4 Perjanjian Publik, yaitu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai
oleh hukum publik karena salah satu pihak bertindak sebagai penguasa pemerintah. Misalnya perjanjian ikatan dinas dan perjanjian pengadaan
barang pemerintah. Anser berpenapat bahwa : “Setiap perjanjian mempunyai bagian inti dan
bagian yang bukan inti”.
33
33
. Mariam Darus Badrulzaman, 1993, Op. cit. hal 24
Bagian inti diebut essensialia dan bagian yang bukan inti terdiri dari naturalia dan aksidentiala. Essensialia adalah bagian-bagian yang harus ada
dalam suatu perjanjian karena bagian ini menentukan atau menyebabkan perjanjian itu tercipta. Seperti persetujuan antara pihak dan objek perjanjian diam-
diam melekat pada perjanjian, akan tetapi hal ini dapat diperjanjikan secara tegas untuk dihapuskan. Misalnya menjamin tidak ada cacat dalam benda yang dijual.
Aksidentialia merupakan sifat yang melekat pada perjanjian yaitu secara tegas diperjanjikan oleh para pihak seperti ketentuan mengenai domisili para pihak.
5. Wanprestasi Dalam Perjanjian
Dalam melaksanakan perjanjian, para pihak wajib memberi sesuatu atau berbuat sesuatu ataupun bahkan tidak berbuat sesuatu. Hal ini terdapat dalam
ketentuan Pasal 1234 KUH Perdata. Apabila hal tersebut tidak dilaksanakan maka pihak yang tidak melaksanakan tersebut dikatakan telah melakukan wanprestasi.
Wirjono Prodjodikoro mengatakan, bahwa :
Universitas Sumatera Utara
“Wanprestasi adalah ketiadaan suatu prestasi, sedangkan prestasi dalam hukum perjanjian berarti sesuatu hal yang harus dilaksanakan sebagai isi
dari suatu perjanjian.”
34
Sedangkan Subekti berpendapat bahwa, seorang debitur dapat dikatakan wanprestasi apabila ia tidak memenuhi kewajibannya atau terlambat
memenuhinya dan tidak seperti yang diperjanjikan”.
35
Jika dirinci, wujud wanprestasi menurut Subekti, adalah : Sebagaimana diketahui, bahwa wanprestasi suatu perjanjian merupakan
tindakan seseorang yang idak menempati janjinya mengenai sesuatu hal yang sudah disepkati oleh para pihak yang mengadakannya. Prestasi timbul setelah para
pihak mengikatkan diri dalam suatu perjanjian maka prestasi merupakan suatu kewajiban para pihak yang telah berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal tersebut.
36
a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
b. Melaksanakan apa yang diperjanjian, akan tetapi tidak sebagaimana yang
diperjanjian c.
Melakukan apa yang diperjanjikan, akan tetapi terlambat d.
Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan Dari bermacam-macam wanprestasi tersebut, jelaslah bahwa apa yang
dikatakan wanprestasi bukan hanya terbatas pada tidak melakukan sesuatu yang telah disepakati bersama, tetapi termasuk juga melakukan sesuatu yang tidak
sesuai dengan apa yang diperjanjikan, melakukan sesuatu dengan apa yang diperjanjikan, akan tetapi terlambat dan melakukan sesuatu yang menurut
perjanjian tidak boleh dilakukan.
34
Wirjono Prodjodikoro. 1973. Asas-asas Hukum Perjanjian. Sumur. Bandung. hal 44
35
Subekti. 1982. Op. Cit. hal 147
36
Subekti. 1979. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Intermasa. Jakarta. hal 45
Universitas Sumatera Utara
Menurut Hadisoeprapto, bahwa : “Debitur yang melakukan wanprestasi perlu ditentukan, dalam keadaan
atau bentuk yang bagaimana seorang debitur tidak memenuhi prestasi yang diperjanjikan tersebut. Dalam perjanjian untuk tidak melakukan
sesuatu perbuatan tertentu apabila debitur melakukanya berarti ia melanggar perjanjian. Dalam perjanjian untuk menyerahkan suatu barang
atau untuk melakukan suatu perbuatan apabila barang tidak diserahkan atau perbuatan tidak dilakukan, dapat dikatakan bahwa debitur telah
melakukan wanprestasi”.
37
a. Karena kesalahan debitur, yakni karena kesengajaraan atau kelalaian
Tentang perbuatan wanprestasi, ada dua kemungkinan penyebabnya, yaitu:
b. Karena keadaan memaksa, yakni keadaan di luar kemauan dan kemampuan
debitur Pasal 1338 Ayat 1 KUH Perdata menegaskan bahwa :
“Semua persetujuan yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.
Dari ketentuan pasal tersebut, dapat berarti orang-orang yang telah melanggar perjanjian maka orang tersebut telah melanggar undang-undang dan
padanya dapat dihukum untuk memenuhi semua perjanjian. Karena wanprestasi dapat menimbulkan kerugian pada salah satu pihak, oleh karena itu perlu
diselesaikan secara efektif. Adapun penyelesaian wanprestasi itu tentunya diperlukan suatu pemberian
sanksi atau paksaan kepada orang yang telah mengingkari janji, karena tanpa sanksi atau paksaan dalam penyelesaian wanprestasi itu, akan tetap
mengakibatkan kerugian pada salah satu pihak.
37
. Hartono hadisoeprapto, 1984. Pokok-pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan Liberty, Jogyakarta, hal 43.
Universitas Sumatera Utara
Pihak debitur yang melakukan wanprestasi berarti telah dianggap merugikan kreditur maka berarti pula telah melanggar undang-undang bagi
mereka yang membuatnya. Gugatan yang dapat diajukan pada debitur yang wanprestasi menurut Subekti ada beberapa kemungkinan, yaitu :
38
a. Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur, yang disebut dengan
pemberian ganti kerugian; b.
Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian; c.
Peralihan resiko; d.
Membayar perkara, kalau diperkarakan di pengadilan. Pada kenyataannya, akibat yang timbul dari suatu keadaan wanprestasi
sedemikian besarnya. Oleh karena itu, untuk menetapkan jumlah dan jenis sanksi yang dikenakan, terlebih dahulu harus diteliti dan dapat disimpulkan apakah
kedaan wanprestasi itu terjadi karena suatu kesengajaan. Selain itu diperhitungkan pula akibat yang diderita oleh krediturnya.
Agar lebih cepat menyimpulkan apakah perbuatan itu merupakan suatu kelalaian atau suatu kesengajaan maka sebaiknya para pihak yang membuat
perjanjian tersebut mengadakan pengaturan yang lebih rinci. Pengaturan itu dapat meliputi hal-hal yang berkaitan dengan bentuk perjanjian yang dibuat, cara
melaksanakannya, jenis dan lingkup perjanjian atau pun jangka waktu serta kriteria yang dijadikan patokan ukuran lengkap dan jelas.
Adapun tata cara menentukan seorang debitur telah melakukan tindakan wanprestasi atau melalaikan kewajibannya dapat dilihat dalam Pasal 1238 KUH
Perdata, yaitu :
38
Subekti. 1979. Loc. cit , hal. 147
Universitas Sumatera Utara
“Si berutang adalah lalai apabila ia dengan perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah
jika ini menetapkan bahwa si berutang akan harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”.
Surat perintah yang dimaksud merupakan suatu peringatan resmi dari seorang Juru Sita Pengadilan. Istilah akta sejenis itu oleh undang-undang
dimaksudkan suatu peringatan tertulis. Peringatan atau teguran itu dapat juga dilakukan secara lisan, asal saja secara tegas menyebutkan permintaan kreditur
agar prestasi dilakukan atau dipenuhi dalam waktu secepatnya. Peringatan atau teguran itu lebih baik dilakukan secara tertulis dan dengan surat tercatat agar tidak
mudah diingkari oleh debitur. Debitur yang dituduh atau dianggap melakukan wanprestasi dapat mengajukan pembelaan dengan menyebutkan alasannya.
Subekti mengatakan ada tiga alasan yang dapat diajukan untuk pembebasan debitur dari hukum tuduhan wanprestasi, yaitu :
39
a. Mengajukan tuntutan adanya keadaan memaksa Ovenrmacht atau force
majeure; b.
Mengajukan bahwa si berpiutang kreditur sendiri juga telah lalai exeptio non adimpleti contractus;
c. Mengajukan bahwa kreditur telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti
rugi; Mengenai keadaan memaksa ditentukan dalam Pasal 1244 dan Pasal 1245
KUH Perdata. Kedua pasal ini dimaksudkan untuk membebaskan debitur dari kewajibannya mengganti kerugian akbiat dari suatu persitiwa yang tidak disengaja
dan tidak dapat dipertanggungjawabkan padanya sehingga menyebabkan perjanjian itu tidak dapat dilaksanakan.
39
Subekti. 1982. Loc. cit , hal. 147
Universitas Sumatera Utara
Apabila diteliti rumusan Pasal 1244 KUH Perdata, ketentuan tersebut lebih tetpat menunjukkan keadan memaksa sebagai suatu pembelajaran bagi seorang
debitur yang dituduh melakukan wanprestasi. Oleh karena itu, di dalam pasal tersebut mengandung suatu beban pembuktian kepada debitur mengenai keadaan
memaksa sehingga perjanjian dilaksanakan tidak tepat pada waktunya. Sedangkan pada Pasal 1245 KUH Perdata tidak disebutkan adanya beban pembuktian kepada
debitu, akan tetapi menyebutkan bahwa debitur tidaklah diwajibkan mengganti kerugian karena keadaan memaksa.
Jika seorang debitur tidak dapat mengajukan alasan untuk membebaskan dirinya dari tuduhan melakukanya wanprestasi dan juga diberikan peringatan atau
teguran, namun masih tidak memenuhi prestasi yang diperjanjian maka ia dapat dikatakan telah melakukan wanprestasi.
Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang