Waktu dan Tempat Rancangan percobaan dan analisis data

3. METODOLOGI

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Nopember 2006 sampai dengan Maret 2007. Pelaksanaan penelitian berlangsung di beberapa laboratorium yaitu Laboratorium Pengolahan Hasil Perikanan dan Unit Poduksi Hasil Perikanan untuk kegiatan preparasi, perebusan tulang, pembuatan biskuit. Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia Hasil Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB untuk analisis kadar air dan kadar abu tepung tulang ikan patin. Pilot Plan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB untuk proses penepungan. Laboratorium Pengolahan Pangan Fakultas Teknologi Pertanian untuk analisis derajat putih, daya serap air, densitas kamba tepung tulang ikan patin, kekerasan biskuit. Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak Fakultas Peternakan IPB untuk analisis kadar Ca, P, pH, solubilitas Ca dan P. Laboratorium Kimia Terpadu Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB untuk analisis proksimat biskuit. Laboratorium Organoleptik Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB untuk pengujian organoleptik biskuit 3.2. Bahan dan Alat 3.2.1. Bahan yang digunakan Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan tepung adalah tulang ikan patin yang diperoleh dari Unit Usaha Fillet Ikan Patin Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit adalah tepung terigu ”Kunci Biru”, margarin ”Blue Band”, susu bubuk ”Frisian Flag”, baking powder ”Pesawat Angkasa”, telur, air, vanili. Bahan-bahan kimia yang diperlukan untuk analisis fisika dan kimia biskuit yang ditambah dengan tepung tulang ikan patin dan tepung tulang ikan patin terdiri atas : H 2 SO 4 , alkohol, NaOH, Na 2 S 2 O 3 , HCl, HNO 3 , HClO 4 , akuades, tablet kjeltab, buffer pH 7 dan pH 4, KH 2 PO 4 standar fosfor, larutan Ca 1000 ppm standar Ca.

3.2.2. Alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat pembuat tepung tulang ikan patin, alat untuk pembuatan biskuit dan alat analisis fisik-kimia. Alat- alat yang digunakan untuk membuat tepung tulang ikan patin adalah baskom, timbangan, ember, pisau, panci, kompor, oven, autoclave, disc mill, ayakan, pengering drum. Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan biskuit adalah oven, talenan, cetakan, timbangan, baskom, loyang, mixer. Alat-alat yang digunakan untuk analisis fisika dan kimia adalah oven, neraca analitik, labu takar, labu Kjeldhal, penangas air, homogenizer merk Nissei AM-3, Atomic Absorption Spectrophotometer merk Shimadzu AA-680, Rheoner merk RE 3350 Yamaden, cawan porselin, kertas saring, Whiteness meter merk Kett Electric C-100-3, gelas ukur, gelas piala, pipet, erlenmeyer, pH meter, alat soxhlet, kapas bebas lemak, tabung reaksi dan sentrifuse.

3.3. Tahapan Penelitian

Penelitian ini dibagi dalam dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung tulang ikan patin dan evaluasi sifat fisik-kimia tepung tulang ikan patin yang dihasilkan. Penelitian lanjutan yaitu pembuatan biskuit yang ditambah dengan tepung tulang ikan patin dengan lima formulasi yang berbeda. Terhadap kelima formulasi yang dihasilkan, dilakukan analisis yang meliputi uji organoleptik skoring dan perbandingan pasangan dengan produk komersial, analisis fisik dan kimia.

3.3.1. Penelitian pendahuluan

Limbah tulang ikan patin yang diperoleh dari Unit Usaha Fillet Ikan Patin FPIK IPB ditimbang berat awal masih dalam bentuk tulang ikan patin dan berat akhir setelah menjadi tepung tulang ikan patin dengan maksud untuk mendapatkan rendemen. Kemudian dilanjutkan dengan pembuatan tepung tulang ikan patin yang mengacu pada metode Tanuwidjaya 2002 dengan modifikasi. Terhadap tepung tulang ikan patin yang dihasilkan dilakukan analisis fisik yang terdiri dari derajat putih, densitas kamba, daya serap air dan karakteristik kimia yang terdiri dari kadar air, abu, nilai pH, kalsium, fosfor, solubilitas kalsium dan solubilitas fosfor. Tepung tulang ikan patin yang mempunyai solubilitas tertinggi dipilih untuk digunakan pada pembuatan biskuit. Proses pembuatan tepung tulang ikan patin dapat dilihat pada Gambar 2.

3.3.2. Penelitian lanjutan

Pembuatan biskuit dengan penambahan tepung tulang ikan patin dilakukan setelah diperoleh tepung tulang ikan patin dengan nilai solubilitas Ca dan P yang tertinggi. Terhadap biskuit hasil formulasi dilakukan uji organoleptik yaitu uji skoring. Dua biskuit dengan nilai tertinggi hasil pengujian organoleptik selanjutnya dilakukan uji perbandingan pasangan dengan biskuit komersial. Dua biskuit dengan nilai tertinggi, biskuit kontrol dan biskuit komersial juga dilakukan analisis karakteristik fisik yaitu pengukuran berat, tebal, diameter, kekerasan dan karakteristik kimia yaitu kadar air, abu, protein, lemak, kadar kalsium, kadar fosfor, solubilitas kalsium, solubilitas fosfor, nilai pH. Pembuatan biskuit dengan penambahan tepung tulang ikan patin dilakukan sesuai urutan sebagai berikut : margarin dan tepung gula dikocok selama 10 menit kemudian ditambahkan kuning telur dan dikocok lagi selama 2 menit. Setelah itu ditambahkan tepung terigu, susu, vanili, baking powder, air, tepung tulang ikan patin dengan konsentrasi masing-masing : 0, 2, 4, 6, 8 dan diaduk selama 2-3 menit sampai terbentuk adonan. Adonan yang terbentuk dicetak dengan menggunakan cetakan kue dan dipanggang pada suhu 150 o C selama 12 menit. Setelah selesai biskuit diangkat dan didinginkan kemudian dikemas dalam toples. Proses pembuatan biskuit yang ditambahkan dengan tepung tulang ikan patin dapat dilihat pada Gambar 3. Keterangan : bagian yang dimodifikasi Gambar 2 Prosedur pembuatan tepung tulang ikan patin modifikasi metode Tanuwidjaya 2002. Pencucian dengan air Perebusan pada suhu 100 o C selama 2 jam secara berulang-ulang Metode basah perebusan dengan autoclavepresto pada suhu 121 o C selama 1 jam Metode kering pengovenan pada suhu 105 o C selama 1,5 jam Penggilingan kasar Pengeringan dengan menggunakan drum drier Penggilingan sampai halus Pengayakan dengan ayakan ukuran 100 mesh Tulang ikan patin Tepung tulang ikan patin Pencucian dan pengecilan ukuran Keterangan : bagian yang dimodifikasi Gambar 3 Prosedur pembuatan biskuit modifikasi metode Soedarno 1998. Pengocokan I 10 menit Penambahan kuning telur Pengocokan II 2 menit Penambahan tepung terigu, tepung tulang ikan patin 0,2,4,6,8, susu, vanili, baking powder, air Pengadukan 2-3 menit hingga terbentuk adonan Pencetakan Pemanggangan suhu 150 o C, selama 12 menit Margarin, tepung gula Biskuit

3.3.3 Prosedur analisis

Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi karakteristik fisik tepung tulang ikan patin yang terdiri atas derajat putih, densitas kamba, daya serap air dan karakteristik kimia yang terdiri dari kadar air, abu, nilai pH, kalsium, fosfor, solubilitas kalsium, solubilitas fosfor. Biskuit yang ditambah dengan tepung tulang ikan patin dilakukan analisis organoleptik yaitu uji skoring dan uji perbandingan pasangan, fisik yaitu pengukuran berat, tebal, diameter, kekerasan dan kimia yang terdiri dari kadar air, abu, protein, lemak, nilai pH, kadar kalsium, kadar fosfor, solubilitas kalsium, solubilitas fosfor. 3.3.3.1 Uji organoleptik Soekarto 1985 Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji mutu dengan menggunakan uji skoring. Uji ini berfungsi untuk menilai suatu sifat organoleptik yang spesifik. Pada uji skoring diberikan penilaian terhadap mutu sensorik dalam suatu jenjang mutu. Tujuan uji skoring adalah pemberian suatu nilai atau skor tertentu terhadap suatu karakteristik mutu. Pemberian skor dapat dikaitkan dengan skala yang jumlah skalanya tergantung pada tingkat kelas yang dikehendaki. Pengujian organoleptik meliputi : penampakan, warna, aroma, rasa dan tekstur dengan nilai berkisar dari 1 sampai dengan 7. Lembar penilaian organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 1. Biskuit yang terpilih sebagai biskuit yang mempunyai skor tertinggi berdasarkan hasil uji skoring selanjutnya dilakukan uji perbandingan pasangan untuk dibandingkan dengan produk sejenis yang sudah dikomersialkan. Pada uji perbandingan pasangan panelis melakukan penilaian melalui formulir isian dengan memberikan nilai berdasarkan skala kelebihan, yaitu lebih baik atau lebih buruk. Penilaian uji perbandingan pasangan ini berupa angka skala yaitu -3, -2, -1, 0, 1, 2, 3. Lembar uji perbandingan pasangan dapat dilihat pada Lampiran 2. 3.3.3.2 Derajat putih Faridah et al. 2006 Alat yang digunakan adalah whiteness meter. Prinsip pengukuran alat ini adalah melalui pengukuran indeks refleksi dari permukaan sampel dengan sensor foto dioda. Semakin putih sampel, maka cahaya yang dipantulkan semakin banyak. Contoh sebanyak 3 g ditempatkan dalam satu wadah tertentu. Suhu sampel diseimbangkan dengan meletakkan wadah sampel diatas tester. Kemudian wadah berisi sampel berserta cawan berisi standar berupa serbuk BaSO 4 dimasukkan ke tempat pengukuran dan alat akan menampilkan nilai derajat putih dan nomor urutan pengukuran. Derajat putih sampel Derajat putih = x 100 110 3.3.3.3 Daya serap air metode gravimetri Fardiaz et al. 1992. Sebanyak 1 g contoh ditimbang kemudian dimasukkan kedalam tabung sentrifuse. Selanjutnya ditambahkan 10 ml air dan dikocok menggunakan fortex mixer . Kemudian disentrifuse dengan kecepatan 3500 rpm selama 30 menit. Selanjutnya volume supernatan diukur dengan menggunakan gelas ukur 10 ml. Daya serap air dapat dihitung dengan menggunakan rumus : volume air awal – volume supernatan Daya serap air = x 100 berat kering contoh g 3.3.3.4 Densitas kamba Wirakartakusumah et al. 1992 Pengukuran densitas kamba dilakukan dengan menggunakan gelas ukur. Bahan-bahan yang akan diukur ditimbang sebanyak 10 g, kemudian dimasukkan ke dalam gelas ukur 100 ml dan dibaca volumenya. Densitas kamba dapat dihitung dengan menggunakan rumus : berat bahan g Densitas kamba gml = volume bahan ml 3.3.3.5 Uji kekerasan Rangganan 1986. Kekerasan merupakan gaya yang dibutuhkan untuk menekan suatu bahan atau produk sehingga terjadi perubahan bentuk yang diinginkan. Pengukuran kekerasan dilakukan dengan menggunakan Rheoner RE 3305 dengan jarak 400X 0,01 mm, sensitifitas 0,2 V, kecepatan 1 mms. Sampel ditimbang beratnya dan dimasukkan kedalam suatu wadah yang berbentuk empat persegi panjang plate yang berlubang dibagian bawahnya. Kemudian sejumlah mata pisau dengan diberi beban 50 kg dimasukkan kedalam sehingga terjadi penekanan, pemotongan terhadap sampel. Selanjutnya pisau naik ke atas dan wadah yang berisi sampel dapat dibuka. Pembacaan nilai kekerasan dapat dilakukan dengan melihat grafik yang terbentuk yaitu dengan membagi peak yang terbentuk dalam kertas grafik dengan milimeter penurunan awal pengujian dan berat sampel. Kekerasan berhubungan dengan kerenyahan biskuit, yaitu mudah tidaknya biskuit menjadi remuk pecah. 3.3.3.6 Kadar air SNI 1992 Cawan kosong dikeringkan pada suhu 100-102 o C selama 15 menit, didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Contoh sejumlah 5 g dimasukkan dalam cawan yang sudah dikeringkan dan diketahui beratnya. Kemudian cawan dan sampel dikeringkan dalam oven bersuhu 100-102 o C selama 6 jam. Cawan didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang hingga diperoleh bobot tetap. Kadar air dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Kadar air = C B A − x 100 Dimana A = Berat cawan + sampel awal B = Berat cawan + sampel setelah dikeringkan C = Berat sampel 3.3.3.7 Kadar abu SNI 1992 Ditimbang dengan teliti 2-3 g contoh, kemudian dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui bobotnya. Sampel diarangkan hingga tak berasap dan dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu 550 o C selama 4 jam. Setelah itu didinginkan dan ditimbang hingga bobot tetap. Kadar abu dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Kadar abu = C B A − x 100 Dimana A = Berat cawan + sampel setelah diabukan B = Berat cawan C = Berat sampel 3.3.3.8 Kadar lemak SNI 1992 Ditimbang dengan teliti + 5 g contoh, kemudian dibungkus dengan kertas saring halus bebas lemak dan diikat dengan benang. Contoh dimasukkan ke dalam labu soxhlet. Labu lemak yang telah dioven 103 o C selama 3 jam, ditimbang. Kemudian dilakukan ekstraksi dengan soxhlet dipasang alat kondensor di atasnya dan labu lemak di bawahnya. Pelarut dietil eter dituangkan ke dalam labu soxhlet secukupnya dan dilakukan refluks minimal selama 5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke labu soxhlet berwarna jernih, lalu dilakukan destilasi pelarut yang ada didalam labu lemak, pelarutnya ditampung. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105 o C selama 5 jam, kemudian dikeringkan sampai berat tetap dan didinginkan dalam desikator. Labu beserta lemaknya ditimbang setelah dingin. Kadar lemak sampel dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut : Kadar lemak = C A B − x 100 Dimana A = Berat labu lemak B = Berat labu lemak beserta lemak C = Berat sampel 3.3.3.9 Kadar protein SNI 1992 Ditimbang dengan teliti 1-2 g contoh. Kemudian dimasukkan ke dalam labu Kjeldhal dan ditambahkan 10 g campuran selen Kjeltab serta 30 ml H 2 SO 4 pekat teknis. Setelah itu dipanaskan di ruang asam hingga warna cairan menjadi hijau jernih dan didinginkan. Sampel diencerkan dengan 250-300 ml akuades dan dipindahkan ke tabung destilasi yang telah diberi batu didih. Setelah itu ditambahkan dengan 12 ml NaOH 30 dan segera disambung dengan alat destilasi dan didestilasikan hingga 23 dari cairan tersebut menjadi destilat. Hasil destilasi ditampung dengan gelas erlenmeyer 125 ml yang telah berisi 10 ml larutan H 3 BO 3 dan 2-3 tetes indikator campuran metil merah dan metil biru. Hasil dari destilasi ini dititrasi dengan larutan HCl 0,02 N. Blanko juga dikerjakan seperti prosedur di atas. Kadar protein dihitung dengan menggunakan rumus : ml HCl sampel-ml blanko x N HCl x 14,007 x 6,25 Kadar protein = x 100 Berat sampel mg 3.3.3.10 Kadar kalsium metode AAS-wet digestion Reitz et al. 1987 Pembuatan larutan standar: Terhadap larutan stok Ca 1000 ppm, dibuat deret standar 2, 4, 8 ppm dengan memipet 0,2; 0,4; 0,8 larutan stok Ca 1000 ppm, masing-masing ke dalam labu ukur 100 ml. Lalu ditambahkan larutan Cl 3 La.7H 2 O lantan sebanyak 1 ml ke dalam masing-masing labu takar dan ditambahkan akuades sampai volume tepat 100 ml. Penetapan sampel: Pengabuan basah wet digestio menggunakan HNO 3 65, H 2 SO 4 96-98, HClO 4 60 dan HCl 37. Sebanyak 1 g sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer 150 ml dan diberi HNO 3 5 ml, kemudian didiamkan selama 1 jam. Sampel selanjutnya dipanskan selama 4 jam di atas hot plate, dan didinginkan. Setelah itu ditambahkan H 2 SO 4 pa = pro analisis sebanyak 0,4 ml dan dipanaskan kembali selama 30 menit. Sampel diangkat dari hot plate dan diberi larutan HClO 4 :HNO 3 2:1 sebanyak 3 ml, kemudian dipanaskan selama 15 menit hingga sampel menjadi bening. Sampel ditambahkan dengan 2 ml akuades dan 0,6 ml HCl pa, setelah bening dipanaskan hingga larut dan didinginkan. Sampel diencerkan sampai volume tertentu aliquot 100 ml, kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman No. 42. Aliqout diambil sebanyak 1 ml, dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan akuades 4 ml serta lantan 0,05 ml selanjutnya divortex, disentrifuse dengan kecepatan 2000 rpm selama 10 menit dan filtrat dibaca dengan nyala atomisasi AAS pada panjang gelombang 422,7 nm. Hasil absorbansinya dibandingkan dengan standar Ca yang telah diketahui. Perhitungannya : ml aliqout1000 x FP x ppm sampel – ppm blanko Ca = x 100 mg sampel FP = faktor pengenceran Camg100 = Ca x 1000 3.3.3.11 Kadar fosfor, metode Taussky Anggraeni 2003 Preparasi larutan: Sebanyak 10 g amonium molibdat diencerkan dengan 60 ml akuades dalam labu takar, kemudian ditambahkan 28 ml H 2 SO 4 pekat secara bertahap dan diencerkan dalam akuades hingga 100 ml untuk menghasilkan larutan amonium molibdat NH 4 6 MnO 24 .4H 2 O 10 Larutan A. Sesaat sebelum dianalisis, larutan A diambil sebanyak 10 ml dan ditambahkan dengan 60 ml akuades dan 5 gram FeSO 4 .7H 2 O dalam labu takar dan diencerkan hingga 100 ml untuk menghasilkan larutan B. Pembuatan larutan standar: Sebanyak 4,394 g KH 2 PO 4 dilarutkan dalam akuades sampai 1000 ml agar didapatkan konsentrasi P sebesar 1000 ppm. Sebanyak 10 ml larutan tersebut kemudian diencerkan dengan penambahan akuades 400 ml sehingga didapatkan konsebtrasi sebesar 25 ppm. Kemudian dibuat konsentrasi larutan standar P = 2, 3, 4 dan 5 ppm masing-masing sebanyak 5 ml dengan mengambil larutan standar 25 ppm berturut-turut sebanyak 0,4; 0,6; 0,8 dan 1,0 ml. Masing-masing volume tersebut ditambahkan 2 ml larutan B dan akuades hingga 5 ml, kemudian dibaca dalam spektrofotometer dengan panjang gelombang 660 nm. Penetapan sampel: Larutan sampel ditambahkan 2 ml larutan B, lalu dipipet ke dalam kuvet sebanyak 3 ml dan dibaca pada panjang gelombang 660 nm. Nilai absorbansi larutan standar 2, 3, 4 dan 5 ppm diukur dan diregresikan sehingga didapat persamaan y = a + bx. Kemudian nilai absorbansi sampel y dimasukkan untuk mendapatkan nilai konsentrasi sampel x 3.3.3.12 Nilai pH Apriyantono et al. 1989 Sampel sebanyak 2 g dihancurkan dengan blender lalu didispersikan kedalam 20 ml akuades dan diaduk selama 2 menit. Alat pH meter dikalibrasi dengan menggunakan buffer pH standar pH 4 dan pH 7. Setelah itu elektroda yang telah dibersihkan dicelupkan kedalam sampel yang akan diperiksa. Nilai pH merupakan hasil pembacaan jarum penunjuk pada pH meter selama 1 menit atau sampai angka digital tidak berubah. 3.3.3.13 Mineral terlarut modifikasi Santoso 2003 Sebanyak 10 g sampel ditambahkan larutan dengan berbagai tingkatan nilai pH 2, 4, 6 sebanyak 40 ml dan dihomogenkan dengan menggunakan mixer pada kecepatan 5000-10000 rpm selama 2 menit. Kemudian sampel tersebut diinkubasi dalam penangas air bergoyang pada suhu 37 o C selama 2 jam. Selanjutnya sampel disentrifuse pada kecepatan 10000 rpm, 2 o C selama 10 menit. Hasil sentrifuse selanjutnya disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman no. 42. Hasil saringan tersebut selanjutnya diukur dengan menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometer AAS pada panjang gelombang 422,7 nm untuk mengetahui berapa banyak kalsium yang terlarut dan 660 nm untuk fosfor yang terlarut menggunakan spektrofotometer, kemudian dihitung sebagai persentase terhadap total kalsium dan fosfor.

3.4. Rancangan percobaan dan analisis data

Rancangan percobaan yang digunakan untuk menghitung data hasil penelitian ini adalah rancangan acak lengkap RAL faktor tunggal yaitu penambahan tepung tulang ikan patin dengan tiga kali ulangan Steel dan Torrie 1993. Model matematika rancangan tersebut adalah sebagai berikut : Y ij = + A i + ε ij Dimana : Y ij = Respons percobaan karena pengaruh perlakuan penambahan tepung tulang ikan patin taraf ke-i, ulangan ke-j = Pengaruh rata-rata A i = Pengaruh perlakuan penambahan tepung tulang ikan patin taraf ke-i ε ij = Pengaruh kesalahan percobaan karena pengaruh perlakuan penambahan tepung tulang ikan patin taraf ke-i dan ulangan ke-j i = 1,2,3 j = 1,2,3 Apabila hasil analisis menunjukkan adanya pengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji Tukey yang bertujuan untuk mengetahui perlakuan mana saja yang memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap parameter yang diukur atau dianalisis dengan menggunakan rumus sebagai berikut : W = q α P,FeS Dimana : q = maks – min S P = t adalah banyaknya perlakuan Fe = derajat bebas galat S = n s Hasil uji organoleptik diolah dengan uji statistik nonparametrik, yaitu Kruskal Wallis yang bertujuan untuk mengetahui apakah antara perlakuan berbeda nyata dalam ranking Steel dan Torrie 1993. Model matematika uji tersebut adalah sebagai berikut : H = 1 12 + n n ∑ ni Rj - 3n+1 T = t-1 t t+1 Pembagi = 1- 1 1 + − n n n T H’ = pembagi H Keterangan : n = total pengamatan n i = banyaknya pengamatan pada perlakuan ke-i R j = jumlah ranking dalam perlakuan ke-j T = banyaknya pengamatan seri dalam kelompok perlakuan H’ = terkoreksi. Apabila hasil analisis Kruskal Wallis menunjukkan adanya pengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji Multiple Comparison yang bertujuan untuk mengetahui perlakuan mana saja yang memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap parameter yang diukur atau dianalisis dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Ri - Rj − ∝ × k k Z 1 12 1 + N N ⎜ ⎝ ⎛ ni 1 + ⎟⎟ ⎠ ⎞ nj 1 Keterangan : Ri = rata-rata ranking dalam perlakuan ke-i Rj = rata-rata ranking dalam perlakuan ke-j N = banyaknya data K = banyaknya perlakuan i n = jumlah data perlakuan ke-i j n = jumlah data perlakuan ke-j

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mendapatkan tepung tulang ikan patin yang bahan bakunya diperoleh dari Unit Usaha Fillet Ikan Patin IPB dengan menggunakan dua metode pembuatan yaitu metode kering dan metode basah, kemudian tepung yang dihasilkan dari kedua metode tersebut dianalisis karakteristik fisik dan kimia serta solubilitas Ca dan P. Metode pembuatan tepung yang menghasilkan nilai tertinggi terhadap solubilitas kalsium dan fosfor dipilih untuk digunakan dalam proses pembuatan biskuit.

4.1.1. Karakteristik fisik tepung tulang ikan patin Pangasius sp

Analisis fisik yang dilakukan terhadap tepung tulang ikan patin Pangasius sp yang dihasilkan dalam penelitian ini meliputi rendemen, derajat putih, daya serap air dan densitas kamba sebagaimana disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Karakteristik fisik tepung tulang ikan patin Pangasius sp Metode Pembuatan Karakteristik Metode kering Metode basah Rendeman 81,73 91,83 Derajat putih 62,82 + 0,27 a 62,31 + 0,50 a Daya serap air 48,54 + 0,73 a 62,77 + 1,42 b Densitas kamba gml 0,80 + 0,01 a 0,79 + 0,02 a Angka-angka pada baris yang sama diikuti huruf superscript berbeda a,b menunjukkan berbeda nyata p0,05 Rendemen merupakan hasil persentase antara produk akhir tepung tulang ikan patin yang dihasilkan dengan produk awal tulang ikan patin. Rendemen sangat penting diketahui untuk mendapat gambaran suatu produk dapat dimanfaatkan dengan baik atau untuk mengetahui nilai ekonomis dari produk tersebut. Semakin tinggi rendemen suatu produk dapat dikatakan bahwa produk tersebut memiliki nilai ekonomis yang tinggi pula. Rendemen tepung tulang ikan patin yang diperoleh dari hasil penelitian ini untuk metode kering sebesar 81,73; sedangkan untuk metode basah sebesar 91,83. Dari hasil tersebut ternyata metode basah mempunyai rendemen yang lebih besar. Hal tersebut dikarenakan pada saat pembuatan tepung dengan metode basah sampel tulang sudah