cara yaitu rotary molded, wire-cut dan pembentukan lembaran sheeting. Perbedaan ketiga cara ini adalah kandungan gula dalam adonan sehingga akan
mempengaruhi karakteristik sewaktu proses pembentukan. Menurut Standar Nasional Indonesia tahun 1992 SNI 01-2973-1992,
biskuit dapat diklasifikasikan menjadi biskuit keras, cracker, cookies dan wafer. Biskuit keras dibentuk dari adonan keras dan memiliki tekstur padat. Cracker
adalah biskuit yang dibuat dari adonan keras melalui fermentasi dan memiliki tekstur yang berlapis-lapis. Jenis yang ketiga adalah cookies merupakan jenis
biskuit yang dibuat dari adonan lunak. Wafer adalah biskuit dari adonan dengan sifat yang sangat renyah dan memiliki tekstur yang berongga.
Klasifikasi beberapa jenis biskuit menurut Manley 1983 dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Klasifikasi biskuit menurut Manley 1983
Adonan lunak Klasifikasi Cracker
Adonan keras
HF HS Kadar air adonan
Kadar air biskuit Suhu adonan
o
C Komponen penting
Waktu pemanggangan menit
30 1-2
30-38 Tepung
3 22
1-2 40-42
Tepung 5,5
9 2-3
20 Lemak
15-25 15
2-3 21
Lemak dan gula 7
Ket : HF = kandungan lemak tinggi; HS = kandungan gula tinggi
2.6.2. Bahan-bahan pembuat biskuit
Bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit dibedakan menjadi bahan pengikat binding materials dan bahan pelembut tederizing materials Matz dan
Matz 1978. Bahan pengikat terdiri dari tepung, air, susu, telur. Bahan pelembut terdiri dari gula, shortening, baking powder, telur.
a Tepung terigu Untuk mendapatkan biskuit yang baik, maka tepung terigu tipe lunak
yang mempunyai kadar protein sekitar 8 dan kadar gluten yang tidak terlalu banyak adalah yang paling sesuai Vail et al. 1978. Tepung terigu
dalam pembuatan biskuit berfungsi sebagai pembentuk tekstur, mengikat bahan-bahan lain dan mendistribusikannya secara merata sebagai pembentuk
citarasa Matz dan Matz 1978.
Komposisi gandum bervariasi tergantung jenisnya. Hal ini juga berpengaruh pada kekuatan glutennya. Kekuatan tepung lebih tergantung
pada mutu daripada jumlah gluten. Tepung yang kuat adalah tepung yang menghasilkan tepung yang sukar meregang dan mempunyai sifat dapat
menahan gas yang baik. Umumnya jenis tepung ini cocok untuk pembuatan roti, sedangkan tepung yang lemah cocok untuk pembuatan kue dan
biskuit Gaman dan Sherrington 1990. Menurut Astawan 1999 berdasarkan kandungan gluten protein tepung
terigu yang beredar dipasaran dapat dibedakan menjadi 3 macam sebagai berikut : 1. Hard flour. Tepung ini berkualitas paling baik. Kandungan proteinnya 12-13.
Tepung ini digunakan untuk pembuatan roti dan mi berkualitas tinggi. Contohnya adalah terigu ”Cakra Kembar”.
2. Medium hard flour. Tepung jenis ini mengandung protein 9,5-11. Tepung ini banyak digunakan untuk pembuatan roti, mi dan macam-macam kue serta
biskuit. Contohnya, terigu ”Segitiga Biru”. 3. Soft flour. Terigu ini mengandung protein sebesar 7-8,5. Penggunaannya
cocok sebagai pembuatan kue dan biskuit. Contohnya, terigu ”Kunci Biru”. b Telur
Penggunaan telur dalam pembuatan biskuit terutama berfungsi sebagai pengemulsi yang dapat membantu mempertahankan kestabilan adonan. Selain
itu telur juga berperan meningkatkan dan menguatkan flavour, warna dan kelembutan Matz dan Matz 1978.
Menurut Whiteley 1971, adanya albumin telur membantu pembentukan struktur adonan selama pemanggangan biskuit, karena membantu memerangkap
udara saat adonan dikocok sehingga udara dapat menyebar merata diseluruh adonan. Selain itu telur dapat meningkatkan kerenyahan crispy biskuit.
c Gula Gula berfungsi sebagai pemberi rasa manis biskuit, pelunakan gluten,
berperan membentuk flavor dan warna coklat pada biskuit lewat reaksi pencoklatan nonenzimatis selama proses pemanggangan, memperbaiki tekstur
dan mempengaruhi pengembangan biskuit Matz dan Matz 1978.
d Lemak Lemak biasa digunakan untuk memberikan efek shortening sehingga
memperbaiki struktur fisik seperti volume pengembangan, tekstur dan kelembutan serta memberi flavor Matz 1993. Lemak berfungsi untuk memperbaiki kualitas
penerimaan melezatkan dan menambah nilai gizi, melembutkan, membantu pengembangan, membantu penyebaran dan memberikan flavor. Lemak dapat
melembutkan, membuat renyah dengan cara melapisi molekul pati dan gluten dalam tepung serta memutuskan ikatannya, lemak juga dapat membatasi daya
serap air Kaplan 1971 Margarin merupakan pengganti mentega dengan rupa, bau dan konsistensi,
rasa, dan nilai gizi yang hampir sama. Margarin juga mengandung emulsi air dalam minyak, dengan persyaratan mengandung tidak kurang 80 lemak.
Margarin terbuat dari minyak atau lemak nabati, dan bahan tambahan seperti susu bubuk skim atau lemak hewani, air, garam, esens, pewarna dan zat antitengik.
Umumnya margarin memiliki kandungan lemak yang sedikit tetapi kandungan airnya sangat banyak Anonim 2000.
Karena minyak nabati umumnya dalam bentuk cair, maka harus dihidrogenasi lebih dulu menjadi lemak padat, yang berarti margarin harus
bersifat plastis, padat pada suhu ruang, agak keras pada suhu rendah dan segera dapat mencair dalam mulut Winarno 2002.
e Susu Penggunaan susu dalam pembuatan produk biskuit berfungsi untuk
membentuk flavour, mengikat air, sebagai bahan pengisi, membentuk tekstur yang baik dan porous, meningkatkan nilai gizi terutama kadar protein biskuit.
Selain itu susu juga dapat memberikan pengaruh terhadap pembentukan warna coklat pada permukaan biskuit dan memperkuat gluten karena kandungan
kalsiumnya Anonim 1981. Muchtadi dan Sugiyono 1989 menyatakan bahwa susu adalah suatu
emulsi lemak dalam air yang mengandung garam-garam mineral, gula dan protein. Salah satu keuntungan penambahan susu didalam mixed food berfungsi sebagai
penguat protein dan lemak, juga mengandung karbohidrat, vitamin terutama vitamin A dan niasin serta mineral kalsium dan fosfor. Penggunaan susu untuk
pembuatan biskuit berperan sebagai bahan pengisi untuk mengikat kandungan gizi yang dihasilkan Buckle et al. 1987.
f Bahan pengembang Bahan pengembang yang umumnya digunakan dalam pembuatan
produk biskuit adalah baking powder dan amonium bikarbonat. Fungsi baking powder
dalam adonan adalah untuk melepaskan gas hingga jenuh dengan gas CO
2
lalu dengan teratur melepaskan gas selama pemanggangan agar adonan mengembang sempurna, menjaga penyusutan dan untuk menyeragamkan remah.
Baking powder adalah bahan peragi hasil reaksi antara asam dan sodium
bikarbonat. Asam yang biasanya digunakan adalah tartarat, folat dan sulfat Anonim 1981. Winarno 2002 menyatakan bahwa bahan pengembang adalah
senyawa kimia yang apabila terurai akan menghasilkan gas dalam adonan. g Air
Air digunakan sebagai media dan katalis reaksi yang terjadi dalam adonan, selain itu air juga membentuk dan mempengaruhi tekstur produk Sunaryo 1985.
Matz dan Matz 1978 menyatakan bahwa air dalam pembuatan produk biskuit berfungsi sebagai bahan pembantu dalam pembuatan gluten, sehingga membentuk
sifat kenyal dari gluten disamping juga untuk melarutkan gluten, garam serta bahan-bahan lain agar bisa bercampur. Apabila jumlah air yang ditambahkan
terlalu banyak maka adonan akan menjadi keras, sedangkan jika air yang ditambahkan sedikit, warna produk akan menjadi kecoklatan, bau agak gosong
dan tekstur mudah hancur. Air memungkinkan terbentuknya gluten gandum yang mengandung
protein dalam bentuk glutenin dan gliadin, jika ditambahkan air maka akan membentuk gluten, air juga berperan mengontrol kepadatan adonan. Selain itu, air
juga mengontrol suhu adonan, pemanasan atau pendinginan adonan. Air dalam adonan melarutkan garam, menahan dan menyebarkan bahan-bahan secara
seragam. Air membasahi serta mengembangkan pati sehingga dapat dicerna dan memungkinkan terjadinya kegiatan enzim Almond 1989.
h Flavor Flavor
didefinisikan sebagai komponen yang memiliki karakteristik yang dapat menimbulkan efek sensoris. Flavor dirasakan terutama oleh indera perasa
dan indera penciuman dan secara umum oleh berbagai reseptor yang ada di dalam mulut. Flavor sintetik dibuat dari bahan organik dan bahan kimia yang telah
diisolasi dari sumber-sumber alami. Keuntungan menggunakan flavor sintetik adalah lebih ekonomis, konsentrasi rendah, penyimpanan yang mudah, lebih stabil
dan lebih tahan lama Phillips 1981 diacu dalam Mahani 1999.
3. METODOLOGI
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Nopember 2006 sampai dengan Maret 2007. Pelaksanaan penelitian berlangsung di beberapa laboratorium yaitu
Laboratorium Pengolahan Hasil Perikanan dan Unit Poduksi Hasil Perikanan untuk kegiatan preparasi, perebusan tulang, pembuatan biskuit. Laboratorium
Mikrobiologi dan Biokimia Hasil Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB untuk analisis kadar air dan kadar abu tepung tulang ikan patin.
Pilot Plan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB untuk proses penepungan. Laboratorium Pengolahan Pangan Fakultas Teknologi Pertanian untuk analisis
derajat putih, daya serap air, densitas kamba tepung tulang ikan patin, kekerasan biskuit. Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak Fakultas Peternakan IPB untuk
analisis kadar Ca, P, pH, solubilitas Ca dan P. Laboratorium Kimia Terpadu Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB untuk analisis proksimat biskuit.
Laboratorium Organoleptik Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB untuk pengujian organoleptik biskuit
3.2. Bahan dan Alat 3.2.1. Bahan yang digunakan
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan tepung adalah tulang ikan patin yang diperoleh dari Unit Usaha Fillet Ikan Patin Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan IPB. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit adalah tepung terigu ”Kunci Biru”, margarin ”Blue Band”, susu bubuk ”Frisian
Flag”, baking powder ”Pesawat Angkasa”, telur, air, vanili. Bahan-bahan kimia yang diperlukan untuk analisis fisika dan kimia biskuit yang ditambah dengan
tepung tulang ikan patin dan tepung tulang ikan patin terdiri atas : H
2
SO
4
, alkohol, NaOH, Na
2
S
2
O
3
, HCl, HNO
3
, HClO
4
, akuades, tablet kjeltab, buffer pH 7 dan pH 4, KH
2
PO
4
standar fosfor, larutan Ca 1000 ppm standar Ca.