menurut sifat persetujuan, diharuskan oleh kepatuhan, kebiasaan atau undang-undang”.
Akan tetapi apabila terjadi perjanjian mengenai pembelian senjata api tanpa ijin yang berwenang, ini tidak dibenarkan karena dilarang oleh undang-
undang, perjanjian demikian dianggap tidak pernah terjadi.
3. Asas-asas Dalam Hukum Perjanjian
Ada beberapa asas yang terjadi dalam hukum perjanjian, yaitu : a.
Asas Kebebasan Mengadakan Perjanjian Asas Kebebasan Berkontrak Kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang sangat penting di
dalam hukum perjanjian. Kebebasan ini adalah perwujudan dari kehendak yang bebas pancaran hak asasi manusia.
Asas ini terdapat dalam Pasal 1337 KUH Perdata, yang menentukan bahwa para pihak bebas untuk menentukan apa yang disepakati tentang apa saja,
asalkan tidak bertentangan dengan kepatutan, kesusilaan dan ketentuan undang- undang. Selain dalam Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata disebutkan bahwa :
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.
Secara langsung telah tampak pengertian bahwa orang bebas untuk membuat perjanjian. Janji mana justru berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka. Mariam Darus berpendapat bahwa :
“Di dalam Hukum Perjanjian Nasional, asas kebebasan berkontrak yang bertanggung jawab dan mampu memelihara keseimbangan antara
pengguna hak asasi dengan kewajiban asasi ini perlu tetap dipertahankan yaitu dengan cara pengembangan kepribadian untuk mencapai
Universitas Sumatera Utara
kesejahteraan dan kebahagiaan hidup lahir dan batin yang serasi, selaras, dan seimbang dengan kepentingan masyarakat”.
27
b. Asas Konsensualisme
Dapat dikatakan bahwa hukum perjanjian mengantut sistem terbuka,yang berarti bahwa setiap orang bebas untuk menyatakan keinginan dan mengadakan
perjanjian-perjanjian dengan bentuk tertentu dan bebas memilih undang-undang mana yang dipakainya untuk perjanjian itu. Berarti bahwa setiap orang bebas
untuk menentukan keinginan yang dituangkan dan diatur sebagai isi perjanjian. Lebih jauh berarti bahwa karena berlaku sebagai undang-undang maka wajib
dilaksanakan dan bila perlu menggunakan alat paksa kepentingan umum. Asas ini berkaitan erat dengan asas konsensualisme.
Asas ini ditemukan dalam Pasal 1338 KUH Perdata dan mempunyai kaitan yang sangat erat dengan asas kebebasan berkontrak. Asas ini berkaitan dengan
kehendak para pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian. Asas ini berkenaan dengan adanya persesuaian kehendak dari para pihak
yang mengadakan perjanjian sehingga dicapai suatu kesepakatan membuat perjanjian. Pesan yang terkandung dalam asas ini adalah bahwa setiap orang yang
sepakat berjanji tentang suatu hal, berkewajiban untuk memenuhinya. Secara implisit asas ini lebih menekankan pada moral para pelaku. Pada
perkembangannya asas ini dijelmakan dalam klausa perjanjian yang berisi tentang hak dan kewajiban para pihak yang berjanji. Apabila salah satu pihak ingkar maka
pihak yang diingkari dapat memohon kepada hakim agar kalusa tersebut mengikat dan dapat dipaksanakan berlakunya.
27
. Mariam Darus Badrulzaman, Sutan Remy Sjahdeini, dkk, 2001. Komplikasi Hukum Perikatan. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal 86
Universitas Sumatera Utara
Selain berkaitan erat dengan asas kebebasan berkontrak, asas ini juga berkaitan dengan asas kepercayaan, sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1334
KUH Perdata, yang mengatur bahwa barang yang barus ada pada waktu yang akan datang, dapat menjadi pokok suatu persetujuan. Dalam hal ini, subjek hukum
diberikan kesempatan menyatakan keinginannya yang dianggap baik untuk mengadakan perjanjian. Maka ia harus memegang teguh kesepakatan yang
diberikan kepadanya. c.
Asas Kepercayaan Seorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain,
menumbuhkembangkan kepercayaan di antara kedua belah pihak, yang menunjukkan bahwa satu sama lain akan memegang janjinya. Dengan kata lain,
akan memenuhi prestasinya di belakang hari. Tanpa adanya kepecayaan itu maka perjanjian tiak mungkin akan diadakan oleh para pihak.
Asas kepercayaan ditentukan dalam Pasal 1338 Jo 1334 KUH Perdata. Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain, harus dapat
menumbuhkan kepercayaan di antara para pihak bahwa satu sama lain akan memenuhi prestasinya di kemudian hari. Dengan adanya kepercayaan ini, kedua
pihak mengikatkan dirinya kepada perjanjian yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai undang-undang.
28
d. Asas Perjanjian Mengikat Pasta Sant Servanda
28
Mariam Darus Badrulzaman. 1994. Op. cit. hal 42
Universitas Sumatera Utara
Menurut Grotius, dalam buku Mariam Darus Badrulzaman, dikatakan bahwa “Pasca sunt servanda” janji itu mengikat. Selanjutnya ia mengatakan lagi
“promissorum implemndroum obligation”. kita harus memenuhi janji kita
29
e. Asas Persamaan Hak
Asas ini terdapat dalam Pasal 1338 dan Pasal 1339 KUH Perdata. Dapat diambil suatu kesimpulan bahwa di dalam perjanjian mengandung suatu asas
kekuatan mengikat. Terikatnya para pihak pada apa yang diperjanjikan dan juga terhadap beberapa unsur lain sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatutan
tersebut akan mengikat para pihak. Asas ini hampir sama dengan asas kepatutan, karena memang mengaitkan hal yang patut sebagai kewajiban bagi para pihak
yang mengikat suatu perjanjian.
Asas ini terdapat dalam Pasal 1341 KUH Perdata. Dalam asas ini, para pihak diletakkan pada posisi yang sama. Dalam perjanjian sudah selayaknya tidak
ada pihak yang bersifat dominan dan tidak ada pihak yang tertekan sehingga tidak terpaksa untuk menyetujui syarat yang diajukan karena tidak ada pilihan lain.
Mereka melakukannya walaupun secara formal hal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai paksaan.
Dalam perjanjian, para pihak harus menghormati pihak lainnya. Jika prinsip sama-sama menang win win solution tidak dapat diwujudkan secara
murni, namun harus diupayakan agar mendekati perimbangan di mana segala sesuatu yang merupakan hak para pihak tidaklah dikesampingkan begitu saja.
f. Asas Keseimbangan
29
Mariam Darus Badrulzaman, 1993. KUH Perdata Buku II Hukum Perikatan dengan Penjelasannya. Alumni. Bandung. hal 109.
Universitas Sumatera Utara
Asas ini diatur dalam Pasal 1338 dan Pasal 1244 KUH Perdata yang menghendaki kedua belah pihak untuk memenuhi dan melaksanakan perjanjian
itu. Asas keseimbangan itu merupakan kelanjutan dari asas persamaan hak. g.
Asas Kepentingan Umum Asas ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari ketentuan Pasal 1337
KUH Perdata. Ditegaskan agar dalam menyusun dan melaksanakan suatu perjanjian kedua belah pihak, bak kreditur maupun debitur memperhatikan
kepentingan umum. Asas ini juga mencakup suatu pesan bahwa walaupun subjek hukum diberikan kebebasan berkontrak, akan tetapi mereka harus berbuat bahwa
apa yang mereka lakukan tidak mengganggu kepentingan umum. h.
Asas Kepatutan Asas ini dituangkan dalam Pasal 1339 KUH Perdata. Dalam hal ini, asas
kepatutan berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian. Akan tetapi dalam prakteknya, asas kepatutan ini selalu dibandingkan dengan kesadaran hukum
masyarakat itu sendiri. Mariam Darus mengatakan bahwa :
“Asas kepatutan ini harus dipertahankan, karena melalui asas ini ukuran tentang hubungan ditentukan juga oleh rasa keadilan dalam masyarakat”.
30
i. Asas Moral
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ukuran kepatutan dalam masyarakat, pedoman utamanya adalah rasa keadilan dalam masyarakat.
30
Ibid, hal.44
Universitas Sumatera Utara
Asas ini terlihat dalam perikatan biasa, artinya bahwa suatu perbuatan suka rela dari seseorang tidak menimbukan hak baginya untuk menggugat kontra
prestasi dari debitur. Hal ini terlihat juga di dalam zaakwaarneming, dimana seseorang yang melakukan suatu perbuatan sukarela moral maka yang
bersangkutan mempunyai kewajiban hukum untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya.
Asas ini terdapat di dalam Pasal 1339 KUH Perdata. Faktor-faktor yang memberi motivasi pada orang yang bersangkutan untuk melakukan perbuatan
hukum adalah berdasarkan pada kesusilaan moral sebagai panggilan hati nuraninya.
j. Asas Kebiasaan
Asas ini diatur dalam Pasal 1339 jo 1347 KUH Perdata yang dipandang sebagai bagian dari perjanjian. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-
hal yang diatur secara tegas dalam perjanjian tersebut, akan tetapi juga pada hal- hal yang dalam kebiasaan diikuti.
Pasal 1347 KUH Perdata menyatakan pula bahwa hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan dianggap secara diam-diam dimasukkan di
dalam perjanjian meskipun dengan tegas dinyatakan. Kebiasaan yang dimaksud oleh Pasal 1339 KUH Perdata menurut Mariam
Darus Badrulzaman ialah kebiasaan pada umumnya gewonte dan kebiasaan yang diatur oleh Pasal 1347 KUH Perdata iala kebiasaan setempat khusus atau
Universitas Sumatera Utara
kebiasaan yang lazim berlaku di dalam golongan tertentu bestending gebruikelijk beding.
31
k. Asas Sistem Terbuka
Asas ini penting diperhatikan dalam suatu perjanjian. Sitem perjanjian yang bersifat terbuka berarti dapat dipertanggungjawabkan dan dipertahankan
terhadap pihak ketiga. Pihak ketiga dapat menuntut bila perjanjian tersebut dianggap merugikan kepentingannya.
l. Asas Kepastian Hukum
Perjanjian sebagai figur hukum harus mengandung unsur kepastian hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu, yaitu
sebagai undang-undang bagi para pihak yang terikat dalam perjanjian.
4. Bentuk dan Jenis Perjanjian