ... 51 Tabel 4.28. Distribusi Status Gizi Menurut Indeks BB/TB berdasarkan Jumlah

Anggota Keluarga di Kecamatan Harian Kabupaten Samosir

Tahun 2010 ... 52 Tabel 4.29. Distribusi Status Gizi Menurut Indeks BB/TB berdasarkan Pendapatan

Keluarga di Kecamatan Buhit Kabupaten Samosir Tahun 2010 ... 52 Tabel 4.30. Distribusi Status Gizi Menurut Indeks BB/TB berdasarkan Pendapatan

Keluarga di Kecamatan Harian Kabupaten Samosir Tahun 2010 ... 53 Tabel 4.31. Distribusi Status Gizi Menurut Indeks BB/TB berdasarkan Dukungan/

Perhatian untuk Wanita di Kecamatan Buhit Kabupaten Samosir

Tahun 2010 ... 54 Tabel 4.32. Distribusi Status Gizi Menurut Indeks BB/TB berdasarkan Dukungan/

Perhatian untuk Wanita di Kecamatan Harian Kabupaten Samosir

Tahun 2010 ... 54 Tabel 4.33. Distribusi Status Gizi Menurut Indeks BB/TB berdasarkan Praktek

Pemberian Makan di Kecamatan Buhit Kabupaten Samosir

Tahun 2010 ... ... 55 Tabel 4.34. Distribusi Status Gizi Menurut Indeks BB/TB berdasarkan Praktek

Pemberian Makan di Kecamatan Harian Kabupaten Samosir

Tahun 2010 ... 56 Tabel 4.35. Distribusi Status Gizi Menurut Indeks BB/TB berdasarkan Rangsangan

Psikososial di Kecamatan Buhit Kabupaten Samosir Tahun 2010 ... 56 Tabel 4.36. Distribusi Status Gizi Menurut Indeks BB/TB berdasarkan Rangsangan

Psikososial di Kecamatan Harian Kabupaten Samosir Tahun 2010 ... 57 Tabel 4.37. Distribusi Status Gizi Menurut Indeks BB/TB berdasarkan Praktek

Kebersihan/Hygiene & Sanitasi Lingkungan di Kecamatan Buhit

Kabupaten Samosir Tahun 2010... 58 Tabel 4.38. Distribusi Status Gizi Menurut Indeks BB/TB berdasarkan Praktek

Kebersihan/Hygiene & Sanitasi Lingkungan di Kecamatan Harian


(17)

Tabel 4.39. Distribusi Status Gizi Menurut Indeks BB/TB berdasarkan Perawatan Keluarga dalam Keadaan Sakit di Kecamatan Buhit Kabupaten

Samosir Tahun 2010 ... 59 Tabel 4.40. Distribusi Status Gizi Menurut Indeks BB/TB berdasarkan Perawatan

Keluarga dalam Keadaan Sakit di Kecamatan Harian Kabupaten


(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Konsep Gambaran Pola Asuh dan Sosial Ekonomi Keluarga Balita Bawah Garis Merah (BGM) ……….. 23


(19)

ABSTRAK

Balita Bawah Garis Merah (BGM) adalah balita yang ditimbang berat badannya berada pada garis merah atau di bawah garis merah pada Kartu Menuju Sehat (KMS). Berdasarkan survei pendahuluan, di Puskesmas Buhit ditemukan 144 balita (6,4%) yang berada di bawah garis merah (BGM) dan di Puskesmas Harian ditemukan 42 balita (5,78%). Penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran pola asuh dan sosial ekonomi keluarga balita bawah garis merah (BGM) di Puskesmas Buhit dan Puskesmas Harian di Kabupaten Samosir.

Penelitian bersifat deskriptif dengan desain cross sectional yaitu ingin mengetahui gambaran pola asuh dan sosial ekonomi keluarga balita Bawah Garis Merah (BGM) di Puskesmas Buhit dan Puskesmas Harian di Kabupaten Samosir. Penelitian ini dilakukan dengan metode wawancara menggunakan kuesioner. Pengambilan sampel dilakukan secara simple random sampling dan diperoleh sampel sebanyak 60 orang di Puskesmas Buhit dan 30 orang Puskesmas Harian.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar balita BGM baik yang berada di Kecamatan Buhit maupun Kecamatan Harian memperoleh pola asuh yang baik. Sebagian besar balita memiliki status gizi normal. Sebaiknya diberikan penyuluhan kepada ibu mengenai pola asuh agar dapat memperbaiki status gizi anak. Dan bagi ibu yang bekerja sebagai petani sebaiknya meluangkan waktu lebih banyak pada anak sehingga anak mendapatkan perhatian yang lebih dari ibu dan dapat meningkatkan status gizi balita.


(20)

ABSTRACT

Under Red Line Babies (URLB) were babies whose weights were under the red line; in this case, the red line of Growth Monitoring Card. Based on the preliminary survey, there were 144 babies (6.4 percent) under the red line at the Primary Health Centre, Buhit, and 42 babies (5.78) under the red line at the Primary Health Centre, Harian. This research was aimed to know the description of the nursing pattern and the families’ social economy of the under red line babies at the Primary Health Centre, Buhit, and at the Primary Health Centre, Harian, Samosir District.

The type of the research was cross sectional aimed to know the pattern of the nursing and the families’ social economy of the URLB at the Primary Health Centre of Buhit and Harian, Samosir District. This research was conducted by using interviews with questionnaires. The sample was taken by simple random sampling with 60 respondents at the Primary Health Centre, Buhit, and 30 respondents at the Primary Health Centre, Harian.

The result of the research showed that the majority of the URLB in both places acquired good nursing patters. Most of them had the status of normal nutrition. It was recommended that their mothers should be given proper information about the nursing pattern in order that they could improve the nutritional status of the babies. It was also recommended that the mothers who worked as farmers should make more time available for their babies so that their babies got more attention and which inturn it could improve the nutritional status of the baby.


(21)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Masa balita merupakan masa yang tergolong rawan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak karena pada masa ini anak mudah sakit dan mudah terjadi kurang gizi. Pada masa balita ini perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial, emosional, dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan berikutnya. Perkembangan moral serta dasar-dasar kepribadian juga dibentuk pada masa ini (Soetjiningsih, 1995).

Anak balita merupakan kelompok umur yang paling sering menderita kekurangan gizi disebabkan oleh, pertama, kondisi anak balita adalah periode transisi dari makan bayi ke makanan orang dewasa, jadi masih memerlukan adaptasi. Kedua, anak balita sering kali tidak begitu diperhatikan dan pengurusannya sering diserahkan kepada orang lain seperti saudara, terlebih jika ibu mempunyai anak lain yang lebih kecil. Ketiga, anak balita belum mampu mengurus dirinya sendiri dalam hal makanan sedangkan ia tidak diperhatikan lagi oleh kedua orang tuanya, akibatnya kebutuhan tidak dapat terpenuhi. Keempat, anak balita mulai bermain dan bergerak lebih luas dan mulai bermain di lantai yang keadaannya belum tentu memenuhi syarat kebersihan, sehingga anak balita sangat besar kemungkinan terkena kotoran dan dapat menyebabkan anak balita terkena penyakit akibat infeksi (Anonim, 2008).

Banyak faktor yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi kurang. Menurut UNICEF ada dua penyebab langsung terjadinya kekurangan gizi, yaitu : (1) Kurangnya asupan gizi dari makanan. Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah makanan yang dikonsumsi atau


(22)

makanannya tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan karena alasan sosial dan ekonomi yaitu kemiskinan. (2) Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi. Hal ini disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-zat makanan secara baik. Faktor lain yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk yaitu: (1) Faktor ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh masyarakat; (2) Perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan anak; (3) Pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak memadai. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada 3 faktor penyebab gizi buruk pada balita, yaitu: (1) Keluarga miskin; (2) Ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak; (3) Faktor penyakit bawaan pada anak, seperti: jantung, TBC, HIV/AIDS, saluran pernapasan dan diare (Astaqauliyah, 2006).

Krisis ekonomi yang berkepanjangan berdampak buruk bagi perkembangan sumber daya bangsa Indonesia. Pengangguran mencapai 40 juta orang dan kemiskinan menimpa separuh jumlah penduduk (100 juta). Semua ini berdampak pada kekurangan pangan yang menurunkan kesehatan dan status gizi masyarakat. Sampai saat ini, Indonesia masih menggelar perang terhadap empat masalah gizi utama (Anonim, 2008). Kemiskinan sebagai penyebab kurang gizi menduduki posisi pertama pada kondisi yang umum, sehingga perlu mendapat perhatian yang serius karena kemiskinan berpengaruh besar terhadap konsumsi makanan. Warga masyarakat yang tergolong miskin adalah mereka yang mempunyai keterbatasan kemampuan dan akses pada sumber daya dan dalam memperoleh pelayanan serta prasarana untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Pada saat ini Indonesia menghadapi masalah gizi ganda, yaitu masalah gizi kurang dan masalah gizi lebih. Masalah gizi kurang pada umumnya disebabkan oleh


(23)

kemiskinan, kurangnya persediaan pangan, kurang baiknya kualitas lingkungan, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi, menu seimbang dan kesehatan, dan adanya daerah miskin gizi. Sebaliknya, masalah gizi lebih disebabkan oleh kemajuan ekonomi pada lapisan masyarakat tertentu disertai dengan kurangnya pengetahuan tentang gizi, menu seimbang dan kesehatan (Almatsier, 2001).

Dari seluruh anak usia 4 -24 bulan yang berjumlah 4,9 juta di Indonesia, sekitar seperempat sekarang berada dalam kondisi kurang gizi. Hal ini disebabkan terutama oleh masalah ekonomi, karena sebagian besar penderita marasmus berasal dari keluarga kurang mampu. Makanan untuk anak harus mengandung kualitas dan kuantitas yang cukup, agar dapat menghasilkan kesehatan yang baik. Jika anak tidak mendapatkan makanan yang baik dapat mengakibatkan anak kurang gizi dan akan mudah terserang penyakit.

Kartu Menuju Sehat (KMS) dapat digunakan untuk memantau pertumbuhan balita. Pada KMS terdapat garis yang berwarna merah. Apabila balita tersebut berada di bawah garis merah menunujukkan bahwa anak tersebut memiliki masalah gizi dan perlu mendapatkan perhatian yang lebih. Seorang balita yang berada di bawah garis merah (BGM) pada KMS belum tentu menderita gizi kurang ataupun gizi buruk. KMS tidak dapat dipakai untuk mengukur status gizi balita.

Pola asuh berperan penting dalam menentukan status gizi balita. Apabila pola asuh anak kurang, dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak. Begitu juga terhadap balita BGM. Bila balita BGM tidak mendapatkan perhatian khusus dari keluarga, dapat mengakibatkan status gizi balita tersebut semakin menurun.


(24)

Kekurangan gizi dapat terjadi dari tingkat ringan sampai tingkat berat dan terjadi secara perlahan-lahan dalam waktu cukup lama. Keadaan gizi atau status gizi masyarakat menggambarkan tingkat kesehatan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan asupan zat-zat gizi yang dikonsumsi seseorang. Anak yang kurang gizi akan menurun daya tahan tubuhnya, sehingga mudah terkena penyakit infeksi, sebaliknya anak yang menderita penyakit infeksi akan mengalami gangguan nafsu makan dan penyerapan zat-zat gizi sehingga menyebabkan kurang gizi. Anak yang sering terkena infeksi dan gizi kurang akan mengalami gangguan tumbuh kembang yang akan mempengaruhi tingkat kesehatan, kecerdasan dan produktivitas di masa dewasa.

Menurut pengelompokkan prevalensi gizi kurang Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Indonesia tergolong sebagai negara dengan status kekurangan gizi yang tinggi pada 2004 karena 5.119.935 balita dari 17.983.244 balita Indonesia (28,47 persen) termasuk kelompok gizi kurang dan gizi buruk. Lebih kurang 3,6 juta anak (19,2 persen) dalam tingkat gizi kurang dan 1,5 juta anak gizi buruk (8,3 persen) (Soekirman, 2005).

Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan Indonesia, pada tahun 2004 kasus gizi kurang dan gizi buruk sebanyak 5,1 juta. Kemudian pada tahun 2005 menurun menjadi 4,42 juta. Tahun 2006 turun menjadi 4,2 juta (944.246 orang di antaranya kasus gizi buruk) dan tahun 2007 turun lagi menjadi 4,1 juta (755.397 orang di antaranya kasus gizi buruk) (Luthfi, 2008).

Puskesmas Buhit dan Puskesmas Harian merupakan puskesmas yang terdapat di Kabupaten Samosir. Kecamatan Buhit merupakan salah satu kecamatan yang lebih maju daripada Kecamatan Harian. Kecamatan Buhit merupakan pusat dari Kabupaten Samosir. Sedangkan Kecamatan Harian merupakan kecamatan yang terpencil dan sulit untuk


(25)

menjangkaunya. Berdasarkan hasil survei pendahuluan, di Puskesmas Buhit ditemukan 145 balita (6,5%) yang berada di bawah garis merah (BGM) dari 2.236 balita yang ditimbang. Di antaranya terdapat 144 balita (6,4%) yang mengalami gizi kurang dan 1 balita (0,04%) yang mengalami gizi buruk. Di Puskesmas Harian ditemukan 42 balita (5,78%) yang berada di bawah garis merah (BGM) dari 621 balita yang ditimbang. Di antaranya terdapat 15 balita (2,06%) yang mengalami gizi kurang dan tidak terdapat balita (0%) yang mengalami gizi buruk (Data Dinas Kesehatan Kab. Samosir, 2009).

Berdasarkan uraian di atas, hal inilah yang melatarbelakangi penulis melakukan penelitian untuk mengetahui pola asuh dan status sosial ekonomi keluarga balita BGM di Puskesmas Buhit dan Puskesmas Harian di Kabupaten Samosir.

1.2. Perumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran pola asuh dan sosial ekonomi keluarga balita BGM di Puskesmas Buhit dan Puskesmas Harian di Kabupaten Samosir.

1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran pola asuh dan sosial ekonomi keluarga balita BGM di Puskesmas Buhit dan Puskesmas Harian di Kabupa ten Samosir.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui gambaran pola asuh balita saat balita BGM di Puskesmas Buhit dan Puskesmas Harian Kabupaten Samosir.


(26)

2. Mengetahui gambaran sosial ekonomi keluarga balita BGM di Puskesmas Buhit dan Puskesmas Harian Kabupaten Samosir.

3. Mengetahui status gizi balita BGM di Puskesmas Buhit dan Puskesmas Harian Kabupaten Samosir tahun 2010.

4. Mengetahui status kesehatan balita BGM di Puskesmas Buhit dan Puskesmas Harian Kabupaten Samosir tahun 2010.

5. Membandingkan pola asuh dan sosial ekonomi keluarga balita BGM antara yang terdapat di Puskesmas Buhit dengan yang terdapat di Puskesmas Harian di Kabupaten Samosir.

Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi kepada masyarakat setempat mengenai gambaran pola asuh dan sosial ekonomi keluarga balita BGM.

2. Sebagai bahan informasi dan masukan untuk petugas kesehatan di Puskesmas Buhit dan Puskesmas Harian di Kabupaten Samosir, sehingga dapat diketahui mengenai gambaran pola asuh dan sosial ekonomi balita BGM di Puskesmas Buhit dan Puskesmas Harian di Kabupaten Samosir.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pola Asuh

Agar pola hidup anak bisa sesuai dengan standar kesehatan, di samping harus mengatur pola makan yang benar, juga tak kalah pentingnya mengatur pola asuh yang benar pula. Pola asuh yang benar bisa ditempuh dengan memberikan perhatian yang penuh kasih sayang pada anak, memberinya waktu yang cukup untuk menikmati kebersamaan dengan seluruh anggota keluarga (Perangin-angin, 2006).

Pola asuh adalah kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian, dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan sebaik-baiknya secara fisik, mental dan sosial. Pengasuhan merupakan faktor yang sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan dan perkembangan anak berusia di bawah lima tahun. Masa anak usia 1-5 tahun (balita) adalah masa dimana anak masih sangat membutuhkan suplai makanan dan gizi dalam jumlah yang memadai. Pada masa ini juga, anak-anak masih sangat tergantung pada perawatan dan pengasuhan ibunya. Oleh karena itu, pengasuhan kesehatan dan makanan pada tahun pertama kehidupan sangat penting untuk perkembangan anak (Sarah, 2008).

Engle et al (1997) mengemukakan bahwa pola asuh dimanifestasikan dalam 6 hal, yaitu (1) perhatian/dukungan untuk wanita seperti pemberian waktu istirahat yang tepat atau peningkatan asupan makanan selama hamil, (2) pemberian ASI dan makanan pendamping pada anak, (3) rangsangan psikososial terhadap anak dan dukungan untuk perkembangan mereka, (4) persiapan dan penyimpanan makanan, (5) praktek kebersihan/hygiene dan sanitasi lingkungan, dan (6) perawatan keluarga dalam keadaan


(28)

sakit meliputi praktek kesehatan di rumah dan pola pencarian pelayanan kesehatan. Pemberian ASI dan makanan pendamping pada anak serta persiapan dan penyimpanan makanan tercakup dalam praktek pemberian makanan.

2.1.1. Perhatian/dukungan untuk wanita

Perhatian untuk wanita seperti pemberian waktu istirahat yang tepat atau peningkatan asupan makanan selama hamil merupakan hal yang penting karena dapat mempengaruhi pertumbuhan anak. Naluri keibuan mendorong setiap ibu untuk memberikan yang terbaik bagi anaknya. Akan tetapi, ketidaktahuan ibu membatasi kemampuan memberikan yang terbaik itu. Wanita yang berstatus sebagai ibu rumah tangga memiliki peran ganda dalam keluarga, utamanya jika memiliki aktivitas yang lain di luar rumah seperti bekerja, menuntut pendidikan ataupun aktivitas lain dalam kegiatan sosial (Perangin-angin, 2006).

Wanita perlu mengatur waktu mereka sehingga mereka dapat menemani anaknya pada saat dibutuhkan. Ini dapat mudah dilakukan bila wanita itu bekerja sendiri, misalnya berjualan di pasar. Lebih mudah lagi bila pekerjaannya di rumah atau dekat rumah. Dan yang lebih sulit bila ia bekerja di tempat yang jauh. Selama bekerja, ibu pekerja cenderung mempercayakan anaknya diawasi oleh anggota keluarga lainnya bahkan pada orang lain yang memang khusus diberi tugas untuk mengasuh anaknya.

2.1.2. Praktek Pemberian Makanan

2.1.2.1. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan Makanan Pendamping pada Anak

Semua anak harus memperoleh yang terbaik agar dapat tumbuh secara penuh. Untuk itu, tidak cukup asal memberinya makan, memilihkannya menu dan menyuapinya


(29)

nasi. Ada nilai lain yang dibutuhkan anak untuk mencapai pertumbuhannya secara penuh yaitu perhatian dan sikap (asuhan) orang tua dalam memberi makan. Anak tidak mungkin menolak makanan yang diberikan orang tuanya, sekalipun makanan yang diterima anak bukan makanan yang terbaik. Kesalahan orang tua dalam memilihkan makanan bagi anaknya, akan berakibat buruk pada anak (Perangin-angin, 2006).

Air susu ibu merupakan makanan pokok yang terbaik bagi bayi. Bila ibu dan bayi sehat, ASI hendaknya cepat diberikan. ASI yang diproduksi pada 1-5 hari pertama dinamakan kolostrum, yaitu cairan kental yang berwarna kekuningan. Kolostrum mengandung lebih banyak antibodi, protein, mineral dan vitamin A. Pemberian ASI tidak dibatasi dan dapat diberikan setiap saat. ASI Eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, dan nasi tim.

Menurut Sulistijani (2001), ASI sangat penting bagi bayi karena ASI memiliki beberapa keunggulan, yaitu :

1. ASI mengandung semua zat gizi yang diperlukan bayi.

2. ASI meringankan fungsi pencernaan dan ginjal yang belum sempurna.

3. ASI segar, bersih (tidak tercemar), murah, hemat dan mudah diberikan (praktis). 4. Pemberian ASI berarti menumbuhkan kasih sayang antara ibu dan bayinya, yang

akan sangat mempengaruhi tumbuh kembang dan kecerdasan anak dikemudian hari.

Bila oleh suatu sebab (misalnya : ibu bekerja atau ibu hamil lagi) bayi tidak memperoleh ASI, makan kepada bayi diberikan PASI (Pengganti Air Susu Ibu). PASI dibuat dari susu sapi yang susunan gizinya sudah diubah, menjadi hampir sama dengan


(30)

susunan gizi ASI, sehingga dapat diberikan kepada bayi tanpa menyebabkan akibat sampingan. Akan tetapi, belum ada PASI yang tepat menyerupai susunan PASI.

Setelah berumur 6 bulan, bayi memerlukan makanan pendamping karena kebutuhan gizi bayi meningkat dan tidak seluruhnya dapat dipengaruhi oleh ASI. Pemberian makanan pendamping harus bertahap dan bervariasi, dari mulai bentuk cair ke bentuk bubur kental, sari buah, buah segar, makanan lumat, makanan lembek, dan akhirnya makanan padat. Pemberian makanan pendamping dilakukan secara berangsur untuk mengembangkan kemampuan bayi mengunyah dan menelan serta menerima bermacam-macam makanan dengan berbagai tekstur dan rasa (Arisman, 2004).

2.1.2.2. Persiapan dan Penyimpanan Makanan

Pada saat mempersiapkan makanan, kebersihan makanan perlu mendapat perhatian khusus. Makanan yang kurang bersih dan sudah tercemar dapat menyebabkan diare atau cacingan pada anak. Begitu juga dengan si pembuat makanan dan peralatan yang dipakai seperti sendok, mangkok, gelas, piring dan sebagainya sangat menetukan bersih tidaknya makanan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :

a. Simpan makanan dalam keadaan bersih, hindari pencemaran dari debu dan binatang.

b. Alat makan dan memasak harus bersih.

c. Ibu atau anggota keluarga yang memberikan makanan harus mencuci tangan dengan sabun sebelum memberikan makan.


(31)

2.1.3. Rangsangan Psikososial

Kondisi psikososial yang buruk dapat berpengaruh negatif terhadap penggunaan zat gizi di dalam tubuh, sebaliknya kondisi psikososial yang baik akan merangsang hormon pertumbuhan sekaligus merangsang anak untuk melatih organ-organ perkembangannya. Selain itu, asuhan psikososial yang baik berkaitan erat dengan asuhan gizi dan kesehatan yang baik pula, sehingga secara tidak langsung berpengaruh positif terhadap status gizi, pertumbuhan dan perkembangan. Ada beberapa faktor sosial, antara lain stimulasi, motivasi belajar, ganjaran ataupun hukuman yang wajar, kelompok sebaya, stress, cinta dan kasih sayang dan kualitas interaksi anak dan orang tua (Soetjiningsih, 1995).

2.1.4. Praktek Kebersihan/Hygiene dan Sanitasi Lingkungan

Kondisi lingkungan anak harus benar-benar diperhatikan agar tidak merusak kesehatan. Hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan rumah dan lingkungan adalah bangunan rumah, kebutuhan ruang (bermain anak), pergantian udara, sinar matahari, penerangan, air bersih, pembuangan sampah/air kotor (limbah), kamar mandi dan kakus (jamban/WC) dan halaman rumah. Kebersihan, baik kebersihan perorangan maupun kebersihan lingkungan memegang peranan penting bagi tumbuh kembang anak. Keadaan perumahan yang layak dengan konstruksi bangunan yang tidak membahayakan penghuninya akan menjamin keselamatan dan kesehatan penghuninya, yaitu ventilasi dan pencahayaan yang cukup, tidak penuh sesak, cukup leluasa bagi anak untuk bermain, dan bebas polusi (Soetjiningsih, 1995).

Sulistijani (2001) mengatakan bahwa lingkungan yang sehat perlu diupayakan dan dibiasakan, tetapi tidak dilakukan sekaligus, harus perlahan-lahan dan terus menerus.


(32)

Lingkungan yang sehat terkait dengan keadaan bersih, rapi dan teratur. Oleh karena itu, anak perlu dilatih untuk mengembangkan sifat-sifat sehat seperti berikut :

− Mandi 2 kali sehari

− Cuci tangan sebelum dan sesudah makan − Makan teratur, 3 kali sehari

− Menyikat gigi sebelum tidur

− Membuang sampah pada tempatnya − Buang air kecil pada tempatnya

2.1.5. Perawatan Keluarga dalam Keadaan Sakit

Masa bayi dan balita sangat rentan terhadap penyakit, seperti flu, diare, bronkhitis, atau penyakit infeksi lainnya. Jika anak sering menderita penyakit dapat menghambat atau mengganggu proses tumbuh kembangnya. Kesehatan anak harus mendapat perhatian dari para orang tua, yaitu dengan cara segera membawa anaknya yang sakit ke tempat pelayanan kesehatan yang terdekat (Soetjiningsih, 1995). Ada beberapa penyebab seorang anak mudah terserang penyakit, yaitu :

1) Apabila kecukupan gizi terganggu karena anak sulit makan atau nafsu makan menurun. Akibatnya, daya tahan tubuh menurun sehingga anak menjadi rentan terhadap penyakit.

2) Lingkungan yang kurang mendukung sehingga perlu diciptakan lingkungan dan perilaku yang sehat.

Orang tua perlu memantau dan menstimulasi tumbuh kembang bayi dan anak secara teratur sesuai dengan tahapan usianya. Segera periksakan anak ke dokter jika anak


(33)

2.2. Status Sosial Ekonomi Keluarga

Keadaan sosial ekonomi keluarga merupakan salah satu faktor yang menentukan jumlah makanan yang tersedia dalam keluarga sehingga turut menentukan status gizi keluarga tersebut. Yang termasuk dalam faktor sosial adalah (Sarah, 2008):

b. Keadaan penduduk suatu masyarakat c. Keadaan keluarga

d. Tingkat pendidikan orang tua e. Keadaan rumah

f. Jarak kelahiran anak

Sedangkan data ekonomi dari faktor sosial ekonomi meliputi : a. Pekerjaan orang tua

b. Pendapatan keluarga c. Pengeluaran keluarga

d. Harga makanan yang tergantung pada pasar dan variasi musim.

2.2.1. Pendapatan Keluarga

Pendapatan merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas makanan. Tetapi perlu disadari bahwa pendapatan tidak selalu membawa perbaikan pada susunan makanan. Tingkat pendapatan juga ikut menentukan jenis pangan yang akan dibeli. Orang miskin membelanjakan sebagian pendapatan mereka untuk makanan, sedangkan orang kaya jauh lebih rendah. Semakin tinggi pendapatan semakin besar pula persentase dari pendapatan tersebut dipergunakan untuk membeli buah, sayur mayur dan berbagai jenis pangan lain (Berg,A & Sajogyo, 1986).


(34)

2.2.2. Tingkat Pendidikan Ibu

Pendidikan ibu sangat penting dalam penyediaan makanan bagi anak balitanya, pengetahuan yang diperoleh baik formal maupun non-formal sangat menentukan dalam memilih jenis makanan yang dikonsumsi oleh balita dan anggota keluarga lainnya.

Pendidikan gizi ibu bertujuan meningkatkan penggunaan sumber daya makanan yang tersedia. Dari hal tersebut dapat diasumsikan bahwa tingkat kecukupan energi dan zat gizi pada balita relatif tinggi bila pendidikan gizi ibu tinggi (Depkes RI, 2000).

2.2.3. Status Pekerjaan Ibu

Ibu-ibu yang bekerja dari pagi hingga sore tidak memiliki waktu yang cukup bagi anak-anak dan keluarga. Dalam hal ini ibu mempunyai peran ganda yaitu sebagai ibu rumah tangga dan wanita pekerja. Walaupun demikian ibu dituntut tanggung jawabnya kepada suami dan anak-anaknya, khususnya memelihara anak. Keadaan yang demikian dapat mempengaruhi keadaan gizi keluarga khususnya anak balita dan usia sekolah. Ibu-ibu yang bekerja tidak mempunyai waktu yang cukup untuk memperhatikan makanan anak yang sesuai dengan kebutuhan dan kecukupan serta kurang perhatian dan pengasuhan kepada anak (Berg,A & Sajogyo, 1986).

Adapun tingkat pengetahuan ibu dalam pemberian makanan adalah sebagai berikut : 1) Ketidaktahuan akan hubungan makanan dan kesehatan.

2) Prasangka buruk terhadap bahan makanan tertentu. 3) Kebiasaan atau pantangan makanan yang merugikan 4) Kesukaan terhadap jenis pangan tertentu.


(35)

2.3. Kartu Menuju Sehat

Kartu Menuju Sehat untuk Balita (KMS-Balita) adalah alat yang sederhana dan murah, yang dapat digunakan untuk memantau kesehatan dan pertumbuhan anak. Oleh karenanya KMS harus disimpan oleh ibu balita di rumah, dan harus selalu dibawa setiap kali mengunjungi posyandu atau fasilitas pelayanan kesehatan, termasuk bidan dan dokter. KMS-Balita menjadi alat yang sangat bermanfaat bagi ibu dan keluarga untuk memantau tumbuh kembang anak, agar tidak terjadi kesalahan atau ketidakseimbangan pemberian makan pada anak. KMS-Balita juga dapat dipakai sebagai bahan penunjang bagi petugas kesehatan untuk menentukan jenis tindakan yang tepat sesuai dengan kondisi kesehatan dan gizi anak untuk mempertahankan, meningkatkan atau memulihkan kesehatannya (Rosmawati, 2008).

KMS balita berisi catatan penting tentang pertumbuhan, perkembangan anak, imunisasi, penanggulangan diare, pemberian kapsul vitamin A, kondisi kesehatan anak, pemberian ASI eksklusif dan Makanan Pendamping ASI, pemberian makanan anak dan rujukan ke Puskesmas/RS. KMS balita juga berisi pesan-pesan penyuluhan kesehatan dan gizi bagi orang tua balita tentang kesehatan anaknya. Oleh karena itu semua yang berhubungan dengan kesehatan anak sejak lahir sampai berusia lima tahun perlu dicatat di KMS (Rosmawati, 2008).

KMS yang digunakan di pos penimbangan diberi warna sehingga membentuk pita yang menggambarkan berat badan baku, diberi warna hijau tua, yang kemudian warna hijau tua itu berangsur berubah menjadi warna hijau muda dan seterusnya sampai menjadi warna kuning yang merupakan warna bagian yang menggambarkan tingkat pertumbuhan yang kurang. Pada bagian yang paling bawah terdapat grafik yang berwarna


(36)

merah yang menunjukkan batas bahaya. Anak-anak yang berat badannya berada di sekitar garis merah itu adalah anak-anak yang tergolong tingkat pertumbuhan buruk (Robiah, 2007).

Penimbangan berat badan merupakan salah satu cara pengukuran yang digunakan untuk mengetahui status gizi dan pertumbuhan anak. Pengukuran berat badan secara teratur dapat menggambarkan keadaan gizi anak, sehingga dapat dipakai sebagai salah satu pemantau pertumbuhan fisik anak. Berat badan merupakan ukuran yang sensitif yang sangat dipengaruhi oleh perubahan status gizi. Pada tingkat puskesmas atau lapangan, penentu status gizi yang umum dilakukan adalah dengan menimbang balita (berat badan per umur), kemudian indeks berat badan menurut umur tersebut dibandingkan dengan angka standar/anak yang normal. Tinggi badan anak tidak akan berkurang dengan menurunnya keadaan gizi anak tersebut (Robiah, 2007).

Hasil penimbangan dicatat di KMS, dan dihubungkan antara titik berat badan pada KMS dari hasil penimbangan bulan lalu dan hasil penimbangan bulan ini. Rangkaian garis-garis pertumbuhan anak tersebut membentuk grafik pertumbuhan anak. Pada balita yang sehat, berat badannya akan selalu naik, mengikuti pita pertumbuhan sesuai dengan umurnya. Balita naik berat badannya bila garis pertumbuhannya naik mengikuti salah satu pita warna, atau garis pertumbuhannya naik pindah ke pita warna di atasnya. Balita tidak naik berat badannya bila garis pertumbuhannya turun, atau garis pertumbuhannya mendatar, atau garis pertumbuhannya naik, tetapi pindah ke pita warna di bawahnya (Rifqi, 2009).

Berat badan balita di bawah garis merah (BGM) artinya pertumbuhan balita mengalami gangguan pertumbuhan. Berat badan balita tiga bulan berturut-turut tidak naik


(37)

(3T) artinya balita mengalami gangguan pertumbuhan, sehingga harus langsung dirujuk ke Puskesmas/Rumah Sakit.

Beberapa kemungkinan dari hasil pencatatan berat badan balita pada KMS adalah:

Grafik pertumbuhan anak naik berkaitan dengan nafsu makan anak yang baik/meningkat berarti ibu telah cukup memberikan makanan dengan gizi seimbang.

Grafik pertumbuhan tidak naik bisa dikaitkan dengan nafsu makan anak menurun karena sakit, atau karena ibunya sakit (pola asuh tidak baik), atau sebab lain yang perlu digali dari ibu.

KMS tidak dipakai untuk mengukur status gizi tapi untuk mengetahui dan memantau pertumbuhan anak. Berbeda dengan KMS yang diedarkan Depkes RI sebelum tahun 2002, garis merah pada KMS versi tahun 2002 bukan merupakan pertanda gizi buruk, melainkan garis “kewaspadaan” (Arisman, 2004).

Manfaat KMS-Balita adalah (Rosmawati, 2008) :

1. Sebagai media untuk mencatat dan memantau riwayat kesehatan balita secara lengkap, meliputi : pertumbuhan, perkembangan, pelaksanaan imunisasi, penanggulangan diare, pemberian kapsul vitamin A, kondisi kesehatan anak pemberian ASI eksklusif, dan Makanan Pendamping ASI.

2. Sebagai media edukasi bagi orang tua balita tentang kesehatan anak.

3. Sebagai sarana komunikasi yang dapat digunakan oleh petugas untuk menentukan penyuluhan dan tindakan pelayanan kesehatan dan gizi.


(38)

2.4. Balita Bawah Garis Merah (BGM)

Balita dengan Bawah Garis Merah (BGM) adalah balita dengan berat badan menurut umur (BB/U) berada di bawah garis merah pada KMS (Anonim, 2009). Balita BGM tidak selalu berarti menderita gizi buruk. Akan tetapi, itu dapat menjadi indikator awal bahwa balita tersebut mengalami masalah gizi.

Kartu Menuju Sehat (KMS) merupakan suatu alat yang digunakan untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan balita, bukan untuk menilai status gizi balita. Itulah sebabnya balita BGM dikatakan belum berarti menderita gizi kurang maupun gizi buruk. Hal ini dikarenakan KMS diisi atas indikator BB/U, bukan TB/U. Berat badan merupakan ukuran yang sensitif yang sangat dipengaruhi oleh perubahan status gizi. Sedangkan tinggi badan anak tidak dipengaruhi oleh status gizi anak. Seorang anak dikatakan tidak normal bila diukur berdasarkan BB/U. Namun, apabila diukur berdasarkan TB/U belum tentu anak tersebut tidak normal.itulah sebabnya status gizi balita tidak dapat ditentukan hanya berdasarkan pengukuran BB/U.

Seorang balita BGM dapat disebabkan oleh karena pola asuh anak yang tidak baik dan sosial ekonomi keluarga yang rendah. Apabila balita BGM diberikan perhatian yang lebih dan diberikan asupan gizi yang baik, balita tersebut tidak akan mengalami gizi kurang maupun gizi buruk. Namun, apabila pola asuh pada balita BGM tidak baik, akan menyebabkan anak menderita gizi kurang atau bahkan gizi buruk. Pola asuh anak sangat berperan penting dalam menentukan status gizi balita.

2.4.1. Gizi Kurang

Gizi kurang merupakan penyakit defisiensi gizi yang paling umum dijumpai di dunia dan perkiraan sekitar seratus juta anak-anak menderita gizi kurang pada tingkat


(39)

sedang dan berat. Faktor-faktor yang menyebabkan gizi kurang ada dua, yakni penyebab langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung yaitu dengan adanya penyakit infeksi sehingga asupan makanan berkurang yang dapat menyebabkan gizi kurang. Penyebab tidak langsung yaitu persediaan makanan di rumah yang kurang, perawatan anak oleh ibu dan pelayanan kesehatan yang mempengaruhi asupan makanan dan ketersediaan pangan gizi kurang (Sinaga, 2007).

Tanda-tanda kekurangan gizi pada balita :

1. Pada pengukuran antropometri yaitu TB/U, BB/U, dan BB/TB ditemukan tidak seimbang menurut hasil pengukuran dibandingkan dengan kriteria antropometri. 2. Anak balita dengan gizi kurang tampak kurus, lemah, kulit keriput, wajah pucat,

sering cengeng dan rewel, terkadang apatis.

2.4.2. Gizi Buruk

Gizi buruk adalah suatu kondisi dimana seseorang dinyatakan kekurangan nutrisi, atau dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di bawah standar rata-rata. Nutrisi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori (Astaqauliyah, 2006). Gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian, yakni kwashiorkor, marasmus, dan kekurangan kedua-duanya. Gizi buruk biasanya terjadi pada anak balita (bawah lima tahun) dan ditampakkan oleh membusungnya perut (busung lapar).

Gejala umum kwashiorkor adalah sebagai berikut :

1) edema (pembengkakan), umumnya seluruh tubuh (terutama punggung kaki dan wajah) membulat dan sembab


(40)

3) rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut tanpa rasa sakit dan mudah rontok

4) terjadi perubahan status mental menjadi apatis dan rewel 5) terjadi pembesaran hati

6) otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk 7) terdapat kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah

warna menjadi coklat kehitaman lalu terkelupas (crazy pavement dermatosis) 8) sering disertai penyakit infeksi yang umumnya akut

9) anemia dan diare

Sedangkan gejala umum marasmus adalah sebagai berikut:

1) badan nampak sangat kurus seolah-olah tulang hanya terbungkus kulit 2) wajah seperti orang tua

3) mudah menangis/cengeng dan rewel 4) kulit menjadi keriput

5) jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy pant/pakai celana longgar)

6) perut cekung, dan iga gamang

7) sering disertai penyakit infeksi (umumnya kronis berulang) 8) diare kronik atau konstipasi (susah buang air)

2.5. Penyebab Balita BGM

Gizi kurang disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama adalah faktor pengadaan makanan yang kurang mencukupi suatu wilayah tertentu. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh kurangnya potensi alam atau kesalahan distribusi. Faktor kedua adalah dari segi


(41)

kesehatan sendiri, yakni adanya penyakit kronis terutama gangguan pada metabolisme atau penyerapan makanan (Anonim, 2008).

Selain itu, Menteri Kesehatan Indonesia, Dr. Siti Fadilah menyebutkan ada tiga hal yang saling kait mengkait dalam hal gizi kurang, yaitu kemiskinan, pendidikan rendah dan kesempatan kerja rendah. Ketiga hal itu mengakibatkan kurangnya ketersediaan pangan di rumah tangga dan pola asuh anak keliru. Hal ini mengakibatkan kurangnya asupan gizi dan balita sering terkena infeksi penyakit.

Kemiskinan juga amat terkait erat pendidikan rendah. Dapat diduga, ibu yang lahir dari keluarga miskin berisiko tinggi tidak bisa melanjutkan pendidikannya ke jenjang lebih tinggi. Selain itu, ibu yang besar di keluarga miskin ini akan mendapatkan seorang suami yang juga memiliki pendidikan rendah. Dengan pendidikan rendah, umumnya akan mendapat upah rendah. Ditambah pengaruh budaya, perilaku dan adat istiadat yang kurang sehat, kemungkinan terjadinya gizi buruk pada keluarga seperti ini amat tinggi.

Menurut Astaqauliyah (2006), terdapat beberapa faktor penyebab gizi kurang, yakni faktor sosial, rendahnya pengetahuan masyarakat tentang pentingnya makanan bergizi bagi pertumbuhan anak, faktor kemiskinan, rendahnya pendapatan masyarakat menyebabkan kebutuhan paling mendasar sering kali tidak bisa dipenuhi, laju pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi dengan bertambahnya ketersediaan bahan pangan, infeksi yang disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-zat makanan secara baik.


(42)

2.6. Pengaturan Makan Untuk Anak Balita

Berdasarkan hasil penelitian, anak - anak dalam usia balita sudah dapat lebih banyak dikenalkan dengan makanan yang disajikan oleh anggota keluarga lainnya. Terutama protein dan vitamin A, di samping kalori dalam jumlah yang cukup. Ada hal penting yaitu menanamkan kebiasaan memilih bahan makanan yang baik pada usia ini. Lazimnya anak-anak kurang menyukai sayuran dalam makanannya. Dalam hal ini ibu harus bertindak sedemikian rupa untuk mengajak memakan bahan-bahan yang berfaedah itu (Ramaya, 2006).

Ada beberapa kesukaran dalam menyusun makanan anak-anak, antara lain : 1. Tidak terdapatnya bahan-bahan makanan yang baik seperti makanan-makanan

yang siap santap yang khusus dibuat untuk anak-anak.

2. Bahan makanan di pedesaan umumnya terbatas sehingga tidak ada pilihan lain. 3. Jika ibu menyusui, makanannya sesuai dengan syarat-syarat yang ditentukan,

mungkin ibu itu terpaksa harus mengorbankan sebagian besar uang belanja karena hanya untuk anak itu sendiri.

4. Bahan-bahan makanan seperti susu, daging, umumnya tidak terbeli oleh sebagian keluarga.

Dalam menentukan makanan yang tepat untuk seseorang anak, maka perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Menentukan jumlah kebutuhan dari setiap zat gizi dengan menggunakan data tentang kebutuhan gizi.

2. Menentukan jenis makanan yang dipilih untuk menterjemahkan zat gizi yang diperlukan dengan menggunakan daftar komposisi bahan makanan.


(43)

3. Menentukan jenis makanan yang akan diolah sesuai dengan hidangan (menu) yang dikehendaki.

4. Menentukan jadwal untuk waktu makan dan menentukan hidangan.

5. Mempertimbangkan intake yang terjadi terhadap hidangan tersebut dengan mempertimbangkan kemungkinan faktor selera terhadap suatu makanan. Masalah kekurangan gizi sering terjadi pada anak-anak karena anak-anak merupakan golongan yang paling rawan terhadap kekurangan gizi. Kerawanan kurang gizi pada anak balita disebabkan oleh karena hal-hal sebagai berikut :

1. Kebutuhan gizi anak balita lebih besar dibandingkan dengan orang dewasa, karena di samping untuk pemeliharaan kesehatan juga dibutuhkan untuk pertumbuhan.

2. Segera setelah anak dapat bergerak sendiri, memperbesar kemungkinan terjadinya penularan.

3. Dalam penyajian makanan pada anggota keluarga, biasanya anggota keluarga yang produktif akan mendapatkan prioritas utama, baru lebihnya diberikan kepada anggota keluarga yang lain. Biasanya anak balita yang mendapat prioritas paling sedikit dalam pendistribusian makanan anggota keluarga.

2.7. Dampak Kekurangan Gizi

Anak yang kekurangan gizi pada usia balita akan tumbuh pendek, dan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan otak yang berpengaruh pada rendahnya tingkat kecerdasan, karena tumbuh kembang otak 80 % terjadi pada masa dalam kandungan sampai usia 2 tahun. Risiko meninggal dari anak yang bergizi buruk 13 kali lebih besar dibandingkan anak yang normal. WHO memperkirakan bahwa 54% penyebab


(44)

kematian bayi dan balita didasari oleh keadaan gizi anak yang jelek. Gizi buruk dapat berpengaruh kepada pertumbuhan dan perkembangan anak, juga kecerdasan anak. Pada tingkat yang lebih parah, jika dikombinasikan dengan perawatan yang buruk, sanitasi yang buruk, dan munculnya penyakit lain, gizi buruk dapat menyebabkan kematian (Sinaga, 2007).


(45)

2.8. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan pada masalah dan tujuan yang dicapai dalam penelitian ini, maka kerangka konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian Gambaran Pola Asuh dan Sosial Ekonomi Keluarga Balita Bawah Garis Merah (BGM).

Status sosial ekonomi keluarga yang terdiri dari pendapatan keluarga, tingkat pendidikan ibu, status pekerjaan orang tua, dan jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi pola asuh dan status kesehatan balita. Pola asuh yang meliputi praktek pemberian makanan, rangsangan psikososial, praktek kebersihan/hygiene dan sanitasi lingkungan serta perawatan keluarga dalam keadaan sakit akan mempengaruhi status gizi balita dan status kesehatan balita. Status gizi balita dapat mempengaruhi status kesehatan balita, demikian sebaliknya. Jika status sosial ekonomi keluarga baik dan pola asuh balita BGM baik, maka status gizi balita dan status kesehatan balita juga akan baik. Namun, apabila pola asuh balita BGM dan sosial ekonominya rendah, makan status gizi dan kesehatan balita BGM akan semakin menurun.

Status Sosial Ekonomi Keluarga, meliputi :

1. Pendapatan keluarga 2. Tingkat pendidikan ibu 3. Status pekerjaan orang tua 4. Jumlah anggota keluarga

Status Gizi Balita

Pola Asuh Balita BGM, meliputi : 1. Dukungan/Perhatian untuk

wanita

2. Praktek pemberian makanan 3. Rangsangan psikososial 4. Praktek kebersihan/hygiene &

sanitasi lingkungan 5. Perawatan keluarga dalam

keadaan sakit


(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu ingin mengetahui gambaran pola asuh dan sosial ekonomi keluarga balita Bawah Garis Merah (BGM) di Puskesmas Buhit dan Puskesmas Harian di Kabupaten Samosir. Desain penelitian yang digunakan adalah studi potong lintang (cross sectional).

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Puskesmas Buhit dan Puskesmas Harian di Kabupaten Samosir. Alasan pemilihan lokasi penelitian ini :

1. Kabupaten Samosir merupakan salah satu kabupaten yang tertinggal yang terdapat di Indonesia.

2. Dari 2.236 balita yang ditimbang di Puskesmas Buhit, terdapat 145 anak (6,5%) yang berada di bawah garis merah (BGM), 144 balita (6,4%) yang mengalami gizi kurang dan 1 balita (0,04%) yang menderita gizi buruk.

3. Di Puskesmas Harian terdapat 42 anak (5,78%) yang berada di bawah garis merah (BGM), 15 balita (2,06%) yang menderita gizi kurang dan tidak terdapat balita gizi buruk dari 621 balita yang ditimbang.

4. Mayoritas penduduknya tergolong dalam keluarga pra sejahtera, terdapat rumah yang tidak sehat, dan pendapatan sebagian besar penduduk yang kecil.


(47)

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari 2010 sampai dengan Mei 2010.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah semua balita umur ≤ 59 bulan yang berada di bawah garis merah (BGM) yang berada di Puskesmas Buhit dan Puskesmas Harian. Jumlah populasi adalah 145 balita di Puskesmas Buhit dan 42 balita di Puskesmas Harian. Dalam hal ini menggunakan ibu sebagai responden.

3.3.2. Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah sebagian ibu rumah tangga yang memiliki anak balita yang berada di bawah garis merah (BGM) hingga bulan Maret 2010. Pengambilan sampel dilakukan secara simple random sampling. Besar sampel ditentukan dengan rumus (Notoatmodjo, 2002) :

n = N 1 + N (d)2 Dimana :

N = ukuran populasi n = ukuran sampel

d = Penyimpangan statistik dari sampel terhadap populasi, ditetapkan sebesar 0,1 atau 10%.

Setelah dilakukan perhitungan dengan rumus di atas, maka dari 145 balita responden yang terdapat di Puskesmas Buhit diperoleh sampel sebanyak 59,18 balita dan dibulatkan


(48)

menjadi 60 balita dan di Puskesmas Harian dari 42 balita diperoleh sebanyak 29,58 balita, dibulatkan menjadi 30 balita responden sebagai sampel.

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari responden dengan menggunakan kuesioner dan observasi, meliputi :

- Karakteristik responden (nama dan umur)

- Karakteristik anak (nama, jenis kelamin, umur, berat badan, panjang badan, lama pemberian ASI)

- Status sosial ekonomi keluarga meliputi pekerjaan, pendidikan, pendapatan keluarga

- Pola asuh meliputi dukungan/perhatian untuk wanita, praktek pemberian makan kepada anak, rangsangan psikososial, praktek kebersihan/hygiene dan sanitasi lingkungan dan perawatan keluarga dalam keadaan sakit.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari Puskesmas Buhit dan Puskesmas Harian yang terdapat di Kabupaten Samosir serta data yang berasal dari referensi-referensi yang mendukung penelitian.

3.5. Defenisi Operasional

1. Balita BGM adalah balita yang ditimbang berat badannya berada pada garis merah atau di bawah garis merah pada Kartu Menuju Sehat (KMS) mulai dari bulan Desember 2009 hingga bulan Maret 2010.


(49)

2. Gizi kurang adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami kekurangan gizi dalam tingkat ringan ataupun sedang.

3. Gizi buruk adalah suatu kondisi dimana seseorang dinyatakan kekurangan gizi dalam tingkat kronis.

4. Status sosial ekonomi keluarga adalah informasi yang dapat memberikan gambaran tentang pendapatan keluarga, tingkat pendidikan ibu, dan status pekerjaan ibu.

5. Pendapatan keluarga adalah jumlah seluruh penghasilan (suami, istri, dan anggota keluarga lainnya) yang meliputi penghasilan pokok dan penghasilan tambahan selama satu bulan dalam satuan rupiah.

6. Tingkat pendidikan ibu adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang pernah ditempuh selama ibu balita menduduki bangku sekolah atau kuliah dan mendapat Surat Tanda Tamat Belajar (STTB).

7. Status pekerjaan orangtua adalah keadaan yang dapat memberikan gambaran bekerja atau tidak bekerjanya orangtua balita. Dikatakan bekerja bila kegiatan yang dilakukan sehari-hari dapat menambah pendapatan keluarga.

8. Pola asuh adalah tindakan ibu dan keluarga dalam hal :

a. Perhatian/dukungan untuk wanita adalah gambaran mengenai pemeriksaan kehamilan, waktu istirahat ibu, dukungan suami terhadap ibu dalam mengurus anak, dll.

b. Praktek pemberian makanan adalah gambaran mengenai pemberian ASI dan makanan pendamping pada anak meliputi jenis, frekuensi dan waktu pemberian makan serta persiapan dan penyimpanan makanan anak, dll.


(50)

c. Rangsangan psikososial adalah perlakuan ibu terhadap anak dalam hal penjagaan dan pengawasan anak, waktu ibu memandikan, memberikan makan dan menggendong anak, penyediaan mainan untuk anak, dll.

d. Praktek kebersihan/hygiene dan sanitasi lingkungan anak adalah gambaran mengenai apa yang dilakukan oleh ibu untuk menjaga kebersihan anak dan lingkungan anak meliputi keadaan rumah, air bersih, pembuangan sampah, dll.

e. Perawatan keluarga dalam keadaan sakit meliputi praktek kesehatan di rumah dam pola pencarian pelayanan kesehatan (membawa anak berobat jika sakit, mempunyai persediaan obat di rumah, mendampingi anak selama sakit, anak ditimbang setiap bulan, immunisasi lengkap, sarana pelayanan kesehatan yang sering dikunjungi, dll).

3.6. Aspek Pengukuran 1. Status Gizi

Status gizi balita diperoleh melalui pengukuran Antropometri Berat Badan per Umur (BB/U), Tinggi Badan per Umur (TB/U), Berat Badan per Tinggi Badan (BB/TB) dengan menggunakan baku World Health Organization (WHO) tahun 2005. Kategorinya sesuai dengan klasifikasi status gizi berdasarkan indeks BB/U, TB/U, dan BB/TB yaitu:

a. Berat Badan menurut Umur

- Gizi Normal : jika skor simpangan baku -2,0 ≤ Z < 2,0 - Gizi Kurang : jika skor simpangan baku -3,0 ≤ Z < -2,0 - Gizi Sangat Kurang : jika nilai Z-Skor < -3,0


(51)

- Tinggi : jika skor simpangan baku > 3,0 SD - Normal : jika skor simpangan baku -2,0 ≤ Z ≤ 3,0 - Pendek : jika skor simpangan baku -3,0 ≤ Z < -2,0 - Sangat Pendek : jika nilai Z-Skor < -3,0 SD

c. Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB)

- Sangat Gemuk : jika skor simpangan baku > 3,0 SD - Gemuk : jika skor simpangan baku 2,0 < Z ≤ 3,0 - Risiko Gemuk : jika skor simpangan baku 1,0 ≤ Z < 2,0 - Normal : jika skor simpangan baku -2,0 ≤ Z < 1,0 - Kurus : jika skor simpangan baku -3,0 ≤ Z < -2,0 - Sangat Kurus : jika nilai Z-Skor < -3,0 SD

Cara menghitung nilai skor adalah :

Nilai Individu Subyek – Nilai Median Baku Rujukan Z- Skor

=

Nilai Simpang Baku Rujukan 2. Status kesehatan

Status kesehatan anak dibagi menjadi dua kategori, yaitu :

- Sehat, bila anak tidak memiliki masalah kesehatan atau bebas dari penyakit. - Sakit, bila anak memiliki masalah kesehatan atau memiliki penyakit.

3. Tingkat Pendidikan Ibu

Pengukuran variabel tingkat pendidikan dibagi menjadi tiga kategori, yaitu : − Tingkat Dasar, bila jenjang pendidikan ibu yang terakhir SD.

− Tingkat Menengah, bila jenjang pendidikan ibu yang terakhir adalah SMU. − Tingkat tinggi, bila jenjang pendidikan ibu yang terakhir perguruan tinggi.


(52)

4. Status pekerjaan ibu (Sarah, 2008)

− Bekerja : apabila kegiatan ibu baik di dalam rumah maupun di luar rumah dapat menambah pendapatan keluarga.

− Tidak bekerja : apabila kegiatan ibu baik di dalam rumah maupun di luar rumah tidak menambah pendapatan keluarga.

5. Tingkat pendapatan keluarga (Anonim, 2009)

Pengukuran variabel tingkat pendapatan keluarga berdasarkan jumlah pendapatan perkapita perbulan sesuai dengan Upah Minimum Regional Sumatera Utara dibagi dalam dua kategori, yaitu :

− Di bawah UMR, bila ≤ Rp. 965.000,- perkapita/bulan − Di atas UMR, bila ≥ Rp. 965.000,- perkapita/bulan. 6. Pola asuh ibu (Perangin-angin, 2006)

a. Perhatian/dukungan untuk wanita

Diukur berdasarkan jawaban dari kuesioner yang terdiri dari 8 pertanyaan. Skor untuk pilihan a = 2, b = 1 sehingga skor menjadi 16.

Dikategorikan menjadi :

− Baik : apabila nilai yang diperoleh 12-16 − Tidak baik : apabila nilai yang diperoleh < 12 b. Praktek pemberian makanan

Diukur berdasarkan jawaban dari kuesioner yang terdiri dari 20 pertanyaan. Skor untuk pilihan a = 2, b = 1 sehingga skor menjadi 40. Dikategorikan menjadi :

− Baik : apabila nilai yang diperoleh 29-40 − Tidak baik : apabila nilai yang diperoleh < 29


(53)

c. Rangsangan psikososial

Diukur berdasarkan jawaban dari kuesioner yang terdiri dari 8 pertanyaan. Skor untuk pilihan a = 2, b = 1 sehingga skor menjadi 16. Dikategorikan menjadi :

− Baik : apabila nilai yang diperoleh 12-16 − Tidak baik : apabila nilai yang diperoleh < 12 d. Praktek kebersihan/hygiene dan sanitasi lingkungan

Diukur berdasarkan jawaban dari kuesioner yang terdiri dari 13 pertanyaan. Skor untuk pilihan a = 2, b = 1 sehingga skor menjadi 26. Dikategorikan menjadi :

− Baik : apabila nilai yang diperoleh 19-26 − Tidak baik : apabila nilai yang diperoleh < 19 e. Perawatan kesehatan

Diukur berdasarkan jawaban dari kuesioner yang terdiri dari 6 pertanyaan. Skor untuk pilihan a = 2, b = 1 sehingga skor menjadi 12. Dikategorikan menjadi :

− Baik : apabila nilai yang diperoleh 9-12 − Tidak baik : apabila nilai yang diperoleh < 9 3.7. Pengolahan dan Analisa Data

3.7.1. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Editing

Data yang dikumpulkan kemudian diperiksa, bila terdapat kesalahan dalam pengumpulan data segera diperbaiki (editing) dengan cara memeriksa jawaban yang kurang.


(54)

b. Coding

Merupakan kegiatan mengubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka menjadi data atau bilangan. Gunanya untuk mempermudah pada saat menganalisis data dan juga entry data

c. Tabulating

Untuk mempermudah pengolahan dan analisa data serta pengambilan kesimpulan maka data ditabulasikan dalam bentuk distribusi frekuensi.

3.7.2. Analisa Data

Data yang dikumpulkan diperoleh secara manual dengan menggunakan kuesioner kemudian data tersebut dianalisa secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Sedangkan untuk melihat ada atau tidak terdapatnya hubungan menggunakan uji Crosstabs pada taraf kemaknaan 95% (p = 0,05) dengan menggunakan SPSS. Apabila nilai p < 0,05, maka terdapat hubungan yang signifikan. Namun, apabila nilai p > 0,05, maka tidak terdapat hubungan yang signifikan.


(55)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian 4.1.1. Letak Geografis

Puskesmas Buhit dan Puskesmas Harian terletak di dalam wilayah Kabupaten Samosir, dengan luas wilayah 121,43 km2 dan 560,45 km2. Kabupaten Samosir terletak pada wilayah dataran tinggi, dengan ketinggian antara 904 – 2.157 meter di atas permukaan laut, dengan topografi dan kontur tanah yang beraneka ragam yaitu datar, landai, miring dan terjal. Kabupaten Samosir diapit oleh 7 (tujuh) Kabupaten yaitu:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Kabupaten Simalungun - Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Humbang Hasudutan

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan Kabupaten Pakpak Barat.

4.1.2. Demografi a. Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk di Kecamatan Pangururan/Buhit adalah 30.178 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 6.983 KK. Sedangkan jumlah penduduk di wilayah Kecamatan Harian adalah 6.859 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 1.970 KK. b. Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin

Penduduk di wilayah Kecamatan Pangururan/Buhit sebagian besar berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 15.312 orang (50,74%). Begitu juga di Kecamatan


(56)

Harian, sebagian besar penduduknya berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 3.499 orang (51,01%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.1. berikut ini :

Tabel 4.1. Distribusi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin di Kecamatan Pangururan/Buhit dan Kecamatan Harian Kabupaten Samosir Tahun 2009

Jenis Kelamin

Kecamatan Buhit Kecamatan Harian Jumlah Persentase Jumlah Persentase

Laki-laki 14.866 49,3 3.360 49,0

Perempuan 15.312 50,7 3.499 51,0

Jumlah 30.178 100,0 6.859 100,0

Sumber : Data Demografi Kabupaten Samosir Tahun 2009 c. Jumlah Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan

Dari segi pendidikan, penduduk di Kecamatan Buhit hanya sebanyak 542 orang (1,8%) yang tamat dari Diploma/Akademi, sedangkan pendidikan terbanyak terdapat pada tingkatan SLTA yaitu sebanyak 11.434 orang (37,9%). Sedangkan penduduk di Kecamatan Harian hanya sebanyak 130 orang (1,9%) yang tamat dari Diploma/Akademi, sedangkan pendidikan terbanyak terdapat pada tingkatan SLTA yaitu sebanyak 2.223 orang (32,4%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.2. berikut ini :

Tabel 4.2. Distribusi Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kecamatan Buhit dan Kecamatan Harian Kabupaten Samosir Tahun 2009

Tingkat Pendidikan

Kecamatan Buhit Kecamatan Harian Jumlah Persentase Jumlah Persentase Tidak/Belum Pernah Sekolah 1.742 5,8 834 12,3

Tidak/Belum Tamat SD 3.843 12,7 703 10,2

SD 4.511 14,9 976 14,2

SLTP 4.536 15,0 1.718 25,0

SLTA 11.434 37,9 2.223 32,4

Akademi/Diploma 542 1,8 130 1,9

PT 3.588 11,9 275 4,0

Jumlah 30.178 100,0 6.859 100,0


(57)

4.1.3. Sarana Kesehatan

Sarana kesehatan yang ada di Kecamatan Buhit dan Kecamatan Harian dapat dilihat pada tabel 4.3. berikut ini :

Tabel 4.3. Distribusi Sarana Kesehatan di Kecamatan Buhit dan Kecamatan Harian Kabupaten Samosir Tahun 2009

Sarana Kesehatan Jumlah

Kecamatan Buhit Kecamatan Harian

Poskedes 2 2

Polindes 16 6

Posyandu 38 16

Puskesmas Pembantu 5 4

Puskesmas 1 1

Rumah Sakit 0 0

Sumber : Data P2P-PL Dinas Kesehatan Kabupaten Samosir

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa sarana kesehatan yang paling banyak di Kecamatan Buhit adalah Posyandu yaitu sebanyak 38 buah. Begitu juga di Kecamatan Harian, sarana kesehatan terbanyak adalah posyandu, sebanyak 16 buah.

4.2. Karakteristik Responden a. Umur Responden

Umur responden dikategorikan menjadi 6 kategori yaitu 22-25 tahun, 26-29 tahun, 30-33 tahun, 34-37 tahun, 38-41 tahun dan 42-46 tahun. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari tabel 4.4. berikut.


(58)

Tabel 4.4. Distribusi Responden berdasarkan Umur di Kecamatan Buhit dan Kecamatan Harian Kabupaten Samosir Tahun 2009

Umur (Tahun)

Kecamatan Buhit Kecamatan Harian Jumlah Persentase Jumlah Persentase

22-25 3 5,0 2 6,7

26-29 15 25,0 9 30,0

30-33 12 20,0 4 13,3

34-37 14 23,3 6 20,0

38-41 9 15,0 7 23,3

42-46 7 11,7 2 6,7

Jumlah 60 100,0 30 100,0

Dari tabel 4.4. di atas dapat diketahui bahwa umur responden terbanyak berada pada umur 26-29 tahun yaitu sebanyak 15 orang (25,5%) di Kecamatan Buhit dan 9 orang (30,0%) di Kecamatan Harian. Umur minimal responden yang terdapat di Kecamatan Buhit adalah umur 23 tahun, dan di Kecamatan Harian adalah umur 22 tahun. Umur maksimal responden yang terdapat di Kecamatan Buhit adalah berada pada umur 46 tahun sedangkan di Kecamatan Harian berada pada umur 45 tahun.

b. Agama Responden

Agama responden terdiri dari tiga agama yaitu Kristen Protestan, Katolik dan Islam. Adapun keterangan mengenai agama responden dapat dilihat dari tabel 4.5. berikut.

Tabel 4.5. Distribusi Responden berdasarkan Agama di Kecamatan Buhit dan Kecamatan Harian Kabupaten Samosir Tahun 2009

Agama Kecamatan Buhit Kecamatan Harian

Jumlah Persentase Jumlah Persentase

Kristen Protestan 34 56,7 21 70,0

Katolik 23 38,3 8 26,7

Islam 3 5,0 1 3,3

Jumlah 60 100,0 30 100,0

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa responden yang menganut agama Kristen Protestan lebih banyak yaitu sebanyak 34 orang (56,7%) di Kecamatan Buhit dan 21


(1)

Lampiran 5

1.

Kecamatan Buhit

a.

Korelasi Perhatian/Dukungan untuk Wanita * Status Gizi

Correlations

1 .141

. .283

60 60

.141 1

.283 .

60 60

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Perhatian/Dukungan untuk Wanita

Status Gizi (BB/TB)

Perhatian/Du kungan untuk Wanita

Status Gizi (BB/TB)

b.

Korelasi Praktek Pemberian Makanan * Status Gizi

Correlations

1 .080

. .542

60 60

.080 1

.542 .

60 60

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Praktek Pemberian Makanan

Status Gizi (BB/TB)

Praktek Pemberian

Makanan

Status Gizi (BB/TB)

c.

Korelasi Rangsangan Psikososial * Status Gizi

Correlations

1 -.061

. .644

60 60

-.061 1

.644 .

60 60

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Rangsangan Psikososial

Status Gizi (BB/TB)

Rangsangan Psikososial

Status Gizi (BB/TB)


(2)

d.

Korelasi Praktek Kebersihan/Hygiene dan Sanitasi Lingkungan*Status Gizi

Correlations

1 .378**

. .003

60 60

.378** 1

.003 .

60 60

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Praktek

Kebersihan/Hygiene dan Sanitasi Lingkungan Status Gizi (BB/TB)

Praktek Kebersihan/ Hygiene dan Sanitasi Lingkungan

Status Gizi (BB/TB)

Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). **.

e.

Korelasi Perawatan Keluarga dalam Keadaan Sakit * Status Gizi

Correlations

1 -.087

. .510

60 60

-.087 1

.510 .

60 60

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Perawatan Kesehatan

Status Gizi (BB/TB)

Perawatan Kesehatan

Status Gizi (BB/TB)

f.

Korelasi Pendidikan Responden * Status Gizi

Correlations

1 -.221

. .090

60 60

-.221 1

.090 .

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pendidikan Responden

Status Gizi (BB/TB)

Pendidikan Responden

Status Gizi (BB/TB)


(3)

g.

Korelasi Pekerjaan Responden * Status Gizi

Correlations

1 -.152

. .247

60 60

-.152 1

.247 .

60 60

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pekerjaan Responden

Status Gizi (BB/TB)

Pekerjaan Responden

Status Gizi (BB/TB)

h.

Korelasi Jumlah Anggota Keluarga * Status Gizi

Correlations

1 .079

. .551

60 60

.079 1

.551 .

60 60

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Jumlah Anggota Keluarga

Status Gizi (BB/TB)

Jumlah Anggota Keluarga

Status Gizi (BB/TB)

i.

Korelasi Penghasilan Keluarga * Status Gizi

Correlations

1 -.051

. .698

60 60

-.051 1

.698 .

60 60

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Penghasilan Keluarga Responden

Status Gizi (BB/TB)

Penghasilan Keluarga Responden

Status Gizi (BB/TB)


(4)

2.

Kecamatan Harian

a.

Korelasi Perhatian/Dukungan untuk Wanita * Status Gizi

Correlations

1 .156

. .409

30 30

.156 1

.409 .

30 30

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Perhatian/Dukungan untuk Wanita

Status Gizi (BB/TB)

Perhatian/Du kungan untuk Wanita

Status Gizi (BB/TB)

b.

Korelasi Praktek Pemberian Makanan * Status Gizi

Correlations

1 -.141

. .457

30 30

-.141 1

.457 .

30 30

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Praktek Pemberian Makanan

Status Gizi (BB/TB)

Praktek Pemberian

Makanan

Status Gizi (BB/TB)

c.

Korelasi Rangsangan Psikososial * Status Gizi

Correlations

1 .050

. .793

30 30

.050 1

.793 .

30 30

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Rangsangan Psikososial

Status Gizi (BB/TB)

Rangsangan Psikososial

Status Gizi (BB/TB)


(5)

d.

Korelasi Praktek Kebersihan/Hygiene dan Sanitasi Lingkungan*Status Gizi

Correlations

1 .183

. .333

30 30

.183 1

.333 .

30 30

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Praktek

Kebersihan/Hygiene dan Sanitasi Lingkungan Status Gizi (BB/TB)

Praktek Kebersihan/ Hygiene dan Sanitasi Lingkungan

Status Gizi (BB/TB)

e.

Korelasi Perawatan Keluarga dalam Keadaan Sakit * Status Gizi

Correlations

1 .174

. .359

30 30

.174 1

.359 .

30 30

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Perawatan Kesehatan

Status Gizi (BB/TB)

Perawatan Kesehatan

Status Gizi (BB/TB)

f.

Korelasi Pendidikan Responden * Status Gizi

Correlations

1 .351

. .057

30 30

.351 1

.057 .

30 30

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pendidikan Responden

Status Gizi (BB/TB)

Pendidikan Responden

Status Gizi (BB/TB)


(6)

g.

Korelasi Pekerjaan Responden * Status Gizi

Correlations

1 -.033

. .863

30 30

-.033 1

.863 .

30 30

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pekerjaan Responden

Status Gizi (BB/TB)

Pekerjaan Responden

Status Gizi (BB/TB)

h.

Korelasi Jumlah Anggota Keluarga * Status Gizi

Correlations

1 -.053

. .782

30 30

-.053 1

.782 .

30 30

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Jumlah Anggota Keluarga

Status Gizi (BB/TB)

Jumlah Anggota Keluarga

Status Gizi (BB/TB)

i.

Korelasi Penghasilan Keluarga * Status Gizi

Correlations

1 -.177

. .351

30 30

-.177 1

.351 .

30 30

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Penghasilan Keluarga Responden

Status Gizi (BB/TB)

Penghasilan Keluarga Responden

Status Gizi (BB/TB)


Dokumen yang terkait

Gambaran Pola Makan Dan Status Gizi Ibu Hamil Di Wilayah Kerja Puskesmas Buhit Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014

1 67 103

Pengaruh Perilaku Ibu Terhadap Kejadian Bawah Garis Merah (Bgm) Pada Anak Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur Matinggi Kabupaten Tapanuli Selatan

33 256 131

Gambaran Epidemiologi Balita Bawah Garis Merah (BGM) Di Kecamatan Jeumpa Kabupaten Bireuen Propinsi Nanggoe Aceh Darussalam Tahun 2003

3 24 83

Pengaruh Sosial Budaya dan Ekonomi Keluarga terhadap Pola Makan Balita Bawah Garis Merah (BGM) di Kecamatan Montasik Kabupaten Aceh Besar

2 38 125

Pengaruh Pola Asuh Anak Terhadap Terjadinya Balita Malnutrisi Di Wilayah Kerja Puskesmas Montasik Kecamatan Montasik Kabupaten Aceh Besar Tahun 2006

0 33 97

Karakteristik Dan Pola Asuh Keluarga Yang Memiliki Balita Dengan Berat Badan Bgm Di Wilayah Kerja Puskesmas Cengkeh Turi Kecamatan Binjai Utara, Binjai Tahun 2014

0 31 95

GAMBARAN KONSELING GIZI PADA BALITA BAWAH GARIS MERAH (BGM) BERDASARKAN PEDOMAN KONSELING GIZI DEPKES RI TAHUN 2008 (Studi Kasus di Pojok Gizi Puskesmas Sumbersari Jember)

0 3 22

GAMBARAN KONSELING GIZI PADA BALITA BAWAH GARIS MERAH (BGM) BERDASARKAN PEDOMAN KONSELING GIZI DEPKES RI TAHUN 2008 (Studi Kasus di Pojok Gizi Puskesmas Sumbersari Jember)

18 145 133

Gambaran Pola Makan Dan Status Gizi Ibu Hamil Di Wilayah Kerja Puskesmas Buhit Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014

1 3 23

GAMBARAN POLA MAKAN DAN STATUS GIZI IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BUHIT KECAMATAN PANGURURAN KABUPATEN SAMOSIR TAHUN 2014

0 1 16