2.2 Interaksionisme Simbolik
Interaksi simbolik pada awalnya merupakan suatu gerakan pemikiran dalam ilmu sosiologi yang dibangun oleh George Herbert Mead. Mead yang dikenal
sebagai bapak Teori Interaksionisme Simbolik ini menekankan sebuah pemahaman dunia sosial berdasarkan pentingnya makna yang diproduksi dan
diinterpretasikan melalui simbol-simbol dalam interaksi sosial Ardianto dan Anees, 2007:135. Para pemikir dalam tradisi teori interaksionisme simbolik
dibagi menjadi dua aliran, yaitu aliran Iowa dan Chicago. Aliran Iowa meskipun mengacu pada prinsip-prinsip dasar pemikiran teori
interaksionisme simbolik, kalangan pemikir aliran Iowa banyak yang menganut tradisi epistemologi dan metodologi post-positivis. Sedangkan Aliran Chicago
banyak melakukan pendekatan interpretif berdasarkan rintisan pemikiran George Herbert Mead. George Herbert Mead mengemukakan bahwa makna muncul
sebagai hasil interaksi diantara manusia, baik secara verbal maupun nonverbal. Melalui aksi dan respons yang terjadi, kita memberikan makna ke dalam kata-kata
atau tindakan, dan karenanya kita dapat memahami suatu peristiwa dengan cara- cara tertentu Morissan, 2009:75.
Dalam deskripsi Mead, proses “pengambilan peran” menduduki tempat yang penting. Interaksi berarti bahwa para peserta masing-masing memindahkan
diri mereka secara mental ke dalam posisi orang lain. Dengan berbuat demikian, mereka mencoba mencari maksud dari aksi yang diberikan oleh pihak lain,
sehingga komunikasi dan interaksi dimungkinkan. Jadi interaksi tidak hanya berlangsung melalui gerak-gerak saja, melainkan terutama melalui simbol-simbol
yang perlu dipahami dan dimengerti maknanya. Artinya, geraklah yang menentukan. Dalam interaksi simbolik, orang mengartikan dan menafsirkan
gerak-gerak orang lain dan bertindak sesuai dengan arti itu.
Interaksi simbolik mendasarkan gagasannya atas enam hal berikut ini :
Universitas Sumatera Utara
a. Manusia membuat keputusan dan bertindak pada situasi yang dihadapinya
sesuai dengan pengertian subjektifnya. b.
Kehidupan sosial merupakan proses interaksi, kehidupan sosial bukanlah struktur atau bersifat struktural dan karena itu akan terus berubah.
c. Manusia memahami pengalamannua melalui makna dari simbol yang
digunakan di lingkungan terdekatnya primary group, dan bahasa merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan sosial.
d. Dunia terdiri atas berbagai objek sosial yang memiliki nama dan makna
yang ditentukan secara sosial. e.
Manusia mendasarkan tindakannya atas interpretasi mereka, dengan mempertimbangkan dan mendefenisikan objek-objek dan tindakan yang
relevan pada situasi saat itu. f.
Diri seseorang adalah objek signifikan dan sebagaimana objek sosial lainnya, diri didefenisikan melalui interaksi sosial dengan orang lain.
Karya Mead yang paling terkenal yang berjudul Mind, Self, and Society, menggarisbawahi tiga konsep kritis yang dibutuhkan dalam menyusun sebuah
diskusi tentang teori interaksionisme simbolik. Ketiga konsep ini saling memengaruhi satu sama lain dalam teori interaksionisme simbolik. Ketiga konsep
tersebut adalah pikiran manusia mind, diri self, dan masyarakat society. Pikiran manusia mind dan interaksi sosial diri self dengan yang lain digunakan
untuk menginterpretasikan dan memediasi masyarakat society dimana kita hidup. Ketiga konsep tersebut memiliki aspek-aspek yang berbeda, namun berasal
dari proses umum yang sama, yang disebut ‘tindakan sosial’ social act. Tindakan sosial social act adalah suatu unit tingkah laku lengkap yang tidak
dapat dianalisis ke dalam subbagian tertentu Morissan, 2009:144.
Mead mendefenisikan pikiran mind sebagai kemampuan untuk
menggunakan simbol yang mempunyai makna sosial yang sama. Mead percaya bahwa manusia harus mengembangkan pikiran melalui interaksi dengan orang
lain. Bayi tidak dapat benar-benar berinteraksi dengan orang lainnya sampai ia mempelajari bahasa language, atau sebuah sistem simbol verbal dan nonverbal
yang diatur dalam pola-pola untuk mengekspresikan pemikiran dan perasaan.
Universitas Sumatera Utara
Bahasa bergantung pada apa yang disebut Mead sebagai simbol signifikan significant symbol, atau simbol-simbol yang memunculkan makna yang sama
bagi banyak orang West dan Turner, 2009:105. Contohnya, ketika orangtua berbicara dengan lembut kepada bayinya, bayi itu mungkin akan memberikan
respons, tetapi dia tidak seutuhnya memahami makna dari kata-kata yang digunakan orangtuanya. Namun ketika bayi tersebut mulai mempelajari bahasa,
bayi itu melakukan pertukaran makna atau simbol-simbol signifikan dan dapat mengantisipasi respons orang lain terhadap simbol-simbol yang digunakan. Hal
ini, menurut Mead adalah bagaimana suatu kesadaran berkembang. Dengan menggunakan bahasa dan berinteraksi dengan orang lain, kita
mengembangkan pikiran dan ini membuat kita mampu menciptakan setting interior bagi masyarakat yang kita lihat beroperasi di luar diri kita. Jadi, pikiran
dapat digambarkan sebagai cara orang menginternalisasi masyarakat. Namun, pikiran tidak hanya bergantung pada masyarakat. Mead menyatakan bahwa
keduanya mempunyai hubungan timbal balik. Pikiran merefleksikan dan menciptakan dunia sosial. Ketika seseorang belajar bahasa, ia belajar berbagai
norma sosial dan aturan budaya yang mengikatnya. Selain itu, ia juga mempelajari cara-cara untuk membentuk dan mengubah dunia sosial melalui interaksi.
Menurut Mead, salah satu dari aktivitas penting yang diselesaikan orang melalui pemikiran adalah pengambilan peran role taking, atau kemampuan
untuk secara simbolik menempatkan dirinya sendiri dalam diri khayalan dari orang lain. Proses ini juga disebut pengambilan perspektif karena kondisi ini
mensyaratkan bahwa seseorang menghentikan perspektifnya sendiri terhadap sebuah pengalaman dan sebaliknya membayangkannya dari perspektif orang lain.
Mead menyatakan bahwa pengambilan peran adalah sebuah tindakan simbolis yang dapat membantu menjelaskan perasaan kita mengenai diri dan juga
memungkinkan kita untuk mengembangkan kapasitas untuk berempati dengan orang lain.
Mead mendefenisikan diri self sebagai kemampuan untuk merefleksikan
diri kita sendiri dari perspektif orang lain. Mead meyakini bahwa diri tidak
Universitas Sumatera Utara
berasal dari introspeksi atau dari pemikiran sendiri yang sederhana, melainkan dari bagaimana kita dilihat oleh orang lain. Meminjam konsep yang berasal dari
sosiologis Charles Cooley, Mead menyebut hal tersebut sebagai cermin diri looking-glass self, atau kemampuan kita untuk melihat diri kita sendiri dalam
pantulan dari pandangan orang lain. Cooley 1972 meyakini tiga prinsip pengembangan yang dihubungkan dengan cermin diri, yaitu : pertama, kita
membayangkan bagaimana kita terlihat di mata orang lain; Kedua, kita membayangkan penilaian mereka mengenai penampilan kita; ketiga, kita merasa
tersakiti atau bangga berdasarkan perasaan pribadi ini. Pemikiran Mead mengenai cermin diri ini mengimplikasikan kekuatan yang dimiliki label terhadap konsep
diri dan perilaku. Label menggambarkan prediksi pemenuhan diri, yaitu harapan pribadi yang memengaruhi perilaku.
Ketika Mead berteori mengenai diri, ia mengamati bahwa melalui bahasa orang mempunyai kemampuan untuk menjadi subjek dan objek bagi dirinya
sendiri. Sebagai subjek, kita bertindak, dan sebagai objek, kita mengamati diri kita
sendiri bertindak. Mead menyebut subjek, atau diri yang bertindak sebagai I, dan objek atau diri yang mengamati sebagai Me. I bersifat spontan, impulsif, dan
kreatif, sedangkan Me lebih reflektif dan peka secara sosial. Mead melihat diri sebagai sebuah proses yang mengintegrasikan antara I dan Me.
Mead mendefenisikan masyarakat society sebagai jejaring hubungan sosial yang diciptakan manusia. Individu-individu terlibat di dalam masyarakat melalui
perilaku yang mereka pilih secara aktif dan sukarela. Jadi, masyarakat menggambarkan keterhubungan beberapa perangkat perilaku yang terus
disesuaikan oleh individu-individu. Masyarakat ada sebelum individu tetapi juga tetapi juga diciptakan dan dibentuk oleh individu, dengan melakukan tindakan
sejalan dengan orang lain. Mead berbicara mengenai dua bagian penting masyarakat yang
memengaruhi pikiran dan diri. Pemikiran Mead mengenai orang lain secara khusus
particular others merujuk pada individu-individu dalam masyarakat yang signifikan bagi kita. Orang-orang ini biasanya adalah anggota keluarga,
Universitas Sumatera Utara
teman, dan kolega di tempat kerja. Identitas dari orang lain secara khusus dan konteksnya memengaruhi perasaan akan penerimaan sosial kita dan rasa mengenai
diri kita.
Orang lain secara umum generalized other merujuk pada cara pandang
dari sebuah kelompok sosial atau budaya sebagai suatu keseluruhan. Hal ini diberikan oleh masyarakat kepada kita, dan “sikap dari orang lain secara umum
adalah sikap dari keseluruhan komunitas” Mead, 1934:154. Orang lain secara umum menyediakan informasi mengenai peranan, aturan, dan sikap yang dimiliki
bersama oleh komunitas. Orang lain secara umum juga memberikan kita perasaan mengenai bagaimana orang lain bereaksi kepada kita dan harapan sosial secara
umum. Perasaan ini berpengaruh dalam mengembangkan kesadaran sosial. Herbert Blumer, mahaguru Universitas California di Berkeley, seperti
dikutip Veeger 1993, telah berusaha memadukan konsep-konsep Mead ke dalam suatu teori sosiologi yang sekarang dikenal dengan nama interaksionisme
simbolik, sebuah ekspresi yang tidak pernah digunakan Mead sendiri. Blumer menyebutnya istilah tersebut sebagai, “a somewhat barbaric neologism that I
coined in an offhand way... The term somehow caught on” sebuah kata baru kasar yang aku peroleh tanpa pemikiran... Istilah yang terjadi begitu saja
Littlejohn, 1996:160. Esensi interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas
manusia, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna Mulyana, 2001:68. Herbert Blumer kemudian menyambung gagasan-gagasan Mead yang
tertulis dalam karangannya yang berjudul “Sociological Implications of the Thought of George Herbert Mead”dan bukunya Symbolic Interactionism :
Perspectove and Method 1969.
Pertama, konsep diri. Menurut Blumer, manusia bukan semata-mata
organisme yang bergerak dibawah pengaruh perangsang-perangsang dari luar maupun dalam, melainkan “organisme yang sadar akan dirinya” an organism
having a self. Dikarenakan ia seorang diri, ia mampu memandang diri sebagai objek pikirannya dan bergaul atau berinteraksi dengan diri sendiri.
Universitas Sumatera Utara
Kedua, konsep perbuatan action. Dalam pandangan Blumer, karena
perbuatan manusia dibentuk dalam dan melalui proses interaksi dengan diri sendiri, maka perbuatan itu berlainan sama sekali dari gerak makhluk-makhluk
yang bukan manusia. Manusia menghadapkan diri pada macam-macam hal seperti kebutuhan, perasaan, tujuan, perbuatan orang lain, pengharapan dan tuntutan
orang lain, peraturan-peraturan masyarakatnya, situasinya, self image-nya, ingatannya, dan cita-citanya untuk masa depan.
Ketiga, konsep objek. Blumer memandang, manusia hidup di tengah objek-
objek. Kata “objek” dimengerti dalam arti luas dan meliputi semua yang menjadi sasaran perhatian aktif manusia. Kata Blumer, objek dapat bersifat fisik seperti
kursi, atau khayalan, kebendaan, ataupun hal yang bersifat abstrak seperti konsep kebebasan.
Keempat, konsep interaksi sosial. Interaksi dalam pandangan Blumer
adalah bahwa para peserta masing-masing memindahkan diri mereka secara mental ke dalam posisi orang lain. Oleh penyesuaian timbal-balik, proses interaksi
dalam keseluruhannya menjadi suatu proses yang melebihi jumlah total unsur- unsurnya berupa maksud, tujuan dan sikap masing-masing peserta.
Kelima, konsep joint action. Pada konsep ini Blumer mengganti istilah
social act dari Mead dengan istilah joint action. Artinya aksi kolektif yang lahir dimana perbuatan-perbuatan masing-masing peserta dicocokkan dan diserasikan
satu sama lain. Sebagai contoh, Blumer menyebutkan: transaksi dagang, makan bersama keluarga, upacara perkawinan, dan sebagainya. realitas sosial dibentuk
dari joint actions dan merupakan objek sosiologi yang sebenarnya. Pemikiran Blumer memiliki pengaruh cukup luas dalam berbagai riset
sosiologi. Blumer berhasil mengembangkan teori interaksionisme simbolik pada tingkat metode yang cukup rinci. Teori interaksionisme simbolik yang dimaksud
Blumer bertumpu pada tiga premis utama, yaitu : 1.
Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada sesuatu itu bagi mereka.
Universitas Sumatera Utara
2. Makna itu diperoleh dari hasil interaksi sosial yang dilakukan dengan
orang lain. 3.
Makna-makna tersebut disempurnakan di saat proses interaksi sosial sedang berlangsung.
2.3 Semiotika