5.57a 5.63a
5.60a 5.57a
6.63b
0.00 1.00
2.00 3.00
4.00 5.00
6.00 7.00
K A
B C
D
Tingkat penambahan tepung Ra
s a
Keterangan :- Simbol-simbol pada sumbu x merunjuk keterangan pada Tabel 7 - Angka-angka pada histogram yang diikuti huruf berbeda a,b menunjukkan
berbeda nyata p0,05
Gambar 9 Histogram nilai rasa biskuit tepung tulang ikan patin Pangasius sp. Hasil analisis Kruskal Wallis menunjukkan bahwa perlakuan penambahan
tepung tulang ikan patin memberikan pengaruh yang berbeda nyata untuk tingkat penilaian panelis terhadap rasa biskuit yang dihasilkan. Biskuit formulasi A
mempunyai rata-rata rasa yang tinggi dan berbeda nyata dengan formulasi lainnya Lampiran 24. Penambahan tepung tulang ikan patin ternyata mempengaruhi rasa
dari biskuit yang dihasilkan. Hal tersebut disebabkan karena kandungan kalsium dan fosfor yang tinggi dari tepung tulang ikan patin mengakibatkan after taste
yaitu sedikit terasa berkapur, namun secara keseluruhan rasa biskuit yang dihasilkan masih dapat diterima oleh panelis.
4.2.2. Uji perbandingan pasangan
Uji perbandingan pasangan dilakukan untuk mengetahui keunggulan dan kelemahan produk baru apabila dibandingkan dengan produk komersial Rahayu
2001. Uji perbandingan pasangan dilakukan terhadap 2 dua formulasi terbaik yang diperoleh dari uji organoleptik yaitu biskuit formulasi A dan B. Pengujian
ini dimaksudkan untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan dari biskuit yang dibuat dengan biskuit komersial. Biskuit komersial yang dijadikan pembanding
adalah Biskuat Susu, yang diproduksi oleh PT. Danone Biscuits Indonesia.
Hasil uji perbandingan pasangan memperlihatkan bahwa dari segi penampakan biskuit formulasi A dan B memiliki nilai 1,00 yang berarti biskuit
formulasi memiliki penampakan agak lebih rapih dibandingkan dengan biskuit komersial. Demikian pula untuk warna biskuit formulasi A dan B memiliki nilai
2,00 yang menunjukkan bahwa biskuit formulasi memiliki warna lebih cerah dari biskuit komersial. Kerenyahan biskuit formulasi A dan B memiliki nilai -0,87 dan
-0,70 yang menunjukkan bahwa biskuit formulasi agak kurang renyah dibandingkan dengan biskuit komersial. Biskuit formulasi A dan B memiliki nilai
rasa yaitu 0,20 dan 0,40 menunjukkan bahwa biskuit formulasi memiliki rasa yang relatif sama dengan biskuit komersial Gambar 10
-0.87 1.00
2.00
0.20 1.00
2.00
-0.70 0.40
-3.00 -2.00
-1.00 0.00
1.00 2.00
3.00
Penampakan Warna
Kerenyahan Rasa
N ila
i r a
ta -r
a ta
p e
rb a
n d
in g
a n
pa s
a nga
n
Biskuit A Biskuit B
Gambar 10 Histogram nilai perbandingan pasangan biskuit A dan B Berdasarkan hasil uji perbandingan pasangan yang dilakukan dapat
disimpulkan bahwa biskuit formulasi memiliki keunggulan dalam penampakan dan warna, kelemahan dalam kerenyahan sedangkan untuk rasa memiliki
kesamaan dengan biskuit komersial.
4.2.3. Karakteristik fisik biskuit
Karakeristik fisik yang dianalisis pada penelitian ini meliputi berat, ketebalan, diameter dan kekerasan biskuit. Pengujian tersebut dilakukan terhadap
biskuit K, dua formulasi biskuit terbaik A dan B serta biskuit komersial. Hasil analisis karakteristik fisik sebagaimana disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8 Karakteristik fisik biskuit tepung tulang ikan patin dan biskuit komersial
Karakteristik Fisik Biskuit Parameter
Komersial K A
B Berat g
4,00 + 0,00
a
5,00 + 0,00
b
5,00 + 0,00
b
5,00 + 0,00
b
Tebal mm 2,00 + 0,00
a
4,00 + 0,00
b
4,00 + 0,00
b
4,00 + 0,00
b
Diameter cm 4,00 + 0,00
b
3,70 + 0,00
a
3,70 + 0,00
a
3,70 + 0,00
a
Kekerasan gf 1129,2 + 56,4
a
1319 + 22,1
b
1362 + 83,6
b
1440 + 14,63
b
Angka-angka pada baris yang sama diikuti huruf superscript berbeda a,b menunjukkan berbeda nyata p0,05
Pengukuran berat, ketebalan dan diameter biskuit formulasi dibandingkan dengan biskuit komersial menunjukkan bahwa biskuit formulasi memiliki nilai
berat dan ketebalan yang lebih besar sedangkan untuk diameter memiliki nilai lebih kecil dibandingkan dengan biskuit komersial Lampiran 34, 35, 36.
Perbedaan berat, tebal dan diameter biskuit formulasi dengan biskuit komersial disebabkan karena pembuatan biskuit formulasi dilakukan secara
manual khususnya pada waktu pencetakan dibandingkan dengan biskuit komersial yang menggunakan mesin.
Pengukuran kekerasan biskuit dilakukan dengan menggunakan alat Rheoner dengan satuan gram force gf. Analisis kekerasan biskuit dengan
menggunakan Rheoner terhadap ketiga biskuit hasil penelitian serta biskuit komersial berkisar antara 1129,16 sampai 1440,28 gf. Nilai rata-rata kekerasan
biskuit tertinggi dicapai oleh biskuit B dengan nilai 1440,28 gf, sedangkan nilai terendah dicapai oleh biskuit komersial dengan nilai 1129.16 gf. Tingkat
kekerasan biskuit berhubungan erat dengan kadar protein tepung terigu dan tepung tulang ikan patin serta kalsium dan fosfor. Tepung terigu yang digunakan
dalam pembuatan biskuit adalah tepung cap ”Kunci Biru” dengan kadar protein 8, sedangkan kadar protein tulang ikan patin 22,23. Matz 1968 menyatakan
bahwa tingkat kekerasan biskuit dipengaruhi oleh kadar protein tepung terigu yang digunakan. Analisis ragam terhadap kekerasan biskuit menunjukan bahwa
biskuit komersial mepunyai nilai lebih kecil berbeda nyata dengan biskuit formulasi Lampiran 37.
Kandungan mineral terbanyak dalam tepung tulang ikan patin adalah kalsium dan fosfor. Hal tersebut mengakibatkan formulasi biskuit yang
ditambahkan dengan tepung tulang ikan patin memiliki nilai kekerasan yang
tinggi. Semakin besar konsentrasi tepung tulang ikan yang ditambahkan maka semakin besar nilai kekerasan yang diperoleh tekstur biskuit semakin keras.
Ketebalan juga turut berperan terhadap nilai kekerasan biskuit. Semakin tebal biskuit, semakin besar gayadaya yang diperlukan untuk mengakibatkan
hancurpecah tekstur pada waktu pengujian.
4.2.4. Karakteristik kimia biskuit