Pemanfaatan Tepung Tulang Ikan Madidihang (Thunnus Albacares) Sebagai Sumber Kalsium dan Fosfor untuk Meningkatkan Nilai Gizi Makron Kenari

(1)

PEMANFAATAN TEPUNG TULANG IKAN MADIDIHANG

(Thunnus albacares)

SEBAGAI SUMBER KALSIUM DAN

FOSFOR UNTUK MENINGKATKAN NILAI GIZI

MAKRON KENARI

AHMAD THALIB

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(2)

ABSTRACT

AHMAD THALIB (C351060021). Utilization Fishbone Flour of Madidihang (Thunnus albacares) as Source Calcium and Phosphorus to Improve Nutrients Value of Canary Macron. Supervised by JOKO SANTOSO and BUSTAMI IBRAHIM.

It is well known that madidihang fishbone contains a high number of mineral especially Ca and P; however, this fishbone also has high contents of protein and fat. Three types of boiling solutions i.e. water, acetic acid and chloric acid were performed in order to reduce the protein and fat contents prior to be processed become powder. Mainly the physico-chemical characteristics of madidihang fishbone powder were not affected significantly by boiling solutions; however, boiling in acetic acid produced the highest percent solubility of Ca and P. Based on organoleptic test (scoring test), adding 0,8% and 1,6% of madidihang fishbone powder into canary macron products namely formulas A2 and A4 respectively gave the high average values of color, flavor and taste; and they also had the higher values of appearance, taste, color and crispiners in comparison to commercial product. Canary macron formulas A2 and A4 contained high number of Ca and P and significantly different with control and commercial product, they also had the highest percent solubility of Ca and P.

Keywords: calcium, fishbone powder, macron canary, mineral solubilty, phosphorus


(3)

RINGKASAN

AHMAD THALIB (C351060021). Pemanfaatan Tepung Tulang Ikan Madidihang (Thunnus albacares) sebagai Sumber Kalsium dan Fosfor untuk Meningkatkan Nilai Gizi Makron Kenari. Dibimbing oleh JOKO SANTOSO dan BUSTAMI IBRAHIM.

Sumberdaya perikanan di Indonesia cukup besar termasuk limbah tulang ikan yang belum dimanfaatkan secara optimal, padahal limbah tersebut dapat diolah sehingga memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Limbah dari tulang ikan madidihang memiliki kandungan mineral terutama kalsium dan fosfor yang cukup tinggi. Oleh karena itu untuk memanfaatkan limbah tulang ikan tersebut maka dilakukanlah penelitian yang bertujuan untuk mempelajari pengaruh media perebusan tulang ikan dengan menggunakan air, asam asetat dan asam klorida, menganalisis karakteristik fisiko-kimia solubilitas kalsium dan fosfor termasuk kandungan gizinya. Ketiga jenis media perebusan tersebut digunakan untuk mengurangi kandungan lemak dan protein pada tulang ikan. Tepung tulang ikan madidihang yang dikurangi kandungan lemak dan protein selanjutnya ditambahkan ke dalam produk makron kenari. Karakteristik fisiko kimia tepung tulang ikan madidihang yang dihasilkan tidak dipengaruhi secara nyata oleh media perebusan, tetapi perebusan dalam asam asetat menghasilkan persen kelarutan Ca dan P tertinggi. Kandungan gizi daging buah kenari adalah sebagai berikut air 6,56%; abu 3,46%; protein 13,29%; lemak 61,98%; Ca 0,04%; P; 0,69% dan serat pangan 15,22%. Berdasarkan hasil uji organoleptik dengan metode uji skoring, penambahan tepung tulang ikan madidihang 0,8% dan 1,6% pada produk makron kenari formulamemberikan nilai rataan lebih tinggi terhadap parameter penampakan, warna, aroma, tesktur dan rasa dibandingkan dengan makron kenari komersial. Karakteristik fisiko-kimia makron kenari A2 dan A4 menyerupai makron kenari komersial. Makron kenari formulasi A2 dan A4 memiliki kandungan kalsium dan fosfor yang tinggi dibandingkan dengan produk komersial termasuk persen solubilitas Ca dan P. Mengkonsumsi 6 keping makron kenari (36 g) formula A2 dapat menyumbang kebutuhan Ca dan P sebesar 18,05% dan 28,94%; sedangkan makron kenari A4 sebesar 18,24% dan 35,82% dengan asumsi semua Ca dan P dapat diserap oleh tubuh dengan baik.


(4)

PEMANFAATAN TEPUNG TULANG IKAN MADIDIHANG

(Thunnus albacares)

SEBAGAI SUMBER KALSIUM DAN

FOSFOR UNTUK MENINGKATKAN NILAI GIZI

MAKRON KENARI

AHMAD THALIB

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Hasil Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(5)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(6)

Judul Tesis : Pemanfaatan Tepung Tulang Ikan Madidihang (Thunnus albacares) sebagai Sumber Kalsium dan Fosfor

untuk Meningkatkan Nilai Gizi Makron Kenari Nama : Ahmad Thalib

NPM : C351060021

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Joko Santoso, M.Si Dr.Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Teknologi Hasil Perairan

Dr.Ir. Sri Purwaningsih, M.Si Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S


(7)

(8)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah, SWT yang telah memberikan rahmat taufik dan inayahnya sehingga penulisan tesis dengan judul ”Pemanfaatan Tepung Tulang Ikan Madidihang (Thunnus albacares) sebagai Sumber Kalsium dan Fosfor untuk Meningkatkan Nilai Gizi Makron Kenari” dapat diselesaikan dengan baik.

Ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan secara khusus kepada Dr.Ir. Joko Santoso, M.Si sebagai ketua komisi pembimbing dan Dr.Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc sebagai anggota komisi pembimbing atas segala waktu, kebijaksanaan, tuntunan, kesabaran serta masukan mulai dari rencana judul penelitian hingga penulisan tesis ini.

Penyusunan tesis ini tak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Muhammadiyah Maluku Utara yang telah memberikan ijin dan bantuan materiil maupun moril kepada penulis untuk melanjutkan studi pada Sekolah Pascasarjana IPB.

2. Pemda Propinsi Maluku Utara atas bantuan dana yang sangat membantu penulis dalam melaksanakan penelitian.

3. Pemda Kabupaten Halmahera Selatan yang telah memberikan bantuan dana untuk pendidikan.

4. Ir. Wini Trilaksani, M.Sc selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan guna penyempurnaan tesis ini.

5. Istriku tercinta Nurdewi Rizka, SP dan anakku tersayang Ummul Zahra Fadlillah yang telah sabar dan tabah menanti serta memberikan doa dan suport kepada penulis dalam menyelesaikan studi di IPB.

6. Ayahanda, ibunda, nenek haji dan adik-adikku serta semua keluarga besar di Ternate, yang telah memberikan bantuan, dorongan dan doanya untuk penulis.

7. Papa Noh Muhammad, BA dan Mama Bea serta Om Man, Iron, Ni, Ri, Malik serta keponakan-keponakanku yang telah memberikan dorongan, nasehat, semangat, doa serta bantuannya selama penulis berada di Bogor.


(9)

8. Teman-teman S2 THP angkatan ’06 yang selalu kompak dan selalu semangat serta kebersamaan yang terjalin erat selama ini.

9. Teman-teman dari UMMU (Pa Andi, Pa Rusman, dan Pa Sidkun) untuk segala bantuan dan dukungan serta kebersamaannya selama dalam proses perkuliahan sampai penulisan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih ada kekurangan. Oleh karena itu saran dan kritik yang konstrukstif untuk perbaikan dan penyempurnaan tesis ini sangat penulis harapkan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang memerlukannya.

Bogor, Januari 2009


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Foya Kabupaten Halmahera Selatan pada tanggal 9 April 1975 dari ayahanda Thalib M. Imam dan ibu Latifah Hi. Hamid. Penulis merupakan putra pertama dari delapan bersaudara.

Tahun 1994 penulis lulus dari SMA di Ternate dan pada tahun yang sama masuk kuliah pada Universitas Khairun Ternate pada Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan berhasil lulus pada tahun 1999.

Pada tahun 2002 penulis diterima sebagai staf pengajar pada Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Universitas Muhammadiyah Maluku Utara. Pada tahun 2006 penulis diberikan kesempatan untuk melanjutkan studi S2 pada Institut Pertanian Bogor melalui beasiswa BPPS dari Ditjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional dan diterima pada Program Studi Teknologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Penulis berhasil menyelesaikan studi pendidikan S2 pada tahun 2009 dengan judul tesis ”Pemanfaatan Tepung Tulang Ikan Madidihang (Thunnus albacares) sebagai Sumber Kalsium dan Fosfor untuk Meningkatkan Nilai Gizi Makron Kenari”.


(11)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul ”Pemanfaatan Tepung Tulang Ikan Madidihang (Thunnus albacares) sebagai Sumber Kalsium dan Fosfor untuk Meningkatkan Nilai Gizi Makron Kenari” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang di terbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2009

Ahmad Thalib NPM: C351060021


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ...xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN... xiv

1. PENDAHULUAN ...1

1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Perumusan Masalah ...3

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ...4

1.4 Hipotesis Penelitian ...5

1.5 Kerangka Pemikiran ...5

2. TINJAUAN PUSTAKA ...7

2.1Ikan Madidihang (Thunnus albacares)...7

2.2Limbah Hasil Perikanan ...8

2.3Tepung Tulang Ikan ...9

2.4Kalsium ...11

2.4.1 Sumber kalsium ...13

2.4.2 Peranan kalsium dalam tubuh ...14

2.4.3 Penyerapan kalsium ...15

2.4.4 Fosfor ...16

2.4.5 Kebutuhan kalsium dan fosfor ...17

2.5Makron Kenari ...18

2.5.1 Deskripsi makron kenari ...18

2.5.2 Bahan-bahan untuk pembuatan makron kenari...19

3. METODOLOGI ...23

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ...23

3.2 Bahan dan Alat ...23

3.2.1 Bahan ...23

3.2.2 Alat ...24

3.3 Tahapan Penelitian ...24

5 3.3.1 Penelitian pendahuluan ...24

3.3.2 Penelitian utama ...27

3.4 Prosedur Analisis ...28


(13)

3.4.1.1 Uji skoring ...30

3.4.1.2 Uji perbandingan pasangan ...30

3.4.2 Analisis Fisik... 30

3.4.2.1 Rendemen ... 30

3.4.2.2 Derajat putih ...31

3.4.2.3 Analisis daya serap air ...31

3.4.2.4 Densitas kamba ...31

3.4.2 5 Uji kekerasan ...32

3.4.3 Analisis Kimia ...32

3.4.3.1 Analilis kadar air ...32

3.4.3.2 Analilis kadar abu ...33

3.4.3.3 Analisis kadar protein ...33

3.4.3.4 Analisis kadar lemak ...33

3.4.3.5 Analilis kadar karbohidrat ...34

3.4.3.6 Analisis kadar kalsium ...34

3.4.3.7 Analisis kadar fosfor ...35

3.4.3.8 Mineral terlarut...36

3.5 Rancangan Percobaan dan Analisis Data ...37

4. HASIL DAN PEMBAHASAN...40

4.1 Penelitian Pendahuluan ...40

4.1.1 Komposisi kimia daging buah kenari (Canarium ovatum) ...40

4.1.2 Pembuatan tepung tulang ikan madidihang ...41

4.1.3 Karakteristik fisik tepung tulang ikan madidihang ...42

4.1.4 Karakteristik kimia tepung tulang ikan madidihang ...46

4.1.5 Solubilitas kalsium tepung tulang ikan madidihang ...49

4.1.6 Solubilitas fosfor tepung tulang ikan madidihang ...50

4.2 Penelitian Lanjutan ...52

4.2.1 Organoleptik ...52

4.2.2 Uji perbandingan pasangan ...59

4.2.3 Karakteristik fisik makron kenari dua formula terbaik ...61

4.2.4 Karakteristik kimia makron kenari dua formula terbaik ...63

4.3 Solubilitas Kalsium ...67

4.4 Solubilitas Fosfor ...69

4.5 Informasi Nilai Gizi Makron Kenari ...70

5. SIMPULAN DAN SARAN ...72

5.1 Kesimpulan ...72

5.2 Saran ...72

DAFTAR PUSTAKA ...73


(14)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Kebutuhan kalsium dan fosfor dalam tubuh manusia ... 18

2. Proses pembuatan makron kenari komersial... 27

3. Makron kenari tepung tulang ikan madidihang formulasi ... 27

4. Komposisi kimia daging buah kenari (Canarium ovatum) ... 41

5. Karakteristik fisik tepung tulang ikan madidihang ... 42

6. Karakteristik kimia tepung tulang ikan madidihang ... 47

7. Solubilitas kalsium tepung tulang ikan madidihang ... 49

8. Solubilitas fosfor tepung tulang ikan madidihang ... 50

9. Karakteristik organoleptik makron kenari hasil penelitian ... 53

10. Karakteristik fisik makron kenari formulasi dan komersial... 62

11. Karakteristik kimia makron kenari tepung tulang ikan madidihang ... 63

12. Solubilitas kalsium makron kenari formulasi dan komersial...67

13. Solubilitas fosfor makron kenari formulasi dan komersial ...69


(15)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Kerangka pemikiran penelitian ... 6

2. Ikan madidihang ... 7

3. Prosedur analisis buah kenari ... 25

4. Prosedur proses pembuatan tepung tulang ikan madidihang ... 26

5. Posedur proses pembuatan makron kenari ... 29

6. Histogram karakteristik rendemen tepung tulang ikan madidihang ... 43

7. Histogram karakteristik derajat putih tepung tulang ikan madidihang ... 44

8. Histogram daya serap air tepung tulang ikan madidihang ... 45

9. Histogram densitas kamba tepung tulang ikan madidihang ... 46

10. Solubilitas Ca tepung tulang ikan madidihang ... 50

11. Solubilitas P tepung tulang ikan madidihang... 51

12. Rata-rata penilaian panelis terhadap penampakan makron kenari ... 54

13. Rata-rata penilaian panelis terhadap warna makron kenari ... 55

14. Rata-rata penilaian panelis terhadap aroma makron kenari ... 56

15. Rata-rata penilaian panelis terhadap rasa makron kenari ... 57

16. Rata-rata penilaian panelis terhadap tekstur makron kenari ... 59

17. Histogram nilai perbandingan pasangan makron kenari... 61

18. Solubilitas kalsium makron kenari pada berbagai nilai pH ...68


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Buah kenari...80

2. Reparasi tulang ikan madidihang...81

3. Perebusan tulang ikan madidihang ...82

4. Tepung tulang ikan madidihang...83

5a. Analisis ragam rendemen tepung tulang ikan madidihang ... 84

5b. Analisis ragam derajat putih tepung tulang ikan madidihang... 84

5c. Analisis ragam daya serap air tepung tulang ikan madidihang ... 84

5d. Analisis ragam densitas kamba tepung tulang ikan madidihang ... 84

6a. Analisis ragam kadar air tepung tulang ikan madidihang ... 85

6b. Analisis ragam kadar abu tepung tulang ikan madidihang ... 85

6c. Analisis ragam kadar protein tepung tulang ikan madidihang ... 85

6d. Analisis ragam kadar lemak tepung tulang ikan madidihang ... 85

6e. Analisis ragam kadar kalsium tepung tulang ikan madidihang... 86

6f. Analisis ragam kadar fosfor tepung tulang ikan madidihang ... 86

7a. Analisis ragam solubilitas kalsium tepung tulang ikan madidihang pH 2... . 86

7a. Analisis ragam solubilitas fosfor tepung tulang ikan madidihang pH 2 .. ... 86

7b. Analisis ragam solubilitas kalsium tepung tulang ikan madidihang pH 4 ... 87

7b. Analisis ragam solubilitas fosfor tepung tulang ikan madidihang pH 4 ... 87

7c. Analisis ragam solubilitas kalsium tepung tulang ikan madidihang pH 6 .... 87

7c. Analisis ragam solubilitas fosfor tepung tulang ikan madidihang pH 6 ... 87

8. Lembaran penilaian uji organoleptik ... 88

9. Lembaran penilaian uji organoleptik makron kenari tepung tulang ikan madidihang terpilih dengan makron kenari komersial... 89

10. Data uji organoleptik makron kenari formulasi tepung tulang ikan madidihang ... 90

11a. Data uji penampakan makron kenari formulasi tepung tulang ikan madidihang ... 95


(17)

11c. Data uji aroma makron kenari formulasi tepung tulang ikan madidihang .... 95 11d. Data uji rasa makron kenari formulasi tepung tulang ikan madidihang ... 95 11e. Data uji tekstur makron kenari formulasi tepung tulang ikan madidihang ... 95 12. Hasil uji perbandingan pasangan makron kenari formulasi terbaik dan

makron kenari komersial ... 96 13a. Hasil uji perbandingan pasangan makron kenari formulasi terbaik dan

makron kenari komersial terhadap penampakan... 98 13b. Hasil uji perbandingan pasangan makron kenari formulasi terbaik dan

makron kenari komersial terhadap warna ... 98 13c. Hasil uji perbandingan pasangan makron kenari formulasi terbaik dan

makron kenari komersial terhadap rasa ... 98 13d. Hasil uji perbandingan pasangan makron kenari formulasi terbaik dan

makron kenari komersial terhadap kerenyahan ... 98 14a. Hasil uji perbandingan pasangan makron kenari formulasi terbaik dan

makron kenari komersial terhadap berat ... 99 14b. Karakteristik ketebalan makron kenari formulasi tepung tulang ikan

madidihang dan makron kenari komersial ... 99 14c. Karakteristik diameter makron kenari formulasi tepung

tulang ikan madidihang dan makron kenari komersial ... 99 14d. Karakteristik kekerasan makron kenari formulasi tepung

tulang ikan madidihang dan makron kenari komersial ... 99 15a. Karakteristik kadar air makron kenari tepung tulang ikan madidihang ... 100 15b. Karakteristik kadar abu makron kenari tepung tulang ikan madidihang ... 100 15c. Karakteristik kadar protein makron kenari tepung tulang ikan madidihang100 15d. Karakteristik kadar lemak makron kenari tepung tulang ikan madidihang 100 15e. Karakteristik kadar karbohidrat makron kenari tepung tulang

ikan madidihang...101 15f. Karakteristik pH makron kenari tepung tulang ikan madidihang... 101 15g. Karakteristik kadar kalsium makron kenari tepung tulang ikan

madidihang...101 15h. Karakteristik kadar fosfor makron kenari tepung tulang ikan

madidihang...101 16a. Karakteristik solubilitas kalsium makron kenari tepung

tulang ikan madidihang ...102 16b. Karakteristik solubilitas fosfor makron kenari tepung tulang

ikan madidihang...102 17. Makron kenari formulasi tepung tulang ikan madidihang...103


(18)

18. Makron kenari formulasi tepung tulang ikan madidihang formulasi

terbaik dan komersial...104

19a. Perhitungan nilai kalori makron kenari...105

19b. Perhitungan kadar kalsium makron kenari...106

19c. Perhitungan kadar fosfor makron kenari...108

19d. Perhitungan kadar protein makron kenari... 110


(19)

1.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pemanfaatan sumberdaya perikanan di Indonesia belum optimal dilakukan sampai dengan memanfaatkan limbah hasil pengolahan, padahal limbah tersebut dapat diolah lebih lanjut menjadi berbagai produk yang memiliki nilai ekonomis. Limbah pengolahan ikan seperti kepala, tulang, sisik dan kulit biasanya dibuang dan tidak dimanfaatkan oleh masyarakat atau industri perikanan, sehingga berdampak negatif terhadap lingkungan. Dalam usaha pengolahan ikan selalu menghasilkan limbah berupa limbah padat dan limbah cair yang secara langsung maupun tidak langsung akan memberikan dampak kurang baik terhadap lingkungan karena menimbulkan pencemaran. Limbah padat yang berasal dari industri perikanan cukup besar, pada umumnya berkisar antara 30-50% dari berat total ikan, tergantung jenis ikan yang diolah. Limbah tersebut terdiri dari kepala, ekor, sirip, tulang dan jeroan (Irawan 1995). Jika dilihat dari produksi ikan madidihang tahun 2007 adalah 342.000 ton (DKP 2007), maka limbah padat yang dihasilkan diperkirakan sebesar 102.600 ton.

Salah satu unit usaha pengolahan limbah hasil perikanan tradisional di Muara Baru Jakarta, telah lama berupaya untuk mengolah limbah hasil industri perikanan menjadi produk yang memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi. Potensi limbah tulang ikan madidihang di Muara Baru Jakarta dapat mencapai 2 ton/hari. Limbah tulang ini didapat dari unit usaha pemfiletan tuna di Jakarta.1 Pemanfaatan tulang ikan madidihang selama ini adalah sebagai pakan ternak dan belum ada perusahaan makanan yang memanfaatkannya sebagai suplemen dalam bentuk mineral ke dalam produk. Pemanfaatan tepung tulang ikan tuna dalam produk pangan telah dilakukan beberapa peneliti diantaranya adalah: perekayasaan teknologi pengolahan limbah tuna (Ismanadji et al. 2000); produksi tepung tulang ikan tuna (Lestari 2001); pemanfaatan tepung tulang ikan madidihang sebagai suplemen dalam pembuatan biskuit (Maulida 2005); pemanfaatan limbah tulang ikan tuna sebagai sumber kalsium dengan metode hidrolisis protein (Trilaksani et al. 2006).

1

Komunikasi pribadi dengan Kepala Unit Usaha Pengolahan Limbah Tulang Ikan Tuna Muara Baru Jakarta bulan Desember 2007.


(20)

Tulang ikan banyak mengandung garam mineral seperti kalsium fosfat dan kreatin fosfat, yang berpotensi untuk meningkatkan nutrisi produk pangan (Muchtadi dan Sugiono 1989). Tepung tulang ikan tuna memiliki kandungan kalsium dan fosfor yang tinggi terutama dalam bentuk unsur anorganik yang paling penting di dalam tubuh dan dalam jumlah terbanyak. Kebutuhan kalsium akan terpenuhi bila mengkonsumsi makanan dengan menu seimbang setiap hari (Almatsier 2003).

Kalsium dan fosfor bisa didapatkan dari berbagai sumber, namun tidak semua sumber memiliki karakteristik kelarutan kalsium dan fosfor yang sama. Hal ini akan berpengaruh terhadap bioavailabilitas mineral dalam tubuh. Syarat suatu zat gizi bersifat bioavailable adalah dalam bentuk terlarut (soluble) (Santoso et al. 2006; Clydesdale 1988). Penyebaran fosfor di dalam tubuh dilakukan dengan bantuan peredaran darah dan cairan antar sel (intracellular fluid). Bentuk fosfor yang diserap oleh usus beragam bergantung pada makanan yang digunakan. Bentuk fosfor yang diserap melalui usus ini terdiri dalam ikatan atau senyawa fosfat anorganik dan organik yang dibebaskan dari makanan setelah

mengalami hidrolisis selama proses pencernaan yang berlangsung dalam tubuh (Piliang dan Djojosoebagio 1991).

Solubilitas tepung tulang ikan madidihang digunakan untuk menjelaskan proses fisiko kimia dan fisiologis yang mempengaruhi penyerapan kalsium dalam tubuh sehingga mineral tersebut dapat digunakan oleh tubuh untuk menjalankan fungsi metabolisme. Mineral akan bersifat bioavailable apabila mineral tersebut dalam bentuk mineral terlarut, namun tidak semua mineral terlarut bersifat bioavailable. Kondisi mineral terlarut diperlukan untuk memudahkan penyerapan mineral di dalam tubuh (O’Dell 1984). Solubilitas dalam tepung tulang ikan akan menghasilkan penyerapan kalsium lebih besar, jika tepung tulang difortifikasi ke dalam bahan pangan lain terutama yang kandungan asam amino lisin dan

arginin, laktosa tinggi disertai asupan vitamin D yang seimbang (Trilaksani et al. 2006).

Komponen kalsium pada tulang ikan madidihang sangat tinggi, tetapi kandungan lemak dan protein juga cukup tinggi. Lemak tulang ikan berada dalam bentuk lemak sederhana, yaitu trigliserida dari asam lemak. Lemak sederhana ini diklasifikasikan ke dalam lemak netral. Disamping itu terdapat lemak kompleks berupa fosfatida (fosfolipida) dan sterol. Lemak jenis ini dapat terhidrolisis jika


(21)

dipanaskan dalam alkali. Salah satu upaya untuk menghilangkan lemak atau meminimumkan lemak pada tulang ikan agar produk tidak mudah tengik dan tidak berbau adalah dengan menggunakan asam (Soeparno dan Susana 1984). Disamping itu Yunizal et al. (1982) dalam Nurhayati (1994) melaporkan bahwa asam dapat juga digunakan untuk mempermudah pengeluaran lemak.

Pemanfaatan tepung tulang ikan madidihang yang telah dikurangi kandungan lemak dan protein ditambahkan ke dalam produk makron kenari agar mudah diserap oleh tubuh dan tidak menghasilkan bau tengik. Produk makron kenari merupakan salah satu produk tradisional yang sudah lama dikenal luas oleh masyarakat namun kandungan gizinya selama ini belum diketahui. Salah satu cara untuk mengetahui nilai gizi makron kenari adalah dengan menganalisis komponen gizinya. Sedangkan untuk meningkatkan nilai gizi makron kenari adalah dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang yang kaya akan kalsium dan fosfor. Makron kenari yang telah menjadi trade mark di kota Ternate sudah dikenal luas oleh masyarakat karena bentuk dan rasanya yang khas disamping harganya cukup terjangkau. Potensi makron kenari dalam setahun bisa mencapai 16 ton (Anonim 2001).

1.2. Perumusan Masalah

Tulang ikan madidihang merupakan salah satu limbah hasil perikanan yang belum mendapat perhatian dari pemerintah dan industri perikanan. Padahal potensi limbah tulang ini memiliki kandungan mineral khususnya kalsium dan fosfor yang cukup tinggi. Kandungan mineral terutama kalsium dan fosfor dalam tepung tulang ikan masing-masing sekitar 163,48 mg/g bk dan 6,25 mg/g bk dapat menjadi salah satu sumber mineral yang harganya relatif murah dan penanganan yang sederhana dibanding dengan produk susu dan turunannya yang harganya relatif mahal sehingga sulit dijangkau oleh sebagian masyarakat.

Dampak defisiensi kalsium selama ini terjadi karena kurangnya asupan zat gizi kalsium dan fosfor sehingga menyebabkan osteoporosis. Menurut hasil survei yang dilakukan oleh Puslitbang Gizi Depkes pada 14 provinsi menunjukkan bahwa masalah osteoporosis di Indonesia telah mencapai tingkat yang perlu diwaspadai yaitu 19,7%. Lima provinsi dengan resiko osteoporosis


(22)

lebih tinggi adalah Sumatera Selatan (27,7%), Jawa Tengah (24,02%), Yogyakarta (23,5%), Sumatera Utara (22,82%), Jawa Timur (21,42%) dan Kalimantan Timur (10,5%) (Anonim 2002).

Potensi tulang ikan yang cukup banyak dan tidak dimanfaatkan oleh nelayan dan industri perikanan dapat diolah dan ditambahkan ke dalam produk makron kenari sehingga produk yang dihasilkan mempunyai kandungan kalsium dan fosfor yang cukup tinggi. Untuk mengetahui kandungan kalsium dan fosfor pada produk makron kenari komersial yang selama ini beredar di pasaran maka dilakukan analisis komponen gizi tersebut sebagai informasi awal. Peningkatan nilai gizi makron kenari dilakukan dengan cara menambahkan tepung tulang ikan madidihang yang kaya akan kalsium dan fosfor ke dalam produk tersebut. Makron kenari formulasi dapat dikonsumsi oleh masyarakat pada semua usia, tetapi dalam jumlah tertentu sesuai dengan standar gizi yang telah ditetapkan agar dapat membantu mengurangi osteoporosis.

Tulang ikan madidihang selain memiliki kandungan kalsium dan fosfor yang tinggi juga mempunyai kadar lemak dan protein yang cukup tinggi sehingga dapat mengganggu proses formulasi produk karena menghasilkan penampakan, warna, bau dan rasa yang kurang diterima oleh panelis. Untuk mengurangi kandungan lemak dan protein tersebut maka dalam pembuatan tepung tulang dilakukan perebusan tulang ikan madidihang dengan menggunakan air, asam asetat dan asam klorida sebagai media untuk mengurangi kandungan lemak dan protein sebelum ditambahkan ke dalam produk makron kenari.

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1) Mempelajari pengaruh media perebusan berbeda yaitu air, asam asetat, asam klorida terhadap karakteristik fisiko-kimia tepung tulang ikan madidihang yang dihasilkan termasuk solubilitas kalsium dan fosfor.

2) Mempelajari penambahan tepung tulang ikan madidihang pada berbagai konsentrasi terhadap karakteristik organoleptik, fisika, kimia makron kenari termasuk nilai gizinya.


(23)

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai salah satu sumber informasi ilmiah pemanfaatan limbah hasil perikanan yang memiliki kandungan mineral khususnya kalsium dan fosfor yang ditambahkan ke dalam produk makron kenari dengan harapan menjadi sumber alternatif makanan berkalsium tinggi.

1.4. Hipotesis Penelitian

(1) Metode perebusan pada berbagai media berbeda berpengaruh terhadap karakteristik fisiko-kimia tepung tulang ikan madidihang termasuk solubilitas kalsium dan fosfor.

(2) Penambahan tepung tulang ikan madidihang dengan berbagai konsentrasi ke dalam produk makron kenari berpengaruh terhadap karakteristik organoleptik, fisiko-kimia, solubilitas kalsium dan fosfor termasuk nilai gizinya.

1.5. Kerangka Pemikiran

Tulang ikan madidihang merupakan salah satu limbah hasil perikanan yang belum mendapat perhatian khusus dari industri perikanan padahal limbah tersebut mengandung mineral khususnya kalsium dan fosfor yang cukup tinggi. Tulang ikan mengandung banyak kalsium dalam bentuk kalsium fosfat sebanyak 14% dari total susunan tulang (Subasinghe 1996). Unsur utama dari tulang ikan adalah kalsium, fosfor dan karbonat, sedangkan yang terdapat dalam jumlah kecil yaitu magnesium, sodium, stronsium, klorida, hidroksida dan sulfat (Halver 1989).

Kandungan mineral yang tinggi pada tulang ikan madidihang dapat digunakan untuk pemenuhan kebutuhan manusia akan kalsium dan fosfor. Mineral merupakan salah satu unsur gizi yang dapat ditambahkan ke dalam bahan pangan (Piliang dan Djojosoebagio 2006). Untuk menambahkan tepung tulang ikan madidihang kedalam produk makron kenari dilakukan dengan cara pengurangan lemak dan protein, karena tulang ikan madidihang mempunyai lemak dan protein cukup tinggi. Tulang ikan madidihang yang mempunyai kadar lemak dan protein yang cukup tinggi sehingga memberikan bau tengik pada produk formulasi. Salah satu cara untuk mengurangi kandungan lemak dan protein tersebut adalah perebusan tulang ikan dengan menggunakan media


(24)

perebusan berbeda yaitu air, asam asetat dan asam klorida dapat memberikan pengaruh terhadap karakteristik fisik, kimia, solubilitas kalsium dan fosfor termasuk nilai gizi tepung tulang ikan madidihang. Salah satu produk pangan tradisional yang digemari oleh masyarakat Maluku Utara adalah makron kenari. Pembuatan makron kenari yang ditambahkan tepung tulang ikan madidihang memiliki kandungan nilai gizi yang tinggi terutama kalsium dan fosfor sehingga dapat dijadikan sebagai makanan alternatif baru untuk pemenuhan kalsium dan fosfor. Kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian pemanfaatan tepung tulang ikan madidihang (Thunnus albacares) sebagai sumber kalsium

dan fosfor dalam pembuatan makron kenari. Limbah tulang ikan madidihang

Kandungan kalsium dan fosfor tinggi

Mengurangi lemak dan protein

Makron kenari kaya kalsium dan fosfor

o Meningkatkan nilai tambah (added value) tulang ikan madidihang o Sebagai sumber alternatif pemenuhan kebutuhan kalsium dan fosfor o Mencegah serta mengurangi pencemaran lingkungan

o Mengeliminir pembuangan limbah hasil perikanan

Asam klorida

Air Asam asetat

Tepung tulang ikan madidihang


(25)

2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ikan Madidihang (Thunnus albacares)

Ikan tuna termasuk dalam keluarga Scombroidae, tubuhnya seperti cerutu dan mempunyai dua sirip pungung, sirip depan yang biasanya pendek dan terpisah dari sirip belakang. Mempunyai jari-jari sirip tambahan (finlet) di belakang sirip punggung dan sirip dubur. Sirip dada terletak agak ke atas, sirip perut kecil, sirip ekor bercagak agak ke dalam dengan jari-jari penyokong menutup seluruh ujung hipural. Tubuh ikan tuna tertutup oleh sisik-sisik kecil, berwarna biru tua dan agak gelap pada bagian atas tubuhnya, sebagian besar memiliki sirip tambahan yang berwarna kuning cerah dengan pinggiran berwarna gelap (Ditjen Perikanan 1983). Ikan madidihang telah dikenal masyarakat sebagai ikan yang harganya mahal (Ditjen Perikanan 1990). Jenis ikan ini dapat diklasifikasikan (Lagler et al. 1977 dalam Syafei et al. 1989) adalah sebagai berikut:

Kelas : Osteicthyhyes Subkelas : Actinopterygii Ordo : Percomerphi Subordo : Scombroidei Famili : Scombridae Genus : Thunus sp Spesies :Thunus albacares

Ikan madidihang dari jenis Thunnnus albacares yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.

Sirip dada Sirip punggung Sirip belakang

Ekor Kepala Sirip perut I Sirip perut II


(26)

Penyebaran ikan tuna dimulai dari Laut Merah, Laut India, Malaysia, Indonesia dan sekitarnya. Juga terdapat di laut daerah tropis dan daerah beriklim sedang. Beberapa spesies ikan tuna yang paling banyak ditemukan di Indonesia adalah Thunnus albacares yang merupakan jenis ikan ekonomis penting. Jenis ikan ini dikenal dengan sebutan madidihang atau Yellowfin tuna. Jenis ikan ini termasuk buas dan bersifat predator. Panjang tubuh dapat mencapai 195 cm, namun umumnya 50-150 cm. Albacares memiliki sirip belakang dengan warna kuning gelap. Albacares merupakan ikan pemakan daging yang hidup dengan binatang berkulit keras yang planktonik, cumi-cumi dan ikan kecil. Ikan tuna hidup bergerombol kecil. Ikan ini biasanya tertangkap bersama dengan cakalang. Ikan madidihang banyak dipasarkan dalam bentuk segar, beku dan olahan lainnya (Ditjen Perikanan 1990).

Komposisi nilai gizi ikan madidihang terdiri dari energi 105,0 Kal, protein 24,1 g; lemak 0,1 g; abu 1,2 g; kalsium 9,0 mg; fosfor 220,0 mg; besi 1,1 mg; sodium 78,0 mg; retinol 5,0 mg; thiamin 0,1 mg; riboflavin 0,1 mg dan niasin 12,0 mg (Anonim 2000). Tulang ikan memiliki proporsi 10% dari total susunan tubuh ikan yang merupakan salah satu limbah yang memiliki kandungan kalsium tinggi. Tulang ikan banyak mengandung kalsium fosfat sebanyak 14% dari total susunan tulang, sisanya merupakan unsur lain seperti magnesium, natrium dan flourida (Winarno 1997). Kalsium fosfat merupakan kompleks kalsium yang biasa digunakan sebagai suplemen untuk meningkatkan asupan kalsium tubuh (Adawyah 2007).

2.2. Limbah Hasil Perikanan

Limbah pada dasarnya adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber aktivitas manusia maupun proses alam dan belum mempunyai nilai ekonomis, bahkan dapat mempunyai nilai ekonomi negatif karena penanganan untuk membuang atau membersihkan memerlukan biaya yang cukup besar disamping dapat mencemari lingkungan. Penanganan limbah yang kurang baik merupakan masalah di dalam usaha industri termasuk industri perikanan yang menghasilkan limbah pada proses penangkapan, penanganan, pengangkutan, distribusi, dan pemasaran. Limbah perikanan dapat berupa ikan yang terbuang,


(27)

tercecer, dan sisa olahan yang menghasilkan cairan dari pemotongan, pencucian, dan pengolahan produk (Jenie dan Rahayu 1993).

Menurut Winarno (1985), limbah perikanan diartikan sebagai bahan-bahan yang merupakan buangan suatu proses pengolahan, untuk memperoleh hasil utama dan hasil samping, baik melalui proses tertentu maupun tidak. Jenis limbah hasil samping dapat dikelompokkan secara umum dikelompokkan menjadi 4 (Winarno 1985) yaitu:

(1) Hasil samping pada penangkapan suatu spesies atau sumberdaya misalnya ikan rucah pada penangkapan udang dan ikan cucut pada penangkapan tuna. (2) Sisa pengolahan seperti bagian kepala, tulang, sisik, sirip, isi perut dan daging

merah.

(3) Surplus dari tangkapan. (4) Sisa distribusi.

Umumnya industri fillet tuna menghasilkan limbah yang cukup besar. Dari limbah tersebut dapat dijadikan sebagai bahan untuk pakan hewan dan juga digunakan untuk produksi tepung ikan (fish meal) (Subangsihe 1996 dalam Lestari 2001). Perkembangan industri pengolahan tulang ikan menjadi tepung tulang ikan akan memberi beberapa keuntungan, yaitu untuk memanfaatkan kelebihan produksi pada saat over fishing dan memanfaatkan bagian ikan yang tidak dikonsumsi seperti kepala, sirip, tulang dan lainnya yang biasanya merupakan sisa (limbah) industri pengolahan yang tidak dimanfaatkan (Maulida 2005).

2.3. Tepung Tulang Ikan

Tepung tulang ikan yang dihasilkan berbentuk bubuk halus berwarna putih kekuningan hingga kuning tergantung pada waktu autoclaving dan frekuensi perebusan yang dilakukan. Tepung tulang ikan sebagian besar tersusun atas mineral (kalsium dan fosfor) yang memiliki nilai porositas yang kecil, yang ditunjukkan dengan besarnya nilai densitas kamba yang diperoleh. Nilai porositas dan densitas kamba mempengaruhi rendahnya daya serap air tepung tulang ikan yang dihasilkan. Densitas kamba merupakan salah satu parameter fisik yang menunjukkan porositas dari biji-bijian dan tepung. Nilai densitas kamba yaitu


(28)

jumlah rongga yang terdapat diantara partikel-parikel bahan (Syarief dan Irawati 1988). Nilai rata-rata densitas kamba tepung tulang ikan

berkisar 0,75 g/ml sampai 0,94 g/ml. Densitas kamba tepung tulang ikan tuna sebesar 0,94 g/ml ini menunjukkan bahwa pada volume 1 ml, berat tepung adalah 0,94 g (Trilaksani et al. 2006).

Nilai derajat putih tepung tulang ikan tuna yang dihasilkan dari berbagai perlakuan waktu autoclaving 3 jam dan perebusan 3 kali berkisar antara 59,3%-74,8% (Trilaksani et al. 2006). Kecenderungan nilai derajat putih yang dihasilkan meningkat sejalan dengan bertambahnya waktu autoclaving dan frekuensi perebusan yang dilakukan. Tepung tulang ikan madidihang yang dihasilkan memiliki derajat putih relatif kecil jika merujuk pada angka derajat putih tepung terigu yang berada pada kisaran 80-90%. Tulang banyak mengandung garam mineral dari garam fosfat, seperti kalsium fosfat dan kreatin fosfat. Tepung tulang ikan madidihang merupakan sumber kalsium dan fosfor yang baik, dapat diperoleh dengan berbagai cara sebagai berikut (Anggorodi 1985):

(1) Pengukusan. Tulang dikukus kemudian dikeringkan dan digiling untuk menghasilkan tepung tulang.

(2) Pemasakan dengan uap dibawah tekanan. Tulang dimasak dengan tekanan kemudian diangkat dalam bejana tertutup sehingga didapat tulang dalam bentuk lunak dan dapat digiling menjadi tepung.

(3) Abu tulang yang diperoleh dari pembakaran tulang.

Tepung tulang yang diperoleh dengan pengukusan mutunya lebih rendah karena kandungan gelatinnya tinggi (Anggorodi 1985). Tepung tulang yang diperoleh dengan cara pemasakan dengan tekanan dan pengeringan atau disebut steam bone meal rata-rata mengandung 30,14% kalsium dan 14,53% fosfor. Tepung tulang yang diperoleh dengan pengukusan akan kehilangan protein. Selain itu kandungan fosfor serta kalsiumnya rendah. Komposisi tepung tulang ini terdiri dari 26% protein, 5% lemak, 22,96% kalsium, dan 10,25% fosfor (Morrison 1958).

Menurut Ismanadji et al. (2000) pengolahan tepung tulang ikan tuna dapat dilakukan dengan cara tulang direbus dalam larutan asam pH 4, konsentrasi 1% pada suhu 100 °C selama 2 jam, lalu dikeringkan dan ditepungkan. Hasil yang


(29)

telah diuji cobakan menunjukkan bahwa tepung tulang ikan tuna memiliki penampakan butiran halus merata, warna coklat muda kusam dan bau seperti ikan kering. Tepung tulang yang dibuat dari tulang tuna memiliki kandungan kalsium 13,19%, fosfor 0,81%, natrium 0,36% dan zat besi 0,03%. Daya awet tepung tulang ikan tuna cukup lama, selama tiga bulan penyimpanan pada suhu kamar yang dikemas dalam kantong plastik dan divakum, secara umum belum menunjukkan penurunan mutu.

Pembuatan tepung tulang ikan madidihang dilakukan dengan mengurangi kadar lemak yang ada dalam tulang tersebut. Lemak merupakan komponen yang cukup besar pada ikan-ikan berlemak tinggi terutama ikan tuna. Namun tidak semua jenis ikan memiliki kandungan lemak yang tinggi, jika kandungan lemak ikan kurang dari 0,5% maka termasuk berlemak rendah dan jika kandungan lemak di atas 2% termasuk ikan berlemak tinggi (Adawyah 2007). Lemak tulang ikan berada dalam bentuk lemak sederhana, yaitu trigliserida dari asam lemak. Lemak sederhana ini diklasifikasikan ke dalam lemak netral dan lemak mengandung unsur-unsur organik karbon, hidrogen dan oksigen yang terikat dalam ikatan yang disebut ikatan gliserida. Berbagai asam lemak yang dikandung akan mempengaruhi sifat fisik serta kimiawi lemak tersebut (Suhardjo dan Kusharto 1999).

Salah satu upaya untuk mengurangi kandungan protein dan lemak adalah perebusan tulang ikan dengan menggunakan asam asetat, asam klorida dan air (Nurhayati 1994). Lemak dalam makanan dapat diubah menjadi lemak yang mempunyai struktur dan fungsi dalam tubuh. Lemak harus dikembalikan sedemikian rupa sehingga lebih larut dalam air sebelum berfungsi secara biologis dalam tubuh (Piliang dan Djojosoebagio 2006).

2.4. Kalsium

Kalsium merupakan salah satu mineral esensial yang diperlukan oleh tubuh untuk melakukan fungsi fisiologis secara normal. Fungsi kalsium dalam tubuh antara lain membentuk tulang dan gigi, melakukan transmisi impuls syaraf, kontraksi otot, menggumpalkan darah, sekresi hormon, mengatur permeabilitas membran sel, sebagai kofaktor enzim dan mengaktifkan protein (Winarno 1997).


(30)

Pada pertumbuhan tulang dan gigi, kalsium dibutuhkan agar tulang dan gigi mencapai ukuran dan kekuatan yang maksimal sehingga dapat mencegah kekeroposan tulang dan gigi di usia dewasa (Harris dan Karmas 1989). Kalsium merupakan mineral dalam tubuh yang memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan (Winarno 1997).

Kalsium juga diperlukan dalam mekanisme pembekuan darah, proses kontraksi otot dan penghantar impuls syaraf serta menjaga keseimbangan hormon (Sediaoetama 2006). Selain itu kalsium juga hilang lewat kulit sebanyak 15 mg/hari, yang keluar lewat keringat selama kita melakukan aktivitas apalagi dalam iklim yang panas (Brody 1999).

Sumber kalsium yang biasa digunakan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok (Kaup et al. 1991), yaitu :

(1) Tepung tulang, mono-kalsium dan di-kalsium fosfat yang ketersediaannya paling tinggi diantara sumber kalsium yang lain.

(2) Ground limestone (batuan kapur yang biasanya mengandung magnesium dan bersifat agak asam), deflourined fosfat (garam kalsium fosfat yang masih mengandung flour yang bersifat racun bila kadarnya berlebihan) dan kalsium karbonat. Kelompok ini merupakan sumber kalsium yang ketersediaannya sedang.

(3) Hay, yaitu kalsium yang berikatan dengan mineral lain yang sukar larut. Sumber ini memiliki ketersediaan kalsium yang rendah.

Tulang terdiri dari mineral-mineral seperti kalsium dan fosfat, sehingga tulang menjadi keras dan padat. Susunan tulang terdiri dari sel-sel matriks organik dan mineral. Matriks organik ini terdiri dari kolagen dan bahan dasar mengandung mukopolisakarida (mucopolysaccharide). Pada komponen matriks inilah mengendap kristaloid yang terdiri dari kalsium fosfat (Piliang dan Djojosoebagio 1991).

Mineral digolongkan kedalam mineral makro dan mikro. Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari, sedangkan mineral mikro dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari (Almatsier 2003).


(31)

Mineral berperan dalam berbagai tahap metabolisme, terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas enzim-enzim, keseimbangan ion-ion mineral, keseimbangan asam basa, membantu transfer ikatan-ikatan penting melalui membran sel dan pemeliharaan kepekaan otot dan syaraf terhadap rangsangan. Walaupun kebutuhan tubuh manusia akan mineral dalam jumlah yang sangat kecil, tetapi tubuh membutuhkan lebih dari 70 unsur mineral setiap harinya seperti kalsium, fosfor, magnesium, natrium, klorida, kalium, sulfur, besi, seng, iodium, mangan dan selenium (Linder 2006).

Tubuh manusia tidak dapat memproduksi mineral, maka mineral tersebut harus dipenuhi melalui asupan makanan bergizi. Kalsium merupakan mineral yang diperlukan oleh tubuh dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan mineral lainnya. Kalsium dalam tubuh sekitar 99% berada di dalam jaringan keras, yaitu tulang dan gigi; sedangkan 1% kalsium berperan untuk mengatur fungsi sel, untuk transmisi syaraf, kontraksi otot, penggumpalan darah, menjaga permeabilitas membran sel, mengatur fungsi hormon sebagai faktor pertumbuhan. Kalsium tulang berada dalam keadaan seimbang dengan kalsium plasma pada konsentrasi kurang lebih 2,25-2,60 mmol/L (9-10,4 mg/100 ml) (Linder 2006).

Kalsium pada ikan terutama pada tulang membentuk kompleks dengan fosfor dalam bentuk apatit atau trip-kalsium fosfat (Lovell 1989). Bentuk kompleks ini terdapat pada abu tulang yang dapat diserap dengan baik oleh tubuh yaitu berkisar 60-70% (Lutwak 1982). Salah satu dampak defesiensi kalsium yang selama ini terjadi adalah osteporosis. Osteoporosis atau penyakit keropos tulang merupakan pembunuh tersembunyi (silent killer) dimana kondisi tulang menjadi rapuh dan mudah retak atau patah disaat usia sudah tua.

2.4.1 Sumber kalsium

Sumber utama kalsium adalah susu dan hasil olahan susu seperti keju. Ikan yang dimakan dengan tulang, termasuk ikan kering merupakan sumber kalsium yang baik. Serealia seperti kacangan dan hasil olahan kacang-kacangan seperti tahu, tempe, sayuran hijau dan buah-buahan merupakan sumber kalsium yang baik, tetapi bahan makanan ini banyak mengandung zat yang dapat menghambat penyerapan kalsium seperti serat, fitat dan oksalat (Almatsier 2003).


(32)

Sumber kalsium pada manusia dan hewan adalah makanan yang telah mengalami pencernaan di dalam saluran makanan. Suatu keadaan yang bersifat asam adalah sangat diperlukan agar kalsium dapat dengan baik diserap oleh usus. Absorpsi kalsium terjadi di bagian atas dari usus halus, karena di tempat inilah keadaan bersifat asam dibandingkan bagian yang lain pada usus. Keasaman pada usus akan mempengaruhi penyerapan kalsium. Dalam hal ini asam klorida (HCl) di dalam lambung memegang peranan yang amat penting. Makanan yang bersifat asam akan meningkatkan penyerapan kalsium oleh usus. Sebaliknya bila makanan bersifat basa, maka penyerapan kalsium oleh saluran makanan akan terhambat (Piliang dan Djojosoebagio 1991).

2.4.2 Peranan kalsium dalam tubuh

Tubuh kita mengandung lebih banyak kalsium dari pada mineral lainnya. Diperkirakan 2% dari berat badan orang dewasa atau sekitar 1,0-1,4 kg terdiri dari kalsium (Winarno 1997). Dari jumlah ini, 99% berada didalam jaringan keras, yaitu tulang dan gigi terutama dalam bentuk hidroksiapatit {(3Ca3(PO4)2 Ca(OH)2. Kelebihan kalsium dapat berakibat buruk pada fungsi ginjal (Almatsier 2003). Kebutuhan tubuh akan kalsium dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi makanan yang mengandung kalsium (Karyadi dan Muhilal 1996).

Peranan kalsium dalam tubuh diantaranya adalah: (1) keikutsertaannya dalam pembentukan tulang dan gigi, (2) memegang peranan dalam proses pembekuan darah, (3) memegang peranan dalam pertumbuhan dan perkembangan fetus dalam fase kehamilan, (4) memegang peranan dalam proses terselenggaranya ritme jantung yang normal, (5) mempertahankan mekanisme tubuli ginjal dalam proses mempertahankan kadar zat-zat tetap normal, (6) memegang peranan dalam kontraksi otot dan rangsangan syaraf, (7) memegang peranan agar enzim-enzim tertentu dapat bekerja dengan baik, (8) memegang peranan dalam mempertahankan permeabilitas dinding sel (membran plasma) dan (9) mempertahankan agar produksi air susu dapat selalu baik (Piliang dan Djojosoebagio 2006).


(33)

2.4.3 Penyerapan kalsium

Kalsium yang diserap oleh tubuh setiap hari tergantung pada proporsi makanan yang dikonsumsi karena akan menentukan jumlah kalsium yang tersedia dan sejauh mana diserap oleh tubuh (Linder 2006). Penyerapan kalsium dalam tubuh sebesar 20-30% sudah tergolong baik, karena tubuh membutuhkan kalsium pada kondisi optimal 30-50% yang dapat diabsorpsi oleh tubuh dan sisanya terbuang lewat urin dan keringat. Kalsium merupakan elemen mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh (Guthrie 1975).

Pada manusia dengan berat tubuh 70 kg terdapat kurang lebih 1.200 mg kalsium. Dari jumlah tersebut, 99% berada dalam tulang rangka, sedangkan 1% berada di dalam jaringan lain dan cairan tubuh yang secara luas didistribusikan ke seluruh tubuh. Kalsium juga sebagai katalisator berbagai proses biologi dalam tubuh dan mempertahankan fungsi membran sel karena dapat mempertahankan keseimbangan kalsium diperlukan intake lebih dari 1.200 mg/hari untuk usia 51 tahun ke atas, dan 1.000 mg/hari untuk usia 19-50 tahun (Smith 2006).

Jumlah kalsium yang diserap oleh tubuh setiap hari tergantung pada: (a) proporsi relatif dari zat pengkilasi yang mengendapkan dalam makanan tersebut kerena akan menentukan jumlah kalsium secara aktual untuk diserap; dan (b) tingkat stimulasi dari vitamin D aktif terhadap alat-alat penyerap dalam mukosa intestin yang menentukan jumlah kalsium yang akan diambil (Jakobsen 2006).

Penyerapan kalsium dapat dipengaruhi oleh tingkat sintesis protein tertentu dalam sel mukosa. Orang dewasa memperlihatkan variasi yang besar dalam konsumsi kalsium, hal ini disebabkan oleh tidak meratanya distribusi kalsium dalam bahan makanan. Beberapa bahan makanan nabati dapat mengandung cukup banyak kalsium tetapi tidak dapat digunakan karena tingginya kandungan oksalat atau fitat. Hal ini banyak terdapat pada bayam, biji-bijian dan teh yang diperkirakan merupakan faktor dalam menentukan status kalsium (Weaver 2006). Kapasitas penyerapan kalsium menurun seiring dengan umur dan lebih banyak pada pria daripada wanita. Jumlah kalsium yang diekskresikan dalam urin merupakan refleksi dari sejumlah kalsium yang diserap dari makanan pada saat dikonsumsi (Linder 2006). Faktor lain yang menurunkan absorpsi kalsium misalnya serat karena serat menurunkan absorpsi kalsium, ini diduga karena serat


(34)

menurun pada waktu transit makanan di dalam saluran pencernaan. Stress mental atau fisik cenderung menurunkan absorpsi dan meningkatkan ekskresi pada tubuh (Eduardo et al. 2006).

2.4.4 Fosfor

Tubuh manusia mengandung sekitar 12 mg fosfor dalam setiap kilogram jaringan tanpa lemak. Dari jumlah ini kira-kira 85% terkandung dalam kerangka tulang. Di dalam plasma terdapat sekitar 3,5 mg/100 ml plasma. Fosfor adalah bagian dari senyawa tinggi energi yang diperlukan dalam suplai energi untuk kegiatan selular. Fosfor dari makanan diabsorpsi dalam bentuk fosfat bebas sekitar 60-70% dari makanan yang diserap oleh tubuh (Suhardjo dan Kusharto 1999).

Fosfor memegang peranan penting di dalam tubuh, karena sangat diperlukan dalam transformasi energi. Penyebaran fosfor di dalam tubuh dengan bantuan peredaran darah dan cairan antar sel (intercellular fluid). Bentuk fosfor yang diserap oleh usus beragam bergantung pada makanan yang digunakan. Bentuk fosfor yang diserap melalui usus ini terdiri dari ikatan senyawa fosfat anorganik organik (inorganic and organic phosphate). Senyawa-senyawa fosfat ini dibebaskan dari makanan atau pakan setelah mengalami hidrolisis selama proses pencernaan terjadi (Piliang dan Djojosoebagio 2006). Proses absorpsi kalsium dan fosfor saling berpengaruh satu sama lainnya. Sediaoetama (2006), mengatakan bahwa absorpsi kalsium yang baik diperlukan perbandingan Ca:P dalam hidangan 1:1 sampai 1:3. Selanjutnya menurut Guthrie (1975), batasan rasio perbandingan Ca:P adalah dibawah 1:2. Perbandingan Ca:P lebih dari 1:3 akan menghambat penyerapan kalsium, sehingga hidangan yang demikian akan menimbulkan penyakit defisiensi kalsium yaitu rakhitis (Sediaoetama 2006).

Konsumsi fosfor yang diperlukan setiap hari (daily dietary intake) untuk setiap spesies akan beragam pula besarnya. Absorpsi kalsium oleh usus akan terhambat bila di dalam makanan mengandung banyak asam fitat (phytic acid). Berbeda halnya dengan absorpsi fosfor, dimana asam fitat yang terdapat di dalam makanan akan mengalami hidrolisis pada saat terjadinya proses memasak dan selama proses pencernaan. Kekurangan fosfor dalam menu akan dapat


(35)

menyebabkan menurunnya nafsu makan terhadap kalori yang diperlukan oleh tubuh. Peranan vitamin D terhadap peningkatan absorpsi fosfor oleh usus semula dikemukakan sebagai postulasi (Haris dan Ines 1931 dalam Piliang dan Djojosoebagio 1991). Di dalam darah pada kondisi pH sekitar 4, fosfat anorganik berada dalam tiga senyawa yaitu : HPO42- sebanyak 85%; H2PO4 sekitar 15% dan sebagai PO43- sekitar 0,0035%. Hanya sebagian kecil saja fosfat ini berada dalam senyawa organik. Sumber fosfat di dalam darah adalah makanan. Disamping makanan, tulang merupakan sumber bagi senyawa fosfat anorganik di dalam plasma (Brody 1999).

2.4.5 Kebutuhan kalsium dan fosfor

Kebutuhan kalsium dalam tubuh manusia sangat berbeda menurut usia, jenis kelamin dan ras masing-masing negara. Kebutuhan kalsium dan fosfor untuk orang dewasa di USA direkomendasikan 800 mg/hari lebih tinggi pada wanita hamil dan menyusui, sedangkan fosfor adalah 0,8-1,5 gram per hari. Kebutuhan kalsium secara resmi berkisar antara 400-1000 mg/hari di seluruh dunia (Linder 2006).

Kekurangan kalsium dapat pula menyebabkan osteomalasia pada orang dewasa dan biasanya terjadi karena kekurangan vitamin D dan hendaknya tidak melebihi 2500 mg/hari sedangkan kekurangan fosfor dalam menu makanan akan menyebabkan menurunnya nafsu makan terhadap kalori yang diperlukan oleh tubuh (Piliang dan Djojosoebagio 1991). Kelebihan kalsium dapat menimbulkan batu ginjal. Disamping itu dapat menyebabkan konstipasi (susah buang air besar) (Almatsier 2003). Keperluan kalsium dalam tubuh manusia berbeda menurut usia dan jenis kelamin. Kebutuhan kalsium tubuh orang Indonesia perhari yang ditetapkan oleh Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi LIPI (2004) dapat dilihat pada Tabel 1.


(36)

Tabel 1 Kebutuhan kalsium dan fosfor dalam tubuh manusia

Kelompok umur Kebutuhan Ca (mg/hari) Kebutuhan P (mg)/hari

Bayi (bulan)

0-6 200

7-11 400

Anak (tahun)

1-3 500 400

4-6 500 400

7-9 600 400

Pria (tahun)

10-12 1000 1000

13-15 1000 1000

16-18 1000 1000

19-29 800 600

30-49 800 600

50-64 800 600

65 + 800 600

Wanita (tahun)

10-12 1000 1000

13-15 1000 1000

16-18 1000 1000

19-29 800 1000

30-49 800 600

50-64 800 600

65 + 800 600

Hamil 1000 1000

Trimester 1 +150 +0

Trimester 2 +150 +0

Trimester 3 +150 1000

Menyusui 1000 +0

6 bulan pertama +150 +0

6 bulan kedua +150 +0

Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004).

2.5. Makron Kenari

2.5.1 Deskripsi makron kenari

Makron kenari adalah jenis kue yang dibuat dari adonan keras, melalui proses pemeraman. Bentuk makron sangat berbeda dengan biskuit yang lebih pipih tetapi makron kenari bentuknya agak tebal, padat, renyah dan rasanya agak


(37)

manis. Industri makron kenari di Maluku Utara perkembangannya tidak terlalu pesat karena kurang mendapat dukungan dan perhatian dari pemerintah daerah sehingga produk ini belum mengalami ekspansi produksi secara besar-besaran (Anonim 2007).

Untuk memperoleh nilai gizi makron kenari yang cukup tinggi, dan memperkaya kandungan mineral berupa kalsium dan fosfor maka dilakukanlah penambahan tepung tulang ikan madidihang kedalam produk makron kenari. Sehingga diharapkan dengan mengkonsumsi makron kenari yang ditambahkan tepung tulang ikan madidihang diharapkan menjadi sumber alternatif pemenuhan kalsium dan fosfor sehingga dampak defesiensi kalsium yang menimbulkan osteoporosis yang selama ini terjadi dapat teratasi.

Beberapa jenis kue kering berbalut kenari yang sangat dikenal di Kota Ternate adalah makron kenari, bagea kenari, dan biskuit kenari. Ketiga jenis kue tersebut saat ini dapat ditemukan dengan mudah pada beberapa pasar swalayan dan pintu masuk perdagangan di Kota Ternate. Kue khas ini telah menjadi trade mark Kota Ternate, karena banyak pelancong maupun pendatang yang berkunjung ke Ternate membawanya sebagai oleh-oleh buat keluarga.

2.5.2. Bahan-bahan untuk pembuatan makron kenari

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan makron kenari adalah tepung terigu, kenari, mentega, gula, bubuk vanili dan telur (Anonim 2007).

(a) Tepung terigu

Tepung terigu merupakan bahan dasar pembuatan makron kenari yang banyak digunakan. Tepung berfungsi untuk pembentuk adonan selama proses pencampuran, menarik atau mengikat bahan lainnya serta mendistribusikan secara merata, mengikat gas selama proses pemanggangan. Selain itu pula tepung terigu memegang peranan penting dalam pembentuk cita rasa (Matz dan Matz 1978). Tepung terigu diperoleh dari biji gandum (Triticum vulgare) yang digiling. Keistimewaan terigu dibandingkan seralia lainnya adalah kemampuannya untuk membentuk gluten pada saat terigu dibasahi dengan air. Biasanya mutu terigu


(38)

yang dikehendaki adalah terigu yang memiliki kadar air 14%, kadar protein 8-12%, kadar abu 0,25-0,60%, dan gluten basah 24-36% (Astawan 2002).

Menurut Astawan (2002) berdasarkan kandungan gluten tepung terigu yang beredar di pasaran dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu :

- Hard flour. Tepung ini berkualitas paling baik. Kandungan proteinnya 12-13%. Tepung ini biasanya digunakan untuk pembuatan roti dan mi yang berkualitas tinggi. Contohnya adalah terigu Cakra Kembar.

- Medium hard flour. Tepung jenis ini mengandung protein sebesar 7-8,5%. Tepung ini banyak digunakan untuk macam-macam kue, serta biskuit. Contohnya adalah terigu Segitiga Biru.

- Soft flour. Terigu ini mengandung protein sebesar 7-8,5%. Penggunaannya cocok sebagai bahan pembuat kue dan biskuit. Contohnya adalah terigu Kunci Biru.

(b) Kenari

Kenari (Canrium Ovatum Engl) merupakan salah satu komoditas kehutanan yang termasuk famili Burseraceae dan bertipe buah batu. Pohon kenari merupakan pohon dioesis yang selalu hijau dengan tinggi dapat mencapai 20 m bahkan lebih dan diameternya 50 cm, dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang ringan maupun berat 0-400 m dpl, serta tahan hidup pada kisaran iklim yang luas. Pohon kenari merupakan pohon yang cocok sebagai penahan angin, dengan percabangannya yang simetris sangat menarik sebagai tanaman pinggiran jalan dan pohon pelindung. Bentuk buah kenari bulat telur sampai agak lonjong. Secara morfologi bagian buah dibagi menjadi kulit, batok buah, dan daging buah. Daging buahnya (biji kenari) berwarna putih, dan tebal serta terbungkus oleh kulit yang berwarna coklat. Setiap 100 g daging buah kenari mengandung 657 Kal, protein 15 g, lemak 66 g, karbohidrat 13 g, kalsium 92 mg, fosfor 691 mg dan besi 7,7 mg dan kandungan airnya 11 g (Hardinsyah dan Briawan 1994).

Pemanfaatan kenari di Indonesia umumnya masih terbatas. Daging buah kenari secara komersial dimanfaatkan pada pembuatan makron kenari, bagea kenari, roti panggang kenari, roti isi kenari, sagu tumbuk, air jahe dan sebagai penyedap pada es krim (Lawalata 2004).


(39)

(c) Gula

Gula yang ditambahkan kedalam adonan umumnya sebanyak 1% sampai 2,5% dari berat tepung terigu. Penambahan gula berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma, memperbaiki sifat-sifat fisik, sebagai pengawet, memperbaiki sifat-sifat kimia sekaligus merupakan sumber kalori bagi tubuh (Cahyadi 2005). Gula selain sebagai pemberi rasa manis pada makron kenari, pelunakan gluten, menguatkan flavor dan juga mempengaruhi sifat adonan. Kadar gula yang terlalu tinggi di dalam adonan, akan membuat struktur adonan menjadi lebih cair, dan jumlah udara yang terperangkap dalam adonan akan semakin berkurang (Desrosier 1988).

(d) Telur

Penggunaan telur dalam pembuatan makron kenari bersifat pengemulsi yang dapat membantu mempertahankan kestabilan adonan, sebagai penguat flavor, warna dan kelembutan (Matz dan Matz 1978). Telur mempunyai kandungan zat gizi yang cukup tinggi, antara lain mengandung delapan asam amino esensial yang baik untuk pertumbuhan anak dan kesehatan tubuh. Telur juga mengandung vitamin D yang dapat membantu penyerapan kalsium untuk pembentukan tulang. Selain itu telur juga mengandung vitamin E, dan kombinasi antara selenium dan vitamin E berperan sebagai antioksidan yang dapat mengurangi resiko kerusakan sel tubuh akibat radikal bebas (Sudarmadji et al. 1996).

(e) Mentega

Lemak merupakan salah satu komponen penting dalam pembuatan makron kenari. Di dalam adonan, lemak memberikan fungsi shortening dan pemberi flavor. Selama pengadukan adonan, lemak akan mengelilingi tepung sagu sehingga jaringan gluten di dalamnya akan putus dan karakteristik makron kenari setelah pengovenan menjadi tidak terlalu keras dan lebih cepat meleleh di mulut (Manley 1983).

Mentega merupakan produk industri susu karena bahan utama pembuatannya berasal dari lemak hewani atau susu (80-82%) dan ditambah


(40)

dengan bahan pendukung lainnya seperti air, garam dan padatan susu. Selain itu mentega diperkaya dengan vitamin A, D, E dan K yang tidak larut dalam air. Mentega mampu memberikan rasa kenyang yang lebih lama dan lebih memberikan rasa gurih serta aroma yang lebih tajam pada masakan (Suhardjo dan Kusharto 1999).

(f) Bubuk vanili

Vanili adalah suatu bahan campuran yang ditambahkan kedalam produk pangan dan dapat memberikan kesan aroma yang khas dan berbeda dengan produk lain yang tanpa menggunakan bubuk vanili (Cahyadi 2005). Vanili sudah lama digunakan untuk pembuatan makron kenari, yang mempunyai efek sensoris yaitu membantu menimbulkan aroma yang sedap terutama indra penciuman dan dapat diterima oleh mulut (Phillips 1981 diacu dalam Mahani 1999).


(41)

3. METODOLOGI

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2007 sampai dengan bulan Juli 2008. Pelaksanaan penelitian berlangsung dibeberapa Laboratorium. Laboratorium Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan dan Unit Produksi Hasil Perikanan untuk kegiatan preparasi, perebusan tulang dan pembuatan makron kenari. Laboratorium Kimia Terpadu Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB untuk analisis kadar air, abu, lemak dan protein tepung tulang ikan madidihang. Untuk proses penepungan dan pengayakan tepung tulang ikan madidihang dilakukan di Pilot Plan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. Analisis derajat putih, daya serap air, densitas kamba tepung tulang ikan madidihang dan kekerasan makron dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan Fakultas Teknologi Pertanian. Analisis kadar Ca, P, pH, solubilitas Ca dan P dilakukan di Laboraturium Nutrisi dan Pakan Ternak IPB. Analisis proksimat makron kenari dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB, sedangkan untuk pengujian organoleptik makron kenari dilakukan di Laboratorium Organoleptik Teknologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB.

3.2. Bahan dan Alat 3.2.1. Bahan

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan tepung tulang ikan adalah tulang ikan madidihang yang diperoleh dari UD Bunga Laut Muara Baru Jakarta. Perebusan tulang dengan menggunakan media air, asam asetat dan asam klorida dilakukan sebelum tulang ikan diproses menjadi tepung tulang ikan. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan makron kenari adalah daging buah kenari yang diperoleh dari Kota Ternate Propinsi Maluku Utara, terigu, gula, telur, mentega, bubuk vanili dari Pasar Anyar Bogor. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis fisika dan kimiawi adalah H2SO4, alkohol, NaOH, Na2S2O3, HNO3, HClO4, akuades, tablet kjeltab, buffer pH 7 dan pH 4, KH2PO4 (standar fosfor), larutan garam Ca 1000 ppm (standar Ca).


(42)

3.2.2. Alat

Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan tepung tulang ikan madidihang adalah baki, pisau, panci, kompor, oven, autoclave, disc mill, ayakan dan timbangan analitik. Makron kenari dibuat dengan menggunakan alat-alat seperti loyang, cetakan, sendok makan, oven, baskom, mixer dan timbangan. Untuk analisis fisik dan kimia digunakan oven, neraca analitik, labu takar, labu

Kjeldhal, penangas air, homogenizer merk Nissei AM-3, AAS (Atomic Absorpstion Spectrophotometer) merk Shimadzu AA-680, Rheoner merk

RE 3350 Yamaden, cawan porselin, kertas saring, Whiteness meter merk Kett Electric C-100-3, gelas ukur, erlenmeyer, alat soxhlet, kapas bebas lemak, pipet, kompor listrik, tanur, pH meter, corong, gelas ukur, kertas saring Whatman 42, tabung reaksi sentrifuse, dan alat bantu lainnya untuk uji organoleptik seperti score sheet, piring dan tissue.

3.3. Tahapan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu : penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan dua tahap yaitu tahap analisis kandungan gizi kenari dan tahap pembuatan tepung tulang ikan madidihang dengan media perebusan yang berbeda dan mengevaluasi karakteristik fisiko-kimianya. Pada penelitian utama dilakukan pembuatan makron kenari dengan formulasi yang berbeda, yaitu penambahan tepung tulang ikan madidihang pada berbagai konsentrasi dan analisis mutu makron kenari meliputi uji organoleptik dan analisis fisiko-kimia formulasi terpilih berdasarkan hasil uji organoleptik.

3.3.1. Penelitian pendahuluan

Pada penelitian pendahuluan dilakukan analisis terhadap kandungan gizi daging buah kenari kenari dan perebusan tulang ikan madidihang.

Analisis daging buah kenari dilakukan untuk mengetahui komponen gizi kenari sebelum ditambahkan ke dalam produk makron kenari yaitu meliputi


(43)

analisis fisik (rendemen) dan kimia (kadar air, abu, protein, lemak, kalsium, fosfor dan serat pangan). Analisis daging buah kenari dapat dilihat pada Gambar 3.

Keterangan: * bagian yang dimodifikasi

Gambar 3 Prosedur pembuatan hancuran daging buah kenari (Modifikasi Lawalata 2004)

Pembuatan tepung tulang ikan madidihang dilakukan dengan tiga metode, perebusan dengan media air, asam asetat dan asam klorida. Terhadap ketiga tepung tulang ikan madidihang yang dihasilkan dilakukan analisis sifat fisik yang meliputi (rendemen, derajat putih, densitas kamba dan daya serap air) dan kimia yang meliputi (kadar air, abu, protein, lemak, kalsium, fosfor, solubilitas kalsium dan solubilitas fosfor). Tepung tulang ikan madidihang yang dipilih untuk formulasi makron kenari adalah tepung ikan madidihang yang memiliki solubilitas kalsium dan fosfor tinggi. Diagram alir proses pembuatan tepung tulang ikan tuna dapat dilihat pada Gambar 4.

Perendam dengan air (10 menit)

Pengupasan kulit dari daging

Pengeringan

Pengecilan ukuran

Analisis kimia: Proksimat Kalsium Fosfor

Serat pangan * Buah kenari

Daging buah kenari


(44)

Keterangan: * bagian yang dimodifikasi

Gambar 4 Prosedur proses pembuatan tepung tulang ikan madidihang (Modifikasi Maulida 2005)

Pembersihan, pencucian dan pemotongan kasar *

Pengeringan dengan oven suhu ± 60 °C, selama 8 jam Perebusan selama 12 jam (4 jam pertahap) suhu 100 °C

Pemanasan (autoclave) selama 1 jam pada suhu 121°C

Pengayakan dengan ayakan berukuran 100 mesh Pengurangan lemak dan protein *

Air * 4:1 / 2x15 menit

Asam asetat 4% * 4:1 / 2x15 menit

Pencucian dengan air *

Asam klorida 1%* 4:1 / 2x15 menit Limbah tulang ikan madidihang

Tepung tulang ikan madidihang

Analisis Kimia: Proksimat Kalsium Fosfor *

Solubilitas kalsium * Solubilitas fosfor * Analisis Fisik:

Rendemen Derajat putih Daya serap air Densitas kamba

Pencucian


(45)

3.3.2. Penelitian utama

Pembuatan makron kenari dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang mengacu pada metode yang dilakukan oleh UD Falda Ternate (2007) yang dimodifikasi. Dalam pembuatan makron kenari bahan yang digunakan adalah tepung terigu, hancuran kenari, telur, gula, mentega, bubuk vanili. Formula Makron kenari UD Falda Ternate dapat dilihat pada Tabel 2 dan proses pembuatan makron kenari dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 2 Proses pembuatan makron kenari komersial

Bahan Jumlah

Tepung terigu Hancuran kenari Telur ayam Gula Mentega Bubuk vanili 4000 g 5000 g 80 g 1000 g 500 g 6 g Sumber : Resep UD Falda Ternate (2007)

Tabel 3 Makron kenari tepung tulang ikan madidihang formulasi Bahan Jumlah

Tepung terigu Tepung tulang Hancuran kenari Telur Gula Mentega Bubuk vanila 250 g

0 g (0%); 2 g (0,8%); 4 g (1,6%); 6 g (2,4%) dan 8 g (3,2%)* 60 g

16 g 120 g 150 g 2 g

Keterangan: * tepung tulang dihitung berdasarkan persen dari tepung terigu Sumber: Modifikasi Resep UD Falda Ternate (2007)

Langkah-langkah pembuatan makron kenari adalah sebagai berikut: kuning telur, mentega dan gula diaduk secara merata sampai adonan memutih setelah itu ditambahkan tepung terigu, hancuran kenari, bubuk vanili, tepung tulang ikan madidihang dengan konsentrasi masing-masing: 0%, 0,8%, 1,6%, 2,4% dan 3,2%


(46)

dan diaduk secara merata selama 2-3 menit sampai terbentuk adonan. Proses pemareman menjadi adonan kemudian adonan dibentuk menjadi makron kenari sesuai ukuran setelah itu makron kenari dipanggang dengan 2 tahapan pada suhu 160 0C selama 5 menit dan suhu 135 0C selama 20 menit, ini bertujuan untuk menghindari tingkat penggosongan. Setelah itu makron kenari diangkat dan didinginkan dalam suhu ruang dan dimasukkan kedalam toples.

Analisis makron kenari meliputi uji organoleptik (uji skoring dan perbandingan pasangan), analisis fisik (ketebalan, diameter, berat, dan kekerasan makron kenari) dan analisis kimia (kadar air, protein, lemak, abu, karbohidrat, kalsium, fosfor, serta solubilitas kalsium dan fosfor). Skema proses pembuatan makron kenari dapat disajikan pada Gambar 5.

3.4. Prosedur Analisis

Prosedur analisis pada penelitian ini meliputi karakteristik fisik tepung tulang ikan madidihang terdiri dari rendemen, derajat putih, densitas kamba, daya serap air, dan karakteristik kimia terdiri dari kadar air, abu, protein, lemak, nilai pH, kalsium, fosfor, solubilitas kalsium dan solubilitas fosfor. Pada produk makron kenari dilakukan analisis organoleptik yaitu uji skoring dan uji perbandingan pasangan. Uji fisik yaitu pengukuran berat, ketebalan, diameter, kekerasan, dan uji kimia terdiri dari kadar air, abu, protein, lemak, kadar kalsium, kadar fosfor, solubilitas kalsium dan solubiltas fosfor.

3.4.1. Uji organoleptik (Soekarto dan Hubeis 2000)

Uji organoleptik untuk makron kenari dalam penelitian ini menggunakan uji skoring. Uji ini berfungsi untuk menilai suatu sifat organoleptik yang spesifik dan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan makron kenari hasil formulasi dibandingkan produk komersial (perbandingan pasangan). Uji organoleptik dilakukan oleh 30 panelis semi terlatih.


(47)

Keterangan: * bagian yang dimodifikasi

Gambar 5 Prosedur proses pembuatan makron kenari (Modifikasi UD Falda Ternate 2007)

Pemeraman adonan selama 20 menit Pencampuran adonan 1 dan 2 diaduk secara rata

Pemanggangan (oven) suhu 160 °C 5 menit, 135 °C selama 20 menit* Pencetakan adonan setebal 2 cm (Diameter 3 mm*)

Pendinginan pada suhu kamar

Analisis Kimia: Proksimat* pH*

Kalsium* Fosfor *

Solubilitas kalsium * Solubilitas fosfor * Analisis Fisik:

Berat * Ketebalan * Diameter * Kekerasan *

Makron kenari (produk) * Telur, margarin dan gula

dikocok secara merata sampai memutih (adonan 1)

Tepung terigu, hancuran kenari, tepung* tulang ikan madidihang (0%,0,8%, 1,6%,

2,4% dan 3,2%) dicampur dan diaduk secara merata (adonan 2)


(48)

3.4.1.1 Uji skoring (Soekarto dan Hubeis 2000)

Pada uji ini diberikan penilaian terhadap mutu sensorik dalam suatu jenjang mutu. Tujuan uji skoring adalah pemberian suatu nilai atau skor tertentu terhadap suatu karakteristik mutu. Pemberian skor dapat dikaitkan dengan hedonik yang jumlah skalanya tergantung pada tingkat kelas yang dikehendaki. Penilaian organoleptik meliputi: penampakan, warna, aroma, rasa dan tekstur dengan nilai berkisar antara 1 sampai 7. Lembar uji organoleptik makron kenari dengan uji skoring dan lembaran uji organoleptik makron kenari tepung tulang ikan madidihang terpilih secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2.

3.4.1.2 Uji perbandingan pasangan (Soekarto dan Hubeis 2000)

Uji perbandingan pasangan adalah uji yang digunakan untuk menentukan kelebihan suatu produk dibandingakan dengan produk contoh lainnya. Makron kenari yang terpilih adalah makron yang paling tinggi nilai rata-ratanya berdasarkan uji skoring. Kemudian makron formulasi dilakukan uji perbandingan pasangan dengan makron komersial yang diproduksi oleh UD Falda Ternate. Parameter yang diuji dalam uji perbandingan pasangan meliputi warna, rasa, kerenyahan, dan penampakan dengan skala -3 sampai 3 (-3= sangat buruk, -2= lebih buruk, -1= agak lebih buruk, dan 0= tidak berbeda, +1= agak lebih baik, +2= lebih baik, +3= sangat lebih baik) (Lampiran 2). Keempat parameter tersebut digunakan untuk mewakili ketertarikan konsumen terhadap produk makron kenari.

3.4.2 Analisis fisik

3.4.2.1 Rendemen (AOAC 1995)

Rendemen merupakan hasil akhir yang dihitung berdasarkan proses input dan output. Rendemen dihitung berdasarkan berat basah dengan rumus sebagai berikut:

Berat akhir (g)

Rendemen (%) = x 100% Berat awal (g)


(49)

3.4.2.2 Derajat putih (Faridah et al. 2006)

Alat yang digunakan dalam menganalisis tepung tulang ikan madidihang adalah whiteness meter. Prinsip kerja alat ini adalah melalui pengukuran indeks refleksi dari permukaan sampel dengan sensor fotodioda. Semakin putih sampel, maka cahaya yang dipantulkan semakin banyak, begitu pula sebaliknya semakin jelek sampel maka cahaya yang dipantulkan juga semakin sedikit. Contoh sebanyak 3 gram sampel ditempatkan dalam satu wadah. Suhu sampel diseimbangkan dengan meletakkan wadah sampel di atas tester. Kemudian wadah berisi sampel serta cawan berisi standar (berupa serbuk BaSO4) dimasukkan ke tempat pengukuran dan alat akan menampilkan nilai derajat putih. Pengukuran derajat putih sebagai berikut:

Derajat putih sampel

Derajat putih (%) = x 100% 110

3.4.2.3 Analisis daya serap air metode gravimetri (Fardiaz et al. 1992)

Sebanyak 1 g sampel ditimbang kemudian dimasukkan kedalam tabung sentrifuse, ditambahkan 10 ml air dan kocok menggunakan fortex mixer. Selanjutnya disentrifuse dengan kecepatan 3500 rpm selama 30 menit. Volume supernatan diukur dengan menggunakan gelas ukur 10 ml. Daya serap air dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Volume air awal (ml)-volume supernatan (ml)

Daya serap air (%) = x 100%

Berat kering contoh (g)

3.4.2.4 Densitas kamba (Wirakartakusumah et al. 1992)

Pengukuran densitas kamba dilakukan dengan menggunakan gelas ukur. Bahan-bahan yang akan diukur ditimbang sebanyak 10 g, kemudian dimasukkan ke dalam gelas ukur 100 ml dan dibaca volumenya. Densitas kamba dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Berat bahan (g) Densitas kamba (g/ml) =


(50)

3.4.2.5 Uji kekerasan (Ranggana 1986)

Kekerasan merupakan gaya yang dibutuhkan untuk menekan suatu bahan atau produk sehingga terjadi perubahan bentuk yang diinginkan. Pengukuran kekerasan dilakukan dengan menggunakan Rheoner RE 3350 dengan jarak 400 x 0,01 mm; sensitifitas 0,2 V; kecepatan 1 mm/s.

Sampel ditimbang beratnya dan dimasukkan ke dalam suatu wadah yang berbentuk empat persegi panjang (plate yang berlubang dibagian bawahnya). Sejumlah mata pisau dengan diberi beban 50 kg dimasukkan ke dalam sehingga terjadi penekanan, pemotongan terhadap sampel. Pisau naik ke atas dan wadah yang berisi sampel dapat dibuka. Pembacaan nilai kekerasan dapat dilakukan dengan melihat grafik yang terbentuk yaitu dengan membagi peak yang terbentuk dalam kertas grafik dengan milimeter penurunan awal pengujian dan berat sampel. Kekerasan berhubungan dengan kerenyahan makron kenari sejauh mana makron kenari tersebut menjadi remuk.

3.4.3 Analisis kimia

3.4.3.1 Analisis kadar air (AOAC, 1995)

Cawan kosong yang digunakan dikeringkan dalam oven selama 15 menit atau sampai diperoleh berat tetap, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang. Sampel kira-kira sebanyak 2 gram ditimbang dan diletakkan dalam cawan kemudian dipanaskan dalam oven selama 3-4 jam pada suhu 105-110 °C. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator dan setelah dingin ditimbang kembali. Persentase kadar air (berat basah) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

B1 - B2

Kadar air (%) = x 100% B

Keterangan : B = berat sampel (g)

B1= berat (sampel cawan + cawan) sebelum dikeringkan (g) B2= Berat (sampel cawan + cawan) setelah dikeringkan (g)


(51)

3.4.3.2 Analisis kadar abu (AOAC 1995)

Pengukuran kadar abu ditentukan dengan alat tanur. Cawan porselin dipanaskan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3-5 g sampel dimasukkan dalam cawan porselin lalu dibakar sampai tidak berasap lalu diabukan dalam tanur suhu 600 °C sampai berwarna putih (semua contoh menjadi abu). Setelah didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga berat konstan. Perhitungan kadar abu adalah sebagai berikut :

Berat abu (g)

Kadar abu (%) = x 100% Berat sampel (g)

3.4.3.3 Analisis kadar protein (AOAC 1995)

Sampel ditimbang (1-2 gram) lalu dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl. Setelah itu ditambahkan 1,9 g K2SO4, 40 mg HgO dan 2,0 ± 0,1 ml H2SO4 dan dididihkan sampai cairan berwarna jernih. Larutan jernih ini lalu dipindahkan ke dalam alat destilasi. Labu Kjeldahl dicuci dengan air (1-2) ml kemudian air cucian dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan 8-10 ml larutan NaOH-NaS2O3.

Dibawah kondensor diletakkan erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan H3BO3 dan 2-4 tetes indikator (campuran 2 bagian metil merah 0,2% dan 1 bagian metil biru 0,2% dalam alkohol) diletakkan di bawah kondensor hingga ujung kondensor terendam dalam larutan H3BO3. Hasil dari destilasi ini dititrasi dengan larutan HCl 0,02 N. Blanko juga dikerjakan seperti prosedur di atas. Kadar protein dapat dihitung dengan rumus:

(ml sampel-ml HCl blanko)x N HCl x 14,007 x 6,25

Kadar protein (%) = x100%

Berat sampel (mg)

3.4.3.4 Analisis kadar lemak (AOAC 1995)

Metode yang digunakan dalam analisis lemak adalah ekstraksi soxhlet. Pertama kali labu lemak yang akan digunakan dikeringkan di dalam oven, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang beratnya. Contoh sebanyak


(52)

5 gram dibungkus dengan kertas saring, setelah itu kertas saring yang berisi contah tersebut dimasukkan dalam alat ekstraksi soxhlet. Alat kondensor diletakkan di atasnya dan abu lemak diletakkan di bawahnya. Pelarut heksana dimasukkan ke dalam labu lemak secukupnya. Selanjutnya dilakukan refluks selama minimal 5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke dalam labu lemak berwarna jernih.

Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi, dan pelarut ditampung kembali. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi kemudian dipanaskan di dalam oven pada suhu 105 °C selama 5 jam hingga mencapai berat tetap dan setelah itu didinginkan dalam desikator. Selanjutnya labu beserta lemak di dalamnya ditimbang dan berat lemak dapat diketahui. Kadar lemak sampel dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

Berat lemak (g)

Kadar lemak (%) = x 100% Berat sampel (g)

3.4.3.5 Analisis kadar karbohidrat by difference (AOAC 1995)

Analisis kadar karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Kadar karbohidrat = 100 % - (% kadar air + % protein + % lemak + % abu)

3.4.3.6 Analisis kadar kalsium metode AAS dengan wet digestion (Raitz et al. 1987).

(a) Pembuatan larutan standar

Larutan stok kalsium 1000 ppm dibuat deret standar 2, 4, 8 ppm dengan cara memipet 0,2; 0,4; 0,8 larutan stok Ca 100 ppm, masing-masing kedalam labu ukur 100 ml. Larutan Cl3La.7H2O (lantan) sebanyak 1 ml ke dalam masing-masing labu takar dan ditambahkan akuades sampai volume 100 ml.


(53)

(b) Penetapan sampel

Pengabuan basah (wet digestion) menggunakan HNO3 65%, H2SO4 96-98%, HClO4 60%, dan HCl 37%. Sebanyak 1 g sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer 150 ml dan diberi HNO3 5 ml, kemudian didiamkan selama 1 jam. Ditambahkan H2SO4 (pa = pro analisis) sebanyak 0,4 ml dan dipanaskan kembali selama 30 menit. Sampel diangkat dari hot plate dan diberi larutan HClO4:HNO3 (2:1) sebanyak 3 ml, kembali dipanaskan selama 15 menit hingga sampel menjadi bening. Sampel ditambahkan 2 ml akuades dan 0,6 ml HCl (pa), setelah sampel bening dipanaskan hingga larut dan didinginkan. Sampel diencerkan sampai volume tertentu (aliquot 100 ml), kemudian disaring dengan kertas saring Whatman 42. Aliquot diambil sebanyak 1 ml, dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan akuades 4 ml serta lantan 0,05 ml selanjutnya divortex, disentrifuse dengan kecepatan 2000 rpm selama 10 menit. Filtrat dibaca dengan AAS pada panjang gelombang (ג) 422,7 nm. Hasil absorbansi dibandingkan dengan kurva standar Ca yang telah diketahui. Perhitungannya:

(ml aliquot / 1000) x Fp x (ppm sampel – ppm blanko)

Ca (%) = x 100% mg sampel

Ca (mg/100g) = % Ca x 1000; FP = Faktor pengenceran

3.4.3.7 Analisis kadar fosfor, metode Taussky (Anggraeni 2003)

(a) Preparasi Larutan:

Sebanyak 10 g ammonium molibdat diencerkan dengan 60 ml akuades dalam labu takar, kemudian ditambahkan 28 ml H2SO4 pekat secara bertahap dan diencerkan dalam akuades hingga 100 ml untuk menghasilkan larutan ammonium molibdat (NH4)6MnO24.4H2O) 10% (Larutan A). Sebelum dianalisis, larutan A diambil sebanyak 10 ml dan ditambahkan dengan 60 ml akuades dan 5 g FeSO4.7H2O dalam labu takar dan diencerkan hingga 100 ml untuk menghasilkan larutan B.


(1)

128 Lampiran 19c Perhitungan kadar fosfor makron kenari

 %AKG P

Kadar P dalam Komersial = 2,4377 mg/g bk = 243,77 mg / 100g bk Kadar Air = 2,4933%

100 g berat kering = g berat basah – (2,4933%bb) Berat basah = 102,4933

P dalam Komersial = 243,77 mg / 100 g bk

= 243,77 mg / 102,4933 g makron kenari

= 2,38

 Kadar P makron kenari per takaran saji (48 g)

= 2,38 mg /g makron kenari x 48 g

= 114,16 mg

 % AKG = (114,16 / 600 mg) x 100%

= 19,03%

 Kadar P dalam A2 = 4,8623 mg/g bk

= 486,23 mg / 100g bk Kadar Air = 2,4933%

100 g berat kering = g berat basah – (2,4933%bb) Berat basah = 102,4933

P dalam A2 = 486,23 mg / 100 g bk

= 486,23 mg / 102,4933 g makron kenari

= 4,74

 Kadar P makron kenari per takaran saji (36,6 g)

= 4,74 mg /g makron kenari x 36,6 g

= 173,63 mg

 % AKG = (173,63 / 600 mg) x 100%


(2)

129 Lampiran 19c Perhitungan kadar fosfor A4 makron kenari

 Kadar P dalam A4 = 5,9211 mg/g bk

= 592,11 mg / 100g bk Kadar Air = 2,4933%

100 g berat kering = g berat basah – (2,4933%bb) Berat basah = 102,4933

P dalam A4 = 592,11 mg / 100 g bk

= 592,11 mg / 102,4933 g makron kenari

= 5,78

 Kadar P makron kenari per takaran saji (37,2 g)

= 5,78 mg /g makron kenari x 37,2 g

= 214,91 mg

 % AKG = (214,91 / 600 mg) x 100%

= 35,82%

 Kadar P dalam K = 2,3530 mg/g bk = 235,3 mg / 100g bk Kadar Air = 2,4933%

100 g berat kering = g berat basah – (2,4933%bb) Berat basah = 102,4933

P dalam K = 235,3 mg / 100 g bk

= 235,3 mg / 102,4933 g makron kenari

= 2,30

 Kadar P makron kenari per takaran saji (36 g)

= 2,30 mg /g makron kenari x 36 g

= 82,65 mg

 % AKG = (82,65 / 600 mg) x 100%


(3)

130 Lampiran 19d Perhitungan kadar protein komersial makron kenari

 %AKG Protein

Kadar Protein dalam Komersial = 7,90333% mg/g bk = 7,90333 mg / 100g bk Kadar Air = 2,4933%

100 g berat kering = g berat basah – (2,4933%bb) Berat basah = 102,4933

Protein dalam Komersial = 7,90333 mg / 100 g bk

= 7.90333 mg / 102,4933 g makron kenari

= 0,077

 Kadar Protein makron kenari per takaran saji (48 g)

= 0,0771 mg /g makron kenari x 48 g

= 3,701 mg

 % AKG = (3,7013 / 60 mg) x 100%

= 6,17%

 Kadar Protein dalam A2 = 6,9300% mg/g bk

= 6,9300 mg / 100g bk Kadar Air = 2,4933%

100 g berat kering = g berat basah – (2,4933%bb) Berat basah = 102,4933

Protein dalam A2 = 6,9300 mg / 100 g bk

= 6,9300 mg / 102,4933 g makron kenari

= 0,067

 Kadar Protein makron kenari per takaran saji (36,6 g)

= 0,0676 mg /g makron kenari x 36,6 g

= 2,474 mg

 % AKG = (2,4747 / 60 mg) x 100%


(4)

131 Lampiran 19d Perhitungan kadar protein A4 makron kenari

 Kadar Protein dalam A4 = 6,8600% mg/g bk

= 6,8600 mg / 100g bk Kadar Air = 2,4933%

100 g berat kering = g berat basah – (2,4933%bb) Berat basah = 102,4933

Protein dalam A4 = 6,8600 mg / 100 g bk

= 6,8600 mg / 102,4933 g makron kenari

= 0,066

 Kadar Protein makron kenari per takaran saji (37,2 g)

= 0,0669 mg /g makron kenari x 37,2 g

= 2,489 mg

 % AKG = (2,4898 / 60 mg) x 100%

= 4,15%

 Kadar Protein dalam K = 6,8900% mg/g bk = 6,8900 mg / 100g bk Kadar Air = 2,4933%

100 g berat kering = g berat basah – (2,4933%bb) Berat basah = 102,4933

Protein dalam K = 6,8900mg / 100 g bk

= 6,8900mg / 102,4933 g makron kenari

= 0,067

 Kadar Protein makron kenari per takaran saji (36 g)

= 0,0672 mg /g makron kenari x 36 g

= 2,420 mg

 % AKG = (2,4201 / 60 mg) x 100%


(5)

132 Lampiran 19e Perhitungan kadar lemak makron kenari komersial

 %AKG Lemak

Kadar Lemak dalam Komersial = 37,9701% mg/g bk = 37,9701mg / 100g bk Kadar Air = 2,4933%

100 g berat kering = g berat basah – (2,4933%bb) Berat basah = 102,4933

Lemak dalam Komersial = 37,9701 mg / 100 g bk

= 37,9701 mg / 102,4933 g makron kenari

= 0,37

 Kadar Lemak makron kenari per takaran saji (48 g) = 0,37 mg /g makron kenari x 48 g

= 17,78 mg

 % AKG = (17,78 / 85 mg) x 100%

= 20,92%

 Kadar Lemak dalam A2 = 32,2504% mg/g bk

= 32,2504 mg / 100g bk Kadar Air = 2,4933%

100 g berat kering = g berat basah – (2,4933%bb) Berat basah = 102,4933

Lemak dalam A2 = 32,2504 mg / 100 g bk

= 32,2504 mg / 102,4933 g makron kenari

= 0,31

 Kadar Lemak makron kenari per takaran saji (36,6 g) = 0,31 mg /g makron kenari x 36,6 g

= 11,52 mg

 % AKG = (11,52 / 85 mg) x 100%


(6)

133 Lampiran 19e Perhitungan kadar lemak makron kenari A4

 Kadar Lemak dalam A4 = 30,817% mg/g bk

= 30,817 mg / 100g bk Kadar Air = 2,4933%

100 g berat kering = g berat basah – (2,4933%bb) Berat basah = 102,4933

Lemak dalam A4 = 30,817 mg / 100 g bk

= 30,817 mg / 102,4933 g makron kenari

= 0,30

 Kadar Lemak makron kenari per takaran saji (37,2 g) = 0,30 mg /g makron kenari x 37,2 g

= 11,19 mg

 % AKG = (11,19 / 85 mg) x 100%

= 13,16%

 Kadar Lemak dalam K = 32,7997% mg/g bk = 32,7997 mg / 100g bk Kadar Air = 2,4933%

100 g berat kering = g berat basah – (2,4933%bb) Berat basah = 102,4933

Lemak dalam K = 32,7997 mg / 100 g bk

= 32,7997 mg / 102,4933 g makron kenari

= 0,32

 Kadar Lemak makron kenari per takaran saji (36 g) = 0,32 mg /g makron kenari x 36 g

= 11,52 mg

 % AKG = (11,52 / 85 mg) x 100%