D. Wanprestasi oleh salah satu pihak dan penyelesaiannya
1. Wanprestasi
Wanprestasi merupakan pertentangan dari prestasi sehingga turut bertentangan dengan Pasal 1234 KUH Perdata tetang Prestasi, bahwa :
“Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.”
Prestasi sebagai objek perjanjian terdiri dari perbuatan positif dan perbuatan negatif, menjadi kewajiban bagi para pihak yang membuatnya,
sebagaimana undang-undang yang mengikat bagi parapihak yang membuatnya, berdasarkan Pasal 1338 KUH Perdata.
Prestasi juga harus dapat ditentukan arti dan isinya secara cukup dan diperbolehkan oleh perundang-undangan yang berlaku, serta dimungkinkan bagi
para pihak untuk melaksanakannya dan dapat dinilai dengan uang. Apabila prestasi tidak dapat dipenuhi sebagian maupun seluruhnya maka
hal ini disebut sebagai wanprestasi oleh salah satu pihak terhadap pihak yang lainnya.
Dalam suatu kontrak baku sering dijumpai ketentuan bahwa para pihak telah bersepakat menyimpang atau melepaskan Pasal 1266 KUH Perdata. Akibat
hukumnya jika terjadi wanprestasi maka perjanjian tersebut tidak perlu dimintakan pembatalannya kepada hakim, tetapi dengan sendirinya telah batal
menurut hukum.
44
44
Suharnoko. 2007. Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus. Jakarta: Kencana. Hal 61
Universitas Sumatera Utara
Pasal 1266 KUH Perdata menyatakan bahwa, “Syarat batal selalu dianggap tercantum dalam persetujuan-persetujuan bertimban-balik, mana kala
salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya.” Dalam hal demikian persetujuan tidak bataldemi hukum tetapi
pembatalannya harus dimintakan kepada Hakim. Subekti mengatakan bahwa, seorang debitur dapat dikatakan wanprestasi
apabila ia tidak memenuhi kewajibannya atau terlambat memenuhinya dan tidak seperti yang diperjanjikan”.
45
Jika dirinci, wujud wanprestasi menurut Subekti adalah:
46
Surat perintah yang dimaksud merupakan surat peringatan resmi dari seorang Juru Sita Pengadilan. Istilah akta sejenis itu oleh undang-undang
a. Tidak melakukan apa yang akan dilakukannya ; b. Melaksanakan apa yang diperjanjikan, akan tetapi tidak sebagaimana
yang diperjanjikan ; c. Melakukan apa yang diperjanjikan, akan tetapi terlambat ;
d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan. Adapun tata cara menentukan seorang debitur telah melakukan tindakan
wanprestasi atau melalaikan kewajibannya dapat dilihat dalam Pasal 1238 KUH Perdata, yaitu:
“Si berutang adalah lalai apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya
sendiri, ialah jika ini menetapkan bahwa siberutang akan harus dianggap lalai dengan lewat waktu yang ditentukan”.
45
R. Subekti. 1982. Op.cit. Hal 147.
46
R. Subekti. 1979. Pokok-pokok Hukum Perdata. Intermasa. Jakarta. Hal 45.
Universitas Sumatera Utara
dimaksudkan suatu peringatan tertulis. Peringatan atau teguran itu dapat juga dilakukan secara lisan, asal saja secara tegas menyebutkan permintaan kreditur
agar prestasi dilakukan atau dipenuhi dalam waktu secepatnya. Wanprestasi bukan hanya terbats pada tidak melakukan sesuatu yang telah
disepakati bersama, tetapi termasuk juga melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang diperjanjikan, melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang
diperjanjikan, akan tetapi terlambat dan melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Wanprestasi sebagai bentuk kelalaian, dapat mengakibatkan salah satu pihak yang dinyatakan bertanggung jawab karena kehilangan sebagian hak
perdatanya dalam pengurangan keuntungan karena pengeluaran yang harus dibayar untuk menanggung resiko maupun kelalaian kewajiban yang telah
diperjanjikan sebelumnya. Sebagian dari kelalaian yang dimaksud terdantum dalam surat perjanjian
kerjasama, antara lain:
Pasal 13 tentang Denda, bahwa “Apabila Pihak Pertama tidak dapat
menyelesaikan pembayaran sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan, yaitu selambat-lambatnya 10 hari setelah tanggal 1, maka Pihak Pertama
dikenakan denda 1
00
satu per seribu dari nilai kontrak untuk setiap hari keterlambatan dengan jumlah maksimum sebesar 5 lima per seratus
dari kontrak.” Hal ini sesuai dengan kelalaian atas kewajiban pembayaran oleh Pihak
Pertama kepada Pihak Kedua.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan ketentuan mengenai kelalaian dari Pihak Kedua tercantum dalam isi perjanjian terkait pada tugas yang diterima dari Pihak Pertama, beserta
jangka waktu penyelesaian tugas pekerjaan tersebut dalam waktu 2 dua tahun yang diperjanjikan.
Akibat dari kelalaian tanggung jawab tersebut tercantum dalam Pasal 12 Surat Perjanjian Kerjasama mengenai Memutuskan Kontrak Sepihak, yang
berakibat pada kewajiban dalam pekerjaan dan kewajiban pembayaran bus.
Pasal 12 tentang Memutuskan Kontrak Sepihak, bahwa:
12.1. “Apabila Pihak kedua dalam melaksanakan pekerjaan tidak sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan dan setelah mendapat
tegoran tertulis 2 dua kali berturut-turut dari Pihak Kesatu, tetapi Pihak kedua tidak menghiraukan tegoran tersebut sebagaimana
mestinya maka Pihak Kesatu berhak secara sepihak memutuskan perjanjian”.
12.2. “Apabila Pihak Kedua atau Pihak pertama secara sepihak memutuskan surat perjanjian ini tanpa alasan yang dapat diterima
oleh masing-masing pihak maka penyelesaiannya akan diatur dalam perjanjian khusus.”
12.3. “Apabila hal seperti tersebut padal pasal 14.1. dan 14.2. terjadi maka Pihak Kesatu berhak melanjutkan sendiri atau memberikan
perkerjaan tersebut kepada Pihak Ketiga atas biaya Pihak Kedua dengan terlebih dahulu mempergunakan sisa biaya yang belum
dibayarkan kepada Pihak kedua.”
Universitas Sumatera Utara
2. Penyelesaiannya