Pola Aliran Di Dalam Tubuh Model Tanggul Menggunakan Ukuran Partikel Tanah Maksimum 1 Mm

(1)

POLA ALIRAN DI DALAM TUBUH MODEL TANGGUL MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm

Oleh :

DEWI WULAN RATNASARI F14103033

2007

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


(2)

POLA ALIRAN DI DALAM TUBUH MODEL TANGGUL MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

DEWI WULAN RATNASARI F14103033

2007

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


(3)

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

POLA ALIRAN DI DALAM TUBUH MODEL TANGGUL MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

DEWI WULAN RATNASARI F14103033

Dilahirkan di Banjar pada tanggal 14 Februari 1985 Tanggal lulus : 17 September 2007 Bogor, 21 September 2007

Menyetujui :

Dr. Ir. Erizal, M. Agr Dosen Pembimbing Akademik

Mengetahui,

Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS Ketua Departemen Teknik Pertanian


(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Banjar, pada tanggal 14 Februari 1985, dan dibesarkan di Banjar. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan H. Yaya S. dan Hj. Liesye Kartini Budiarti. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Banjar 1 tahun 1997, dan pada tahun 2000 menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SLTPN 1 Banjar. Pendidikan menengah atas ditamatkan penulis pada tahun 2003 di SMUN 1 Banjar.

Pada tahun yang sama (2003) penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI). Pada tahun 2005 penulis memilih Laboratorium Teknik Tanah dan Air (TTA) dengan dosen pembimbing Dr. Ir. Erizal M.Agr.

Selama aktif sebagai mahasiswa, penulis juga aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan, diantaranya : UKM Lingkung Seni Sunda Gentra Kaheman IPB periode 2003/2004, UKM Teater Ladang Seni 2003/2004, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian (BEM-F) periode 2004/2005, Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (HIMATETA) periode 2005/2006.

Pada tahun 2006, penulis melaksanakan praktek lapang di Induk Pelaksana Kegiatan Pengembangan Wilayah Sungai Citanduy-Ciwulan, dengan judul laporan “Mempelajari Perencanaan Konstruksi Bangunan Air dari Aspek Mekanika Tanah dan Hidrologi di Induk Pelaksana Kegiatan Pengembangan Wilayah Sungai Citanduy-Ciwulan”. Penulis menyelesaikan skripsi berjudul “ Pola Aliran di Dalam Tubuh Model Tanggul Menggunakan Ukuran Partikel Tanah Maksimum 1 mm” di bawah bimbingan Dr. Ir. Erizal, M Agr.


(5)

Dewi Wulan Ratnasari. F14103033. Pola Aliran Di Dalam Tubuh Model Tanggul Menggunakan Ukuran Partikel Tanah 1 mm. Dibawah Bimbingan : Dr. Ir. H. Erizal, M.Agr. 2007

RINGKASAN

Tanggul adalah salah satu bentuk dari bendungan urugan homogen. Pembuatan tanggul merupakan salah satu usaha dalam konservasi tanah dan air. Dalam keadaan alamiah tanah atau lereng berada dalam keadaan seimbang terhadap gaya–gaya yang bekerja. Apabila karena suatu sebab yang mengakibatkan perubahan keseimbangan, maka masalah yang akan timbul adalah terjadi longsoran.

Terjadinya longsor diawali dengan adanya rembesan dari tubuh tanggul yang dilanjutkan dengan adanya sufosi (piping). Peristiwa sufosi ini jika tidak teratasi akan menyebabkan sembulan (boiling) yang pada akhirnya akan mengurangi kestabilan tanggul sehingga terjadi longsor.

Cara menstabilkan lereng ada dua yaitu: memperbesar gaya penahan dan memperkecil gaya penggerak. Salah satu cara yang dilakukan untuk memperbesar gaya penahan adalah dengan mengurangi tegangan pori yaitu dengan membuat saluran drainase.

Tujuan penelitian kali ini adalah menganalisa pola aliran di dalam tubuh model tanggul menggunakan ukuran partikel tanah maksimum 1 mm dan membandingkan pola aliran menggunakan hasil perhitungan, analisis grafis, dan program GEO-SLOPE baik pada kondisi tanpa drainase maupun menggunakan drainase horizontal.

Model tanggul dibuat berdasarkan dimensi tanggul yang direncanakan, yaitu tinggi muka air adalah 1.5 m, lebar mercu (w) tanggul sebesar 1.5 m, tinggi jagaan (freeboard) tanggul sebesar 0.6 m serta kemiringan talud 1:3 untuk bagian hulu maupun bagian hilir tanggul. Panjang saluran drainase horizontal 0.7 m dan dibuat dengan menggunakan bahan filter pasir dan pembatas capiphon yang kedap terhadap air. Model tanggul secara keseluruhan menggunakan perbandingan skala 1:12 dari ukuran dimensi tanggul yang umum ditetapkan oleh DPU. Model


(6)

tanggul dibuat dalam kotak acrylic yang dilengkapi dengan inlet, outlet dan spillway.

Contoh tanah yang diambil sebagai bahan timbunan model tanggul adalah tanah latosol yang ada di Leuwikopo Darmaga, Bogor pada kedalaman 20-40 cm dengan ukuran partikel tanah yang lolos saringan 1 mm.

Hasil analisa distribusi partikel tanah yang lolos saringan 1 mm memiliki batas cair pada kadar air 61.25 %, batas plastis pada kadar air 40.56 %, dan indeks plastisitas pada kadar air 20.69 %. Klasifikasi tanah Latosol Darmaga berdasarkan sistem klasifikasi unified diperoleh bahwa tanah Latosol Darmaga termasuk dalam golongan MH artinya tanah tersebut termasuk jenis lanau anorganik dengan plastisitas tinggi.

Kadar air optimum tanah Latosol pada kedalaman 20-40 cm adalah 33.02 %. Pada proses pemadatan, tanah model tanggul dipadatkan pada kadar air 32.4 % dengan menggunakan alat tumbuk manual yang memiliki berat 2.14 kg. Pemadatan tanah di laboratorium dilakukan dengan menggunakan kotak yang memiliki volume 9000 cm3. Jumlah tumbukkan yang diberikan sebanyak 150 kali dengan tinggi jatuhnya 20 cm. Pemadatan tanah yang dilakukan menggunakan nisbah kepadatan sebesar 84.13 %.

Nilai koefisien permeabilitas didapatkan dari rata-rata 3 kali ulangan yang dilakukan dengan menggunakan metode falling head karena contoh tanah yang diambil termasuk tanah yang berbutir halus. Pengukuran permeabilitas dilakukan pada contoh tanah yang diambil dari tubuh tanggul baik tanpa drainase maupun menggunakan drainase horizontal. Nilai permeabilitas rata-rata yang didapat masing-masing sebesar 2.89x10-4 cm/detik dan 8.41x10-5cm/detik. Nilai permeabilitas pasir yang digunakan sebagai bahan untuk membuat drainase sebesar 1.84x10-2 cm/detik.

Penentuan garis freatik dilakukan secara analisis grafis, pengamatan model, dan program GEO-SLOPE. Pada pengamatan di laboratorium untuk kondisi model tanggul dengan menggunakan drainase horizontal tidak didapatkan zona basah (a) ini menunjukkan bahwa air mengalir melalui saluran drainase yang dibuat langsung menuju outlet. Untuk model tanggul tanpa drainase diperoleh nilai a secara analisis grafis sebesar 12.2 cm. Pada pengamatan terhadap model


(7)

tanggul diperoleh nilai a rata-rata sebesar 20.5 cm. Sedangkan dari analisa dengan GEO-SLOPE diperoleh nilai a sebesar 18.6 cm.

Perbedaan yang cukup besar antara analisis grafis dengan pengamatan dan GEO-SLOPE disebabkan adanya beberapa parameter pressure, permeabilitas, dan kepadatan tanah yang tidak diperhitungkan dalam analisis grafis. Sedangkan metode pengamatan di laboratorium dengan program GEO-SLOPE menunjukkan hasil yang tidak terlalu berbeda jauh.

Pada penelitian kali ini ukuran partikel tanah yang lolos saringan 1 mm berpengaruh terhadap derajat kepadatan tanah yang semakin kecil dan nilai permeabilitasnya semakin besar menyebabkan kenaikan air melalui celah kapiler semakin tinggi sehingga zona basah yang terbentuk semakin panjang menyebabkan kestabilannya semakin berkurang.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini merupakan hasil dari penelitian yang dilaksanakan di Laboratorium Hidrolika dan Hidromekanika dan Laboratorium Fisika dan Mekanika Tanah dari bulan Februari sampai dengan Juli 2007 dengan judul ”Pola Aliran Di Dalam Tubuh Model Tanggul Menggunakan Ukuran Partkel Tanah Maksimum 1 mm”.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. H. Erizal, M.Agr sebagai dosen pembimbing atas arahan dan

bimbingannya.

2. Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, MS yang telah bersedia meluangkan waktunya menjadi penguji pada ujian akhir penulis.

3. Ir. Mohamad Solahudin, M.Si yang telah bersedia meluangkan waktunya menjadi penguji pada ujian akhir penulis.

4. Bapak Trisnadi sebagai teknisi laboratorium yang selalu memberikan arahan dan bantuannya.

5. Mamah, bapak, teteh & mas yayat, aa & teh desi, ne & a rilki serta Za(koe) yang telah memberikan seluruh perhatian dan kasih sayang yang tulus serta dukungan secara moril dan materil.

6. Teman seperjuangan Dias Kurniasari dan Erly Pratita yang selalu bersama-sama dalam suka dan duka selama penelitian.

7. Teman - teman terbaikku Em, Ane, Rani, Leni, Gilar, Fuad, Ojan , khususnya Topik yang selalu siap setiap penulis memerlukan bantuan (makasih yach my best friend)

8. Teman-teman kost ”Wisma Ayu” yang telah memberikan dukungan dan doa selama penelitian ini.

9. Teman-teman TEP’40, khususnya TTA’40 yang telah memberikan kenangan yang terindah yang tidak akan pernah terlupakan.


(9)

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, agar skripsi ini dapat lebih bermanfaat dimasa yang akan datang. Akhir kata, penulis mengucapkan terma kasih.

Bogor, September 2007


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR... v

DAFTAR LAMPIRAN... vi

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG... 1

B. TOPIK PENELITIAN ... 2

C. TUJUAN PENELITIAN ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TANAH SECARA UMUM... 3

B. SIFAT FISIK TANAH ... 4

1. Tekstur Tanah... 4

2. Kadar Air Tanah... 6

3. Berat Jenis Partikel Tanah ... 7

4. Porositas... 8

5. Permeabilitas ... 8

C. SIFAT MEKANIKA TANAH... 10

1. Pemadatan Tanah ... 10

2. Konsistensi Tanah ... 11

D. MODEL ... 12

E. UKURAN PARTIKEL TANAH ... 13

F. TANGGUL ... 14

G. DRAINASE ... 16

H. REMBESAN DAN TEORI JARINGAN ALIRAN ... 17

I. PROGRAM GEO-SLOPE... 22

III.METODOLOGI PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN ... 26

B. BAHAN DAN ALAT ... 26

1. Bahan ... 26

2. Alat ... 26

C. TAHAPAN PENELITIAN... 27

D. METODE PENELITIAN ... 28

1. Pengambilan Contoh Tanah ... 28

2. Pengukuran Kadar Air ... 28

3. Pengujian Konsistensi Tanah ... 28

4. Pengukuran Berat Isi ... 30

5. Porositas... 31

6. Pembuatan Kotak Model Tanggul... 32

7. Uji Tumbuk Manual ... 32 8.


(11)

POLA ALIRAN DI DALAM TUBUH MODEL TANGGUL MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm

Oleh :

DEWI WULAN RATNASARI F14103033

2007

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


(12)

POLA ALIRAN DI DALAM TUBUH MODEL TANGGUL MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

DEWI WULAN RATNASARI F14103033

2007

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


(13)

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

POLA ALIRAN DI DALAM TUBUH MODEL TANGGUL MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

DEWI WULAN RATNASARI F14103033

Dilahirkan di Banjar pada tanggal 14 Februari 1985 Tanggal lulus : 17 September 2007 Bogor, 21 September 2007

Menyetujui :

Dr. Ir. Erizal, M. Agr Dosen Pembimbing Akademik

Mengetahui,

Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS Ketua Departemen Teknik Pertanian


(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Banjar, pada tanggal 14 Februari 1985, dan dibesarkan di Banjar. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan H. Yaya S. dan Hj. Liesye Kartini Budiarti. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Banjar 1 tahun 1997, dan pada tahun 2000 menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SLTPN 1 Banjar. Pendidikan menengah atas ditamatkan penulis pada tahun 2003 di SMUN 1 Banjar.

Pada tahun yang sama (2003) penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI). Pada tahun 2005 penulis memilih Laboratorium Teknik Tanah dan Air (TTA) dengan dosen pembimbing Dr. Ir. Erizal M.Agr.

Selama aktif sebagai mahasiswa, penulis juga aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan, diantaranya : UKM Lingkung Seni Sunda Gentra Kaheman IPB periode 2003/2004, UKM Teater Ladang Seni 2003/2004, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian (BEM-F) periode 2004/2005, Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (HIMATETA) periode 2005/2006.

Pada tahun 2006, penulis melaksanakan praktek lapang di Induk Pelaksana Kegiatan Pengembangan Wilayah Sungai Citanduy-Ciwulan, dengan judul laporan “Mempelajari Perencanaan Konstruksi Bangunan Air dari Aspek Mekanika Tanah dan Hidrologi di Induk Pelaksana Kegiatan Pengembangan Wilayah Sungai Citanduy-Ciwulan”. Penulis menyelesaikan skripsi berjudul “ Pola Aliran di Dalam Tubuh Model Tanggul Menggunakan Ukuran Partikel Tanah Maksimum 1 mm” di bawah bimbingan Dr. Ir. Erizal, M Agr.


(15)

Dewi Wulan Ratnasari. F14103033. Pola Aliran Di Dalam Tubuh Model Tanggul Menggunakan Ukuran Partikel Tanah 1 mm. Dibawah Bimbingan : Dr. Ir. H. Erizal, M.Agr. 2007

RINGKASAN

Tanggul adalah salah satu bentuk dari bendungan urugan homogen. Pembuatan tanggul merupakan salah satu usaha dalam konservasi tanah dan air. Dalam keadaan alamiah tanah atau lereng berada dalam keadaan seimbang terhadap gaya–gaya yang bekerja. Apabila karena suatu sebab yang mengakibatkan perubahan keseimbangan, maka masalah yang akan timbul adalah terjadi longsoran.

Terjadinya longsor diawali dengan adanya rembesan dari tubuh tanggul yang dilanjutkan dengan adanya sufosi (piping). Peristiwa sufosi ini jika tidak teratasi akan menyebabkan sembulan (boiling) yang pada akhirnya akan mengurangi kestabilan tanggul sehingga terjadi longsor.

Cara menstabilkan lereng ada dua yaitu: memperbesar gaya penahan dan memperkecil gaya penggerak. Salah satu cara yang dilakukan untuk memperbesar gaya penahan adalah dengan mengurangi tegangan pori yaitu dengan membuat saluran drainase.

Tujuan penelitian kali ini adalah menganalisa pola aliran di dalam tubuh model tanggul menggunakan ukuran partikel tanah maksimum 1 mm dan membandingkan pola aliran menggunakan hasil perhitungan, analisis grafis, dan program GEO-SLOPE baik pada kondisi tanpa drainase maupun menggunakan drainase horizontal.

Model tanggul dibuat berdasarkan dimensi tanggul yang direncanakan, yaitu tinggi muka air adalah 1.5 m, lebar mercu (w) tanggul sebesar 1.5 m, tinggi jagaan (freeboard) tanggul sebesar 0.6 m serta kemiringan talud 1:3 untuk bagian hulu maupun bagian hilir tanggul. Panjang saluran drainase horizontal 0.7 m dan dibuat dengan menggunakan bahan filter pasir dan pembatas capiphon yang kedap terhadap air. Model tanggul secara keseluruhan menggunakan perbandingan skala 1:12 dari ukuran dimensi tanggul yang umum ditetapkan oleh DPU. Model


(16)

tanggul dibuat dalam kotak acrylic yang dilengkapi dengan inlet, outlet dan spillway.

Contoh tanah yang diambil sebagai bahan timbunan model tanggul adalah tanah latosol yang ada di Leuwikopo Darmaga, Bogor pada kedalaman 20-40 cm dengan ukuran partikel tanah yang lolos saringan 1 mm.

Hasil analisa distribusi partikel tanah yang lolos saringan 1 mm memiliki batas cair pada kadar air 61.25 %, batas plastis pada kadar air 40.56 %, dan indeks plastisitas pada kadar air 20.69 %. Klasifikasi tanah Latosol Darmaga berdasarkan sistem klasifikasi unified diperoleh bahwa tanah Latosol Darmaga termasuk dalam golongan MH artinya tanah tersebut termasuk jenis lanau anorganik dengan plastisitas tinggi.

Kadar air optimum tanah Latosol pada kedalaman 20-40 cm adalah 33.02 %. Pada proses pemadatan, tanah model tanggul dipadatkan pada kadar air 32.4 % dengan menggunakan alat tumbuk manual yang memiliki berat 2.14 kg. Pemadatan tanah di laboratorium dilakukan dengan menggunakan kotak yang memiliki volume 9000 cm3. Jumlah tumbukkan yang diberikan sebanyak 150 kali dengan tinggi jatuhnya 20 cm. Pemadatan tanah yang dilakukan menggunakan nisbah kepadatan sebesar 84.13 %.

Nilai koefisien permeabilitas didapatkan dari rata-rata 3 kali ulangan yang dilakukan dengan menggunakan metode falling head karena contoh tanah yang diambil termasuk tanah yang berbutir halus. Pengukuran permeabilitas dilakukan pada contoh tanah yang diambil dari tubuh tanggul baik tanpa drainase maupun menggunakan drainase horizontal. Nilai permeabilitas rata-rata yang didapat masing-masing sebesar 2.89x10-4 cm/detik dan 8.41x10-5cm/detik. Nilai permeabilitas pasir yang digunakan sebagai bahan untuk membuat drainase sebesar 1.84x10-2 cm/detik.

Penentuan garis freatik dilakukan secara analisis grafis, pengamatan model, dan program GEO-SLOPE. Pada pengamatan di laboratorium untuk kondisi model tanggul dengan menggunakan drainase horizontal tidak didapatkan zona basah (a) ini menunjukkan bahwa air mengalir melalui saluran drainase yang dibuat langsung menuju outlet. Untuk model tanggul tanpa drainase diperoleh nilai a secara analisis grafis sebesar 12.2 cm. Pada pengamatan terhadap model


(17)

tanggul diperoleh nilai a rata-rata sebesar 20.5 cm. Sedangkan dari analisa dengan GEO-SLOPE diperoleh nilai a sebesar 18.6 cm.

Perbedaan yang cukup besar antara analisis grafis dengan pengamatan dan GEO-SLOPE disebabkan adanya beberapa parameter pressure, permeabilitas, dan kepadatan tanah yang tidak diperhitungkan dalam analisis grafis. Sedangkan metode pengamatan di laboratorium dengan program GEO-SLOPE menunjukkan hasil yang tidak terlalu berbeda jauh.

Pada penelitian kali ini ukuran partikel tanah yang lolos saringan 1 mm berpengaruh terhadap derajat kepadatan tanah yang semakin kecil dan nilai permeabilitasnya semakin besar menyebabkan kenaikan air melalui celah kapiler semakin tinggi sehingga zona basah yang terbentuk semakin panjang menyebabkan kestabilannya semakin berkurang.


(18)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini merupakan hasil dari penelitian yang dilaksanakan di Laboratorium Hidrolika dan Hidromekanika dan Laboratorium Fisika dan Mekanika Tanah dari bulan Februari sampai dengan Juli 2007 dengan judul ”Pola Aliran Di Dalam Tubuh Model Tanggul Menggunakan Ukuran Partkel Tanah Maksimum 1 mm”.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. H. Erizal, M.Agr sebagai dosen pembimbing atas arahan dan

bimbingannya.

2. Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, MS yang telah bersedia meluangkan waktunya menjadi penguji pada ujian akhir penulis.

3. Ir. Mohamad Solahudin, M.Si yang telah bersedia meluangkan waktunya menjadi penguji pada ujian akhir penulis.

4. Bapak Trisnadi sebagai teknisi laboratorium yang selalu memberikan arahan dan bantuannya.

5. Mamah, bapak, teteh & mas yayat, aa & teh desi, ne & a rilki serta Za(koe) yang telah memberikan seluruh perhatian dan kasih sayang yang tulus serta dukungan secara moril dan materil.

6. Teman seperjuangan Dias Kurniasari dan Erly Pratita yang selalu bersama-sama dalam suka dan duka selama penelitian.

7. Teman - teman terbaikku Em, Ane, Rani, Leni, Gilar, Fuad, Ojan , khususnya Topik yang selalu siap setiap penulis memerlukan bantuan (makasih yach my best friend)

8. Teman-teman kost ”Wisma Ayu” yang telah memberikan dukungan dan doa selama penelitian ini.

9. Teman-teman TEP’40, khususnya TTA’40 yang telah memberikan kenangan yang terindah yang tidak akan pernah terlupakan.


(19)

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, agar skripsi ini dapat lebih bermanfaat dimasa yang akan datang. Akhir kata, penulis mengucapkan terma kasih.

Bogor, September 2007


(20)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR... v

DAFTAR LAMPIRAN... vi

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG... 1

B. TOPIK PENELITIAN ... 2

C. TUJUAN PENELITIAN ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TANAH SECARA UMUM... 3

B. SIFAT FISIK TANAH ... 4

1. Tekstur Tanah... 4

2. Kadar Air Tanah... 6

3. Berat Jenis Partikel Tanah ... 7

4. Porositas... 8

5. Permeabilitas ... 8

C. SIFAT MEKANIKA TANAH... 10

1. Pemadatan Tanah ... 10

2. Konsistensi Tanah ... 11

D. MODEL ... 12

E. UKURAN PARTIKEL TANAH ... 13

F. TANGGUL ... 14

G. DRAINASE ... 16

H. REMBESAN DAN TEORI JARINGAN ALIRAN ... 17

I. PROGRAM GEO-SLOPE... 22

III.METODOLOGI PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN ... 26

B. BAHAN DAN ALAT ... 26

1. Bahan ... 26

2. Alat ... 26

C. TAHAPAN PENELITIAN... 27

D. METODE PENELITIAN ... 28

1. Pengambilan Contoh Tanah ... 28

2. Pengukuran Kadar Air ... 28

3. Pengujian Konsistensi Tanah ... 28

4. Pengukuran Berat Isi ... 30

5. Porositas... 31

6. Pembuatan Kotak Model Tanggul... 32

7. Uji Tumbuk Manual ... 32 8.


(21)

Halaman

9. Pembuatan Model Tanggul ... 32

10.Drainase Horizontal... 34

11.Pengaliran Air ... 35

12.Garis Aliran (Freatik) Pada Tubuh Tanggul... 36

13.Pembongkaran Tanggul ... 37

14.Permeabilitas ... 37

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIK TANAH ... 39

B. UJI PEMADATAN ... 41

C. UJI TUMBUK MANUAL... 42

D. MODEL TANGGUL ... 44

E. GARIS ALIRAN... 46

1. Pengamatan di Laboratorum ... 46

2. Analisis Grafis... 51

3. Program Geo-Slope ... 53

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN... 57

B. SARAN... 57

DAFTAR PUSTAKA... 58


(22)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Klasifikasi permeabilitas ... 9 Tabel 2. Nilai indeks plastisitas (PI) dan jenis tanah... 11 Tabel 3. Klasifikasi partikel tanah menurut USDA dan

Sistem Internasional ... 13 Tabel 4. Kemiringan saluran berdasarkan jenis bahan ... 16 Tabel 5. Dimensi Tanggul ... 35 Tabel 6. Sifat fisik tanah latosol ... 39 Tabel 7. Hasil uji pemadatan tanah latosol diameter 1 mm ... 42 Tabel 8. Spesifikasi pemadatan uji tumbuk manual ... 43 Tabel 9. Hasil uji pemadatan ... 44 Tabel 10. Jumlah tumbukan tiap lapisan pada model tanggul ... 45 Tabel 11. Spesifikasi pemadatan pada model tanggul ... 46 Tabel 12. Sifat fisik bahan tanah model tanggul setelah pengaliran ... 47 Tabel 13. Data hasil pengamatan model tanggul tanpa drainase... 48 Tabel 14. Nilai titik-titik yang terdapat pada garis freatik ... 52


(23)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Klasifikasi tekstur tanah menurut ISSS

(Kalsim dan Sapei, 1992)... 5 Gambar 2 Diagram segtiga tekstur (Hillel,1998) ... 5 Gambar 3. Klasifikasi tanah berdasarkan sistem unified

(Terzaghi dan Peck, 1987) ... 6 Gambar 4. Pembentukan garis freatik... 19 Gambar 5. Jaringan alran pada tubuh tanggul ... 20 Gambar 6. Gradien rembesan... 21 Gambar 7. Diagram Alir Tahapan Penelitian... 27 Gambar 8. Pengujian batas cair ... 29 Gambar 9. pengujian batas plastis ... 30 Gambar 10. Kotak model tanggul... 32 Gambar 11. Kotak tumbuk manual (a), rammer (b)... 33 Gambar 12. Proses pembuatan tanggul... 34 Gambar 13. Bendungan urugan tanah dengan saluran drainase horizontal .... 35 Gambar 14. Proses pengaliran air... 36 Gambar 15 Pengukuran debit outlet ... 36 Gambar 16. Uji permeabilitas ... 38 Gambar 17. Klasifikasi tanah berdasarkan sistem unified... 40 Gambar 18. Diagram segtiga tekstur ... 40 Gambar 19. Grafik Hubungan antar Kadar Air dengan Berat Isi Kering ... 41 Gambar 20. Penampang melintang tanggul sebelum dialiri ... 45 Gambar 21. Zona basah dengan drainase horizontal ... 49 Gambar 22. Zona basah tanpa drainase ... 50 Gambar 23. Pola aliran pada tubuh tanggul tanpa drainase ... 50 Gambar 24. Pola aliran pada tubuh tanggul drainase horizontal... 50 Gambar 25. Pembentukan Garis Freatik dari 3 metode... 52 Gambar 26. Pembentukan Garis Freatik dari 2 metode... 53


(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Batas cair dan batas plastis tanah ukuran 1 mm ... 60 Lampiran 2. Perhitungan data pada uji tumbuk manual ... 62 Lampiran 3. Uji pemadatan standar (proctor)

tanah Latosol, Darmaga-Bogor dengan ukuran partikel 1 mm . 63 Lampiran 4. Hasil pegukuran permeabilitas pada tanggul... 65 Lampiran 5. Hasil pengukuran permeabilitas pasir... 67 Lampiran 6. Dimensi tanggul dan penampang melintang ... 68 Lampiran 7. Perhitungan zona basah dengan analisis grafis... 69 Lampiran 8. Tahap-tahap penggambaran pada SEEP/W model tanggul

tanpa drainase ... 70 Lampiran 9. Tahap-tahap penggambaran pada SEEP/W pada drainase

horizontal... 80 Lampiran10. Pengamatan langsung pola rembesan pada model tanggul

Tanpa drainase... 90 Lampiran 11. Pengamatan langsung pola rembesan pada model tanggul


(25)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tanggul adalah salah satu bentuk dari bendungan urugan homogen. Pembuatan tanggul merupakan salah satu usaha dalam konservasi tanah dan air. Kegunaan tanggul itu sendiri adalah untuk menyimpan atau menampung air yang digunakan untuk irigasi, bahan baku air minum, pembangkit tenaga listrik, pengendalian banjir, rekreasi dan berbagai kegunaan lainnya yang secara ekonomis dapat menguntungkan bagi manusia.

Dalam keadaan alamiah, tanah atau lereng berada dalam keadaan seimbang terhadap gaya–gaya yang bekerja. Apabila karena suatu sebab yang mengakibatkan perubahan keseimbangan, maka masalah yang akan timbul adalah terjadi longsoran.

Terjadinya longsor diawali dengan adanya rembesan dari tubuh tanggul yang dilanjutkan dengan adanya sufosi (piping). Peristiwa sufosi ini jika tidak teratasi akan menyebabkan sembulan (boiling) yang pada akhirnya akan mengurangi kestabilan tanggul sehingga terjadi longsor.

Rembesan disebabkan oleh kenaikan permukaan air pada saluran sungai maupun waduk. Rembesan ini akan membentuk aliran air di dalam tubuh tanggul. Dengan adanya aliran air atau garis rembesan pada tubuh tanggul tersebut, akan menyebabkan menurunnya kekuatan geser tanah dan kestabilan lereng akan berkurang. Aliran infiltrasi ini akan menimbulkan pola aliran dalam tubuh tanggul. Gaya-gaya inilah yang menyebabkan piping (erosi dalam).

Cara menstabilkan lereng ada dua yaitu: memperbesar gaya penahan dan memperkecil gaya penggerak. Salah satu cara yang dilakukan untuk memperbesar gaya penahan adalah dengan mengurangi tegangan pori yaitu dengan membuat saluran drainase.

Ukuran partikel tanah juga berpengaruh terhadap pola aliran. Ukuran

partikel tanah yang digunakan didasarkan kepada pembuatan model tanggul


(26)

ukuran yang sebenarnya di lapangan maka ukuran partikel tanahnya juga

harus sesuai dengan standar tersebut. Beberapa keuntungan penggunaan model

antara lain: efisiensi biaya, efisiensi waktu, dan mengurangi resiko yang

terjadi. Sakai, Erizal dan Tanaka (1998) menyatakan bahwa perbedaan ukuran

partikel tanah yang digunakan maka hasil yang didapatkan akan berbeda pula..

Pada penelitian kali ini dilakukan analisa pola aliran air pada model tanggul menggunakan ukuran partikel tanah 1 mm. Hasil penelitian dapat menjelaskan proses pola aliran pada tubuh tanggul serta pengaruhnya terhadap kestabilan.

B. TOPIK PENELITIAN

Topik penelitian ini adalah ” Pola Aliran Di Dalam Tubuh Model Tanggul Menggunakan Ukuran Partikel Tanah Maksimum 1 mm”.

C. TUJUAN

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengamati pola aliran melalui pengamatan di laboratorium, analisis grafis dan program geo-slope dengan menggunakan model tanggul.

2. Membandingkan pola aliran menggunakan metode pengamatan secara langsung, analisis grafis, dan program geo-slope.

3. Untuk mengetahui pengaruh drainase terhadap pola aliran pada tubuh model tanggul.

4. Untuk menganalisa pengaruh ukuran partikel tanah maksimum 1 mm dibandingkan dengan ukuran partikel tanah maksimum 4760 µm terhadap pola aliran di dalam tubuh model tanggul.


(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. TANAH SECARA UMUM

Istilah tanah (soil) berasal dari kata latin “solum” yang berarti bagian teratas dari kerak bumi yang dipengaruhi oleh proses pembentukan tanah. Tanah dapat diartikan sebagai medium berpori yang terdiri dari padatan (soil), cairan (liquid) dan gas (udara). Fase padatan terdiri dari bahan mineral, bahan organik dan organisme hidup (Kalsim dan Sapei, 2003).

Dalam pengertian teknik secara umum, tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agrerat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang sudah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara partikel padat tersebut (Das, 1988).

Istilah “tanah” dalam bidang mekanika tanah dimaksudkan untuk mencakup semua bahan dari tanah lempung (clay) sampai berangkal (batu-batu yang besar), jadi semua endapan alam yang bersangkutan dengan teknik sipil kecuali batuan tetap. Semua macam tanah ini secara umum terdiri dari tiga bahan, yaitu butiran tanahnya sendiri, serta air dan udara yang terdapat dalam ruangan antara butir-butir tersebut. Ruangan ini disebut pori (voids) (Wesley, 1973).

Berdasarkan asalnya tanah, tanah dapat diklasifikasikan secara luas menjadi tanah organik atau inorganik. Tanah organik adalah campuran yang mengandung bagian-bagian yang cukup berarti berasal dari lapukan dan sisa tanaman dan kadang-kadang dari kumpulan kerangka dan kulit organisme kecil. Tanah anorganik berasal dari pelapukan batuan secara kimia maupun fisik (Dunn et al., 1980).

Beberapa sifat latosol antara lain berwarna merah atau kuning, terutama pada horizon B merupakan kesimpulan pertama. Akan tetapi, bila tanah atas tererosikan biasanya berwarna coklat atau kelabu. Sifat lain yang menonjol dan penting dari latosol adalah terbentuknya keadaan granular. Keadaan itu merangsang drainase dalam yang sangat baik (Soepardi, 1983).


(28)

Tanah latosol merupakan suatu jenis tanah yang terbentuk pada daerah yang bercurah hujan sekitar 2000-4000 mm tiap tahun, bulan kering lebih kecil dari tiga bulan tipe iklim A-B (Schmidt dan Ferguson), dengan bahan induk tufa vulkanik pada daerah bertopografi berombak sampai bergunung dengan ketinggian berkisar 10-1000 m di atas permukaan laut dan biasanya ditumbuhi oleh hutan hujan tropis (Supraptohardjo, 1961 dalam Damastuti, 2005).

B. SIFAT FISIKA TANAH

Sifat fisik tanah merupakan sifat tanah yang berhubungan dengan bentuk atau kondisi asli tanah. Sifat ini tergantung pada jumlah, ukuran, bentuk, susunan dan komposisi mineral dari partikel tanah. Selain itu juga dipengaruhi oleh macam dan jumlah bahan organik, volume dan bentuk pori-porinya serta perbandingan air dan udara dalam menempati pori-pori pada waktu tertentu ( Hakim et al., 1986 dalam Latif, 2004). Beberapa sifat fisik tanah antara lain kadar air tanah, tekstur, berat isi, porositas dan permeabilitas.

1. Tekstur Tanah

Sebaran relatif ukuran partikel tanah mineral disebut sebagi kelas tekstur (Kalsim dan Sapei, 1992). Dalam arti umum, yang dimaksud dengan tekstur tanah adalah keadaan permukaan tanah yang bersangkutan. Tekstur tanah dipengaruhi oleh ukuran tiap-tiap butir yang ada di dalam tanah (Das, 1988).

Soepardi (1983) menyatakan bahwa dalam waktu singkat sifat tanah tidak akan banyak berubah, walaupun proses yang berlangsung sangat aktif. Nisbah antara beberapa kelompok ukuran suatu tanah (tekstur) merupakan ciri khas yang tidak mudah berubah dan dianggap sebagai ciri dasar.

Partikel-partikel tanah yang besar dengan beberapa partikel kecil akan terlihat kasar atau disebut tanah yang bertekstur kasar. Gabungan partikel yang lebih kecil akan memberikan bahan yang bertekstur sedang, dan


(29)

gabungan partikel yang berbutir halus akan menghasilkan tanah yang bertekstur halus (Bowles, 1989).

Berdasarkan teksturnya, tanah diklasifikasikan dengan menekankan pada ukuran butiran, bentuk dan susunan dari unsur-unsur penyusun tanah. Klasifikasi ukuran partikel menurut Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) dan International Soil Science Society (ISSS) secara skematis disajikan pada Gambar 1. Klasifikasi tanah juga dapat dilakukan dengan menggunakan segitiga tekstur seperti pada Gambar 2. Segitiga tekstur dipakai untuk tanah mineral berdasarkan klasifikasi sistem USDA.

Gambar 1. Klasifikasi tekstur tanah menurut USDA dan ISSS (Kalsim dan Sapei, 2003)

2 0.02

20 200 2000 m

US Department of agriculture classification (USDA) 0.05 0.1 0.25 0.5 1.0 2.0 clay

clay silt

silt

very fine fine

medi- um coarse

very coarse sand

sand fine coarse

gravel gravel

Persen berat pasir


(30)

Berdasarkan klasifikasi tekstur tanah sistem Unified Soil Classification (USC), tanah diklasifikasikan berdasarkan nilai-nilai konsistensi tanah, yaitu batas cair dan indeks plastisitas tanah. Sistem klasifikasi ini paling banyak dipakai untuk pekerjaan teknis pondasi seperti bendungan, bangunan dan konstruksi yang sejenis. Gambar 3 memperliharkan grafik penentuan klasifikasi tanah berdasarkan sistem Unified.

Gambar 3. Klasifikasi tanah berdasarkan sistem Unified (Terzaghi dan Peck, 1987)

2. Kadar Air Tanah

Tanah menahan air di dalam ruang pori-porinya (void). Perubahan kandungan air merupakan hasil dari perubahan proporsi antara air dan udara di ruang pori, ataupun dari perubahan volume ruang pori itu sendiri. Beberapa sifat tanah seperti kekuatan, kompresibilitas, plastisitas dan hantaran hidrolik berubah dengan berubahnya kandungan air (Kalsim dan Sapei, 2003).

Kadar air tanah adalah perbandingan antara berat air dengan berat butir padat (Soedibyo, 1993).

Diagram plastisitas:

Untuk mengidentifikasi kadar butiran halus yang terkandung dalam tanah berbutir halus dan tanah berbutir kasar. Batas

Atterberg yang termasuk dalam daerah yang diarsir berarti batasan klasifikasinya menggunakan dua simbol.

CL-ML

ML atau OL

MH atau OH

CH

LH

70 80 90 10

10 20 40 30 60 50

Batas Cair LL (%) Garis A: PI = 0,73 (LL-20)

In d ek s P la st is it as P I (% )

Garis A

7 4 60 50 40 30 20 10


(31)

Rumus : w = s w W W ………...(1)

Dimana : w = Kadar air tanah Ww = Berat jenis air Ws = Berat butir padat

Kadar air merupakan nisbah antara berat air dengan berat tanah kering (basis kering) atau volume air dibagi volume tanah (basis volume). Kadar air tanah dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Sapei et al., 1990).

Rumus : w = *100% c b b a m m m m − − ………...(2)

Dimana: w = Kadar Air Tanah (%)

ma = Berat tanah basah dan wadah (g) mb = Berat tanah kering oven dan wadah (g) mc = Berat wadah (g)

3. Berat Jenis Partikel Tanah

Berat jenis butiran tanah adalah perbandingan antara berat isi butiran tanah dan berat isi air murni (aquades) dalam volume yang sama dan pada temperatur yang sama (Sosrodarsono dan Takeda, 1977).

Rumus : w s s s V W G γ 1 . = ……….(3)

Dimana : GS = Berat jenis butiran tanah (g/cm3) Ws = Berat butiran

Vs = Volume butiran

w

=Berat isi air pada temperature tertentu, sesuai

dengan temperatur tanah (biasanya diambil pada temperatur 15 0C).

w

=

1

(Pada temperature 4

0C)

Biasanya pada pengujian untuk mendapatkan berat jenis butiran tanah sebagai patokan diambil pada temperatur 15 0C dan karena temperatur contoh bahan yang sebenarnya tidak jauh di sekitar 15 0C, sehingga


(32)

pengujian dapat dilakukan pada keadaan sesuai dengan temperatur udara setempat.

4. Porositas (n)

Porositas “n” adalah bagian dari volume tanah yang diisi oleh pori-pori dan didefinisikan sebagai :

n = Vv/Vt...(4) Porositas tanah umumnya antara selang 0.3-0.6, tetapi untuk gambut nilai n dapat lebih besar dari 0.8. Lebih penting dari porositas adalah sebaran ukuran pori. Tanah sifat-sifatnya yang berhubungan dengan simpanan air, ketersediaan air dan aliran lengas tanah sangat berbeda. Hal ini disebabkan karena pada tanah pasir diameter pori relatif lebih besar daripada tanah liat (Kalsim dan Sapei, 2003).

Soedibyo (1993) menyatakan padat tidaknya suatu jenis tanah dapat dilihat dari kadar porinya (n) yaitu perbandingan antara volume pori (e) yang merupakan perbandingan antara volume pori dengan volume butir padatnya (tanpa pori). Dapat pula dinyatakan dengan angka pori (e) yang merupakan perbandingan antara volume pori dengan volume butir padatnya.

5. Permeabilitas

Tingkat permeabilitas suatu bahan biasanya ditandai dengan angka koefisien permeabilitas atau koefisien filtrasi dengan satuan cm/detik. Untuk memperoleh koefisien permeabilitas dan koefisien filtrasi biasanya bahan diuji di dalam laboratorium atau diuji dalam kondisi aslinya di lapangan.

Rumus : Q = K * i * A...(5) Dimana :

Q = Debit yang mengalir pada suatu penampang per satuan waktu (cm3/detik)


(33)

K = Koefisien filtrasi (cm/detik), yang menunjukkan tingkat permeabilitas suatu bahan tanah

A = Penampang lintang (cm2)

Berdasarkan besarnya angka koefisien filtrasi, maka tingkat permeabilitas dari tanah dibedakan dalam tiga kelompok, sebagai berikut (Sosrodarsono dan Takeda, 1977) :

a. Lulus air (permeable) = K > 1x10-4 (cm/detik ) b. Semi lulus air (semi-permeable) = K 1x10-4 (cm/detik ) c. Kedap air (impermeable) = K <1x10-4 (cm/detik ) Permeabilitas dari tanah biasanya tergantung dari jenis tanah, gradasi, berat isi, angka pori, tingkat kejenuhan, besarnya beban konsolidasi, viskositas air yang ada di dalamnya, dan lain-lain (Dunn et al., 1980).

Wesley (1973) mengatakan semua macam tanah terdiri dari butir-butir dengan ruangan-ruangan yang disebut pori (void) antar butir-butir tersebut. Pori-pori ini selalu berhubungan satu dengan yang lain sehingga air dapat mengalir melalui ruangan pori tersebut. Proses ini disebut rembesan (seepage) dan kemampuan tanah untuk dapat dirembes air disebut daya rembesan (permeability).

Tabel 1. Klasifikasi permeabilitas Permeabilitas (cm/jam) Kelas

< 0.125 0.25 – 0.5

0.5 – 2 2.0 – 6.35 6.35 – 12.7 12.7 – 25.4

> 25.4

Sangat rendah Rendah Agak rendah

Sedang Agak cepat

Cepat Sangat cepat Sumber : Sitorus et al. (1980) dalam Ishak (1991)


(34)

C. SIFAT MEKANIKA TANAH

1. Pemadatan Tanah

Wesley (1973) pemadatan adalah suatu proses dimana udara pada pori-pori tanah dikeluarkan dengan salah satu cara mekanis. Di lapangan biasanya dipakai cara menggilas, sedangkan di laboratorium dipakai cara memukul. Untuk setiap pemadatan tertentu (certain compactive effort) kepadatan yang tercapai tergantung kepada banyaknya air di dalam tanah tersebut, yaitu kepada kadar airnya.

Tujuan dari pemadatan, yaitu: a. Menaikkan kekuatannya.

b. Memperkecil “compressibility” nya dan daya rembesan airnya. c. Memperkecil pengaruh air terhadap tanah tersebut.

Faktor terpenting yang mempengaruhi tingkat pemadatan suatu tanah adalah kadar air, gradasinya dan besarnya energi yang diberikan pada pemadatan bahan tersebut. Oleh karena itu diperlukan pengujian pemadatan untuk memperoleh karakteristik mekanis berupa tingkat kepadatan suatu bahan tanah, juga untuk mengetahui kemampuan pemadatan bahan tersebut.

Pengujian pemadatan di laboratorium dilakukan dengan beberapa metode yang didasarkan pada perbedaan cara pelaksanan pemadatannya, antara lain adalah (Sosrodarsono dan Takeda, 1977):

a. Pemadatan tumbuk yaitu dengan menjatuhkan sebuah penumbuk diatas contoh bahan.

b. Pemadatan tekan yaitu pemadatan yang didasarkan pada prinsip pengoperasian pada contoh bahan dengan dongkrak hidrolis. c. Pemadatan getar yaitu pemadatan yang menggunakan daya getaran

mesin vibrasi.

Dari ketiga metode pengujian tersebut, yang paling luas penggunaannya adalah metode penumbukan dan dianggap sebagai metode yang standar. Hal ini disebabkan karena peralatannya cukup sederhana


(35)

demikian pula pelaksanaan pengujiannya, sedang hasilnya paling memadai.

Das (1988) menyatakan pemadatan berfungsi untuk meningkatkan kekuatan tanah, sehingga dengan demikian meningkatkan daya dukung pondasi diatasnya. Pemadatan juga mengurangi besarnya penurunan tanah yang tidak diinginkan dan meningkatkan kemantapan lereng.

Pemadatan tanah adalah cara yang paling jelas dan sederhana untuk memperbaiki stabilitas dan kekuatan dukung tanah. Pemadatan didefinisikan sebagai proses menaikkan berat unit tanah dengan memaksa butiran-butiran tanah menjadi lebih rapat dan mengurangi pori-pori udara. Hal ini dilakukan dengan menggunakan beban statis maupun dinamis pada tanah. Tujuan pemadatan adalah untuk memperoleh tanah yang mempunyai sifat-sifat fisis yang sesuai bagi suatu pekerjaan tertentu. (Dunn et al., 1980).

2. Konsistensi Tanah

Istilah konsistensi berhubungan dengan derajat adhesi antara partikel tanah dan tahanan yang muncul guna melawan gaya yang cenderung berubah atau meruntuhkan agregat tanah. Berdasarkan konsistensinya tanah dapat dibedakan atas keras, kaku, rapuh, lengket, plastis, dan lunak (Terzaghi dan Peck, 1987).

Konsistensi dari lempung dan tanah kohesif lainnya sangat dipengaruhi oleh kadar air dari tanah. Konsistensi tanah biasanya dinyatakan dengan batas cair dan batas plastis (disebut juga batas Atterberg) (Dunn et al., 1980) :

Tabel 2. Nilai indeks plastisitas (PI) dan jenis tanah

PI Sifat Jenis tanah Kohesi

0 Nonplastis Pasir Nonkohesif


(36)

7 – 17 Plastisitas sedang Lempung berlanau Kohesif

> 17 Plastisitas tinggi Lempung Kohesif

Sumber : Hakim, et al., (1986).

D. MODEL

Definisi model antara lain : model didefinisikan sebagai suatu perwakilan atau abstraksi dari sebuah obyek atau situasi aktual. Model memperlihatkan hubungan-hubungan langsung maupun tidak langsung serta kaitan timbal balik dalam istilah sebab akibat. Oleh karena suatu model adalah abstraksi dari realitas, pada wujudnya kurang kompleks daripada realitas itu sendiri. model adalah sutau penyederhanaan dari suatu realitas yang kompleks. Model dikatakan lengkap apabila dapat mewakili berbagai aspek dari realitas yang sedang dikaji (Suwarto, 2007).

• Jenis-jenis model : 1. Ikonik

Adalah perwakilan fisik dari hal: berdimensi 2 yaitu foto, peta, cetak biru dan berdimensi 3 yaitu prototipe alat atau mesin.

2. Analog

mewakili situasi dinamik, yaitu keadaan berubah menurut waktu. Berkemampuan mengetengahkan karakteristik dari kejadian yang dikaji.

Banyak berkesuaian dengan penjabaran hubungan kuantitatif antara sifat dan kelas-kelas yang berbeda.

Contoh: kurva permintaan, diagram alir.

3. Jenis model simbolik yang umum dipakai adalah suatu persamaan atau equation.

• Kegunaan model antara lain:

1. Untuk Berfikir atau melakukan analisis. Contohnya: Analisis terhadap cara kerja perangkat elektronik dilakukan dengan bantuan diagram rangkaian.


(37)

2. Untuk berkomunikasi. Cotohnya: Masalah kependudukan dengan jelas disampaikan melalui grafik

3. Kegunaan model untuk berlatih/simulasi. Contohnya: calon astronot berlatih dengan model pesawat ruang angkasa

4. Kegunaan model untuk kontrol/pengendalian

5. Kegunaan model untuk melakukan prediksi (ramalan)

E. UKURAN PARTIKEL TANAH

Bowles (1989) menyatakan bahwa ukuran butiran ditentukan dengan

menyaring sejumlah tanah melalui seperangkat saringan yang disusun dengan

lobang yang paling besar berada paling atas, dan makin ke bawah makin kecil.

Jumlah tanah yang tertahan pada saringan tertentu disebut sebagai salah satu

dari ukuran butiran contoh tanah tersebut.

Ukuran partikel tanah berkisar dari batu bulat dengan diameter lebih dari 1

m sampai dengan partikel berukuran lempung dengan diameter kurang dari

0.001 mm. Pada umumnya, dasar-dasar mekanika tanah yang dikembangkan

adalah mempelajari tanah-tanah dengan ukuran partikel berkisar dari ukuran

lempung sampai kerikil (Dunn et al., 1980).

Partikel-partikel pasir ukurannya jauh lebih besar dan memiliki luas

permukaan yang kecil (dengan berat yang sama) dibandingkan

partikel-partikel debu dan liat (Tabel 3). Semakin tinggi persentasi pasir dalam tanah,

semakin banyak ruang pori-pori diantara partikel-partikel tanah dan semakin

dapat memperlancar gerakan udara dan air (Hakim et al., 1986).

Tabel 3. Klasifikasi partikel tanah menurut USDA dan Sistem Internasional


(38)

Jenis Tanah Sistem USDA

Sistem Internasional

partikel/gram untuk 1 gram tanah (cm2) Pasir sangat

kasar

2-1 - 90 11

Pasir kasar 1-0.50 2-0.2 720 23 Pasir sedang 0.50-0.25 - 5700 45 Pasir halus 0.25-0.10 0.2-0.02 46000 91 Pasir sangat

halus

0.10-0.05 - 722000 227

Debu 0.05-0.02 0.02-0.002 5776000 454 Liat <0.02 <0.002 90260853000 8000000

Sumber : Hakim, et al., (1986).

Hakim et al. (1986) menyatakan fraksi liat memiliki luas permukaan yang

besar. Didalam tanah molekul-molekul air mengelilingi partikel-partikel liat

berbentuk seperti selaput tipis, sehingga jumlah liat akan menentukan

kapasitas memegang air dalam tanah.

Wesley (1973) menyatakan bahwa kerikil dan pasir seringkali dikenal

sebagai kelas bahan-bahan yang berbutir kasar, sedang golongan lanau dan

lempung dikenal sebagai bahan-bahan yang berbutir halus. Lanau adalah

bahan yang merupakan peralihan antara lempung dan pasir halus, kurang

plastis dan lebih mudah ditembus air.

Ukuran partikel tanah berpengaruh terhadap koefisien permeabilitas dan

pola aliran. Pada hakekatnya semakin halus butiran suatu tanah, maka

koefisien filtrasinya semakin rendah dibandingkan dengan tanah yang yang


(39)

Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan penelitian terhadap pola

penyebaran aliran pada model tanggul dengan menggunakan ukuran partikel

tanah maksimum 4760 µm, untuk mengetahui pengaruh ukuran partikel tanah

terhadap pola aliran pada model tanggul, pada penelitian kali ini digunakan

partikel tanah yang berbeda yaitu partikel tanah berukuran maksimum 1 mm.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sakai, Erizal dan Tanaka

(1998) menyatakan bahwa perbedaan ukuran partikel tanah yang digunakan

maka hasil yang didapat akan berbeda pula.

F. TANGGUL

Tanggul merupakan salah satu bentuk dari bendungan urugan homogen. Dikatakan demikian karena ia mempunyai bentuk dan dimensi yang sama dengan bendungan. Hampir semua tanggul dibuat dengan bahan tanah yang hampir sejenis dan gradasinya (susunan ukuran butirannya) hampir seragam. Tubuh tanggul sebagaimana bendungan secara keseluruhannya berfungsi ganda, yaitu sebagai penyangga atau penyangga aliran air dan sekaligus menahan rembesan air (Sosrodarsono dan Takeda, 1976).

Ditinjau dari sudut pelaksanaannya, bendungan homogen merupakan bendungan yang paling sederhana dibandingkan dengan tipe-tipe lainnya, akan tetapi senantiasa dihadapkan pada problema stabilitas tubuh bendungan tersebut. Hal ini disebabkan karena di seluruh tubuh bendungan yang terletak di bawah garis depresi (seepage line), senantiasa dalam kondisi jenuh, sehingga daya dukung, kekuatan geser, serta sudut luncur alamiahnya menurun pada tingkat-tingkat yang lebih rendah (Sosrodarsono dan Takeda, 1977).

Tanggul dipakai untuk melindungi daerah irigasi dari banjir yang disebabkan oleh sungai, pembuang yang besar atau laut. Biaya pembuatan tanggul banjir bisa menjadi sangat besar jika tanggul itu panjang dan tinggi.


(40)

Karena fungsi lindungnya yang besar terhadap daerah irigasi dan penduduk yang tinggal di daerah ini, maka kekuatan dan keamanan tanggul harus benar-benar diselidiki dan direncanakan sebaik-baiknya (DPU, 1986).

DPU (1986) menyatakan dimensi tanggul adalah sebagai berikut: 1. Tinggi Tanggul.

Tinggi tanggul adalah beda tinggi antara puncak dan bagian bawah dari pondasi tanggul. Permukaan pondasi adalah dasar dinding kedap air atau dasar zona kedap air, maka yang dianggap permukaan pondasi adalah garis perpotongan antara bidang vertikal yang melalui tepi hulu mercu tanggul dengan permukaan pondasi alas tanggul tersebut. Sedangkan mercu adalah bidang teratas dari suatu tanggul yang tidak dilalui oleh luapan air dari saluran.

2. Tinggi jagaan

Tinggi jagaan adalah perbedaan antara elevasi permukaan maksimum rencana air dalam saluran dengan elevasi mercu tanggul. Elevasi permukaan maksimum rencana merupakan elevasi banjir rencana saluran. Elevasi permukaan air penuh normal atau elevasi permukaan banjir rencana, dalam keadaan demikian yang disebut elevasi pemukaan air maksimum rencana adalah elevasi yang paling tinggi yang diperkirakan akan dicapai oleh permukaan air saluran tersebut.

3. Panjang Lereng

Sosrodarsono dan Takeda (1977) menyatakan bahwa panjang bendungan adalah bagian yang digali pada tebing-tebing sungai di kedua ujung mercu tersebut.

4. Kemiringan Lereng (Talud).

Kemiringan rata-rata lereng tanggul (hulu dan hilir) adalah

perbandingan antara panjang garis vertikal yang melalui puncak dan


(41)

Craig (1994) menyatakan bahwa kemiringan saluran biasanya ditentukan

oleh keadaan topografi. Dalam berbagai hal, kemiringan ini dapat pula

tergantung kegunaan saluran. Kemiringan dinding saluran terutama

tergantung pada jenis bahan.

Tabel 4. Kemiringan saluran berdasarkan jenis bahan

Bahan Kemiringan

Batu Hampir tegak lurus

Tanah gambut (peat), rawang (muck) ¼ : 1 Lempung teguh atau tanah berlapis beton ½ : 1 sampai 1 : 1 Tanah berlapis batu atau tanah bagi saluran

yang lebar

1 : 1

Lempung kaku atau tanah bagi parit kecil 1 1/2 : 1

Tanah berlapis lepas 2 : 1

Lempung berpasir atau lempung berpori 3 : 1 Sumber : Chow (1989)

G. DRAINASE

Sistem drainase diperlukan untuk mengatur aliran air di dalam dan di permukaan tanah. Saluran drainase dapat dibuat dari bahan dengan butiran yang lebih kasar (pasir). Bila air merembes dari lapisan dengan butiran halus menuju lapisan dengan butiran kasar, maka bahan butiran halus dapat terangkut lolos melewati lapisan dengan butiran kasar. Proses ini akan menyumbat ruang pori di dalam lapisan dengan butiran kasar. Erosi butiran mengakibatkan turunnya tahanan aliran air dan naiknya gradien hidrolik. Bila kecepatan aliran air membesar akibat dari pengurangan tahanan aliran yang berangsur-angsur turun, maka akan terjadi peningkatan erosi butiran, sehingga membentuk pipa-pipa dalam tanah yang akhirnya dapat mengakibatkan keruntuhan pada bendungan. Kondisi demikian dapat dicegah dengan pemakaian filter di antara dua lapisan tersebut (Soedibyo, 1993).


(42)

Beberapa macam drainase yang digunakan pada bendungan urugan tanah: 1. Saluran drainase kaki

2. Saluran drainase horizontal 3. Saluran drainase tegak 4. Saluran drainase kombinasi.

Model tanggul dimodifikasi dengan pemakaian filter (capiphon) yang diletakan antara tanah pada tubuh tanggul dengan pasir dibagian hilir sepanjang 25 cm. Perancangan filter (capiphon) ini didesain guna memenuhi 2 kriteria dasar yaitu (Dunn et al., 1980) :

1. Gradasi dari bahan harus sedemikian sehingga butir halus dari tanah disampingnya tidak akan migrasi melaui drain.

2. Kapasitas debit aliran dari bahan harus cukup tinggi untuk menyalurkan semua air rembesan tanpa menimbulkan tinggi tenaga hidrostatik ekses. Capiphon merupakan filter berupa lajur terbuat dari plastik yang juga memiliki daya hisap, kekuatan menahan beban dan gravitasi yang baik untuk menghambat penyumbatan.

Penentuan ketebalan pasir pada drainase horizontal bukan hanya didasarkan pada perhitungan-perhitungan teoritis, tetapi juga dipertimbangkan faktor-faktor praktis serta faktor keamanan lainnya. Apabila yang digunakan adalah bahan pasir sungai berbutir hampir seragam dan berbentuk bulat dengan koefisien filtrasi (k) = 1x10-2 ~ 1x10-3 cm/detik atau menggunakan bahan dengan koefisien filtrasi (k) 20-100 kali lebih besar daripada harga k dari bahan tubuh bendungan, maka secara teoritis bahan seperti ini dapat digunakan sebagai filter dengan ketebalan 20-30 cm (Sosrodarsono dan Takeda, 1977).

H. REMBESAN DAN TEORI JARINGAN ALIRAN

Semua jenis tanah bersifat lulus air (permeable), dimana air bebas mengalir melalui ruang-ruang kosong (pori-pori) diantara butiran-butiran tanah. Di bawah muka air tanah, tanah diasumsikan jenuh, walaupun


(43)

sebenarnya tidak demikian karena adanya rongga-rongga udara. Dengan demikian tingkat kejenuhan tanah biasanya di bawah 100%. Di bawah muka air tanah, air pori dapat berada dalam keadaan statis, dengan tekanan hidrostatik tergantung pada kedalamannya, atau dapat juga merembes ke lapisan-lapisan tanah karena adanya gradien hidrolik. Dalam zona di bawah muka air, perubahan-perubahan tekanan dan elevasi adalah penyebab utama terjadinya aliran. Sifat tanah yang memungkinkan lewatnya air akibat adanya gradien gaya disebut permeabilitas.

Seep/W diformulasikan sebagai dasar dari aliran air pada tanah jenuh maupun tak jenuh, berdasarkan pada persamaan Darcy :

q = k * i * A ...(6) Dimana:

q = Debit aliran

k = Koefisien Permeabilitas i = Gradien Hidrolik.

A = Luas seluruh tampang tanah Persamaan Darcy juga sering ditulis :

v = k * i...(7) Dimana :

v = Kecepatan Darcian atau disebut juga kecepatan sebenarnya. k = Koefisien Permeabilitas

i = Gradien Hidrolik.

Garis rembesan (garis freatik) adalah batas paling atas dari daerah dimana rembesan berjalan. Jadi sebenarnya garis rembesan adalah sama dengan muka air tanah. Rembesan air berjalan sejajar dengan garis ini, sehingga garis rembesan juga merupakan garis aliran (Wesley, 1973). Pembentukan garis freatik pada tubuh tanggul dapat dilihat pada Gambar 4.

Pada titik koordinat (x,y) yang diukur dari kaki hilir seperti terlihat kita dapatkan

i = ds dy

………..….(8)

v = k * i = k ds dy


(44)

A = y * lebar...(10) Untuk kasus dimana kecil (biasanya <30o), kita dapat gantikan dy/ds dengan i = dy/dx. Dengan substitusi ini dan menyelesaikanya untuk laju aliran per lebar saluran diperoleh :

q = v * A = k * (y) dx dy

...(11)

Dengan memisahkan variable-variabel, kita dapatkan persamaan :

q (dx) = k(y) dy………(12)

Gambar 4. Pembentukan garis freatik (Bowles, 1989)

Garis equipotensial adalah garis-garis yang mempunyai tinggi tekanan yang sama (h konstan). Kemiringan garis equipotensial adalah tegak lurus terhadap garis aliran. Pada tanah yang seragam hal ini selalu benar, sehingga rembesan air di dalam tanah dapat digambarkan sebagai deretan garis equipotensial dan deretan garis aliran yang saling berpotongan secara tegak lurus. (Hardiyatmo, 1992).

Wesley (1973) menyatakan pembuatan “flow net”, sebaiknya dilaksanakan dengan menjadikan jarak antara garis-garis equipotential sama dengan jarak antara garis-garis aliran. Dengan cara ini, flow net akan terdiri dari poligon-poligon yang bentuknya mendekati bujur sangkar.

Cara yang sebaiknya kita pergunakan untuk menggambarkan “flow net” adalah sebagai berikut:

1. Gambarkan daerah rembesan air dengan semua pembatasan-pembatasannya, dengan skala sedemikian rupa sehingga pada gambar


(45)

tersebut dapat dimasukkan semua garis aliran dan garis equipotential sampai ujung-ujungnya, jadi jangan sampai ada garis aliran atau garis equipotential yang tidak masuk seluruhnya pada gambar tersebut.

2. Gambarkanlah tiga atau empat garis aliran dengan mengingat bahwa jarak antara garis aliran tergantung pada lengkungnya. Makin lengkung garis aliran berarti makin dekat satu sama lain.

3. Masukkanlah garis-garis equipotential dengan memperhatikan bahwa perpotongannya dengan garis aliran harus secara tegak lurus sehingga bentuk poligon-poligon mendekati bujur sangkar

Robahlah tempat dan bentuk garis-garis aliran dan equipotential seperlunya sampai semua syarat-syarat cukup dipenuhi.

Gambar 5. Jaringan aliran pada tubuh tanggul (Wesley, 1973)

Untuk menggambarkan garis freatik seperti pada Gambar 4, bisa dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut (Bowles, 1989):

1. Beberapa jarak xi ditentukan untuk menghitung yi berdasarkan persamaan garis freatik, dengan ketentuan nilai xi xo.

2. Dari titik-titik (xi, yi) yang diperoleh, dapat digambarkan kurva mulus (smooth) dari titik-titik tersebut. Parabola tersebut akan meyinggung muka tanggul di bagian hilir pada bagian atas dari bagian bawah (titik A) dan berangsur-angsur menjadi tegak lurus terhadap muka tanggul di bagian hulu pada garis air. Muka tanggul bagian hulu merupakan garis equipotensial dan garis freatik merupakan garis aliran. Selain dengan analisis grafis, penggambaran garis aliran dapat pula dilakukan dengan


(46)

pengamatan dari sebuah model di laboratorium. Selain itu juga dengan adanya program (software) komputer yang dikeluarkan oleh geo-slope tahun 2002, penggambaran garis aliran semakin mudah dilakukan.

Gambar 6. Gradien Rembesan (Sosrodarsono dan Takeda, 1977)

Panjang zona basah (a) dapat dihitung dengan rumus berikut (Bowles, 1989):

β β

β 2

2 2

2

Cos H Cos

d Cos

d

a= − − ...(13)

Dimana : a = Panjang Zona Basah

d = Jarak antara titik asal dari garis freatik dengan ujung bawah hilir (cm)

H = Tinggi tekan air (beda tinggi muka air hulu dan muka air hilir) (cm)

= Sudut antara muka tanggul bagian hilir dan dasar tanggul Karena garis freatik merupakan parabola, maka dapat digunakan persamaan sederhana berikut:

y = Kx2 ...(14) Untuk xo nilai y = yo. Maka besarnya nilai K bisa ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

K = yo/ xo2...(15) Dimana: y = jarak vertikal pada garis freatik (cm)

K = Koefisien


(47)

I. PROGRAM GEO-SLOPE

Geo-Slope adalah suatu program dalam bidang geoteknik dan modeling geo-environment yang dibuat oleh Geo-Slope Internasional, Kanada pada tahun 2002. Program geo-slope ini sendiri terdiri dari Slope/W, Seep/W,

Sigma/W, Quake/W, Temp/W dan Ctran/W yang mana satu sama lainnya saling berhubungan sehingga dapat dianalisa dalam berbagai jenis

permasalahan dengan memilih jenis program yang sesuai untuk tiap-tiap

masalah yang berbeda (Http://www.geoslope.com). Pengertian untuk tiap

program tersebut adalah sebagai berikut:

1. Slope/W adalah suatu software untuk menghitung faktor keamanan dan stabilitas lereng.

2. Seep/W adalah suatu software untuk meneliti rembesan bawah tanah 3. Sigma/W adalah suatu software untuk menganalisa tekanan geoteknik dan

masalah deformasi

4. Quake/W adalah suatu software untuk menganalisa gempa bumi yang berpengaruh terhadap perilaku tanggul, lahan, dan kemiringan lereng, 5. Temp/W adalah suatu software untuk menganalisa masalah geothermal 6. Ctran/W adalah suatu software yang dapat digunakan bersama dengan

Seep/W untuk model pengangkutan zat-zat pencemar.

Seep/W merupakan suatu software yang digunakan dalam menganalisis rembesan air dalam tanah dan tekanan air rembesan, yang membuat material menyerap air seperti tanah dan batu. Seep/W dapat diaplikasikan dalam menganalisis dan mendesain pada bidang geoteknik, sipil, hidrogeologika, dan proyek pembangunan tambang.

Seep/W diformulasikan sebagai dasar dari aliran air pada tanah jenuh maupun tak jenuh, berdasarkan pada persamaan Darcy :

v = ki

L hL

k =−

− ...(16)


(48)

Dimana :

q = Debit aliran

hL = Kehilangan tenaga persatuan berat (.kehilangan tinggi tenaga) v = Kecepatan Darcy (kecepatan semu)

vn = Kecepatan sebenarnya

An = Luas pori pada tampang tanah A = Luas seluruh tampang tanah L = Panjang lintasan

i = Gradien hidraulik = L hL

k = Koefisien permeabilitas

Air di bawah bidang muka air maupun dalam zona kapiler dipengaruhi oleh gaya-gaya yang dapat menyebabkan aliran. Dalam zona di bawah muka air, perubahan-perubahan tekanan dan elevasi adalah penyebab utama terjadinya aliran. Sifat tanah yang memungkinkan lewatnya air akibat adanya gradien gaya disebut permeabilitas.

Dalam menyelesaikan masalah aliran dalam tanah adalah lebih mudah menggunakan luas tampang lintang total dari tanah yang dialiri daripada menghitung luas pori (Persamaan 16 dan 17).

Program Seep/W mampu memecahkan hampir semua masalah yang berhubungan dengan air tanah, meliputi:

1. Penghilangan tekanan air pori setelah kondisi waduk drawdown (muka air surut tiba-tiba).

2. Jumlah rembesan yang mengalir pada penggalian.

3. Drawdown dari suatu permukaan air di bawah tanah dalam kaitannya dengan pemompaan dari suatu aquifer.

4. Pengaruh dari saluran di bawah permukaan tanah dan sumur-sumur injeksi (injeksi wells).

Adapun keunggulan yang dimiliki oleh program Seep/W diantaranya adalah:

1. Jenis analisa meliputi kondisi aliran steady state (mantap), aliran transient (tidak mantap) aliran 2D, dan aliran 3D.


(49)

2. Jenis boundary conditions (kondisi batas) meliputi total head, pressure head dan lain sebagainya. Kondisi batas dapat diatur dan dibatalkan untuk mengetahui bentuk kondisi rembesan.

3. Volume air dan fungsi konduktivitas dapat diperkirakan dari parameter dasar dan fungsi grain size (ukuran butiran).

4. Dapat melakukan penggambaran aliran air.

5. Membatalkan dan mengulangi perintah-perintah pada program Seep/W. Data-data yang dibutuhkan antara lain jenis bahan, permeabilitas (konduktivitas hidrolik), tinggi tekan (head pressure), pressure, Flux, atau dengan kombinasi data-data yang tersedia tersebut. Dalam hal ini, data yang dipergunakan untuk penggambaran garis aliran dengan program Seep/W adalah data konduktivitas hidrolik dan pressure (Damastuti, 2005).

Program Seep/W ditampilkan dalam format windows sehingga memudahkan didalam penggunaan program ini. Adapun tahap-tahap penggambaran dari persiapan, input data sampai running semua tersedia pada menu bar dan tools bar.

Tahapan penggambaran dengan program Seep/W adalah sebagai berikut: 1. Atur skala dan grid untuk membatasi daerah penggambaran dan

menentukan ukuran terkecil dari dimensi tersebut.

2. Sketsa model tanggul digambarkan berdasarkan dimensi yang sudah ada dengan menggunakan metode penggambaran dua dimensi.

3. Masukkan data konduktivitas hidrolik dan pressure ke dalam persamaan (key in).

4. Bagi sketsa model menjadi beberapa elemen melalui perintah draw lalu lanjutkan ke elemens. Maka sketsa model tanggul yang sudah ada sudah terbagi menjadi beberapa bagian (elemen).

5. Tentukan kondisi batas (boundary conditions) dengan cara klik menu draw lalu lanjutkan ke boundary condition. Kemudian klik pada bagian hulu data pressure head (p) sedangkan pada bagian hilir klik data debit (Q).

6. Untuk menentukan flux section maka klik menu draw lalu lanjutkan ke flux section kemudian klik bagian sketsa tanggul dari bawah sampai atas.


(50)

7. Periksa data dan pisahkan data dengan menggunakan menu verify/sort data, apabila masih terjadi error maka periksa ulang data yang dimasukkan melauli key in, elemen, maupun boundary condition.

8. Setelah itu pecahkan permasalahan dengan menggunakan menu tools kemudian ketik solve untuk mendefinisikan data tiap elemen agar tergambar dalam hasil running.

9. Melihat hasil running dengan cara klik menu tools pada bagian atas kemudian klik contour.

Dari hasil akhir penggunaan program Seep/W dapat diketahui arah/vector aliran, garis rembesan, pola aliran air, (flow net), debit rembesan dan lain sebagainya (http://www.geo-slope.com).


(51)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Hidrolika dan Hidromekanika serta Laboratorium Fisika dan Mekanika Tanah Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Juli 2007.

B. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah :

a. Contoh tanah jenis Latosol yang berasal dari lahan percobaan Leuwikopo, Darmaga, Bogor

b. Acrylic, lem, pipa, selang, besi siku dan bambu untuk membuat kotak model

2. Alat

a. Cangkul j. Desikator b. Penumbuk tanah k. Penyemprot air c. Wadah/ember l. Cetakan

d. Saringan 1 mm m. Sendok pengaduk e. Pisau n. Pelantak (rammer) f. Timbangan o. Gelas ukur

g. Oven p. Stopwatch

h. Alat uji falling head q. Alat uji kuat geser tanah i. LL Device Groving tools r. Gelas kalibrasi


(52)

C. TAHAPAN PENELITIAN

Gambar 7. Diagram Alir Tahapan Penelitian Mulai

Pengambilan Contoh Tanah Pembuatan Kotak Model Tanggul

Penghalusan Tanah

Pengujian Sifat Fisik Tanah

Uji tumbuk manual

Pembuatan Model Tanggul

Pengaliran Air

Pengamatan

Pembongkaran Tanggul

Uji Permeabilitas

Program GEO-SLOPE

Selesai


(53)

D. METODE PENELITIAN

1. Pengambilan Contoh Tanah

Contoh tanah yang diambil sebagai bahan timbunan model tanggul adalah tanah latosol yang ada di Leuwikopo. Contoh tanah tersebut termasuk kategori contoh tanah terganggu.

Contoh tanah diambil dengan menggunakan cangkul pada kedalaman 20-40 cm, kemudian tanah tersebut dikering udarakan dengan tujuan untuk mengurangi kadar airnya. Tanah yang kering tersebut selanjutnya disaring dengan menggunakan saringan 1 mm.

Contoh tanah tak terganggu diambil dengan menggunakan cincin silinder (ring sample), kemudian contoh tanah tersebut dimasukkan dalam plastik dan ditutup rapat untuk menjaga agar tidak terjadi penguapan air yang berlebihan

2. Pengukuran Kadar Air

Pengukuran kadar air pada contoh tanah dilakukan dengan menggunakan metode gravimetrik atau dengan menggunakan metode JIS 1203 – 1978. Kadar air merupakan nisbah antara berat air dengan berat tanah kering (basis kering) atau volume air dibagi volume tanah (basis volume). Kadar air tanah dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Kalsim dan Sapei, 2003) :

w = *100%

c b

b a

m m

m m

− −

...(18)

Dimana: w = Kadar Air Tanah (%)

ma = Berat tanah basah dan wadah (g) mb = Berat tanah kering oven dan wadah (g) mc = Berat wadah (g)

3. Pengujian Konsistensi Tanah

Pengujian konsistensi tanah terdiri dari 2 jenis pengujian, yaitu : penentuan batas cair, batas plastis, dan indeks plastisitas. Atterberg (1911)


(54)

memberikan cara untuk menggambarkan batas-batas konsistensi dari tanah berbutir halus dengan mempertimbangkan kandungan kadar airnya.

a. Batas Cair (Liquid Limit)

Batas cair (LL) adalah kadar air tanah pada batas antara keadaan cair dan keadaan plastis (yaitu batas atas dari batas plastis). Batas cair biasanya ditentukan dari pengujian Cassagrande. Metode pengukuran yang digunakan merupakan standar JIS A 1205-1980. Peralatan yang digunakan disebut LL Device Groving Tools.

Cara pengujiannya yaitu tanah yang telah dicampur dengan air ditaruh dalam cawan dan dilamnya dibuat alur dengan memakai alat grooving tool. Engkol alat diputar sehingga cawan dinaikkan dan dijatuhkan pada dasar, dan banyaknya pukulan dihitung sampai kedua tepi alur berimpit. Percobaan ini dilakukan terhadap beberapa contoh dengan kadar air yang berbeda, dan banyaknya pukulan dihitung untuk masing-masing kadar air. Dengan demikian dapat dibuat suatu grafik kadar air terhadap banyaknya pukulan. Batas cair adalah kadar air tanah dengan 25 pukulan.

Gambar 8. Pengujian batas cair

b. Batas Plastis (Plastic Limit)

Menurut definisi batas plastis (PL) adalah kadar air pada batas bawah daerah plastis. Metode yang digunakan adalah metode standar JIS A 1206-1970 (1978). Kadar air ini ditentukan dengan menggiling tanah pada plat kaca sehingga diameter dari batang tanah yang


(55)

dibentuk demikian, mencapai 1/8 inci atau sekitar 3.2 cm. Bilamana tanah mulai pecah pada saat diameternya mencapai 1/8 inci atau sekitar 3.2 cm maka kadar air tanah itu adalah batas plastis.

Gambar 9. Pengujian batas plastis

c. Indeks Plastis

Selisih antara batas cair dan batas plastis ialah daerah dimana tanah tersebut adalah dalam keadaan plastis. Ini disebut ”plasticity index” (PI).

PI = LL – PL...(19) PI menunjukkan sifat keplastisan tanahnya. Jika tanah mempunyai kadar interval air di daerah plastis yang kecil, maka keadaan ini disebut tanah kurus. Sebaliknya jika tanah mempunyai interval kadar air daerah batas plastis yang besar disebut tanah gemuk (Bowles, 1989).

4. Pengukuran Berat Isi (Bulk Density)

Berat isi (bulk density) dari tanah tergantung pada kadar airnya. Pengukuran berat isi dilakukan pada contoh tanah diman berat isi merupakan berat tanah kering oven yang terdapat dalam volume tanah utuh. Perhitungan menggunakan persamaan berikut:

Rumus:

V Wtb w =


(56)

...(21) Dimana:

w = Berat isi basah (g/cm3) d = Berat isi kering (g/cm3) Wtb = Berat tanah basah (g) Wtk = Berat tanah kering oven (g) V = Volume tanah (cm3) W = Kadar air (%)

Kepadatan tanah biasanya diukur (dinilai) dengan menentukan berat isi keringnya, bukan menentukan angka porinya. Lebih tinggi berat isi kering berarti lebih kecil angka pori dan lebih tinggi derajat kepadatannya.

5. Porositas (n)

Porositas didefinisikan sebagai perbandingan antara volume pori dengan volume tanah total (Das, 1988).

n = V Vv

...(22)

Sedangkan angka pori didefinisikan sebagai perbandingan antara volume pori dan volume butiran padat

e = S V V V ...(23)

Dimana: Vv = Vw+Va n = Porositas e = Angka pori

V = Volume total contoh tanah (cm3) Vv = Volume pori (cm3)

Vs = Volume butiran padatan (cm3) Vw = Volume air dalam pori (cm3) Va = Volume udara di dalam pori (cm3)

) 100 ( 100 w atau V W w d tk d + =

=

ρ

ρ


(57)

6. Pembuatan Kotak Model Tanggul

Model tanggul dibuat diatas kotak model tanggul. Kotak model dibuat dengan menggunakan bahan acrylic (fiberglass) dan dilengkapi dengan inlet, spillway sebagai kontrol ketinggian air, outlet untuk pembuangan rembesan air dan saluran drainase horizontal.

Gambar 10. Kotak model tanggul

7. Uji Tumbuk Manual

Uji tumbuk manual ini dilakukan untuk mendapatkan ratio compaction (RC) > 90 %. Tanah dipadatkan dengan menggunakan alat tumbuk manual yang mempunyai berat, tinggi jatuh, jumlah tumbukan, jumlah lapisan, dan energi serta frekuensi penumbukan yang telah diperhitungkan sehingga jumlah tumbukan (besarnya energi yang diberikan) akan menunjukkan kepadatan maksimum dan kadar airoptimum bahan tersebut.

Nilai RC didapatkan dari persamaan berikut : a. Berat isi basah ( t, g/cm3)

t = V

m m21

...(24)

b. Berat isi kering ( d, g/cm3) d =

w t

+

100 100ρ

...(25)

RC =

octor dar

UjiS

dilapangan

d d

Pr tan max

ρ


(58)

dengan :

m1 = berat cetakan uji tumbuk manual (gram) m2 = berat tanah dengan cetakannya (gram) V = volume cetakan (cm3)

w = kadar air tanah (%)

(a) (b) Gambar 11. Kotak tumbuk manual (a), rammer (b)

Jumlah energi yang diberikan saat melakukan pemadatan bahan tanah dihitung dengan persamaan :

CE =

L WxHxNxLxg

...(27)

dengan :

CE = jumlah energi pemadatan (kJ/m3) W = berat rammer (kg)

H = tinggi jatuhan rammer (m)

N = jumlah tumbukan pada setiap lapisan L = jumlah lapisan

V = volume cetakan (m3) g = gravitasi (m/detik2)


(59)

8. Pembuatan Model Tanggul

Model tanggul dibuat berdasarkan ukuran model tanggul yang direncanakan, mulai dari tinggi tanggul, tinggi jagaan, panjang tanggul, volume tanggul, kemiringan lereng dan sebagainya. Perbandingan ukuran dimensi model tanggul dengan tanggul sebenarnya adalah 1:12, yang mengacu pada kriteria yang disebutkan DPU (1986). Sedangkan kemiringan lereng dibuat 1: 3 yaitu berdasarkan jenis tanahnya.

Bahan timbunan dalam pembuatan model tanggul adalah tanah latosol yang dipadatkan dengan menggunakan alat tumbuk manual dengan jumlah tumbukan, energi pemadatan, jumlah lapisan dan tinggi jatuhan berdasarkan uji tumbuk manual. Jumlah tumbukan tiap lapisan didapatkan berdasarkan perbandingan luas dari permukaan model tanggul dengan luas kotak uji tumbuk manual dikalikan jumlah tumbukan pada uji tumbuk manual. Proses pembuatan model tanggul terdapat pada Gambar 12.

(a) (b)

(c)


(60)

Tabel 5. Dimensi Tanggul

Dimensi Tanggul (cm) Model Lapangan H (tinggi muka air)

Hf (tinggi jagaan) Hd (tinggi tanggul) B (lebar atas/mercu) L (Lebar bawah) C (Batas filter) Hp (tinggi tekanan air)

12.5 5 17.5 12.5 140 25 15

150 60 210 150 1680

300 180 Sumber : DPU (1986).

9. Drainase Horizontal

Pada penelitian kali ini, menggunakan model tanggul dengan menggunakan drainase horizontal. Panjang filter yang akan digunakan sepanjang 25 cm yang dapat merembeskan air. Saluran drainase terbuat dari bahan pasir dan kerikil yang bergradasi baik. Sedangkan bahan yang digunakan sebagai filter adalah caphiphon drain belt. Dengan membuat saluran drainase pada model tanggul akan mengurangi tegangan air pori pada tanah. Saluran Drainase Horizontal dibuat di bagian bawah dari tanggul.

Urugan tanah

saluran drainase

filter


(61)

10.Pengaliran Air

Apabila model tanggul telah dibentuk tahapan selanjutnya adalah proses pengaliran air. Air diambil adalah air yang dari saluran terbuka yang terdapat di Laboratorium Hidrolika dan Hidromekanika Fluida. Air dialirkan melalui inlet pada debit yang telah ditentukan, kelebihan air akan diatasi dengan menggunakan spillway.

Gambar 14. Proses pengaliran air Gambar 15. Pengukuran debit oulet

Pengamatan yang dilakukan antara lain : a. Pengambilan Foto Rembesan

Pengambilan foto rembesan merupakan salah satu metode yang dilakukan untuk mengetahui pola penyebaran alran di tubuh model tanggul. Pengambilan foto dilakukan setiap 3 menit sekali sampai rembesan mencapai ujung tanggul

b. Pengukuran Debit

Pengukuran debit yang dilakukan adalah pengukuran debit di spillway dan di outlet. Pengukuran debit di inlet dilakukan diawal sebanyak tiga kali. Pengukuran debit di spillway dilakukan tiga kali ulangan, sedangkan untuk mengukur debit di outlet dilakukan setelah debit mulai konstan.

c. Pengukuran Panjang Zona Basah

Pada saat debit mulai konstan, kemudian lakukan pengukuran zona basah (a) yang terbentuk. Panjang zona basah adalah jarak antara garis freatik memotong dan keluar tubuh tanggul sampai muka hilir bagian


(62)

bawah dan catat waktu yang diperlukan sampai garis freatik memotong tubuh tanggul.

Proses pengaliran pada tubuh tanggul dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Masing-masing ulangan menggunakan dimensi dan tinggi muka air yang sama. Selain itu setiap kali ulangan dimulai dari proses pemadatan dengan jumlah tumbukan yang sama pada masing-masing lapisan. Pengaliran air dilakukan pada model tanggul dengan menggunakan drainase horizontal dan pada model tanggul tanpa drainase.

11.Garis Freatik Pada Tubuh Tanggul

Garis rembesan adalah batas paling atas dari daerah dimana rembesan berjalan. Jadi sebenarnya garis rembesan adalah sama dengan muka air tanah. Rembesan air berjalan sejajar dengan garis ini, sehingga garis rembesan juga merupakan garis aliran. Sebuah zona basah akan terbentuk diatas garis freatik ini.

Pendugaan garis freatik dan untuk mendapatkan panjang zona basah (a) pada penelitian kali ini, dilakukan dengan tiga metode yaitu : metode pengamatan langsung, analisis grafis, dan dengan menggunakan program geoslope dengan melakukan pengamatan pada model tanggul yang menggunakan drainase horizontal maupun pada model tanggul tanpa drainase.

12.Pembongkaran Tanggul

Setelah pengaliran selesai, dan sesudah pengukuran panjang zona basah sampai debit di outlet konstan selesai dilakukan maka tahapan selanjutnya dilakukan pembongkaran tanggul. Sebelum pembongkaran tanggul, contoh tanah diambil dengan menggunakan ring sampel tanah untuk pengujian permeabilitas dan uji kuat geser tanah. Sisa tanah yang sudah dibongkar kemudian dikering udarakan dan disaring kembali dengan menggunakan saringan 1 mm, untuk pengujian untuk ulangan berikutnya.


(63)

13. Permeabilitas

Kemampuan tanah untuk dapat dirembes air disebut daya rembesan (permeability) (Wesley, 1973). Pengujian permeabilitas menggunakan metode falling head permeability test. Pada metode ini sumber air yang masuk contoh adalah melaui pipa dengan diameter yang kecil. Penentuan nilai K dilakukan dengan mengukur penurunan ketinggian air pada pipa tersebut dalam jangka waktu tertentu. Diameter pipa dapat diatur sesuai dengan sifat contoh yang akan diperiksa. Untuk contoh dengan daya rembesan lebih besar maka sebaiknya diameter pipa juga lebih besar.

... (28)

Dimana :

Kr = koefisien permeabilitas tanah pada (cm/detik) a = luas permukaan pipa gelas (cm2)

l = panjang contoh tanah (cm)

A = luas permukaan contoh tanah (cm2) T = waktu (detik)

h1 = tinggi minikus atas (cm) h2 = tinggi minikus bawah (cm)

Gambar 16. Uji Permeabilitas

. log *

3 . 2

2 1

h h AxT

axl Kr =


(64)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. SIFAT FISIK TANAH

Sifat dari suatu jenis tanah banyak ditentukan oleh sifat fisiknya. Pada penelitian kali ini tanah yang digunakan adalah tanah Latosol yang diambil pada kedalaman 20-40 cm dan lolos saringan 1 mm. Beberapa sifat fisik tanah Latosol Darmaga, Bogor yang lolos saringan 1 mm dan 4760 µm terdapat pada Tabel 6.

Tabel 6. Sifat Fisik Tanah Latosol, Darmaga, Bogor

Sifat Fisik

Saringan 1 mm (Dewi dkk, 2007)

Saringan 4760 µm (Herlina, 2003) Berat isi kering (g/cm3) 1.26 1.30

Kadar air optimum (%) 33.02 33.5 Liat (%) 27.49 62.13 Debu (%) 40.24 12.94 Fraksi

Pasir (%) 32.27 24.93 Batas Cair (%) 67.87 61.42 Batas Plastis (%) 44.63 41.36 Indeks Plastisitas (%) 23.24 20.06 Berat jenis tanah (%) 2.65 2.64 Permeabilitas (cm/dtk) 6.7 x 10-4 4.28 x 10-6

Angka pori 1.67 0.61

Porositas 0.62 1.55

Hasil analisis sifat fisik tanah yang lolos saringan 4760 µm pada penelitian sebelumnya (Herlina, 2003), dibandingkan dengan penelitian kali ini yang menggunakan tanah lolos saringan 1 mm terdapat sedikit perbedaan. Perbedaan hanya terlihat pada nilai permeabilitas, berat isi kering, persentase fraksi tanah, angka pori. Pada penelitian sebelumnya (Herlina, 2003) nilai berat isi kering lebih besar dibandingkan penelitian kali ini sedangkan nilai angka pori dan permeabilitas lebih kecil. Wesley (1973) menyatakan lebih


(1)

Lampiran 9. Lanjutan J. Verifity/sort data

3. Pilih menu Tool, lalu klik verfy, selanjutnya akan tampak kotak dialog seperti di bawah ini :

4. Hasil dari penggambaran Boundary condition dan flux section harus

menghasilkan 0 error, jika masih ada yang error berarti harus diulang dalam penggambarannya.

K. Solving the problem

3. Pilih menu Tool, lalu klik Solve selanjutnya akan tampak kotak dialog seperti di bawah ini :


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)