nukleotida pendek 10-20 mer yang susunan basanya dibuat secara acak. Perbedaan pokok RAPD dengan PCR adalah RAPD menggunakan satu primer
pendek berukuran panjang 10 basa, sedangkan PCR menggunakan primer ganda berukuran panjang 20 basa. Urutan basa yang cocok dengan primer ini akan
muncul di sepanjang genom. Teknik RAPD akan mendeteksi polimerfisme DNA yang akan diakibatkan
oleh tidak munculnya amplifikasi pada suatu lokus. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan urutan pada titik pertemuan primer. Ini berakibat primer tidak dapat
menempel pada bagian tersebut sehingga tidak terjadi amplifikasi. Oleh karenanya hanya dua kemungkinan alel pada penanda RAPD, yaitu timbulnya pita pendek
sebagai hasil amplifikasi atau tidak adanya pita karena tidak adanya amplifikasi. Penanda yang demikian disebut sebagai dominant marker. Pita yang berbeda
ukurannya dari satu primer RAPD diasumsikan berasal dari lokus RAPD yang berbeda. Metode RAPD ini mampu mendeteksi sekuen nukleotida dengan hanya
menggunakan suatu primer atau nukleotida yang disusun acak Widyastuti 2007.
2.7 PCR Polymerase Chain Reaction
Polymerase Chain Reaction reaksi berantai polimerase, PCR merupakan suatu reaksi in vitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target
tertentu dengan cara mensintesis molekul DNA baru yang berkomplemen dengan molekul DNA target tersebut dengan bantuan enzim dan oligonukleotida sebagai
primer dalam suatu thermocycler. Panjang target DNA berkisar antara puluhan sampai ribuan nukleotida yang posisinya diapit sepasang primer. Metode ini
pertama kali dikembangkan oleh Kary B. Mullis pada tahun 1985 yang merupakan seorang peneliti di perusahaan CETUS Corporation Kusuma 2008.
PCR memungkinkan sejumlah kecil sekuens DNA tertentu disalin jutaan kali untuk diperbanyak sehingga dapat dianalisis atau dimodifikasi secara
tertentu. Sebagai contoh, PCR dapat digunakan untuk menambahkan situs enzim restriksi, atau untuk memutasikan mengubah basa tertentu pada DNA. Proses
PCR untuk memperbanyak DNA melibatkan serangkaian siklus temperatur yang berulang dan masing-masing siklus terdiri atas tiga tahapan. Secara prinsip, PCR
merupakan proses yang diulang-ulang antara 20 –30 kali. Setiap satu siklus terdiri
dari tiga tahap yang meliputi: 1. Tahap peleburan melting atau denaturasi. Pada tahap ini berlangsung pada
suhu tinggi, 94 –96°C ikatan hidrogen DNA terputus denaturasi dan DNA
menjadi berberkas tunggal. Biasanya pada tahap awal PCR tahap ini dilakukan agak lama sampai 5 menit untuk memastikan semua berkas DNA terpisah.
Pemisahan ini menyebabkan DNA tidak stabil dan siap menjadi templat patokan bagi primer. Durasi tahap ini 1
–2 menit. 2. Tahap penempelan atau annealing. Primer menempel pada bagian DNA
templat yang komplementer urutan basanya. Ini dilakukan pada suhu antara 45
–60°C. Penempelan ini bersifat spesifik. Suhu yang tidak tepat menyebabkan tidak terjadinya penempelan atau primer menempel di sembarang tempat.
Durasi tahap ini 1 –2 menit.
3. Tahap pemanjangan atau elongasi. Suhu untuk proses ini tergantung dari jenis DNA-polimerase yang dipakai. Dengan Taq-polimerase, proses ini biasanya
dilakukan pada suhu 76°C. Durasi tahap ini biasanya 1 menit. Lepas tahap 3, siklus diulang kembali mulai tahap 1.
Tahapan bekerjanya PCR di atas disajikan pada Gambar 3. Akibat denaturasi dan renaturasi, beberapa berkas baru menjadi templat bagi primer lain.
Akhirnya terdapat berkas DNA yang panjangnya dibatasi oleh primer yang dipakai. Jumlah DNA yang dihasilkan berlimpah karena penambahan terjadi
secara eksponensial Laboratorium Silvikultur 2007.
Gambar 3 Skema siklus PCR Agung et al. 2007.
BAB III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini terdiri dari dua bagian. Pertama, analisis pertumbuhan tanaman dan pengambilan contoh daun dilakukan di Hutan Percobaan RPH
Cirangsad, BKPH Jasinga, KPH Bogor selama 1 bulan, yakni pada bulan Mei 2009. Kedua, analisis keragaman genetik dengan penanda RAPD dilaksanakan di
Ruang Analisis Genetika, Laboratorium Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor selama 2 bulan dari bulan Juni hingga Juli 2009.
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
3.2.1 Bahan Tanaman
Bahan tanaman yang digunakan untuk analisis genetika adalah tanaman Sengon Solomon umur 2 tahun yang ditanam di area species trial pada Hutan
Percobaan Cirangsad. Design yang digunakan dalam pembangunan area spesies trial adalah single tree plot dengan rancangan acak lengkap berblok. Tanaman
terletak pada 4 blok yang lokasinya berbeda-beda. Di dalam setiap blok terdapat 9 individu tanaman. Setiap individu tanaman di dalam setiap blok berasal dari
pohon induk mother tree yang berbeda-beda yang selanjutnya disebut famili. Famili merupakan kumpulan individu tanaman Sengon Solomon dari satu induk
yang sama. Layout penanaman Sengon Solomon disajikan pada Lampiran 1, 2, 3 dan 4. Kode tanaman Sengon Solomon yang digunakan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Kode tanaman Sengon Solomon
Blok No. Famili
Kode Tanaman Blok
No. Famili Kode Tanaman
1
1 S1B1
2
1 S1B2
2 S2B1
2 S2B2
3 S3B1
3 S3B2
4 S4B1
4 S4B2
5 S5B1
5 S5B2
6 S6B1
6 S6B2
7 S7B1
7 S7B2
8 S8B1
8 S8B2
9 S9B1
9 S9B2