Bagian-bagian Rumah Adat Tradisional Karo

dengan jabu adat, karena penempatannya harus sesuai dengan adat, demikian juga yang menempatinya ditentukan menurut adat. Akan tetapi, adakalanya juga rumah adat itu terdiri dari delapan atau enam belas jabu 5. Jabu sedapuren benana kayu peninggel-ninggel. Jabu ini ditempati oleh anak beru menteri dari rumah si mantek kuta jabu benana kayu, dan sering disebut jabu peninggel-ninggel. Dia ini adalah anak beru dari ujung kayu. 6. Jabu sidapuren ujung kayu rintenteng. Ditempati oleh sembuyak dari ujung kayu, yang sering juga disebut jabu arinteneng. Tugasnya adalah untuk engkapuri belo, menyerahkan belo kinapur persentabin kepada tamu jabu benana kayu tersebut. Oleh karena itu, jabu ini disebut juga jabu arinteneng. 7. Jabu sedapuren lepar ujung kayu bicara guru. Dihuni oleh guru dukun atau tabib yang mengetahui berbagai pengobatan. Tugasnya mengobati anggota rumah yang sakit. 8. Jabu sedapuren lepar benana kayu. Dihuni oleh puang kalimbubu dari jabu benana kayu disebut juga jabu pendungi ranan. Karena biasanya dalam runggun adat Karo persetujuan terakhir diberikan oleh puang kalimbubu Irwan Tarigan Tambun.

4.3 Bagian-bagian Rumah Adat Tradisional Karo

Suku Karo mempunyai bangunan yang tradisional yang Sebuah kesain kepanghuluan pada umumnya terdiri dari beberapa buah rumah adat, yaitu jambur, lesung, dan geriten. Rumah adat merupakan tempat tinggal bersama antara beberapa keluarga. Penghuninya terdiri dari keluarga terdekat. Ruangan di dalam rumah dibagi dua bagian oleh sebuah jalur yang memanjang dari Timur ke Barat, dan seluruh ruangan dibagi atas delapan bagian jabu. Universitas Sumatera Utara 1. Patung Kepala Kerbau. Kepala kerbau yang terdapat pada Rumah Adat Karo berada dalam posisi tanduk dengan tanduk menghadap ke muka, menggambarkan bahwa orang Karo menghormati setiap pendatang ke daerahnya. Tanduk yang runcing itu merupakan kesiagaan dari penduduk apabila pendatang baru itu berniat jahat, dan juga sebagai penangkal dari ilmu hitam yang akan masuk ke rumah tersebut. 2. Dinding dan ayo-ayo. Dinding dan ayo-ayo yang dipasang miring menggambarkan kerendahan hati daripada masyarakat Karo. Ayo-ayo ini berfungsi untuk mengeluarkan asap dari dapur dan juga berfungsi untuk membuat suhu tidak terlalu dingin. 3. Tali Ret-ret. Pengikat dinding miring, dan ada gambar cicak dengan dua kepala dan jari-jari tiga disebut Beraspati Rumah. Hal ini menggambarkan bahwa ikatan Anak Beru, Kalimbubu, dan Senina penghuni rumah tersebut mempunyai peranan yang sama pentingnya. Ukuran ini selain sebagai hiasan dan pengikat, juga melambangkan persatuan dan dianggap sebagai penangkal setan. 4. Pinggiran Atap. Pinggiran atap cucuran air hujan di sekeliling rumah pada segala arah yang sama, menyatakan bahwa penduduk rumah juga mempunyai perasaan senasib sepenanggungan. 5. Dapur. Dapur merupakan tali pengikat seisi rumah untuk tempat membentuk satu kesatuan. 6. Tungku. Tungku berjumlah 5 buah tungku persekutuan 1 buah tiap-tiap jabu ruangan mempunyai 3 tungku yang sama tingginya, hal ini menggambarkan bahwa masyarakat Karo terdiri 3 unsur pengikat yaitu Anak Beru, Senina, dan Kalimbubu yang sama tingkatannya. Universitas Sumatera Utara 7. Jambur, bangunan jambur ini mirip dengan rumah adat, terdiri dari 3 bagian yaitu : Bagian bawah, merupakan suatu lantai tidak berdinding. Bagian tengah, tempat penyimpanan padi. Bagian atas, suatu tempat kosong yang digunakan untuk tempat tidur pemuda-pemuda kampung. Menurut kebiasaan masyarakat Karo, anak laki-laki yang telah berusia 13 tahun, tidak lagi tidur di rumah tapi mereka tidur di jambur. 8. Lesung, beberapa buah kesain mempunyai sebuah lesung persekutuan, yang digunakan oleh gadis-gadis desa sebagai tempat menumbuk padi di malam hari. 9. Geriten, geriten ini adalah merupakan suatu bangunan yang mirip dengan rumah adat. Geriten bukanlah sebagai tempat mengusung mayat, akan tetapi sebagai tempat kerangka orang-orang yang telah meninggal. Peralatan bangunan geriten tidaklah jauh berbeda dengan peralatan rumah biasa. Bangunan ini dibuat bertiang, mempunyai dinding dan atap. Pada alat-alat geriten ini dibuat ukiran-ukiran khusus khas Karo dengan pahatan serta diberi warna. Biaya bangunan ini sebenarnya cukup besar dan memerlukan suatu keahlian, oleh karenanya yang memakai geriten ini hanya terbatas pada bangsa tanah keturunan saja. Geriten tersebut biasanya didirikan pada halaman rumah adat milik keluarga yang bersangkutan. Universitas Sumatera Utara

4.4 Potensi Rumah Adat Tradisional Karo Sebagai Daya Tarik Wisata Budaya di Desa Dokan