BAB IV POTENSI RUMAH ADAT TRADISIONAL KARO SEBAGAI
DAYA TARIK WISATA BUDAYA DI DESA DOKAN
4.1 Cara-cara mendirikan Rumah Adat Tradisional Karo dan Struktur Bangunan
Bahan-bahan yang dipergunakan untuk membangun Rumah Adat Tradisional Karo bersumber dari hutan. Pada zaman dahulu, pekerjaan membangun Rumah Adat
Tradisional Karo dianggap sebagai pekerjaan besar, karena untuk menyelesaikan pembangunan satu rumah adat memakan waktu sampai satu tahun. Oleh karenanya
mendirikan rumah tersebut dilakukan secara bertahap dan selalu dilakukan secara bergotong-royong. Unsur penggerak adalah Rakut Adat dan sebagai pembantu ialah
golongan masyarakat yang terdapat di suatu desa. Adapun tahapan-tahapan mendirikan rumah adat tradisional Karo adalah sebagai berikut :
a. Padi-padiken yaitu Tapak Rumah. Beberapa keluarga yang bermaksud
mendirikan Rumah Adat haruslah, mencari dan menentukan pertapakan rumah yang bakal dibangun. Apabila pertapakan itu sudah diperoleh
dan dianggap baik letaknya, maka akan diadakan suatu acara yang dinamai padi-padiken Tapak Rumah. Hal ini bertujuan untuk mengetahui
apakah pertapakan tersebut serasi dan tidak menimbulkan bala yang menempatinya kelak. Biasanya acara Padi-padiken Tapak Rumah diatur
pengetua adat dan dukun untuk mendapatkan suatu firasat. Bila ternyata setelah upacara itu dilaksanakan hasilnya kurang baik maka dicari
pertapakan lain. Adapun cara dukun untuk mengetahui hal tersebut adalah
Universitas Sumatera Utara
dukun mengambil segenggam tanah pertapakan dan dilengkapi dengan belo cawir sirih. Tanah bersama sirih itu diletakkan pada suatu
tempat sebelum tidur dengan terlebih dahulu mengucapkan meminta firasat kepada roh yang berkuasa, melalui mimpinya. Besok harinya,
dukun memperhatikan mimpinya dan menanyakan mimpi anggota keluarga yang mendirikan rumah itu. Apabila dukun dalam mimpinya
menerima firasat baik begitu juga mimpi anggota keluarga yang mendirikan rumah, maka areal itu dapat digunakan.
b. Ngempak. Setelah pertapakan di dapat, maka keluarga-keluarga yang
mendirikan rumah itu menetapkan hari Salangsari baik dengan perantaraan dukun, untuk dapat pergi ke suatu hutan guna mencari kayu
untuk rumah tersebut. Pada suatu hari yang telah ditentukan mereka berangkat ke sebuah hutan bersama seorang gadis yang masih mempunyai
ayah dan ibu, dengan tujuan mencari kayu untuk ditebang. Pada saat penebangan pertama, dukun memperhatikan bagaimana cara tumbang
kayu tersebut. Bila pada penebangan pertama itu ternyata ada tanda-tanda yang kurang baik, maka diulang kembali sampai mendapat firasat yang
baik. c.
Ngerintak Kayu. Setelah perkayuan dari rumah itu sudah dikumpulkan secukupnya, hal ini bertujuan untuk mengundang penduduk desa agar
bersedia memberikan bantuan tenaga dalam menarik kayu dari hutan. Demikianlah, kayu itu secara bertahap ditarik bersama oleh penduduk
sampai semuanya selesai dan terkumpul pada tempat yang telah
Universitas Sumatera Utara
ditentukan. Setelah selesai pekerjaan Ngerintak kayu, biasanya diadakan suatu kenduri syukuran. Semua orang turut menarik kayu itu dan
tukang yang akan mengerjakannya diundang dimana diadakan jamuan makan bersama. Biaya kenduri syukuran itu menjadi tanggungan
keluarga-keluarga yang mendirikan rumah. d.
Pebelit-belitken. Sebelum pande tukang mulai bekerja pada suatu hari yang telah ditentukan, terlebih dahulu diadakan suatu acara yang disebut
Pebelit-belitken, yang mana pada acara ini dihadiri oleh keluarga-keluarga yang mendirikan rumah beserta Anak Beru, Senina, Kalimbubu, Pengetua
atau Bangsa Tanah serta Pande tukang rumah yang bakal dibangun. Acara ini bertujuan untuk mengikat suatu perjanjian antara pihak pendiri
rumah dengan pande disaksikan oleh pihak Senina dan Kalimbubu dan dijamini oleh Anak Berunya masing-masing. Pada acara ini juga diadakan
jamuan makan. e.
Mahat. Beberapa hari setelah acara Perbelit-belitken, Pande tukang telah dapat melakukan tugasnya. Kayu yang telah tersedia itu mulai diukur
dan dikupas dengan Beliung semacam kampak sesuai dengan yang diperlukan, dan pekerjaan yang berikutnya dikerjakan pekerja mahat
memahat perkayuan. Pada waktu mahat, masing-masing orang empunya memanggil kawannya lima orang dilengkapi dengan peralatannya.
Mula-mula Pande tukang memberikan petunjuk yang dilanjutkan dengan Pemahatan pertama oleh dukun. Selanjutnya baru dapat dilanjutkan
pekerjaan oleh orang-orang yang telah ditentukan.
Universitas Sumatera Utara
f. Ngampeken Tekang. Setelah Binangun tiang besar selesai dikerjakan dan
ditegakkan di atas fondasi, begitu juga peralatan pekerjaan, perkayuan besar di bagian bawah rumah itu selesai dipasang, maka sebagian dari
pekerjaan pande tukang telah dapat dikatakan selesai. Oleh karenanya pekerjaan dapat dilanjutkan dengan Ngampaken Tekang yaitu mengangkat
dan menaikan belahan balok panjang yang berfungsi sebagai tutup yang letaknya memanjang di dalam rumah itu. Pekerjaan ini juga harus disertai
oleh tenaga gotong-royong oleh keluarga-keluarga yang mendirikan rumah tersebut.
g. Ngapeken Ayo. Rumah Adat Karo mempunyai Ayo, yaitu bagian atas
rumah yang berbentuk segi tiga. Ayo Rumah Adat itu terbuat dari bambu dengan anyaman bercorak khusus diberi ragam warna dengan motif hiasan
bidang. Bayu-bayu anyaman bambu yang dipergunakan menjadi Ayo rumah itu, dijepit dengan semacam papan yang bagian bawahnya diberi
ukiran. Setelah Ayo itu selesai dikerjakan, lalu dipasang menurut pande tukang dengan dibantu beberapa orang.
h. Memasang Tanduk. Walaupun bagian-bagian dari rumah itu telah
dikerjakan dan rumah itu dapat dipergunakan, tapi sebelum dipasang tanduknya berarti belum selesai. Oleh karena itu dipasang tanduk pada
Rumah Adat Karo sudah menjadi keharusan dan tidak dapat diabaikan. Tanduk itu terdiri dari sepasang tanduk kerbau yang letaknya dipasang
di puncak atap. Pemasangannya harus pada malam hari sesuai dengan kebiasaan dan kepercayaan masyarakat. Dasar dari tempat melekatkan
Universitas Sumatera Utara
tanduk itu dibuat dari tali ijuk dilipat dengan semacam perekat dan diberi warna dengan cat putih. Kemudian selanjutnya pekerjaan adalah
mengerjakan bahagian Ture serambi dan tangannya. Demikianlah urutan acara-acara di dalam pelaksanaan yang mendirikan Rumah Adat Karo,
menurut kebiasaan yang berlaku pada suku Karo. Rumah Adat Karo dilihat dari segi bangunan atau bentuknya ada dua macam. Satu dinamai
“Rumah Adat Biasa” dan satu lagi “Rumah Anjung-ajung”. Rumah Adat Biasa mempunyai dua Ayo, sedangkan Rumah Adat Anjung-ajung
mempunyai delapan Ayo. Bila ditinjau dari segi arsitektur bangunannya yang indah. Selain dari segi keindahannya, dikenal berfungsi sebagai
pembinaan keluarga dan sosial. Disamping itu Rumah Adat Karo mempunyai keistimewaan dalam hal pembuatannya, rumah itu dapat
berdiri dengan megahnya walaupun dengan peralatan yang sederhana dan tidak menggunakan paku untuk perekatnya www.tanahkaro.com.
Gambar 4.1 Kerangka Rumah Adat Tradisional Karo
Sumber : http:shabiterz.blogspot.com, 2009
Universitas Sumatera Utara
Rumah adat orang Karo ini biasanya didiami oleh 8 kepala keluarga ada juga 16 kepala keluarga, seperti Rumah empat ture empat sisi pintu muka
di kampung Batukarang, Tanah Tinggi Karo. Tinggi rumah adat ini sekitar 30 meter, beratapkan ijuk dan pada tiap muka dari atapnya dipasang tanduk kerbau.
Rumah dengan panjang kurang lebih 16 meter dan lebar 10 meter di mana dipasang belahan kayu besar dengan tiang-tiang kayu yang berukuran diameter 60 cm,
dinding bagian bawah agak miring kurang lebih 30 derajat, disertai ukiran-ukiran disepanjang bagian dinding dan lain sebagainya yang agak rumit disertai pula
pemasangan tali-tali ijuk disepanjang dinding itu yang menggambarkan sejenis binatang melata seperti cicak. Pembuatan dari rumah adat ini sendiri memakan
waktu lama, sekitar satu sampai empat tahun. Pembuatannya dirancang oleh arsitektur kepala yang disebut pande tukang.
Pada masyarakat Karo terdapat suatu rumah yang dihuni oleh beberapa keluarga, yang penempatan jabunya ruangannya di dalam rumah tersebut diatur
menurut ketentuan adat dan di dalam rumah itu berlaku ketentuan adat, itulah yang disebut dengan rumah adat Karo. Rumah adat Karo ini berbeda dengan rumah
adat suku lainnya dan kekhasan itulah yang mencirikan rumah adat Karo. Bentuknya sangat megah dan diberi tanduk. Proses pendirian sampai kehidupan
dalam rumah adat diatur oleh adat Karo. Berdasarkan bentuk atap, rumah adat Karo dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
1. Rumah sianjung-anjung, rumah sianjung-anjung adalah rumah bermuka empat
atau lebih, yang dapat juga terdiri atas satu tersek atau dua tersek dan diberi bertanduk.
Universitas Sumatera Utara
2. Rumah Mecu, rumah mecu adalah rumah yang bentuknya sederhana, bermuka dua
mempunyai sepasang tanduk. Sementara itu, bangunan Rumah adat Tradisional Karo juga terdiri dari 2 jenis
yaitu menurut binangun tiang : 1.
Rumah Sangka Manuk, rumah sangka manuk yaitu rumah yang binangunnya dibuat dari balok tindih-menindih.
2. Rumah Sendi, rumah sendi adalah rumah yang tiang rumahnya dibuat berdiri dan
satu sama lain dihubungkan dengan balok-balok sehingga bangunan menjadi sendi dan kokoh. Dalam nyanyian rumah ini sering juga disebut Rumah Sendi Gading
Kurungen Manik. Rumah adat Karo didirikan berdasarkan arah kenjahe Utara dan kenjulu Selatan sesuai aliran air pada suatu kampung.
4.2 Jabu Ruangan dalam Rumah Adat Tradisional Karo